Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KECEMASAN DAN KEHILANGAN

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

EH
S T I K E S

ATAN
SA
C

A
H G
B AY
A BAN
AN IN
JARMAS

Oleh :

SITI FATIMAH

16.20.2666

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN (ANSIETAS)

A. DEFINISI

Ansietas adalah merupakan respon emosional terhadap penilaian

individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak

diketahui secara khusus penyebabnya.

Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secaar interpersonal. (Stuart & Laraia 2005).

Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual

terhadap bahaya. (Stuart & Laraia 2005).

Ansietas adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan

yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta

tidak diinginkan.(Teifion Davies 2009).

Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia

(2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi,

gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi

pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.


B. ETIOLOGI

Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung

komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang

sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa

terancam baik secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri, gambaran

diri, atau identitas diri).

Selain itu, penyebab dari Ansietas yaitu dari faktor Neurobiologik dan

fisikologik :

1. Faktor Neurobiologik

Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa

sistem saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang

mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain.

Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA

(gama-aminobutyric acid) berperan dalam perkembangan cemas.

Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses

input sensori dan bagian otak yang yang menginterpretasikan input

(amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai

ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut)

Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut,

memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh

dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali

respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan

pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah


mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom

disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang

mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori

Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD

(Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure Of

Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.

2. Faktor Psikologik

o Marah

o Harga diri rendah

o Pemalu pada masa kanak-kanak

o Orang tua yang pemarah

o Terlalu banyak kritik

o Ketidak nyamanan dengan Agresi

o Seksual Abuse

o Mengalami peristiwa yang menakutkan

3. Faktor Kognitif

Cemas sebagai manisfestasi bdari penyimpangan berpikir dan membuat

persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan

terhadap suatu bahaya.


C. PATOFISIOLOGI

Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa

sistem saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang

mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas

regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA

(gamaaminobutyric acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala

sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori

dan bagian otak yang yang menginterpretasikan input (amygdala

mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan

kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut) Amygdala berperan

dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua

respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus,

adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan

mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu sehingga

menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD {Post

traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap

stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam

memori Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD

(Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure Of Substance

paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.


D. RENTANG RESPON ANSIETAS

RENTANG RESPONS CEMAS

Adaptif < > Maladaptif

X_______________X_______________X______________X______________X

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Ciri- ciri Ansietas yaitu :

a) Ansietas Ringan : Lebih waspada, gerakan mata, ketajaman pendengaran

bertambah, dan kesadaran meningkat.

b) Ansietas Sedang : Berfokus pada dirinya (penyakitnya). Menurunnya

perhatian terhadap lingkungan secara terperinci.

c) Ansietas Berat : Perubahan pola pikir, ketidak selarasan pikiran, tindakan

dan perasaan. Lapangan persepsi menyempit.

d) Panik : Persepsi terhadap lingkungan mengalamidistorsi;

ketidakmampuan memahami situasi; respon tidak dapat diduga; aktivitas

motorik yang tidak menentu.

E. TINGKAT ANSIETAS

Menurut Stuart dan Sundeen (1998:175-176), tingkat ansietas sbb :

1. Ansietas ringan; berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan


meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2. Ansietas sedang; memungkinkan seseorang untuk berfokus pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat berfokus untuk

melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3. Ansietas Berat; sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cendrung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan

tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan

untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

4. Tingkat Panik ; dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan

dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya, tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi

kepribadian. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang,

kehilangan pemikiran rasional.


F. RESPON ANSIETAS

1. Respon Fisiologi

Sistem Tubuh Respon

Kardiovaskular - Palpitasi

- Jantung “berdebar”

- Tekanan darah meningkat

- Rasa ingin pingsan

- Pingsan

- Tekanan darah menurun

- Denyut nadi menurun

Pernapasan - Napas cepat

- Sesak napas

- Tekanan pada dada

- Napas dangkal

- Pembengkakan pada tenggorokan

- Sensasi tercekik

- Terengah-engah

Neuromuskular - Refleks meningkat

- Reaksi terkejut

- Mata berkedip-kedip

- Insomnia

- Tremor

- Rigiditas
- Gelisah, mondar-mandir

- Wajah tegang

- Kelemahan umum

- Tungkai lemah

Gastrointestinal - Kehilangan nafsu makan

- Menolak makan

- Rasa tidak nyaman pada abdomen

- Nyeri abdomen

- Mual

- Nyeri ulu hati

- Diare

Saluran perkemihan - Tidak dapat menahan kencing

- Sering berkemih

- Kulit Wajah kemerahan

- Berkeringat setempat (telapak

tangan)

- Gatal

- Rasa panas dan dingin pada kulit

- Wajah pucat

- Berkeringat seluruh tubuh

2. Respon Perilaku, Kognitif, Afektif

Sistem Respon
Perilaku - Gelisah

- Ketegangan fisik

- Reaksi terkejut

- Bicara cepat

- Kurang koordinasi

- Cenderung mengalami cedera

- Menarik diri dari hubungan

interpersonal

- Inhibisi

- Melarikan diri dari masalah

- Menghindar

- Hiperventilasi

- Sangat waspada

Kognitif - Perhatian terganggu

- Konsentrasi buruk

- Preokupasi

- Pelupa

- Salah dalam memberikan penilaian

- Hambatan berpikir

- Lapangan persepsi menurun

- Kreativitas menurun

- Produktivitas menurun

- Bingung
- Sangat waspada

- Kesendaran diri

- Kehilangan objektivitas

- Takut kehilangan kendali

Afektif - Mudah terganggu

- Tidak sabar

- Gelisah

- Tegang

- Gugup

- Ketakutan

- Waspada

- Kengerian

- Kekhawatiran

- Kecemasan

- Mati rasa

- Rasa bersalah

- Malu

G. TEORI-TEORI YANG MENDASARI ANSIETAS

Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :

1. Teori psikoanalitik

Menurut Sigmund Freud struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen,

yaitu id, ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan


impuls primitif. Superego mencerminkan hati nurani seseorang dan

dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego atau

aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego.

Menurut teori psikoanalitik, ansietas merupakan konflik emosional yang

terjadi antara id dan superego, yang berfungsi memperingatkan ego

tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.

2. Teori interpersonal

Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga

dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan,

perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu

yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk

mengalami ansietas yang berat.

3. Teori prilaku

Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli

prilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari

berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini

bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut

berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas berat pada kehidupan

masa dewasanya.

4. Kajian keluarga

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal

yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.


5. Kajian biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.

Selain itu kesehatan umum seseorang mempunyai predisposisi terhadap

ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya

menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KECEMASAN (ANSIETAS)

A. PENGKAJIAN

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Laraia (1998: 177-181) terdapat beberapa teori yang

dapat menjelaskan ansietas, diantaranya:

a. Pandangan Psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang

terjadi antara antara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id

mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-

norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan

dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Pandangan Interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

tidak adanya penerimaan/persetujuan dan penolakan interpersonal.

Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan tertentu.

Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami

perkembangan ansietas yang berat.

c. Pandangan Perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan


belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari

kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan

pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam

kehidupan selanjutnya.

d. Kajian Keluarga, ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam

keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara

gangguan ansietas dengan depresi.

e. Kajian Biologis, Otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas.

Penghambat GABA (asam gamaaminobutirat) juga berperan utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana

halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan

fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk

mengatasi stressor.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dibedakan menjadi:

a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.


3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dapat berasal dari sumber internal dan eksternal.

Manifestasi klinis dikelompokkan menjadi dua kategori:

a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang

akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas

hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga

diri, dan fungsi sosial yang terintegritas pada individu.

4. Mekanisme Koping

Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme

koping sebagai berikut :

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan

situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau

mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, Menarik diri untuk

memindahkan dari sumber stress, Kompromi untuk mengganti tujuan

atau mengorbankan kebutuhan personal.

b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan

sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri

dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif.

5. Sumber Koping

Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakkan

sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa


model ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan

keyakinan budaya dapat membantu individu mengintergrasikan

pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi kopinng

yang berhasil.

6. Pohon Masalah

a. Harga diri Rendah

b. Gangguan citra tubuh

c. Ansietas

d. Koping Individu inefektif

e. Kurangnya pengetahuan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Kecemasan

C. INTERVENSI

Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan

a. Pasien mampu mengenal ansietas

b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi

c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi

untuk mengatasi ansietas

2. Tindakan Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan

agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan

yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya

adalah sebagai berikut:

1) Mengucapkan salam terapeutik

2) Berjabat tangan

3) Menjelaskan tujuan interaksi

4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu

pasien

b. Bantu pasien mengenal ansietas

1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan

perasaannya

2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas

3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas

4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas

c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa

percaya diri

1) Pengalihan situasi

2) Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan

mengendorkan otot-otot

3) Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari)

d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas

muncul
Tindakan keperawatan untuk keluarga

1. Tujuan

a. Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota

keluarganya

b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas

c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami

ansietas

d. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan

ansietas

e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami

ansietas

2. Tindakan keperawatan

a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala

c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas

d. Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara

mengajarkan teknik relaksasi

1) Mengalihkan situasi

2) Latihan relaksasi dengan napas dalam, mengerutkan, dan

mengendurkan otot

3) Menghipnotis diri sendiri (latihan lima jari)

e. Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan

bagaimana merujuk pasien


D. IMPLEMENTASI

1. Intervensi pada Ansietas Tingkat Berat dan Panik.

Prioritas tertinggi tujuan keperawatan harus ditunjukan untuk menurunkan

ansietas tinggkat berat atau panik pasien, dan intervensi keperawatan yang

berhubungan harus suportif dan protektif.

2. Intervensi pada Ansietas Tingkat Sedang.

Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang, perawat

dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan reedukatif atau

berorientasi pada pemahaman. Intervensi ini melibatkan pasien dalam

proses penyelesaian masalah.

E. EVALUASI

a. Menyebutkan penyebab ansietas

b. Menyebutkan situasi yang menyertai ansietas

c. Menyebutkan perilaku terkait ansietas

d. Melakukan teknik pengalihan situasi, yaitu tarik napas dalam, relaksasi

otot, dan teknik lima jari

e. Keluarga menyebutkan pengertian ansietas

f. Keluarga menyebutkan tanda dan gejala ansietas

g. Keluarga mengajarkan ke pasien teknik pengalihan situasi, tarik napas

dalam, relaksasi otot, dan teknik lima jari


LAPORAN PENDAHULUAN

KEHILANGAN

A. PENGERTIAN

Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan

sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu

yang sulit dihindari (Stuart, 2005), seperti kehilangan harta, kesehatan, orang

yang dicintai, dan kesempatan. Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan,

yaitu respons emosional normal dan merupakan suatu proses untuk

memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan kesempatan untuk

menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka, sehingga

mampu menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan

merupakan bagian dari proses kehidupan.

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan

adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,

kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap

individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami

kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam

bentuk yang berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan

bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi
pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari

keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada).

B. BENTUK-BENTUK KEHILANGAN

1. Kehilangan orang yang berarti atau dicintai

a. Kematian

b. Perceraian

c. Perpisahan

2. Kehilangan bio-psiko-sosial

a. Kehilangan fungsi tubuh

b. Kehilangan ide dan perasaan tentang diri sendiri

c. Kehilangan peran sosial

d. Kehilangan pekerjaan, kedudukan

e. Kehilangan seksualitas

3. Kehilangan milik pribadi

a. Kehilangan uang

b. Kehilangan perhiasan

c. Kehilangan barang dan rumah

C. TANDA DAN GEJALA

1. Efek fisik

a. Kelelahan

b. Kehilangan selera
c. Masalah tidur

d. Lemah

e. Berat badan menurun

f. Sakit kepala

g. Pandangan kabur

h. Susah bernapas

i. Palpitasi

j. Peningkatan berat badan

2. Efek emosi

a. Mengingkari

b. Bersalah

c. Marah

d. Kebencian

e. Depresi

f. Kesedihan

g. Perasaan gagal

h. Sulit berkonsentrasi

i. Gagal menerima kenyataan

j. Iritabilitas

k. Perhatian terhadap orang yang meninggal

3. Efek sosial

a. Menarik diri dari lingkungan

b. Isolasi (emosi dan fisik)


D. RENTANG RESPON KEHILANGAN DAN BERDUKA

Adaftif Mal-adaftif

Penyangkalan Marah Tawar-Menawar Depresi Penerimaan

(Denial) (Anger) (Bargaining) (Accptance)

E. TAHAPAN KEHILANGAN

Terdapat beberapa teori mengenai respon berduka terhadaap

kehilangan. Teori yang dikemukakan Kubler-Ross, 1969 (Dalam Nurhidayah,

2015) mengenai tahapan berduka akibat kehilangan berorientasi pada perilaku

dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut :

1. Fase penyangkalan (Denial)

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak

percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar

terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima

diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual,

diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan

sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat

berlangsung beberapa menit hingga beberapa tahun.


2. Fase marah (Anger)

Pada fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul

sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang

mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif,

berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan

menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respon fisik yang sering

terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur,

tangan menggepal, dan seterusnya.

3. Fase tawar menawar (Bargaining)

Pada fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya

kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus

atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu

mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon

kemurahan Tuhan.

4. Fase depresi (Depression)

Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-

kadang bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan

keputusan, rasa tidak berhargam bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri.

Gejala fisik yang dirunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur,

letih, turunnya dorongan libido, dan lain-lain

5. Fase penerimaan (Acceptence)

Pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran

yang selalu berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang didalamnya dan

mulai memandang kedepan. Gambaran tentang objek yang hilang akan

mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek

yang baru. Apabula individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima

dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta

dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk

masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu

tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEHILANGAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita

klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui

perilaku.

Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar

mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :

1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan

2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan

3. Perilaku koping yang adekuat selama proses

1) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

a. Faktor Genetik

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang

mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis

dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi

perasaan kehilangan.

b. Kesehatan Jasmani

Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung

mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi

dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.


c. Kesehatan Mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai

riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,

selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka

dalam menghadapi situasi kehilangan.

d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-

kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan

kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).

e. Struktur Kepribadian

Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan

menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif

terhadap stress yang dihadapi.

2) Faktor presipitasi

Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.

Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:

kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :

a. Kehilangan kesehatan

b. Kehilangan fungsi seksualitas

c. Kehilangan peran dalam keluarga

d. Kehilangan posisi di masyarakat


e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai

f. Kehilangan kewarganegaraan

3) Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara

lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan

Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang

dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan

pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme

koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

4) Respon Spiritual

a. Kecewa dan marah terhadap Tuhan

b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan

c. Tidak memilki harapan; kehilangan makna

5) Respon Fisiologis

a. Sakit kepala, insomnia

b. Gangguan nafsu makan

c. Berat badan turun

d. Tidak bertenaga

e. Palpitasi, gangguan pencernaan

f. Perubahan sistem imune dan endokrin

6) Respon Emosional

a. Merasa sedih, cemas

b. Kebencian
c. Merasa bersalah

d. Perasaan mati rasa

e. Emosi yang berubah-ubah

f. Penderitaan dan kesepian yang berat

g. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau

benda yang hilang

h. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan

i. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

7) Respon Kognitif

a. Gangguan asumsi dan keyakinan

b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan

c. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal

d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal

adalah pembimbing.

8) Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :

a. Menangis tidak terkontrol

b. Sangat gelisah; perilaku mencari

c. Iritabilitas dan sikap bermusuhan

d. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama

orang yang telah meninggal.

e. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin

membuangnya
f. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol

g. Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan

h. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

B. ANALISA DATA

1. Data subjektif:

1) Merasa sedih

2) Merasa putus asa dan kesepian

3) Kesulitan mengekspresikan perasaan

4) Konsentrasi menurun

2. Data objektif:

1) Menangis

2) Mengingkari kehilangan

3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain

4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan

5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan adalah

sebagai berikut :

1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual

2. Berduka disfungsional

3. Berduka fungsional
D. INTERVENSI

1. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial) adalah

memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan kehilangan.

a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan

b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan

kehilangan pasien secara emosional

c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan menghukum dan

menghakimi

d. Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada individu

yang mengalami kehilangan

e. Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan, menepuk

bahu, dan merangkul

f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana, jelas, dan

singkat

g. Amati dengan cermat respons pasien selama bicara

2. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah dengan

memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk

mengungkapkan marahnya secara verbal tanpa melawan kemarahannya.

Perawat harus menyadari bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi

dan ketidakberdayaan.

a. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis)

b. Dengarkan dengan empati. Jangan menela

c. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung


3. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap tawar-menawar (bargaining)

adalah membantu pasien mengidentifikasi perasaan bersalah dan perasaan

takutnya.

a. Amati perilaku pasien

b. Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien

c. Tingkatkan harga diri pasien

d. Cegah tindakan merusak diri

4. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi

tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa

bersalah.

a. Observasi perilaku pasien

b. Diskusikan perasaan pasien

c. Cegah tindakan merusak diri

d. Hargai perasaan pasien

e. Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif

f. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaan

g. Bahas pikiran yang timbul bersama pasien

5. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penerimaan (acceptane) adalah

membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat dihindari dengan

cara berikut:

a. Menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi pasien

b. Bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa


E. IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan pada pasien

1. Tujuan

a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

b. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien

c. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami

dengan keadaan dirinya

d. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang

dialaminya

e. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung

2. Tindakan

a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien

b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan,

fisik, sosial, dan spritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa

kehilangan serta hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa

kehilangan yang terjadi)

c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang alami

1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan)

2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)

3) Cara sosial (sharing melalui self help group)

4) Cara spiritual (berdo’a, berserah diri)

d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang bersedia

untuk saling memberikan pengalaman dengan saksama


e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian

f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas

Tindakan keperawatan untuk keluarga

1. Tujuan

a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka

b. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan

c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat pasien berduka

disfungsional

d. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia dimasyarakat

2. Tindakan

a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka

dan dampaknya pada pasien

b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami

oleh pasien

c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan berduka

disfungsional

d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat

dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan untuk

mengatasi kehilangan yang dialami oleh pasien


F. EVALUASI

1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialaminya

2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan

dirinya

3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya

4. Memanfaatkan faktor pendukung

5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka

6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan

7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional

8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat


DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Dr. Tanwiriah, S.Kep, Ns, M.Mkes. Kumpulan Bahan Ajar Keperawatan Jiwa.

Banjarmasin

Yosep, H. Iyus dan Sutini, Titin. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan

Advance Mental Health Nursing. Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai