Anda di halaman 1dari 12

Fraktur Tertutup Femur Dextra 1/3 Proximal pada Lansia

AGUS CAHYADI (102016044), TRIAS ADAM (102016130), SINTA WULANSARI


(102013429), CLARITA (102016045), CICI MILLENDA (102016080), NINDY
OCTAVIANI (102016145), SARAH CLAUDIA Y.SIMANJUNTAK (102016204), FATIN
BATRISYIA BINTI SAIFUL AZIZAN AZLI (102016256)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Jl. Arjuna Utara No.6, RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510

Abstrak

Fraktur adalah suatu keadaan dimana putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau
tulang rawan sendi. Biasanya fraktur bisa terjadi karena adanya suatu trauma, misalnya
kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab tersering terjadinya fraktur. Pada
kecelakaan lalu lintas kita juga harus mewaspadai pada kemungkinan terjadinya politrauma
yang dapat mengakibatkan trauma pada organ-organ lain. Selain kecelakaan, fraktur bisa
terjadi karena jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cidera olahraga.

Kata kunci: fraktur, tulang, trauma

Abstract

Fracture is a situation where the breakdown in continuity of bone, cartilage or cart ilage
epifisis joints. Usually a fracture can occur due to trauma, such as an accident. Traffic
accidents are the most frequent cause of the occurence of fractures. On traffic accidents we
must also be aware of the possibillity of the occurence of the politrauma which can lead to
tauma in other organs. In addition to accidents, fractures can occur due fail from height,
work accident, and the hurt the sport.

Keywords: fracture, bone, trauma

Pendahuluan

Tulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia,
karena dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan ikut
berpartisipasi dalam pergerakan sehari-hari manusia. Kelainan atau adanya cedera pada
tulang tentu akan menganggu aktivitas sehari-hari dan membuat produktivitas manusia
menurun.

Salah satu cedera tulang yang memiliki risiko tinggi ialah fraktur tulang atau patah
tulang. Fraktur tulang dapat berupa fraktur tulang terbuka ataupun fraktur tulang tertutup.
Fraktur sendiri, memiliki definisi putusnya kesinambungan suatu tulang atau terputusnya
kontinuitas tulang. Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, sering
diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup
(atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka.1

Anamnesis

Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien.
Anamnesis meliputi: identitas pasien, keluhan utama (pada umumnya keluhan utama
pada kasus fraktur adalah rasa nyeri), Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat Psikososial.2

1. Apakah ada riwayat trauma/ cidera?


2. Bila ada trauma, trauma seperti apa? Misalnya tauma akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma
olahraga
3. Kapan waktu terjadinya?
4. Arah posisi trauma/ jatuh? Misalnya: Terduduk, tengkurap, terlentang, menyamping
5. Ada nyeri atau tidak? Lokal nyeri dimana?
6. Dapatkah pasien berjalan atau tidak setelah mengalami trauma?

Pada kasus scenario ini, hasil anamnesa didapatkan:


1. Identitas: Wanita berusia 60 Tahun
2. Keluhan utama: sakit pada panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam
yang lalu
3. Riwayat penyakit sekarang: nyeri terus menerus, ada riwayat trauma, sakit saat
bergerak dan belum mengkonsumsi obat.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik


pemeriksaan secara alami bervariasi, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan
rutin/ baku. Yang dilakukan adalah pemeriksaan status generalis dan status lokalis (mencakup
inspeksi, palpasi, kekuatan otot, gerakan sendi, auskultasi).1,2

 Inspeksi (Look)
Arti inspeksi adalah dilihat. Dilihat secara anterior, posterior dan lateral dari
frakturnya dengan melihat bagian yang dikeluhkan oleh pasien tersebut apakah ada
pembengkakan, memar dan deformitas. Apakah ada hal lain yang abnormal. Hal lain
yang juga penting adalah jika kulit tersebut robek atau tidak. Serta luka yang memiliki
hubungan dengan fraktur tersebut.
 Palpasi (Feel)
Palpasi adalah meraba, jika ada nyeri tekan ditempat fraktur tersebut. Perlu juga
memeriksa nadi/ pulsasi apakah lemah atau kuat di tempat tersebut. Bisa saja terjadi
cedera pembuluh darah yang menunjukan keadaan darurat yang perlu pembedahan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Temperatur setempat yang meningkat;
 Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang;
 Pergerakan (Movement)
Pada pergerakan dapat ditemukan gerakan abnormal seperti krepitasi atau bunyi
“kretek- kretek” pada sendi yang terdapat fraktur terutama pada sendi lutut dengan.
Tapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi
di bagian yang mengalami cedera jika pasien tersebut masih dalam keadaan sadar.1

Hasil pemeriksaan fisik menunjukan:

 TTV: dalam batas normal


 Look: Tampak edema pada panggul kanan, ekstermitas bawah sebelah kanan
tampak memendek dan berda diposisi eksternal rotasi
 Feel: Nyeri (+)
 Move: Gerak aktif (-) dan pasif (-)
Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi


anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior,
kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu
perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Foto Rontgen

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai
melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular
pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang
terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden) dapat membaik setelah fiksasi
internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami nonunion dan nekrosis
avaskular.1,3

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama
dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk
menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya
fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat
menunjukkan tegangan fraktur.3,4

Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang
merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi,
yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher
femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance
Imaging (MRI) harus dilakukan.4

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24
jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul
sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler.
Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien
dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100%
sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.3

Pemeriksaan Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas. Adanya peningkatan leukosit yang merupakan respon stres normal saat terjadi trauma.
Ada juga peningkatan kreatinin dalam plasma akibat trauma otot.

Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anemnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien menderita fraktur
tertutup femur dextra 1/3 proximal. Klasifikasi fraktur femur dibagi berdasarkan adanya luka
yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi:

 Tertutup
 Fraktur femur terbuka
a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat yaitu:

Derajat I:
 Luka <1cm
 Tidak kotor
 Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan.

Derajat II :
 Laserasi 1- 10cm
 Luka sedikit kotor
 Kerusakan jaringan tendon (sedikit)
 Fraktur kominutif sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
a. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak otot rusak, kulit masih
dapat menutup luka.
b. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss)
c. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf) 1,4

Diferential Diagnosis
a. Fraktur Caput Femur
b. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi disebelah proksimal linea
intertrochanter pada daerah intrakapsular sendi panggul yang termasuk kolum femur
dimulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal
dari intertrokanter.1,5
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur collum femur (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua (60 tahun
keatas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang biasa dialami
seperti jatuh terpelest dikamar mandi.1,5
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan riwayat trauma, pada
penderita muda ditemukan riwayat kecelakaan. Pada penderita tua biasanya trauma
ringan (jatuh terpelest dikamar mandi). Penderita tidak dapat berdiri karena sakit
sekali di panggul terutama daerah inguinal depan. Posisi panggul dalam keadaan
fleksi dan eksorotasi. Fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur
tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat.
Gambar 1. Fraktur Collum1

c. Fraktur Intertochanter Femur


Fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor.
Mekanisme Cedera Fraktur intertrokanter bisa terjadi secara langsung yaitu bila
pasien terjatuh dan langsung mengenai trokanter mayor, sementara tidak langsung
terjadi karena pemulintiran. Retak berada di antara trokanter mayor dan trokanter
minor dengan fragmen proksimal cenderung bergeser dalam varus.5
d. Fraktur Subtrochanter
Fraktur subtrochanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi
pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan. Dan pada orang muda
biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Pemeriksaan fisik : tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi
eksternal di daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.5

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna kulit. Setelah terjadi fraktur,
bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. Pada fraktur panjang, terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. Pembengkakan dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak
semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada
pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu
sama lain).5,6

Etiologi

Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.1,5
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai
keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.1,5
c. Secara spontan5
Disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.6

Epidemiologi
Fraktur femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia tua dan
menyebabkan morbiditas serta mortalitas. Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia
harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat. Fraktur ini merupakan
penyebab utama morbiditas pada pasien usia tua akibat keadaan imobilisasi pasien di tempat
tidur. Rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-bulan. Imobilisasi menyebabkan pasien
lebih senang berbaring sehingga mudah mengalami ulkus dekubitus dan infeksi paru. Angka
mortalitas awal fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin
memburuk. Fraktur femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause.4

Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.7

Penatalaksanaan

 Non Medika Mentosa


Pasien dengan fraktur membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan tulang
dan sendi- sendi disekitarnya. Pasien harus terus memantau perkembangan pasca
operasi, dan harus merehabilitasi kaki yang dioperasi supaya bisa kembali berjalan.
 Medika Mentosa
Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500mg
hingga dosis maksimum 3000mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan
kodein 10mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAID seperti
ibuprofen 400mg 3 kali sehari.8
 Tindakan Pembedahan

Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan


pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu
sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4
atau prinsip 4R:

o Recognition
Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui
dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta
radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi
yang mungkin terjadi setelah pengobatan.
o Reduction
Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula
agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler
diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi
normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah
komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas.
o Retaining
Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit
tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini wanita tersebut berarti
harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada
femurnya.
o Rehabilitation
Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat
gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih
berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa
berfungsi dengan baik.9
Komplikasi

a. Komplikasi dini
Kerusakan arteri. Insiden kerusakan arteri memang jarang, tapi juga harus diwaspadai.
Contohnya seperti kerusakan arteri poplitea setelah trauma. Hal ini terjadi karena
kumpulan vaskular terhambat. Serta bisa juga karena laserasi langsung.
b. Komplikasi lanjut
o Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tidak dapat dihindari, karena itu
diperlukan banyak latihan.
o Non-union yaitu fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu. Hal ini
dapat disertai kekakuan lutut dan mungkin diakibatkan oleh gerakan lutut yang
dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan kecuali kalau dilakukan
dengan hati- hati.
o Mal-union yaitu bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal
(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal. Fiksasi internal
sangat sulit dan malunion kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien
yang masih melakukan aktivitas fisik untuk melakukan koreksi terhadap
malunion yang terjadi. 10

Prognosis

Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur.
Semakin kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi
yang sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien.

Kesimpulan

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian). Pasien pada kasus di atas
mengalami fraktura femur dextra 1/3 proksimal. Fraktur ini merupakan jenis fraktur
traumatik, dimana penyebab fraktur ini pasien tersebut jatuh dengan posisi menyamping dan
pangkal paha yang membentur lantai. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan pasti melalui
gejala-gejala yang ditimbulkan dari pasien tersebut dan hasil pemeriksaan penunjang berupa
foto rontgen yang mendukung diagnosis pasti.
Daftar Pustaka

1. Thomas MA. Terapi dan rehabilitas fraktur. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2011.h. 245, 262, 276.
2. Gleadle J. At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical Series.
Jakarta, 2009. h. 106.

3. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. h.31.

4. Patel P R. Lecture notes radiologi. Erlangga medical series. Edisi ke-2. Jakarta, 2007.
h. 222-3
5. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h. 503-12, 537-43.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. h. 904-6
7. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3rd Ed. Australia :
McGraw-Hill. 2010. h. 303-6.
8. Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.Volume2.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
9. Gunawan, Sulitia G. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2008. h. 57-89.
10. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. h. 346-8.

Anda mungkin juga menyukai