Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap
pasangan. Setiap manusia tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik
secara fisik maupun psikis. Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara
(Depkes, 2014). Di tangan anak-anak yang sehat dan sejahtera akan melahirkan
bangsa yang kuat, sejahtera dan bermartabat. Suatu kenyataan saat ini bahwa
harapan kelangsungan hidup anak-anak Indonesia masih rendah sehingga masih
banyak anak terlahir di negeri ini dalam situasi yang tidak menguntungkan karena
berbagai sebab seperti penyakit infeksi, penyakit bawaan (kelainan kongenital),
malnutrisi, berat badan lahir rendah dan lain-lain sehingga kualitas hidup mereka
dimasa depan akan rendah (IDAI, 2008). Di beberapa Negara mortalitas anak
mulai menurun karena suksesnya imunisasi, kontroldiare, infeksi saluran
pernapasan akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada layanan kesehatan
primer. Sebagai konsekuensi, kelainan congenital mengambil proporsi yang lebih
besar dalam mortalitas anak (World Bank dalam WHO, 2013). Kelainan
kongenital didefinisikan sebagai kelainan structural atau fungsional termasuk
kelainan metabolisme yang timbul saat lahir (Rosano A, dkk., 2000. Agha MM,
dkk., 2006). Kelainan congenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. WHO
memperkirakan adanya 260.000 kematian (7% dari seluruh kematian neonatus)
yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun 2004. Bayi-bayi dengan
kelainan congenital menjadi masalah khususnya untuk Negara berkembang karena
angka kejadiannya yang cukup tinggi dan membuat sumber daya berkurang. Bayi
dengan kelainan kongenital yang bertahan hidup, saat tumbuh akan mengalami
ketergantugan terhadap orang lain, ataupun alat bantu (WHO, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Bronkhomalasia?

1
2. Bagaimana etiologi Bronkhomalasia?
3. Apa saja yang termasuk klasifikasi Bronkhomalasia?
4. Bagaimana patofisiologi Bronkhomalasia?
5. Apa saja manifestasi klinis Bronkhomalasia?
6. Apa saja kompiklasi dari Bronkhomalasia?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang Bronkhomalasia?
8. Bagaimana penatalaksanaan Bronkhomalasia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Bronkhomalasia?

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak yang mempunyai
kelainan kongenital pada sistem respirasi Bronkhomalasia.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab
obstruksi saluran udara irreversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada
populasi umum tidak diketahui. Malacia nafas berat atau malacia
berhubungan dengan sindrom tertentu biasanya diakui dan didiagnosis awal
masa bayi, tetapi informasi tentang fitur klinis anak dengan malacia primer,
sering didiagnosis hanya kemudian di masa kecil, langka.
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan
tulang rawan berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea,
atau tenggorokan). Tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah
selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan
sekresi menjadi terperangkap.Biasanya banyak menyerang pada anak usia
kurang dari 6 tahun.(Children’s National Health System,2016)

2.2 Etiologi
Bronchomalacia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan
mungkin berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa
tulang rawan tidak terbentuk dengan baik.

2.3 Klasifikasi
1. Bronkomalasia primer
a) Disebabkan oleh defisiensi pada cincin kartilago
b) Diklasifikasikan sebagai kongenital
2. Bronkomalasia sekunder
a) Merupakan kelainan didapat (bukan kongenital)
b) Disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar), dapat dari pelebaran
pembuluh-pembuluh darah, cincin vascular, atau kista bronkogenik.

3
2.4 Patofisiologi
Penyakit bronkomalasia adalah penyakit/kelainan yang salah satu
penyebabnya adalah bayi yang lahir premature. Kelahiran prematur
menyebabkan beberapa kelainan bawaan/ ketidaksempurnaan organ tubuh
pada bayi. Hal itu disebut kelainan congenital yang menyebabkan defisiensi
pada cincin kartilago. Pada pasien bronkomalasia, defisiensi pada cincin
kartilago menyebabkan jalan napas (bronkus) menyempit/menutup pada saat
ekspirasi.Hal itu menyebabkan gangguan disfungsi gas pada alveoli yang
berdampak hipoksemia dan hiperkapnia. Hal ini menyebabkan terjadinya
kekurangan oksigen di jaringan sehingga pasien akan mengalami hipoksia.
Suplai oksigen ke jaringan yang tidak adekuat akan berdampak kepada pasien
sehingga pasien akan mengalami gejala sesak napas. Pasien yang mengalami
bronkomalasia biasanya terjadi ketidakmampuan mengeluarkan kadar CO2
yang tidak adekuat sehingga menyebabkan asidosis respiratorik yang dapat
menyebabkan penderita mengalami gangguan pertukaran gas. Suplai O2 ke
otak menurun akan menyebabkan terjadinya kejang dan bias menyebabkan
penurunan kesadaran sehingga penderita dapat mengalami ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral dan apabila penderita mengalami kejang akan
beresiko mengalami cidera.
Pada pasien bronkomalasia pasien mengalami sesak napas dapat
menyebabkan otot tubuh menjadi lemah sehingga jika terjadi pada bayi, bayi
akan menjadi cepat lelah dan nafsu makannya akan menurun.

4
2.5 Pathway

BRONKOMALASIA

Kelainan Kongenital

Defisiensi pada cincin


kartilago

Menutup saluran pernafasan


kecil(bronkus )

Sesak nafas

KETIDAKEFEKTIFAN
RISIKO ASPIRASI Batuk tidak efektif POLA NAFAS

Akumulasi mukus
Mudah terjadi infeksi
di tulang rawan
KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI Pengeluaran
KEBUTUHAN TUBUH energy berlebihan RISIKO INFEKSI

Anoreksia Kelelahan INTOLERANSI


AKTIVITAS

Cemas DEFISIT
PENGETAHUAN

ANSIETAS

5
2.6 Manifestasi klinis
1. Gejala Bronkomalasia
a. Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung
tersumbat.
b. Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
c. Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne,
mengi,minum menurun, apne, sianosis.
d. Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan
dangkal, suara nafas melemah, dan “wheezing” yang semula jelas
dapat menghilang.
2. Tanda-tanda Bronkomalasia
a. Nafas cuping hidung
b. Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi
interkostal dan subkostal).
c. Sesak napas, takipne, apneu.
d. Hiperinflasi dada.
e. Retraksi, expiratory effort.
f. Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g. Ekspirasi memanjang, mengi.
h. Hepar atau limpa dapat teraba.

2.7 Komplikasi
1. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan
oleh bakteri,  jamur,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing.
Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi agen/
infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan saluran
trakheabronkialis.(Wilson, 2006)
1. Bronkitis

6
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada
orang dewasa. Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai
penyakit saluran nafas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit
tersendiri.Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda
oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan
bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk
merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis
bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain
tetapi bronkitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 2006).
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran
peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas
lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma
dan sebagainya (Gunadi Santoso, 2004)
2.  Polychondritis
Polychondritis adalah gangguan kronis langka yang ditandai
peradangan tulang rawan yang biasa terjadi pada telinga dan hidung.
Penyakit ini dikenal dengan nama lain seperti Meyenburg Altherr
Uehlinger sindrom, kronis atrofi polychondritis dan sindrom Von
Meyenburg.Penyakit ini dapat mempengaruhi tulang rawan dari setiap
jenis dan jaringan sendi, telinga, hidung dan trakea.
Penyebab polychondritis diyakini gangguan autoimun. Sistem
kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan dan tulang rawan
menyebabkan kerusakan dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan
autoimun akan menghancurkan glycosaminoglycans yang merupakan
bagian terpenting dalam jaringan ikat di tulang rawan.
3. Asma
Asma yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai
dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih –
lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.(Smelzer Suzanne :
2001).

7
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabag-cabang trakheobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan
(Pierce, 2007).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap laring,
trakea dan bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau
bronkoskop serat optik fleksibel yang disebut dengan
bronkofibroskop.Melalui bronkoskop sebuah sikat kateter atau forsep
biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi dan jaringan untuk
pemeriksaan sitologi.
Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan
mengumpulkan spesimen.Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.
b. Untuk mengetahui lokasi perdarahan.
c. Untuk mengambil benda asing (sekresi dan jaringan).
d. Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.
e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.

Adapun prosedur tindakan bronkoskopi adalah sebagai berikut.


a. Persetujuan tindakan.
b. Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c. Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
d. Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e. Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f. Premedikasi.
g. Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi
fowlers dengan kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi.
Tenggorok disemprot dengan anestesi lokal. Bronkoskop dimasukan
melalui mulut atau hidung.

8
h. Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i. Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.

2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang
digunakan untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai
kelainan pada paru-paru. CT scan atau pemindaian tomografi
terkomputerisasi melibatkan berbagai gambar yang diambil dari sudut-
sudut yang berbeda, yang kemudian akan dikombinasikan untuk
menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi dari
struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur
abnormal di dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi
merupakan gejala yang dialami oleh pasien.Di samping untuk
mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat
digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk memastikan
ketepatan dan ketelitian.Banyak tenaga medis profesional
menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan rencana
pengobatan yang tepat bagi pasien, yang meliputi peresepan,
pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT scan
dada atau toraks.Prosedur untuk melakukan CT scan paru-paru
meliputi penghasilan berbagai gambaran X-ray, yang disebut dengan
irisan yang dilakukan di dada atau abdomen bagian atas pasien.Irisan-
irisan tersebut kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk melihat
gambaran akhir yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sisi, dan
bidang.Tidak seperti prosedur X-ray tradisional, CT scan menyediakan
gambaran yang lebih rinci dan akurat yang menunjukkan hingga
abnormalitas atau ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru-paru lebih berguna untuk mendiagnosis
tumor paru apabila dibandingkan dengan X-ray standar pada
dada.Itulah mengapa CT scan paru-paru digunakan untuk menentukan

9
lokasi, ukuran, dan bentuk dari pertumbuhan kanker.Prosedur
pencitraan ini juga dapat membantu mengidentifikasi adanya
pembesaran nodus limfa, yang merupakan gejala dari penyebaran sel
kanker dari paru-paru.
3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi
magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan
energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ
dalam tubuh. MRI dapat memberikan gambaran struktur tubuh yang
tidak bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen, USG, atau CT scan.

2.9 Penatalaksanaan Medis


1. Time
Invasif minimal, bersamaan dengan pemberian tekanan udara positif yang
kontinyu.
2. Tekanan udara positif kontinyu
Metode menggunakan respiratory ventilation/CPAP ( Continuous positive
airway pressure  )
3. Trakheotomi
Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka/membuat saluran udara
langsung melalui sebuah insisi di trakhe (the windpipe).

2.10 Dampak Terhadap Pemenuhan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia


1. Dampak pada pemenuhan oksigen :
Bronkomalasia berdampak pada pemenuhan kebutuhan oksigen dlm tubuh
krn adanya penyempitan pd jalan nafas menyebabkan gangguan difusi gas
dalam tubuh sehingga co2 dalam tubuh menumpuk

2. Pemenuhan nutrisi dan mobilisasi :


Bronkomalasia yg disertai komplikasi menybabkan otot tubuh menjadi lemah
sehingga reflek telan dan nafsu makan berkurang sehingga pasien tidak
memiliki cukup energi untuk bergerak

10
3. Pemenuhan rasa nyaman dan aman :
Bronkomalasia yg menyebabkan suplai o2 ke otak mneurun beresiko pasien
kejang, penurunan kesadaran dan cidera lain yg mengancam kenyamanan dan
keaman pasien

2. 11 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise.
 Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
 Ketidakmampuan untuk tidur.
 Dispnea pada saat istirahat.
Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia.
b. Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat.
 Distensi vena leher.
 Edema dependent
 Bunyi jantung redup.
 Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis.
 Pucat, dapat menunjukkan anemi.
c. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan faktor resiko.
 Perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan/cairan

11
Gejala :
 Mual/muntah.
 Nafsu makan buruk/anoreksia.
 Ketidakmampuan untuk makan.
 Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda :
 Turgor kulit buruk.
 Edema dependen.
 Berkeringat.
 Penurunan berat badan.
 Palpitasi abdomen.
e. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
Gejala :
 Batuk brassy.
 Episode batuk terus menerus.
Tanda :
 Pernafasan biasa cepat.
 Penggunaan otot bantu pernafasan.
 Bunyi nafas ronchi/wheezing.
 Perkusi hyperresonan pada area paru.
 Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu
keseluruhan.
g. Keamanan
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
 Adanya/berulangnya infeksi.
h. Interaksi sosial
Gejala :

12
 Hubungan ketergantungan.
 Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat.
i. Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan

13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
oleh sekresi, spasme bronchus.
b.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang rawan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi.
e. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.

3. Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas


oleh sekresi, spasme bronchus.

14
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan 1. Melancarkan pernapasan klien.
1 x 12 jam, diharapkan kerusakan ventilasi udara.
2. Lakukan terapi fisik dada,sesuai kebutuhan. 2. Merilekskan dada untuk memperlancar
pertukaran gas teratasi, dengan kriteria
pernapasan klien.
hasil :
3. Keluarkan secret dengan melakukan batuk 3. Mengeluarkan secret yang menghambat
- Klien mampu mengeluarkan
efektif atau dengan melakukan suctioning. jalan pernapasan.
secret. 4. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman 4. Untuk mendeteksi adanya gangguan
- RR klien normal 16-20 x/menit pernapasan. pernapasan.
- Irama pernapasan teratur. 5. Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan 5. Mendeteksi adanya gangguan respirasi

- Kedalaman inspirasi normal. status respirasi, sesuai kebutuhan. dan kardiovaskuler.


6. Monitor respiration rate dan ritme (kedalaman 6. Mengecek adanya gangguan pernapasan.
- Oksigenasi pasien adekuat
dan simetrsi).
7. Pertahankan kepatenan jalan napas. 7. Untuk membuat klien agar bernapas
dengan baik tanpa adanya gangguan.
8. Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi 8. Posisi yang tepat menyebabkan
yang memadai (misalnya membukan jalan napas berkurangnya tekanan diafragma ke atas
dan mengangkat kepala tempat tidur). sehingga ekspresi paru maksimal
sehingga klien dapat bernapas dengan
leluasa.
9. Pantau pola pernapasan. 9. Sebagai indikator adanya gangguan napas

15
dan indikator dalam tindakan selanjutnya.
10. Berikan terapi oksigen, jika perlu. 10. Untuk memperlancar pernapasan klien
dan memenuhi kebutuhan oksigen klien.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang rawan


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Posisikan pasien semi fowler. 1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi.
2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan 2. Memonitor kepatenan jalan napas.
3 x 24 jam menunjukkan keefektifan
daerah ventilasi atau adanya suara adventif.
pola napas, dengan kriteria hasil :
3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang 3. Memonitor respirasi dan keadekuatan
- Frekuensi, irama, kedalaman
sesuai. oksigen.
pernapasan dalam batas normal. 4. Mempertahankan jalan napas paten. 4. Menjaga keadekuatan ventilasi.
- Tidak menggunakan otot-otot 5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi. 5. Meningkatkan ventilasi dan asupan

bantu pernapasan. oksigen.


6. Monitor aliran oksigen. 6. Menjaga aliran oksigen mencukupi
- Tanda-tanda vital dalam rentang
kebutuhan pasien.
normal (tekanan darah, nadi, 7. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha 7. Monitor keadekuatan pernapasan.
pernapasan) (TD 120-90/90-60 pasien saat bernapas.
mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 8. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, 8. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu

16-20 x/menit, suhu 36,5-37-5 0C menggunakan otot bantu pernapasan. bronkus atau adanya gangguan pada
ventilasi.
9. Monitor suara napas seperti snoring. 9. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan

16
napas.
10. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, 10. Memonitor keadaan pernapasan klien.
hiperventilasi, respirasi kusmaul, respirasi
cheyne-stoke, dll.

17
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual muntah.
D Perencanaan
Paraf
x Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi Rasional
Ketidakseimbanga Menurunnya kemampuan akan 1. Kaji kebiasaan diet. 1. Pasien distress pernafasan akut, anoreksia
n nutrisi akan teratasi dalam waktu kurang karena dispnea, produksi sputum.
teratasi dengan dari 1x 48 jam ditandai
2. Auskultasi bunyi usus. 2. Penurunan bising usus menunjukkan
cara: dengan :
penurunan motilitas gaster.
1. Memberikan 1. Menaikkan berat badan.
3. Berikan perawatan oral. 3. Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan
nutrisi adekuat 2. Menaikan 1-2 kilogram
utama yang dapat membuat mual dan
melalui mulut. melalui mulut hingga berat
muntah.
2. Memonitori badan ideal tercapai. 4. Timbang berat badan 4. Berguna menentukan kebutuhan kalori dan
berat badan 3. Status nutrisi. sesuai indikasi. evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
klien. 4. Kebutuhan nutrisi 5. Konsul ahli gizi. 5. Kebutuhan kalori yang didasarkan pada

terpenuhi, dengan asupan kebutuhan individu memberikan nutrisi

kalori dan protein yang maksimal.


6. Berikan oksigen 6. Menurunkan dispnea dan meningkatkan
cukup setiap harinya.
tambahan selama makan energi untuk makan, sehingga dapat
5. Temuan pegkajian fisik
sesuai indikasi. meningkatkan masukan.
akan kembali dalam batas 7. Anjurkan makan sedikit, 7. Makanan sedikit dapat menurunkan

18
normal. tetapi sering. kelemahan dan meningkatkan masukan dan
6. Penilaian laboratorium akan mencegah distensi gaster.
8. Kaji riwayat nutrisi, 8. Mengidentifikasi defisiensi menduga
kembali ke batas normal.
termasuk makanan yang kemungkinan intervensi.
disukai.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi.


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Monitor karakteristik, warna, ukuran, 1. Untuk mengetahui keadaan luka dan
3 x 2 jam, diharapkan pasien dapat cairan, dan bau luka. perkembangannya.
2. Rawat luka dengan konsep steril. 2. Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman
terhindar dari risiko infeksi, dengan
atau bakteri.
kriteria hasil :
3. Ajarkan klien dan keluarga untuk 3. Memandirikan pasien dan keluarga.
- Integritas kulit klien normal.
melakukan perawatan luka.
- Temperatur kulit klien normal. 4. Berikan penjelasan kepada klien dan 4. Agar keluarga pasien mengetahui tanda dan gejala
- Tidak adanya lesi pada kulit. keluarga mengenai tanda dan gejala dari infeksi.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi. dari infeksi.
- Menunjukan pemahaman dalam 5. Kolaborasi pemberian antibiotik. 5. Pemberian antibiotik untuk mencegah timbulnya

proses perbaikan kulit dan infeksi.


6. Bersihkan lingkungan setelah dipakai 6. Meminimalkan risiko infeksi.
mencegah terjadinya cidera
klien lain.
berulang. 7. Instruksikan pengunjung untuk 7. Meminimalkan patogen yang ada di sekeliling

19
- Menunjukkan terjadinya proses mencuci tangan saat berkunjung dan pasien.
penyembuhan luka. setelah berkunjung.
8. Gunakan sabun anti mikroba untuk 8. Mengurangi mikroba bakteri yang dapat
cuci tangan. menyebabkan infeksi.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain 1. Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan
3 x 24 jam, diharapkan kondisi klien untuk merencanakan, monitoring yang direncanakan.
stabil saat aktifitas, dengan kriteria program aktivitas klien.
2. Bantu klien memilih aktivitas yang 2. Aktivitas yang terlalu berat dan tidak sesuai dengan
hasil :
sesuai dengan kondisi. kondisi klien dapat memperburuk toleransi terhadap
- Saturasi O2 saat aktivitas dalam
latihan.
batas normal (95-100%).
3. Bantu klien untuk melakukan 3. Melatih kekuatan dan irama jantung selama
- Nadi saat aktivitas dalam batas
aktivitas/latihan fisik secara teratur. aktivitas.
normal (60-100 x/menit). 4. Monitor status emosional, fisik dan 4. Mengetahui setiap perkembangan yang muncul
- RR saat aktivitas dalam batas social serta spiritual klien terhadap segera setelah terapi aktivitas.
normal (12-20 x/menit). latihan/aktivitas.
- Tekanan darah systole saat 5. Tentukan pembatasan aktivitas fisik 5. Mencegah penggunaan energy yang berlebihan

aktivitas dalam batas normal (100- pada klien. karena dapat menimbulkan kelelahan.
6. Tentukan persepsi klien dan perawat 6. Memudahkan klien untuk mengenali kelelahan dan

20
120 mmHg). mengenai kelelahan. waktu untuk istirahat.
7. Tentukan penyebab kelelahan 7. Mengetahui sumber asupan energy klien.
- Tekanan darah diastole saat
(perawatan, nyeri, pengobatan).
aktivitas dalam batas normal (60-
8. Anjurkan klien untuk membatasi 8. Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas fisik
80 mmHg).
aktivitas yang cukup berat seperti yang terlalu berat.
- Tidak nampak lelah dan lesu.
berjalan jauh, berlari, mengangkat
- Tidak ada penurunan nafsu makan.
beban berat, dll.
- Kualitas tidur dan istirahat dalam
batas normal.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Mendengarkan penyebab kecemasan klien 1. Klien dapat mengungkapkan penyebab
3 x 24 jam, diharapkan klien tidak dengan penuh perhatian. kecemasannya sehingga perawat dapat
mengalami kecemasan, dengan menentukan tingkat kecemasan klien dan
kriteria hasil : menentukan intervensi untuk klien selanjutnya.
2. Observasi tanda verbal dan non verbal dari 2. Mengobservasi tanda verbal dan non verbal
- Kecemasan pada klien berkurang
kecemasan klien. dari kecemasan klien dapat mengetahui tingkat
dari skala 3 menjadi skala 4.
kecemasan yang klien alami.
- Menunjukkan relaksasi dan
3. Menganjurkan keluarga untuk tetap 3. Dukungan keluarga dapat memperkuat
melaporkan berkurangnya ansietas
mendampingi klien. mekanisme koping klien sehingga tingkat

21
ke tingkat yang dapat diatasi. ansietasnya berkurang.
4. Mengurangi atau menghilangkan rangsangan 4. Pengurangan atau penghilangan rangsang
- Memahami dan mendiskusikan
yang menyebabkan kecemasan pada klien. penyebab kecemasan dapat meningkatkan
rasa takut.
ketenangan pada klien dan mengurangi tingkat
- Menunjukkan kewaspadaan akan
kecemasannya.
perasaan ansietas dan cara-cara
5. Meningkatkan pengetahuan klien mengenai 5. Peningkatan pengetahuan tentang penyakit
sehat untuk menghadapinya.
glaucoma. yang dialami klien dapat membangun
- Menunjukkan pemecahan masalah
mekanisme koping klien terhadap kecemasan
dan menggunakan sumber-sumber
yang dialaminya.
secara efektif. 6. Menginstruksikan klien untuk menggunakan 6. Teknik relaksasi yang diberikan pada klien
teknik relaksasi. dapat mengurangi ansietas.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Monitor kesiapan pasien sebelum dilakukan 1. Menentukan intervensi yang tepat dan
1 x 1 jam, diharapkan terjadi kemoterapi. meningkatkan kesiapan pasien untuk
peningkatan pengetahuan pasien dan melaksanakan kemoterapi .
2. Berikan informasi kepada pasien tentang 2. Meningkatkan pengetahuan dan kesiapan
keluarga, dengan kriteria hasil :
tujuan dan proses kemoterapi. Berikan pasien untuk menjalani kemoterapi.
- Pasien/keluarga dapat
informasi kepada pasien dan keluarga

22
menyebutkan kembali tujuan dan mengenai efek samping dari kemoterapi
proses kemoterapi. (mual, muntah, rambut rontok).
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk 3. Mengurangi kecemasan pasien dan
- Pasien/keluarga dapat
dilakukan sebelum dikemoterapi , saat meningkatkan kesiapan pasien menjalani
menyebutkan kembali efek
dikemoterapi, dan setelah kemoterapi. kemoterapi.
terapeutik kemoterapi.
4. Anjurkan pasien dan keluarga untuk 4. Relaksasi dapat mengurangi kecemasan pasien
- Pasien/keluarga dapat
meminimalisasi rangsangan bau yang sebelum kemoterapi.
menyebutkan kembali efek
menyengat (bau makanan yang terlalu kuat).
samping kemoterapi. 5. Anjurkan pasien untuk diet bubur dan tidak 5. Meningkatkan kesiapan keluarga untuk
- Pasien/keluarga dapat terlalu banyak mengandung bumbu. menimalisasi efek samping kemoterapi.
menyebutkan kembali penanganan 6. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi 6. Meningkatkan kesiapan keluarga untuk

terhadap efek samping yang timbul yang hangat, sedikit tapi sering dan menimalisasi efek samping kemoterapi.

akibat kemoterapi. menghindari makanan yang pedas.


7. Anjurkan pasien untuk mempertahankan 7. Meningkatkan kesiapan keluarga untuk
intake cairan sebelum kemoterapi, selama menimalisasi efek samping kemoterapi
kemoterapi, dan setelah kemoterapi.
8. Ajarkan klien teknik non farmakologi untuk 8. Meningkatkan kesiapan keluarga untuk
mengurangi mual dan muntah. menimalisasi efek samping kemoterapi
9. Kolaborasi pemberian obat antiemetic untuk 9. Meningkatkan kesiapan keluarga untuk
mengurangi mual dan muntah menimalisasi efek samping kemoterapi
(Ondansentron 4mg IV).

23
24
25
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan). Tulang
rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang
waktu, atau mencegah dahak dan sekresi menjadi terperangkap.Biasanya banyak
menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun.(Children’s National Health System,2016).
Bronchomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan mungkin
berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa tulang rawan tidak
terbentuk dengan baik.

Bronkomalasia terdapat 2 jenis yaitu bronkomalasia primer dan bronkomalasia


sekunder.Bronkomalais primer disebabkan oleh defisiensi pada cincin kartilago
diklasifikasikan sebagai kongenital sedangkan bronkomalasia sekunder merupakan
kelainan didapat (bukan kongenital) disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar), dapat dari
pelebaran pembuluh-pembuluh darah, cincin vascular, atau kista bronkogenik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan bronkoskopi, CT-Scan dada, dan
MRI dada. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia,bronchitis, polychondritis,
dan asma.

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan .penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman kepada sumber dan kritik yang membangun para pembaca.
Terimakasih.

26
DAFTAR PUSTAKA

 NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi, Dan


Klasifikasi 2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made
Sumarwati, dan Nike Budhi Subekti; Editor Bahasa Indonesia, Barrah Bariid,
Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta:EGC.
 Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.
 Gloria M. Bulechek, (et al). 2013. Nursing Interventions Classifications
(NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
 Concettina Glameo. Nursing Care in Pediatric Respiratory Disease
 Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C.
Geisser.2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC
 http://contemporarypediatrics.modernmedicine.com/contemporary-
pediatrics/news/chronic-cough-watch-red-flags?page=full
 http://www.newcastle-hospitals.org.uk/services/childrens_treatment-and
medication_bronchomalacia-in-children.aspx
 https://yayanakhyar.wordpress.com/2010/02/19/bronkomalasia-
bronchomalacia/
 Posted on February 19, 2010 
 http://www.gosh.nhs.uk/medical-information-0/search-medical-
conditions/tracheobronchomalacia March 2013
 Sala A, Martínez Deltoro A, Martínez Moragón E. Asmática con
broncomalacia y buena respuesta al tratamiento con presión positiva continua
en la vía aérea. Arch Bronconeumol. 2014
 Schwartz DS. Tracheomalacia treatment and management. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/426003-treatment. Updated March
23, 2014. Accessed February 13, 2015.

27

Anda mungkin juga menyukai