Anda di halaman 1dari 54

Case Report

UMBILICAL CORD HERNIA

dr. Yusuf Agung Nugroho

Pembimbing :
Dr. Karmini Yupono Sp.An KAP

DEPARTEMEN ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

M ALANG

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh
1
maupun di luar tubuh penderita.
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru, Tahun 1936 pneumonia menjadi
penyebab kematian nomor satu di Amerika.Penggunaan antibiotik, membuat
penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian.Namun tahun 2000, kombinasi
pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial
1
ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia aspirasi.
Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor predisposisi yang
sudah ada seperti stroke, kejang, disfagia, dan distended abdomen. Pneumonia
aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan distended
abomen karena suatu kondisi akibat perforasi dari intestine, yang mempengaruhi
sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan
aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang dirawat di rumah sakit
setelah overdosis obat. Ini juga merupakan komplikasi yang disebabkan oleh anestesi
umum, yang terjadi sekitar 1 dari 3000 operasi dengan anesthesia umum dan
merupakan 10-30% persen penyebab kematian yang terkait dengan anestesi.
Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama
1
usia anak atau lanjut.
Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat
respirasi kesaluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru.
Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya
tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk berdasarkan etiologi
dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga berbeda Agen-agen
2
mikroba yang menyebabakan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1)
aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari
bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara
tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen
3
lebih jarang terjadi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika bayi tersebut dilahirkan. Kelainan
kongenital merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital berat, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi baru lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya.
2. Masalah

Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan ini menimbulkan berbagai permasalahan


dalam keluarga, meliputi perasaan tertekan, malu, rasa bersalah, dan pembiayaan lebih besar
daripada anak yang normal.
3. Penyebab

Kebanyakan bayi yang lahir dengan kelainan bawaan memiliki orang tua yang jelas-
jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor risiko. Kelainan struktur atau
kelainan metabolisme terjadi akibat hilangnya bagian tubuh tertentu, kelainan pembentukan
bagian tubuh tertentu, serta kelainan bawaan pada kimia tubuh. Kelainan struktur utama yang
sering ditemukan adalah kelainan jantung, sedangkan kelainan metabolisme biasanya berupa
hilangnya enzim atau tidak sempurnanya pembentukan enzim.
Penyebab lain dari kelainan bawaan adalah pemakaian alkohol dan obat-obatan
tertentu yang diminum oleh ibu hamil. Dengan pemakaian alkohol dapat menyebabkan
sindroma alkohol pada janin. Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang
berbeda juga dapat meningkatkan kejadian kelainan bawaan pada bayi baru lahir.
4. Faktor Etiologi

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital
antara lain:
a. Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan


kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
4
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Seperti kelainan talipes pada kaki yaitu talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus.
b. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Contohnya virus rubella
ditandai dengan gangguan penglihatan atau pendengaran, kelainan jantung,
keterbelakangan mental dan cerebral palsy, infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil dapat
menyebabkan infeksi mata yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran,
ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan
cerebral palsy, infeksi virus herpes genetalis pada ibu hamil apabila ditularkan kepada
bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung bisa menyebabkan kerusakan
otak, cerebral palsy (gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi),
sindroma varicella kongenital disebabkan cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak,
kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan
mental, serta infeksi virus sitomegalovirus.
c. Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Contohnya pada obat thalidomide yang dapat menyebabkan terjadinya fokomelia
atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
d. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
e. Faktor hormonal
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal.
f. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
g. Faktor gizi
5
Pada manusia, penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Salah satu zat yang
penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa
meningkatkan risiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Spina
bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita
usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
h. Faktor genetik dan kromosom
Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui
gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Jika 1 gen hilang atau cacat, maka
akan terjadi kelainan bawaan. Pola pewarisan kelainan genetik dapat berupa autosom
dominan, autosom resesifm dan X-linked. Contoh dari kelainan bawaan akibat kelainan
pada kromosom adalah sindroma down. Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil
(terutama diatas 35 tahun) maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan
kromosom pada janin yang dikandungnya. Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan
untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat, yaitu bahwa
suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan
bawaan baik dalam keluarga ayah maupun ibu, atau orang tua sebelumnya telah
melahirkan anak-anak yang sehat
.
5. Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau


ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Istilah malformasi
menggambarkan penyimpangan dalam perkembangan ini terjadi pada kehamilan muda,
6
pada saat terjadi diferensiasi jaringan atau selama periode pembentukan organ.
Contohnya penyimpangan pada arkus brakhialis pertama dan kedua akan menyebabkan
terjadinya mikrotia (telinga kecil).
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi
mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan
fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak
akan menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada
segi kosmetik. Berbagai penyakit ibu dapat meningkatkan risiko terjadinya malformasi,
diantaranya insulin-dependent diabetes mellitus, epilepsi, pengkonsumsi alkohol dan
phenylketonuria (PKU).

b. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga


merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal,
misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini disebabkan
keterbatasan ruang dalam uterus atau faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul
sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar, juga dapat timbul
karena faktor janin seperti presentasi abnormal atau oligohidramnion. Bila tekanan
mekanik yang abnormal itu dihilangkan, sebagian besar deformasi akan membaik secara
spontan. Contoh deformasi yaitu tungkai yang bengkok akibat tekanan mekanik.
c. Disrupsi

7
Disrupsi disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau pelekatan. Kelainan ini biasanya
mengenai berbagai jaringan yang berbeda. Baik deformasi maupun disrupsi biasanya
mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan
intrinsik pada jaringan yang terkena. Penyebab tersering adalah robeknya selaput amnion
pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran
bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak.
d. Displasia

Displasia adalah kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel
abnormal, mengenai satu macam jaringan diseluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini
terdapat penyimpangan biokimia didalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim
atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Displasia dapat terus
menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
6. Beberapa macam pengelompokkan kelainan bawaan:
1. Menurut gejala klinis
a. Kelainan tunggal (single-system defect)

8
Contohnya kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis
pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian
besar penyebabnya adalah multifaktorial.

b. Asosiasi (association)

Angka kejadian ulang kondisi ini sangat kecil dan prognosisnya tergantung pada
derajat beratnya kelainan dan juga pada kemungkinan apakah kelainan tersebut dapat
dikoreksi atau tidak. Perkembangan normal biasanya tidak terganggu, tetapi
pertumbuhan mungkin agak terlambat. Contohnya asosiasi VACTERI.

c. Sekuensial (sequences)

Adalah suatu pola dari kelainan kongenital multiple dimana kelainan utamanya
diketahui. Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui, kemungkinan disebabkan oleh
multifaktoral. Contohnya pada Potter Sequence.

d. Kompleks (complexes)

Menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu
regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur
yang berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai
letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks
disebabkan oleh kelainan vaskuler. Contohnya hemifacial microsomia, sacral
agenesis, sirenomalia, poland anomaly, moebius syndrome.

e. Sindrom

Sindrom adalah suatu kombinasi tetentu dari berbagai kelainan yang terjadi berulang-
ulang dalam pola yang tetap.

2. Menurut berat ringannya

a. Kelainan mayor

Adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan


kelangsungan hidup penderitanya.

b. Kelainan minor

9
Adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.

3. Menurut pertumbuhan organ

a. Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, misalnya anensefali, ginjal


tunggal, dll.
b. Gangguan penyatuan atau fusi jaringan tubuh, misalnya labiognatopalatoskisis, spina
bifida, dll.
c. Gangguan diferensiasi organ atau alat, misalnya sindaktili dan horse-shoe kidney.
d. Gangguan menghilangnya atau berkurangnya jaringan, misalnya divertikulum Meckel,
kista brakhial, kista tireoglosus, sakus hernia inguinalis persisten, dll.
e. Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya atresia ani, atresia vagina, dll.
f. Gangguan migrasi suatu alat, misalnya testis tidak turun, malrotasi usus, dll.
g. Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus, atresia
duktus koledokus kongenital, dll.
h. Reduplikasi suatu alat, misalnya polidaktili, double ureter, dll.
i. Hipertrofi suatu organ, misalnya stenosis piloris kongenital, hipertrofi adrenal, dll.
j. Pertumbuhan yang tidak terkendali, misalnya angioma.

7. Berikut ini adalah beberapa kelainan bawaan yang sering ditemukan, antara lain:

1. Celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing)

Kelainan ini terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau
bibir tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan
10
riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu hamil trimester 1. Secara etiologi,
penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik teratogen. Kelainan ini menyebabkan
anak mengalami kesulitan ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan
infeksi telinga.

Diagnosisnya berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didaerah wajah.


Pengobatannya melalui bedah plastik, ortodontis, terapi wicara, dll. Pembedahan
untuk menutup celah bibir biasanya dilakukan pada saat bayi berusia 3-6 bulan.

2. Defek tabung saraf

Terjadi pada awal kehamilan. Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang
meninggal didalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir. Ada dua macam
defek tabung saraf yaitu spina bifida dan anensefalus.

3. Kelainan jantung

Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam


terjadinya kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti-kejang fenitoin, talidomid dan
obat kemoterapi). Penyebab lainnya adalah pemakaian alkohol, rubella dan diabetes
selama kehamilan.

4. Cerebal palsy

biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi
lahir, tergantung kepada beratnya kelainan.

5. Clubfoot

yaitu sekumpulan kelainan struktur pada kaki dan pergelangan kaki, dimana
terjadi kelainan pada pembentukan tulang, sendi, otot dan pembuluh darah.

6. Dislokasi panggul bawaan

terjadi jika ujung tulang paha tidak terletak didalam kantung panggul.

7. Hipotiroidisme kongenital

Terjadi jika bayi tidak memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak
terbentuk secara sempurna.
11
8. Fibrosis kistik

Penyakit ini menyerang sistem pernafasan dan saluran pencernaan.

9. Defek saluran pernafasan

Kelaianannya terdiri dari atresia esofagus, hernia diafragmatika, stenosis


pylorus, penyakit hirschsprung, gastroskisis dan omfalokel, atresia anus, atresia bilier,
dan sindroma down.

10. Fenilketonuria

Merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh


dan bisa menyebabkan keterbelakangan mental.

11. Sindroma X yang rapuh

Ditandai dengan gangguan mental mulai dari ketidakmampuan belajar sampai


keterbelakangan mental, perilaku autis dan gambaran pemusatan perhatian serta
hiperaktivitas.

12. Distrofi otot

Merupakan gambaran lebih dari 40 macam penyakit otot yang berlainan,


ditandai dengan kelemahan dan kemunduran yang progresif dari otot-otot yang
mengendalikan pergerakan.

13. Anemia sel sabit

Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang memiliki bentuk abnormal
yang menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan gangguan kesehatan lainnya.

14. Penyakit Tay-Sachs

menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kebutaan, demensia,


kelumpuhan, kejang dan ketulian.

15. Sindroma alkohol pada janin

Ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan, keterbelakangan mental,


kelainan pada wajah, dan kelainan pada sistem saraf pusat.
12
8. Diagnosis kelainan kongenital

Diagnosis adanya kelainan kongenital dapat dilakukan beberapa tahap, yaitu tahap
kehidupan janin intrauterin yang disebut diagnosis antenatal atau diagnosis prenatal, serta
diagnosis yang dilakukan setelah bayi lahir yang disebut diagnosis postnatal. Indikasi
melakukan diagnosis prenatal, dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor risiko untuk
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, adanya riwayat kelainan kongenital dalam
keluarga, kelainan kongenital anak-anak yang dilahirkan sebelumnya, faktor ibu yang
mendekati masa menopause. Pencarian kelainan kongenital ini dilakukan pada kehamilan
16 minggu.

Suatu kelainan kongenital ditemukan antenatal pada waktu pemeriksaan kehamilan


rutin atau pemeriksaan kehamilan atas indikasi adanya gangguan dalam kehamilan. Kelainan
kongenital yang bersifat somatis biasanya ditemukan pada waktu pemeriksaan kehamilan
dengan alat ultrasonografi. Beberapa jenis kelainan kongenital antara lain hidrosefalus,
porensefali, kelainan jantung bawaan, penyempitan usus duodenum dengan terlihatnya
gambaran double bubble, beberapa jenis kista paru dan ginjal.

9. Pencegahan

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya kelainan
bawaan, antara lain tidak merokok, menghindari obat terlarang, mengkonsumsi makanan
bergizi, mengkonsumsi vitamin prenatal, melakukan olah raga dan istirahat yang cukup,
melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin, mengkonsumsi suplement asam folat,
menjalani vaksinasi, dan menghindari zat-zat yang berbahaya.

10. Penanganan kelainan kongenital

Sesuai dengan jenis dan tindakan bedah yang harus dilakukan, kelainan kongenital dapat
dibagi menjadi:

a. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera

1. Hernia diafragmatika kongenital

Gejala:
tergantung banyak sedikitnya organ perut yang masuk rongga dada. Gejala gangguan
pernapasan pada hari-hari pertama, jantung tergeser ke arah dada yang sehat, bunyi

13
pernapasan pada paru yang sakit akan melemah, dan pada perkusi terdengar lebih
pekak, dinding perut tampak cekung.
Diagnosis:
dengan pemeriksaan radiologik. Pada hernia diafragmatika kongenital yang besar,
mungkin diagnosis prenatal sudah dapat ditegakkan.
Pengobatan:
Sebelum dilakukan tindakan bedah, hendaknya diberikan pemberian oksigen, posisi
bayi setengah duduk, dipasang sonde lambung.
Prognosis:
Ada tidaknya hipoplasi paru pada segmen yang tertekan serta ada tidaknya komplikasi
kardiologi akibat hipoplasi paru tersebut.
2. Sindroma Pierre Robin

Gejala:

Anak-anak yang seperti ini mempunyai beberapa ciri yang khas seperti ibu jari yang
pendek dan lebar, syndactyly (jari-jari yang menyatu), bola mata yang lebih menonjol,
rahang atas yang tidak berkembang dan hidung yang bengkok. Pada pemeriksaan
ditemukan adanya distrofia mandibula hingga memberi kesan mikrognatia disertai
adanya glossoptosis ialah lidah terjulur keluar, sering ditandai dengan adanya
palaktoskisis, akibatnya adalah kesukaran minum.

Pengobatan:

14
Tindakan yang perlu dilakukan ialah menarik dan mengikat lidah keluar sambil
menunggu perkembangan lebih lanjut.

3. Atresia khoana

Gangguan pertumbuhan tulang-tulang dan jaringan ikat didaerah hidung dan


sekitarnya menyebabkan penutupan satu atau kedua saluran hidung dibagian belakang.

Gejala:

15
terlihat saat bayi bernapas dengan mulut, gerakan membuka dan menutup bibir (flutter
movement) dan keluarnya cairan dari hidung.

Diagnosis:

Dibuat dengan menempatkan gelas kecil yang telah didinginkan di muka lubang
hidung, pada pemeriksaan ini tidak tampak embun embun pada gelas dan pemeriksaan
radiologik dengan memasukkan bahan kontras ke dalam hidung.

Pengobatan:

Atresia khoana posterior bilateral memerlukan tindakan bedah dengan segera,


sedangkan pada penutupan satu saluran saja, pembedahan dapat ditangguhkan.

4. Omfalokel/amniokel/eksomfalus/gastroskisis

Gejala:

16
Terdapat hernia pada dinding perut disekitar pusat, sehingga isi rongga perut dapat
masuk dalam suatu kantong di atas permukaan rongga perut. Pada gastroskisis benjolan
ini tidak terbungkus dalam kantong. Penyebabnya tidak diketahui.

Pengobatan:

Terdiri atas tindakan bedah, jika keadaan bayi tidak mengizinkan pembedahan dengan
segera maka hernia omfalokel dibungkus dengan kain kasa steril yang dibasahi dengan
larutan garam fisiologis, disamping itu juga dipasang tube nasogastrik.

Diagnosis:

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput
peritoneum.

Prognosis:

Sangat tergantung dari besarnya kelainan tersebut.

5. Obstruksi traktus digestivus kongenital

Obstruksi bisa terdapat di esofagus, didaerah pilorus, duodenum, ileum, jejunum,


kolon dan daerah anal.

Gejala:

Tergantung tinggi rendahnya obstruksi tersebut, umumnya terdiri atas muntah, perut
kembung dan obstipasi. Salah satu jenis obstruksi traktus digestivus adalah atresia
esofagus, pada kelainan ini air ludah terus meleleh dan pada setiap pemberian minum
bayi sesak napas, batuk, muntah dan menjadi biru. Para wanita hamil dengan janin yang
menderita kelainan ini sering terdapat kehamilan dengan polihidramnion.

Diagnosis:

Dengan pemeriksaan radiologik dengan cara memasukkan kateter yang radiofag lewat
lubang hidung ke esofagus dan dapat sekaligus diberikan sedikit bahan kontras.
Diagnosis prenatal mungkin dapat ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Obstruksi didaerah usus halus atau obstruksi duodenum, diagnosisnya dengan
pemeriksaan radiologik dan ditemukan gambaran double bubble. Pada obstruksi karena
atresia rekti dan anus imperforata, menyebabkan tidak dapat keluarnya mekonium.
17
6. Atresia esophagus

Adalah gangguan kontinuitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trachea
atau esofagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Kejadian atresia
esofagus adalah 1:2500 kelahiran hidup. Kebanyakan bayi yang menderita atresia
esofagus juga memiliki fistula trakeaesofagel (suatu hubungan abnormal antara
kerongkongan dan trakea/pipa udara).

Etiologi:

Penyebab atresia esofagus tidak diketahui dan kemungkinan terjadi secara multifaktor.
Terjadi melalui faktor genetik dan faktor-faktor lain.

Gejala:

Adanya gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta
kejadian polihidramnion, hipersaliva dan saliva selalu mengalir dalam bentuk buih,
setiap pemberian makan bayi batuk dan ada sumbatan sesak napas dan sianosis, sukar
memberi makan dan cenderung terjadi aspirasi pneumoni, perut buncit, bila
dimasukkan kateter akan terbentur pada ujung esofagus dan melingkar.

18
Diagnosis:

Pemeriksaan diagnostiknya dengan cara memasukkan kateter radiopag/larutan kontras


lipiodol lewat hidung ke esofagus.

Pengobatan:

Pembedahan pada kasus atresia esofagus berupa torakotomi kanan. Pembedahan


ditunda, apabila bayi dengan BBLR, pneumonia, dan anomali mayor lain. Penundaan
dilakukan sampai usia bayi 6 bulan-1 tahun. Prognosis:

Bayi yang mengalami atresia esofagus tergantung kondisi bayi baru lahir, beratnya
disfungsi pulmonal dan adanya kelainan kongenital lain.

7. Atresia rekti dan anus

Adalah suatu keadaan dimana lubang anus tidak terbentuk, sehingga mengakibatkan
kegagalan penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani,
agenesis rekti dan atresia ani.

Etiologi:

Penyebab kelainan bawaan ini adalah ketidaksempurnaan proses pemisahan septum


anorektal.

Gejalanya:

19
Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, tinja keluar dari vagina
atau uretra, perut mengembung, jika disusui bayi akan muntah.

Diagnosis:

Menurut PENA, diagnosis atresia anus dapat ditegakkan melalui pemeriksaan perineum
dan urine pada bayi laki-laki. Pengobatannya dilakukan pembedahan untuk membentuk
lubang anus. Jika terdapat fistula, juga dilakukan penutupan fistula.

8. Obstruksi dan atresia biliaris

 Obstruksi biliaris

Adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir


ke dalam usus untuk dikeluarkan sebagai sterkobilin dalam feses.

Gejalanya:

ikterus pada akhir minggu pertama, feses putih agak keabu-abuan, warna urine lebih
tua karena mengandung urbilinogen.

Diagnosis:

Pemeriksaan diagnostiknya dengan pemeriksaan radiologi dan kadar bilirubin darah.

20
Pengobatan:

Penanganannya dilakukan dengan operasi.

 Atresia biliaris

Adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal, terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung
empedu sehingga menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati
bisa berakibat fatal.

Gejala:

biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, berupa air kemih, bayi
berwarna gelap, tinja berwarna pucat, kulit berwarna kuning, berat badan tidak
bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati membesar.

Diagnosis:

berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan perut, hati teraba
membesar. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah, USG
perut, rontgen perut, kolangiogram, biopsi hati, serta laparotomi.

Pengobatan:

21
mengganti saluran empedu dan mengalirkan empedu ke usus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai, dilakukan sebelum bayi berusia 8
minggu. Pembedahan ini hanya sebagai pengobatan sementara dan pada akhirnya
perlu dilakukan pencangkokan hati.

9. Atresia duodeni

Diakibatkan kegagalan rekanalisasi setelah tahap “solid cord” dari pertumbuhan usus
proksimal.

Patofisilogis:

Muntah menyebabkan hilangnya sekresi lambung dan duodenal, dapat mengakibatkan


terjadinya dehidrasi dan defisiensi sodium, klorida, dan ion hidrogen dan bikarbonat.

Gambaran klinis:

Antara lain polihidramnion, muntah, biasanya pada hari pertama atau kedua postnatal.
Diagnosisnya dilakukan pemeriksaan x-ray abdomen.

Penanganan:
Yang dapat dilakukan, bila ada kondisi yang mengancam jiwa maka operasi
diindikasikan untuk semua bayi, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan
sempurna. Kompilkasinya adalah trauma pada ampula vateri sering terjadi pada tiap
operasi jika tidak diidentifikasikan dengan baik.

Prognosis:
22
sebanyak 90% penderita atresia duodeni yang dioperasi dapat menjalani hidup dengan
baik.

10. Hirschprung

Disebut juga dengan penyakit MEGACOLON. Penyakit ini merupakan penyakit


bawaan sejak lahir. Apabila pada awal kelahiran, bayi tidak mengeluarkan kotoran atau
tinja ada kemungkinan terkena kelainan ini. Penyakit ini sebetulnya banyak dialami
oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Patofisiologi:

kelainan ini terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling
bawah, mulai anus hingga usus diatasnya. Kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak
normal, bahkan cenderung sembelit terus-menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya
syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus. Kotoran akan menumpuk terus
dibagian bawah, sehingga menyebabkan pembesaran pada usus dan juga kotoran
menjadi keras sehingga bayi tidak dapat BAB. Kotoran atau tinja penderita ini biasanya
berwarna gelap bahkan hitam. Ciri lainnya adalah perut bayi akan kelihatan besar dan

23
kembung serta kentutnya pun baunya sangat busuk. Pada bayi dengan kelainan ini,
pemberian obat pencahar atau asupan yang mengandung serat seperti pepaya, mangga,
biasanya tidak menimbulkan efek secara langsung atau biasa saja.

Diagnosis:

dilakukan pemeriksaan dengan barium enema melalui anus. Untuk mengetahui gejala
awalnya bisa juga dengan memasukkan jari ke anus (colok anus). Jika jari merasakan
jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti keluarnya udara dan mekoneum/tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan lain juga bisa menggunakan biopsi otot rektum serta
pemeriksaan aktivitas norepineprin dari biopsi usus.

Penanganan:

dilakukan operasi, pada kasus ini biasanya dilakukan dua kali. Pertama, dibuang usus
yang tak ada persarafannya. Kedua, kalau usus bisa ditarik ke bawah, langsung
disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa ditarik, maka dilakukan operasi
ke dinding perut yang disebut kolostomi, yaitu dibuat lubang ke dinding perut.

1. Kelainan kongenital penting, diantaranya:

11. Spina bifida

Adalah kelainan yang disebabkan karena gangguan penutupan dan fusi tuba neuralis
dan jaringan sekelilingnya. Gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung
24
yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan
pertumbuhan tulang pada anggota badan bagian bawah.

Spina bifida menurut bentuknya dapat dibagi menjadi spina bifida okulta dan spina
bifida kistika. Spina bifida okulta biasanya tidak berbahaya, kecuali jika susunan
sarafnya ikut terkena, dapat teraba lekukan kulit, lapisan lemak sebagai lipoma,
pigmentasi di kulit, atau pertumbuhan rambut hitam. Sedangkan spina bifida kistika
dapat berbentuk sebagai meningokel, meilokel atau gabungan keduanya.

 Meningokel

Merupakan benjolan berbentuk kista digaris tengah tulang belakang yang


umumnya terdapat didaerah lumbo-sakral.

Etiologi:

Penyebabnya adalah kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.

Gejala:

tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.

 Mielokel

25
Adalah jaringan saraf pusat yang ikut menonjol dan benjolan merupakan suatu
kantong dengan ditengah-tengahnya zona vaskulosa yang dikelilingi zona
membranosa semi transparan berwarna kebiru-biruan, terdiri atas jaringan
meningeal dan pembuluh-pembuluh darah. Gejala:

Berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi
baru lahir, jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya,
kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi,
inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena
rentan terhadap infeksi (meningitis). Pada umunya mielokel berhubungan dengan
kelainan lain dalam otak, misalnya malformasi Arnold-Chairi. Mielokel merupakan
jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit
diatasnya tampak kasar dan merah.

12. Ensefalokel

Disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.


Gejala:
anatara lain hidrosefalus, kelumpuhan, gangguan perkembangan, mikrosefalus,
gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, kejang seta
kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
Diagnosis:
berdasarkan atas dasar gejala klinis dan pemeriksaan penunjang:
26
13. X foto kepala : untuk melihat deformitas
14. USG : untuk melihat isi benjolan dan kelainan hidrosefalus
15. CT Scan : untuk melihat kelainan kongenital lain yang menyertai seperti
anensefali,hidrosefalus dan melihat lokasi serta besarnya defek tulang.

Penanganan:

Dapat dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke


dalam tulang tengkorak, membuat kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang
terjadi. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.

Prognosis:

Tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang
menyertainya.

16. Hidrosefalus

Merupakan suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuor serebrospinalis yang


berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan kenaikan tekanan
intrakranial. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.

Etiologi:

Penyebab hidrosefalus kongenital antara lain adalah kelainan anatomik susunan saraf
pusat, atresia foramina Luschka dan Magendi ialah stenosis squaduktus Sylvii yang

27
disebabkan oleh infeksi intrauterin misalnya oleh virus. Hidrosefalus secara teoritis
terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran likuor, serta peningkatan tekanan sinus venosa.

Diagnosis:

Disertai pembesaran kepala biasanya telah diketahui sebelum bayi lahir pada waktu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Pengobatan:

Pada bayi yang menderita hidrosefalus terdiri atas pembedahan, bila keadaan
memungkinkan. Pemberian terapi juga ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala
sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan.

Prognosis:

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasaan.

17. Anensefalus

28
Kelainan anensefalus ditemukan kira-kira 1 kali per 1000 kelahiran hidup.
Anensefalus atau akrania merupakan suatu kelainan kongenital dimana tulang-tulang
tengkorak hanya terbentuk bagian basal dari os frontalis, os parietalis, dan os osipitalis.

Etiologi:

Sebab terjadinya anensefalus belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya
dengan faktor genetik. Gangguan pertumbuhan ini timbul antara hari ke 16 sampai 26
sesudah konsepsi.

Diagnosis:

Membuat diagnosis anensefalus pada waktu lahir tidak sulit. Pada kehamilan dengan
polihidramnion harus dipikirkan kemungkinan anensefalus, dengan pemeriksaan
ultrasonografik atau radiologik dapat ditentukan ada tidaknya kelainan tersebut.

Pengobatan:

Anensefalus pada saat ini tidak ada dan biasanya bayi lahir-mati, meninggal waktu
persalinan atau beberapa jam setelah lahir. Tindakan pencegahan dengan genetic
counseling mungkin dapat dipertimbangkan.

18. Phimosis

29
Adalah kelainan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kemih, sehingga bayi dan anak jadi
kesulitan dan kesakitan saat kencing. Infeksi ini dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal. Umumnya tempat diserangnya infeksi adalah ujung penis, sehingga disebut
balantis. Fimosis kongenital terjadi apabila kulit preputium selalu melekat erat pada
glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir.

Patofisiologi:
Phimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah
antara preputium dengan glans penis. Phimosis menimbulkan fenomena balloning,
yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni
tidak diimbangi besarnya lubang diujung preputium.
Gejala:
Antara lain gangguan atau perdarahan dari tepi kulup, pedih atau sakit sewaktu BAK,
air kencing tersumbat, kulit penis tidak dapt ditarik ke arah pangkal, anak mengejan
saat BAK karena muara urethra tertutup. Komplikasi:
Terjadi infeksi pada urethtra kanan dan kiri akibat terkumpulnya cairan smegma dan
urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada saat berkemih. Pengobatan:
Cara mengatasi phimosis antara lain sunat, obat dan peregangan.
19. Hipospadia

Adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di
ujung penis.

Gejala:

30
Hipospadia antara lain lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada dibawah
atau didasar penis, penis melengkung ke bawah, penis tampak seperti berkerudung
karena adanya kelainan pada kulit depan penis, jika berkemih, anak harus duduk.

Diagnosis:

Berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis mungkin


perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuki memeriksa kelainan bawaan lainnya.

Penanganan:

Sebaiknya tidak di sunat. Perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak


berumur 18 bulan.

20. Epispadia

Adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dengan lubang uretra terdapat
dibagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.

Gejala:

Antara lain lubang uretra terdapat dibagian punggung penis, lubang uretra terdapat di
sepanjang punggung penis. Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan
berikut radiologis (IVP), USG sistem kemih kelamin.

Penanganan:

31
biasanya diperbaiki melalui pembedahan.

21. Sindroma down (Mongolisme, Trisomi 21)

Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau
1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Disamping faktor genetik, radiasi pada ibu
menjelang konsepsi diduga mempunyai pengaruh sebagai faktor predisposisi terjadinya
sindroma ini. Frekuensi sindroma Down diperkirakan antara 1,5 - 2,0 per 1000
kelahiran hidup. Anga kejadian kelainan ini dihubungkan dengan bertambahnya umur
ibu. Bayi dengan mongolisme umunya mempunyai berat badan waktu lahir kurang
daripada bayi normal, kira-kira 350 gram lebih rendah.

Gejala:

Sindrom down yaitu memiliki penampilan wajah yang berbeda, tonus otot yang minim,
lipatan tunggal di telapak tangan, jari jemari yang relatif lebih pendek dibandingkan
anak normal, dan sebagainya. Dan bayi yang lahir dengan sindrom down memiliki
pertumbuhan yang lambat dan tetap pendek dari anak-anak lain usia yang sama.
Penyandang Sindrom Down jarang yang mempunyai keturunan.

Diagnosis:

32
Pemeriksaan kromosom akan membantu diagnosa klinik. Perkembangan mental agak
lambat.

Prognosis:

Kurang memuaskan, dan obat-obatan pun belum ada. Pendekatan married counseling
perlu dilaksanakan pada keluarga ini. Bila orang tua mempunyai faktor pembawa
(carrier), ibu telah berumur lanjut atau ditemukannya saudara sekandung menderita
mongolisme maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan diagnosis prenatal terhadap
trisomi 21 pada kehamilan muda.

22. Sindrom Edward (Trisomi 18)

Sindrom ini mengenai 1 dari 8000 bayi baru lahir . Trisomi 18 biasanya disebabkan
oleh non-disjunction pada ibu (95%), non-disjunction pada ayah (5%) dan sangat jarang
disebabkan oleh translokasi pada orang tua. Berat lahir biasanya rendah, dan dismorfik
multiple sudah terlihat saat lahir, seperti oksiput prominen, dagu kecil, telinga abnormal
dan letak rendah (low set malformed ears), tangan mengepal dengan ibu jari
menumpang pada jari ke 3 dan kelingking menumpang pada jari ke 4 (clenched hands),
rockerbottom feet, sternum pendek, dan kelainan jantung, ginjal serta berbagai organ
lain.

33
Prognosis:
Bersifat letal, hanya ± 5% dari anak-anak ini yang bisa melewati ulang tahunnya yang
pertama, biasanya penderita meninggal sebelum berusia 6 bulan.
23. Sindrom Patau (Trisomi 13)

Kejadian Sindrom Patau adalah sekitar 1 kasus per 8,000-12,000 kelahiran . Trisomi
13 biasanya disebabkan oleh non-disjunction maternal (65%), dan non-disjunction
paternal (10%).

Gejala:

Saat lahir sudah dapat ditemukan dismorfik multiple seperti hipotelorisme menandakan
adanya holoprosensefali, mikroftalmia, celah bibir dan langit-langit, telinga abnormal,
defek pada kulit kepala, kulit longgar pada tengkuk, clenched hands, garis Simian
(60%), polidaktili, tumit prominen. Sering terdapat penyakit jantung bawaan. Umur
rerata 7 hari.

Pengobatan:

Sindrom Patau berfokus pada masalah fisik tertentu dengan yang setiap anak lahir.
Banyak bayi mengalami kesulitan bertahan dalam beberapa hari pertama atau minggu
karena saraf parah masalah atau kompleks cacat jantung . Pembedahan mungkin
diperlukan untuk memperbaiki kerusakan jantung atau celah bibir dan langit-langit .

34
Terapi fisik, okupasi, dan pidato akan membantu individu dengan sindrom Patau
mencapai potensi penuh perkembangan mereka.

1. Sindrom Turner (45,x)

Adanya kulit yang berlebih pada leher dan limfedema perifer, tubuh pendek dan
amenore primer, tinggi rerata saat dewasa bila tidak diobati 145 cm, dengan pengaruh
dari tinggi orang tua. Jarak antara kedua puting susu lebar. Garis batas rambut pada
leher bagian belakang rendah, terdapat webbed neck, terdapat kuku yang hipoplastik
dan nevus pigmentosus multiple.

Diagnosis:

Sindrom Turner dengan amniosentesis selama kehamilan. Kadang-kadang, janin


dengan sindrom Turner diidentifikasi oleh temuan USG abnormal (cacat jantung yaitu,
kelainan ginjal, hygroma kista, asites). Meskipun risiko kambuh tidak bertambah,
konseling genetika sering direkomendasikan untuk keluarga yang telah mengalami
kehamilan atau anak dengan sindrom Turner. Tes, yang disebut kariotipe atau analisis
kromosom, analisis komposisi kromosom individu. Ini adalah tes pilihan untuk
mendiagnosis sindrom Turner.
2. Sindrom Klinefelter

35
Sindrom Klinefelter adalah kelainan kongenital yang disesabkan oleh kromosom yang
abnormal yakni memiliki Syndrome dengan kariotipe (22 AA + XXY), telah trisomik
pada gonosom kromosom nomor 23 dan 24.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual
yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan Aspermatogenesis
(kegagalan memproduksi sperma), Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis
dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel
yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu,
penderita sindrom ini juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen,
badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, danginekomastia.
Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, seperti
kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat
dan dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil,
namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan
3. Sindrom Jacob

36
Sindrom Jacob adalah kelainan kongenital yang disesabkan oleh kromosom yang
abnormal yakni memiliki Syndrome dengan kariotipe (22AA + XYY), mengalami
kelainan pada kromosom no.13 berupa trisomik. Ciri-ciri penderita sindrom ini yaitu
pada saat lahir, bayi biasanya tampak normal, lahir dengan berat dan panjang badan
yang normal, tanpa kelainan fisik dan organ seksualnya normal, dan pada awal masa
kanak-kanak, penderita memiliki kecepatan pertumbuhan yang pesat, rata-rata mereka
memiliki tinggi badan 7 cm diatas normal, postur tubuhnya normal, tetapi berat badan
nya relatif lebih rendah jika dibandingkan terhadap tinggi badannya, pada masa kanak-
kanak, mereka lebih aktif dan cenderung mengalami penundaan kematangan mental,
meskipun fisiknya berkembang secara normal dan tingkat kecerdasannya berada dalam
kisaran normal, perkembangan seksual fisiknya normal, dimana organ seksual dan ciri
seksual sekundernya berkembang secara normal, dan pubertas terjadi pada waktunya.

Pria yang mengalami sindrom jacob (XYY) tidak mandul, mereka memilki testis
yang berukuran normal serta memiliki potensi dan gairah seksual yang normal,
penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan
benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal.

4. Syndrome Stickler

37
Syndrome Stickler adalah sekelompok kelainan genetik yang mempengaruhijaringan
ikat, khususnya kolagen. Ciri-ciri penderita syndrome ini adalah orang dengan sindrom
ini memiliki masalah yang mempengaruhi hal-hal lain selain mata dan telinga,selain itu
syndrome Stickler juga memiliki cirri Arthritis, yaitu kelainan untuk ujung tulang
panjang, kelainan tulang belakang, kelengkungan tulang belakang, scoliosis, nyeri
sendi, dan jointedness ganda semua masalah yang dapat terjadi di tulang dan sendi.
karakteristik fisik orang dengan Stickler dapat mencakup pipi datar, jembatan
hidung datar, rahang atas kecil, alur diu capkan bibir atas, rahang bawah kecil, dan
kelainan langit-langit, ini cenderung untuk mengurangi dengan usia dan pertumbuhan
normal dan kelainan langit-langit bisa diobati dengan operasi rutin.
5. Sindrom Cri du Chat

Sindrom tangisan kucing, disebut juga Sindrom Cri du Chat atau Sindrom Lejeune,
adalah suatu kelainan genetik akibat adanya delesi (hilangnya sedikit bagian) pada
lengan pendek kromosom nomor 5 manusia.
Ciri-ciri penderita sindrom Cri du Chat :
• Manusia yang lahir dengan sindrom ini akan mengalamiketerbelakangan mental
dengan ciri khas suara tangis yang menyerupai tangisan kucing.
• Individu dengan sindrom ini bisanya meninggal ketika masih bayi atau anak-anak
• Penderita sindrom ini lahir dengan berat badan yang di bawah normal.
• Selama masa pertumbuhan pun, tubuh penderita kecil dengan tinggi badan b.Etiologi
Penyebab dan timbulnya fenilketonuria (PKU) mempunyai tingkat kadar enzim
fenilalanin hidroksilase/phenylalanine hydroxylase (PAH) yang rendah.

Pada waktu kelahiran, bayi-bayi dengan PKU tidak menunjukkan tanda-tanda atau
gejala-gejala dibawahrata-rata.

38
• 98% penderita memiliki otak yang kecil (mikrochepal) sehingga bentuk kepala juga
kecil saat lahir.
• Pertumbuhan badan dan kepala lambat.
• Ciri fisik lain meliputi bentuk wajah bulat dengan pipi besar, jari-jari yang pendek,
dan bentuk kuping yang rendah letaknya

6. Fenilketonuria

Pengertian,
Fenilketonuria adalah suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh
tubuh dan bisa menyebabkan keterbelakangan mental. Bayi yang terlahir dengan
fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati mereka akan mengalami
gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika usianya mencapai 1 tahun.
dari gangguan ini karena tubuh si ibu telah menyaring fenilalanin sebelum anaknya
dilahirkan.
Gejala
Gejala-gejala yang timbul mikrosefali atau ukuran kepala kecil,peningkatan aktivitas
pada anak atau masalah perilaku, keterbelakangan mental dan perkembangan
penundaan gerakan tersentak-sentak kaki dan lengan,gerakan abnormal tangan dan
lengan,kejang atau epilepsi seperti fitur,ruam kulit, dan eksim.
Penanganan dan Pengobatan
Pengobatan Fenilketonuria adalah diet ketat dengan sangat terbatas asupan fenilalanin,
yang kebanyakan ditemukan dalam makanan yang kaya protein. Jumlah yang aman
fenilalanin berbeda untuk setiap orang. Dokter akan menentukan jumlah yang aman
melalui diet teratur meninjau catatan, grafik pertumbuhan dan kadar fenilalanin. Tes
darah sering dapat membantu memantau jumalh fenilalanin.
24. Kelainan jantung kongenital

39
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat:

a. Eksogen: infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu,
radiasi. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya
kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen: faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung kongenital.

Disamping itu, secara klinis kelainan jantung kongenital sebagian menyebabkan tanda-
tanda sianosis, sebagian tidak, dan sebagian sianosis potensial yang berarti pada waktu
lahir belum terlihat sianosis, tetapi baru beberapa waktu kemudian menunjukkan
sianosis. Pada tetralogi Fallot sering kali terdapat tanda-tanda sianosis. Pada beberapa
kelainan jantung kongenital tindakan bedah dapat memberi manfaat.

25. Glaukoma Kongenital

40
Glaukoma Kongenital adalah suatu keadaan dimana terdapat tekanan bola mata
yang meninggi, yang akan menimbulkan kerusakan pada mata dan memburuknya tajam
penglihatan pada waktu permulaan masa bayi atau pada masa kanak-kanak.
Etiologi
Penyebab kelainan Glaukoma Kongenital yaitu karena genetic atau hereditas, namun
terkadang kelainan ini terjadi secara sporadis, dan jika orang tuanya normal namun
genetic carier heterozigot maka anaknya bisa mengalami penyakit tersebut.
Patofisiologi
Begitu banyaknya penemuan secara histopatologi pada glaukoma infantile, sehingga
banyak juga teori mengenai patogenesis glaukoma yang bermunculan. Teori ini terbagi
atas 2 grup. Beberapa penyelidik mengemukakan bahwa abnormalitas dari sel atau
membran pada trabekular meshwork adalah mekanisme patologis primer. Abnormalitas
ini menggambarkan adanya penyimpangan yang impermiabel pada trabekular
meshwork atau adanya sebuah membran Barkan yang menutupi trabekular meshwork.
Penyelidik yang lain menegaskan bahwa suatu kelainan yang lebih pada perluasan
segmen anterior, termasuk insersi yang abnormal dari otot siliaris.3
Manifestasi klinik dan Diagnosa
Karakteristik dari glaukoma ini mencakup tiga tanda klasik pada bayi baru lahir
adalah epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Diagnosa pada glaukoma infantile
tergantung pada evaluasi klinis yang baik, termasuk pengukuran tekanan intra okuler
(IOP), pengukuran diameter kornea, gonioskopi, pengukuran panjang axial dengan
ultrasonografi dan retinoskopi, dan ophtalmoskopi.
Penanganan
Pengobatan dilakukan dengan cara operasi pembedahan pada mata bayi. Tujuan
pengobatan adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan. Peninggian tekanan bola
mata yang menetap akan menjurus ke arah rusaknya N. Optikus dan perubahan-
perubahan permanent dari kornea yang akan mengganggu penglihatan. Pengontrolan
tekanan bola mata adalah tujuan utama dari pengobatan. Bayi atau anak yang dicurigai
mempunyai glaucoma congenital harus dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin
dengan narkose, terhadap besarnya kornea, tekanan bola mata, cup/disk ratio dari N.
Optikus, dan sudut COA dengan gonioskopi.
26. Kelainan metabolik dan endokrin
 Kekurangan gizi (malnutrisi), merupakan penyebab kematian dan kesakitan pada
anak-anak kekurangan gizi bisa disebabkan oleh kurangnya asupan gizi atau
ketidakmampuan tubuh untuk menyerap atau memetabolisir zat gizi. Jika diduga

41
terjadi malnutrisi, untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan darah
atau air kemih guna mengukur kadar zat gizi.
 Kekurangan vitamin E, sering dijumpai pada bayi prematur karena penghantaran
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak oleh plasenta tidak berlangsung terlalu baik
dan keadaan ini semakin diperburuk oleh prematuritas bayi.
 Kekurangan vitamin K, penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit hemoragik
pada bayi baru lahir. Penyakit ini terjadi karena plasenta tidak terlalu baik dalam
menghantarkan lemak (termasuk vitamin yang larut dalam lemak), hati bayi yang
baru lahir masih kurang matang untuk menghasilkan sejumlah protombin, ASI
mengandung sedikit vitamin K. Penyakit ini biasanya terjadi pada hari ke 1-7.
 Skurvi infantil, gejala awalnya berupa rewel, nafsu makan yang buruk dan berat
badan tidak bertambah.
 Kekurangan asam lemak esensial, dapat menyebabkan perubahan yang berarti pada
proses metabolisme yang mempengaruhi kandungan lemak dalam darah, fungsi
trombosit, respon peradangan dan respon kekebalan tertentu.
 Kelainan kelenjar adrenal. Kekurangan hormon adrenal menyebabkan sejumlah
gejala, tergantung kepada jenis hormon yang berkurang. Kekurangan androgen
ketika masih berada dalam kandungan bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan
kelamin pada janin laki-laki yang disebut pseudohermafroditisme (lubang uretra
abnormal, penis dan buah zakar kecil). Diagnosisnya berdasarkan pengukuran kadar
hormon adrenal.
 Kelainan kelenjar tiroid. Beberapa kelainan yang menyerang kelenjar tiroid juga
menyebabkan pembesaran kelenjar (keadaan ini disebut goiter atau gondok).
Sindroma pandred adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan bisu-tuli
dan gondok kongenital.
o Hipotiroidisme, terjadi jika kelenjar tiroid tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh
akan hormon tiroid. Jika tidak segera diobati, bisa menyebabkan keterbelakangan
mental. Gejala lainnya adalah suara serak, berbicara lambat, kelopak mata turun,
wajah bundar, rambut rontok, kulit kering, denyut nadi lambat, dan penambahan
berat badan.
o Hipertiroidisme, penyebabnya adalah penyakit graves neonatrum, penyakit ini
bisa berakibat fatal dan bisa terjadi pada bayi yang ibunya menderita atau pernah
menderita penyakit graves. Jika dilakukan pengobatan, pemulihan akan terjadi
dalam beberapa minggu, tetapi bayi tetap memiliki risiko kekambuhan 6 bulan
sampai 1 tahun.

42
43
BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
 Nama : By.Ny. I
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 4 hari
 BB/ TB/ BMI : 2500gram/ 45cm

2.2 Subyektif
 Anamnesis
o A : (-)
o M : IV Vitamin K 1x1mg (1,2,3), IV
Ampisilin sulbactam 3x175 mg (200 mg/kg/hari), IV
Gentamisin 1x15mg (5mg/kg/hari), Paracetamol 4x3
o P : asma (-), Penyakit jantung (- ) Riw Biru (-), Riwayat
operasi (-) Prenatal : Saat hamil ibu rutin kontrol ke bidan, keluhan (-)
Natal : Lahir Spontan Normal di RS Permata bunda dengan umur
kehamilan 38-39 minggu, berat badan lahir 2600 gr, ketuban (-),
langsung menangis. AS 8-9Ikterus (-), anemis (-), Meconeal <24jam
Post natal : kejang (-) sianosis (-)
L : Makan dan minum terakhir jam 09.30
o E : Nyeri perut seluruh bagian sejak 1 hari SMRS,
sebelumnya nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari yll, mual (-)
muntah (-) Sesak (-) Demam (-)
2.3 Obyektif
 Airway dan breathing (B1)
Nafas spontan, Airway paten, BM 3 jari, gigi palsu (-), jarak TM 6 cm, RR 20-
24 x/mnt, malampati 2, flexi/ extensi (+/+), Sp02 99% on NC 3 lpm, Vesiculer
(+/+), ronkhi (-) wheezing (-/-)
 Circulation – Blood (B2)
AKHM (+) CRT < 2 dtk, TD 109/81 mmhg, HR 156 x/mnt reguler (+) kuat
angkat S1-S2 tunggal, regular, murmur (-) murmur (-)
 Disability – Brain (B3)
44
o GCS E4V5M6
o Kekuatan motoric
o Ekstremitas superior 5/5
o Ekstremitas inferior 5/5
 Genitoruinary – Bladder (B4)
BAK on DC 150 cc pekat
 Gastrointestinal – Bowel (B5)
BU (+) distended abdomen (+) nyeri tekan (+)
 Extrimity – Bone (B6)
Edema (-) , sianosis (-), Temp 36,7 C
 Pemeriksaan penunjang :
o Laboratorium 28/8/2021
 DL 13,7/ 11.070/ 40,9/ 374.000
 PPT 10,2/ 11,4/ 0,98
 APTT 22,3/ 22,1
 SE 129/ 3,6/ 101
 Albumin 4,33
 Gds 150
 Ur/cr
 Procal 50,03
 OT/PT 21/43
 BGA 7,42/30,7/39,6/20,3/-4,4/76,1/14,3
o Thorax AP 28/8/2021
Cor dan pulmo dbn

2.4 Assesment
Status fisik : ASA 3E + Pediatri 12 th + Distended Abdomen + Hiponatremia
129

2.5 Managemen Anestesi :


GA Intubasi RSI
o Pre induksi : Analgetik Pre Paracetamol 1g
o Induksi : Midazolam 1mg + Ketamin 60mg + Fentanyl 50mcg +
Rocuronium 60mg
o Durante : Syringe Ketamin 25mg/Jam
45
o Post Induksi : Syringe fentanyl 50mcg/Jam , Midazolam 3mg/Jam

2.6 Monitoring

2.7

46
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Epidemiologi
Teori:
pneumonia aspirasi, sebuah penelitian terhadap 1.000 kematian terkait
anestesi mengungkapkan regurgitasi dan muntah sebagai penyebab utama kematian
akibat anestesi. Dengan insiden yang dilaporkan 2 - 7 per 20.000 kasus anestesi,
setiap ahli anestesi harus mengalami 4 - 14 kejadian aspirasi pneumonia dalam karir
mereka, tergantung pada area kerja dan jumlah kasus darurat Pada beberapa studi, 5-
15% kasus pneumonia merupakan pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi terjadi
paling sering pada pasien dengan faktor predisposisi yang sudah ada seperti stroke,
gangguan obstruksi intestine, kejang dan disfagia karena beberapa kasus. Pneumonia
aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena
suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang mempengaruhi sekitar 300.000
sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan aspirasi
pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang dirawat di rumah sakit setelah
overdosis obat. Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada
perempuan, terutama usia anak atau lanjut.Pasien yang mengalami pneumonia
aspirasi di fasilitas kesehatan lebih banyak dibandingkan pneumonia komunitas yaitu
sekitar tiga kali lebih banyak, sehingga angka mortalitasnya pun berbeda yaitu sekitar
28,4% untuk pneumonia aspirasi di fasilitas kesehatan dan sekitar 19,4% untuk
pneumonia aspirasi komunitas.

Kasus:
Pada kasus ini pasien merupakan seorang perempuan berusia 12 tahun
dimana berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

47
telah dilakukan, pasien mengalami pneumonia aspirasi. Berdasarkan epidemiologi,
pasien merukan pasien anak-anak berusia 12 tahun dan mengalami gangguan pada
abdomen Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada usia anak dikarenakan jarak
antara plica vokalis

4.2 Diagnosis
4.2.1 Anamnesis
Teori:
Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga
berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor
penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya. Gejala klinis
dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses
paru dan dapat diikuti terjadinya empiema. Adapun gambaran klinis dari pneumonia
aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga
kehijauan, dan sputum tersebut berbau. Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat
berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk,
sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping
hidung. Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien
mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di
mulut setelah menelan. Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan,
seperti ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak
saat makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah makan.
Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum.Jika
pasien sadar umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan
demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50% kasus).
Kemudian bias ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan,
bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
1,2,5
marah atau cemas.

Kasus:
Gejala awal yang tampak pada pasien ini berupa nyeri abdomen. Pasien datang
dengan keluhan nyeri seluruh lapang memberat 1hari SMRS. Sebelumnya, 4hari

48
SMRS merasakan nyeri perut sebelah kanan bawah kemudian 1 hari SMRS seluruh
perut. Perut juga dirasakan semakin membesar. Demam sejak 1minggu yang lalu
yang memperberat maupun memperingan keluhan nyeri abdomen tersebut dengan
tidak bergerak dan ketinggian bed dinaikan .Keluhan penyerta seperti kejang,
penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal.
Pasien juga dikeluhkan mengalami keluhan nafas yang ngos ngosan karena
nyeri dan perut semakin membesar. Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah
3 hari sebelum masuk rumah sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak
kurang lebih ½ gelas air mineral yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi
pasien sebelumnya dan tidak ada darah. Sebelumnya pasien dikatakan memang
sering mengalami muntah terutama saat makan
Pada kasus ini, manifestasi klinis yang ditemukan sebagai keluhan utama adalah
demam. Seperti yang telah diketahui demam merupakan respon imun alamiah
terhadap bakteri ekstraselular dimana melalui mekanisme pertahanan tubuh tersebut
akan dihasilkan sitokin pro inflamasi sehingga menyebabkan terjadinya demam.
Aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi bahan asing ke dalam saluran udara.Isi dari
aspirasi adalah bervariasi dan dapat terdiri dari hasil sekresi, darah, bakteri, cairan
dan partikel makanan.Selain itu, gejala sistem pernapasan yang dijumpai pada pasien
ini berupa adanya keluhan batuk dan sesak.Kedua gejala tersebut umum terjadi pada
gangguan sistem respirasi dan merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada
pasien dengan pneumonia aspirasi.Terkait dengan faktor resiko, pada pasien dengan
gangguan abdomen dan pembesaran abdomen sering mengalami muntah dan
tersedak. Muntah dan tersedak pada pasien kemungkinan disebabkan oleh tekanan
intraabdomen yang meningkat.

4.2.2 Pemeriksaan Fisik


Teori:
Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan dari
pemeriksaan fisik. Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.
Pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu
tubuh, peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah
(hipotensi), denyut jantung yang cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen,
yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau
analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki
2,5
sianosis memerlukan perhatian segera.

49
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat
bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang
sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni,
bronkofoni, “whisperedpectoriloquy”. Kadang-kadang terdengar bising gesek pleura
(pleural friction rub). Distensi abdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah
2
paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.
Kasus:
Pada pemerikasaan vital sign didapatkan laju respirasi pasien 36 kali/menit
yang mennjukkan adanya peningkatan laju pernapasan(tachypnea), dan menunjang
keluhan sesak karena nyeri abdomen dan pembesaran abdomen yang dirasakan
pasien. Selain itu, didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh yaitu temperature
o
aksila saat datang yaitu 37,3 C. .Denyut jantung juga meningkat diakibatkan oleh
kompensasi terhadap adanya nyeri dan infeksi. Pada pemeriksaan status general juga
di dapatkan distended abdomen dengan tanda defans muscular.

4.2.3 Pemeriksaan penunjang


Teori:
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang
mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
3
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
13
Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.
Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit
dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi
lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas
yang mengalami peningkatan densitas.

Kasus:

50
Pada pasien dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mencari
kausa penyakit dan di dapatkan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya
infeksi dimana umumnya leukositosis ditemukan pada pasien dengan pneumonia
aspirasi. Procalcitonin sebagai salah satu marker infeksi juga diperiksa pada pasien
ini dan ditemukan >50 yang menunjukkan resiko tinggi. Pada pemeriksaan analisis
gas darah saat masuk rumasakit didapatkan gambaran asidosis yang disertai dengan
hipoksemia dan hipokarbia. Pada pemeriksaan kimia darah tidak diperoleh adanya
peningkatan serum kreatinin. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan adanya
infiltrate di paracardial kanan dan kiri yang menunjang adanya pneumonia.

4.4 Tatalaksana
Teori:
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak
dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan
yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen nasal atau
masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan
1,2,5
postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila
penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah
sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob,
misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4,
atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit
bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi
berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau
1
penyesuaian antibiotik (AB).
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu,
biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.
Kasus:

51
Pada awalnya pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kultur sputum
sehingga belum diketahui secara spesifik bakteri yang menginfeksi sehingga belum
dapat ditentukan antibiotic spesifik untuk mengeradikasi bakteri tersebut. Pada
pasien diberikan terapi antibiotik berupa Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena
yang merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke 3. Paracetamol
1000mg @ 8 jam intravena sebagai terapi simtomatik untuk menterapi demam pada
pasien. N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral sebagai agen mukolitik untuk
mengencerkan dahak pada pasien.

52
BAB V
PENUTUP

Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke


dalam larynx dan saluran pernafasan bawah. Beberapa sindrom pernafasan mungkin
terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi
aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi.
Telah diuraikan kasus anak-anak, 12 tahun dimana berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah kepada diagnosis
pneumonia aspirasi. Pada kasus juga disebutkan bahwa pasien dari pemeriksaan fisik
ditemukan dengan distended abdomen dan usia muda yang merupakan faktor resiko
terjadinya aspirasi.
Hubungan pneumonia dengan distended abdomen ada pada pneumonia aspirasi,
.Pneumonia yang terjadi sebagian bersifat kimiawi, karena efek asam lambung yang
iritatif, dan sebagian bakteri.Bakteri aerob lebih dominan daripada bakteri anaerob.
Sehingga pada pasien ini juga telah diberikan terapi berupa antibiotik berupa
Meropenem dan levofloxacin.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J


Med, Vol 334, No. 9. Texas tech University Health Science Center:
Massacussetts
2. DiBardino, David M., and Richard G. Wunderink. "Aspiration pneumonia: a
review of modern trends." Journal of critical care 30.1 (2015): 40-48.
3. Maret-Ouda, John, et al. "Aspiration pneumonia after antireflux surgery among
neurologically impaired children with GERD." Journal of pediatric
surgery 55.11 (2020): 2408-2412.
4. Asai, Nobuhiro, et al. "Ceftriaxone versus tazobactam/piperacillin and
carbapenems in the treatment of aspiration pneumonia: A propensity score
matching analysis." Journal of Infection and Chemotherapy (2021).
5. Lo, Wen-Liang, et al. "Dysphagia and risk of aspiration pneumonia: A
nonrandomized, pair-matched cohort study." Journal of dental sciences 14.3
(2019): 241-247.
6. BLITT, CASEY D., et al. "“Silent” regurgitation and aspiration during general
anesthesia." Anesthesia & Analgesia 49.5 (1970): 707-713.
7. Stead L. G, Stead S. M, Kaufman M. S. Aspiration Pneumonia in First Aid for
the Emergency Medicine Clerkship. Singapore: The McGraw-Hill Companies;
2002. p. 116
8. Karlinsky JB, King TE, Crapo JD, Glassroth J. Aspiration Pneumonia in
Anaerobic and other Infection Syndromes. In: Baum’s textbook of pulmonary
diseases.7th Ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2004.p. 405-8.
9. Mettler AF. Chest dalam Essentials of Radiology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005. p 94
10. Marik, PE. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. The New
England Journal of Medicine. 2001:344(9); p. 665-7

54

Anda mungkin juga menyukai