Disusun Oleh :
BEKASI TIMUR
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur, kami panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas kuasa dan rahmatNya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, tanpa adanya halangan dan hambatan.
Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat merupakan salah satu kriteria
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat semester V.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik beserta saran yang membangun
dari pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Untuk itu
saran dan kritikan dari para pembaca yang sifatnya membangun sangat menentukan
penyusunan makalah berikutnya menjadi lebih baik lagi.
Ucapan terimakasih kami haturkan kepada dosen pembimbing kami, ibu Ns.Renta Sianturi,
S.Kep., M.Kep, Sp.J yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami dalam
penyusunan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, tujuan utama kami yaitu dapat memberikan manfaat
kepada para pembacanya. Semoga dalam makalah ini dapat memberikan manfaat yang
baik bahkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sahari-hari sebagai perawat.
Kelompok
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
B. Tujuan ..................................................................................................................................... 5
1. Tujuan umum:...................................................................................................................... 5
1. Definisi ................................................................................................................................ 7
3. Penyebab .............................................................................................................................. 9
1. Pengkajian ......................................................................................................................... 14
3. Perencanaan ....................................................................................................................... 16
3
4. Implementasi ..................................................................................................................... 22
5. Evaluasi ............................................................................................................................. 22
A. KESIMPULAN .................................................................................................................... 23
B. SARAN................................................................................................................................. 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Paula Krisanty, dkk (2009) dalam buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat,
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Marah juga merupakan reaksi
atau ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan seperti kecewa, tidak
puas, tidak tercapai keinginan.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respon marah yang paling maladaptif,
yaitu amuk. Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991 dalam Buku
ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa).
Menurut Ah. Yusuf (2015) dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada
diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mahasiswa/i mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat jiwa dengan
perilaku kekerasan : amuk
2. Tujuan khusus:
a. Mahasiswa/i mampu memahami definisi, rentang respon amuk, penyebab amuk,
perubahan yang terjadi, fungsi positive marah, gejala atau tanda marah (perilaku),
proses terjadinya marah, proses terjadinya amuk.
b. Mahasiswa/i mampu melakukan pengkajian gawat darurat jiwa : amuk.
c. Mahasiswa/i mampu mendiagnosis diagnosa keperawatan gawat darurat jiwa :
amuk.
d. Mahasiswa/i mampu merencanakan tindakan keperawatan darurat jiwa : amuk.
5
e. Mahasiswa/i mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan darurat jiwa :
amuk.
f. Mahasiswa/i mampu mengevaluasi kondisi orang dengan gangguan jiwa : amuk.
g. Mahasiswa/i mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan gawat darurat jiwa.
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskritif dengan pendekatan studi
kepustakaan dengan mencari refrensi berupa buku atau ebooks.
D. Sistematika penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, kelompok menuliskan isi makalah dengan susunan
halaman judul, halaman kata pengantar, halaman daftar isi.
Bab I pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, metode penulisan menggunakan
metode studi kepustakaan yaitu penulis mencari teori yang diperoleh melalui buku,e-books,
dan sistem penulisan.
Bab II tinjauan teori berisi tentang pembahasan ilmu ataupun teori yang sudah pernah
dibahas oleh para ahli berkaitan dengan tema makalah yang dipilih berisi definisi, rentang
respon amuk, penyebab amuk, perubahan fisiologis yang terjadi, fungsi positive marah,
gejala atau tanda marah (perilaku), proses terjadinya marah, proses terjadinya amuk, dan
konsep asuhan keperawatan gawat darurat jiwa : amuk.
Bab III penutup yang terdiri atas kesimpulan berisi tentang simpulan akhir dari teori, saran
yang berisi usulan dan saran dari kelompok terkait dari isi dari makalah.
Daftar pustaka yang berisi seluruh sumber yang digunakan dalam pembuatan makalah.
Dapat berupa buku, majalah, informasi dari situs internet dan lain-lain.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
7
Keterangan:
a. Asertif : Mengemukakan kemarahan/pendapat/ekspresi tidak senang/tidak
setuju tanpa menyakiti lawan bicara yang diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain.
b. Frustasi : Respons akibat gagal mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman.
Individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan alternatif lain.
c. Pasif : Perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya.
Merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, sulit diajak bicara.
d. Agresif : Suatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan
mental untuk bertindak dan masih terkontrol.
e. Amuk : Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri sehingga dapat merusak diri dan lingkungan. (Yusuf. Ah, dkk, 2015
dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa).
Menurut Paula Krisanty, dkk (2009) dalam buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat,
respon marah dapat diungkapkan dengan cara :
8
lakukan atau
tidak
pernah
?
Nada suara Diam Diatur Tinggi
Lemah Menuntut
Merengek
Sikap tubuh Melorot Tegak Tegang
Menundukan Rileks Bersandar
kepala kedepan
Personal Orang lain dapat Menjaga jarak yang Memiliki
space masuk pada menyenangkan teritorial
teritorial Mempertahankan orang lain
pribadinya hak tempat atau
teritorial
Gerakan Minimal Memperlihatkan Mengancam
Lemah gerakan yang sesuai , ekspansi
Resah gerakan
Kontak Sedikit atau
Sesekali (intermiten) Melotot
mata tidak ada sesuai dengan
kebutuhan interaksi
(Yusuf. Ah, dkk, 2015 dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa).
3. Penyebab
a. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga individu
tidak berani bertindak, cepat tersinggung, dan lekas marah.
b. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga individu merasa cemas
dan terancam. Individu akan berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak
orang lain.
c. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan
dan membuat individu cepat tersinggung (Ernawati, Dalami. dkk, 2009, dalam buku
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa).
Menurut Paula Krisanty, dkk (2009) dalam buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat,
perubahan yang terjadi antara lain :
9
a. Fisiologis
Tekanan darah meningkat, respirasi rate meningkat, nafas dangkal, tonus otot
meningkat, muka merah, peningkatan saliva, mual, penurunan peristaltik lambung
atau perubahan kadar HCL lambung, fight atau flight, peningkatan frekuensi
berkemih, dilatasi pupil.
b. Emosi
Jengkel, labil, tidak sadar, ekspresi wajah tegang, pandamgan tajam, merasa tidak
aman, bermusuhan, marah, bersikeras, dendam, menyerang,takut, cemas, merusak
benda.
c. Intelektual
Bicara mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan, konsentrasi menurun, persuasif.
d. Sosial
Menarik diri, sinis, curiga, agresif, mengejek, menolak, kasar, humor.
e. Spiritual
Ragu-ragu, moral bejat, maha kuasa, kebajikan.
Menurut Ernawati, Dalami. dkk, 2009, dalam buku Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Jiwa, fungsi positive marah antra lain :
a. Energizing Function
Rasa marah akan menambah energi/tenaga seseorang karena emosi akan
meningkatkan adrenalin dalam tubuh yang mengakibatkan peningkatan metabolisme
tubuh sehingga terbentuk energi tambahan.
b. Expressive Function
Dengan mengekspresikan kemarahan, individu, dapat memperlihatkan/
mengkomunikasikan pada orang lain keinginan dan harapannya secara terbuka tanpa
melalui kata-kata. Ekspresi yang terbuka menandakan hubungan yang sehat.
c. Self Promotional Function
Marah dapat digunakan memproyeksikan konsep diri yang positif atau meningkatkan
harga diri.
d. Defesive Function
10
Kemarahan dapat meningkatkan pertahankan ego dalam menanggapi kecemasan
yang meningkat dalam konflik eksternal.
e. Potienting Function
Kemampuan koping terhadap rasa marah akan meningkatkan kemampuan
mengontrol situasi, persaingan tidak sehat.
f. Discriminating Function
Dengan mengekpresikan marah individu dapat membedakan keadaan alam
perasaannya, sedih, jengkel, marah, amuk.
a. Emosi
a) Tidak adekuat
b) Tidak aman
c) Rasa terganggu
d) Marah (dendam)
e) Jengkel.
b. Intelektual
a) Mendominasi
b) Bawel
c) Sarkasme
d) Berdebat
e) Meremehkan.
c. Fisik
a) Muka merah
b) Pandangan tajam
c) Napas pendek
d) Keringat
e) Sakit fisik
f) Penyalahgunaan zat
g) Tekanan darah meningkat.
d. Spiritual
11
a) Kemahakuasaan
b) Kebijakan/ kebenaran diri
c) Keraguan
d) Tidak bermoral
e) Kebejatan
f) Kreativitas terlambat.
e. Sosial
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Kekerasan
e) Ejekan
f) Humor (Yusuf. Ah, dkk, 2015 dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa).
Ancaman
Kebutuhan
Cemas
Marah
12
Rasa marah teratasi
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat ,1991dalam Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa).
Amuk adalah respons marah terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri rendah, rasa
bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat
berupa perulaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat
berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara
yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-
kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan
kelegaan pada indivdu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif
dan menantang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan
masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang dekstruktif
dan amuk.
13
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT JIWA : AMUK
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
a) Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator/pengatur perilaku.
Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurang atau
meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis dapat
menimbulkan respon emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin
dapat menstimulasi perilaku agresif misalnya pada peningkatan kadar hormone
testoteron atau progesteron. Pengaturan perilaku agresif adalah dengan
mengatur jumlah metabolisme biogenik amino-norepinefrin.
b) Psikologis
Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahirsebagai respons
terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau
permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan
menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif.
Sedangkan Freud menyatakan bahwa sejak dilahirkan individu akan
mengalami ancaman yang perlu diekspresikan. Perilaku destruktif terjadi
apabila ancaman tersebut menguasai individu. Menurut Freud, agresif berasal
dari rasa frustasi akibat ketidakmampuan individu mencapai tujuan. Bila
individu tidak mampu mengekspresikan perasaannya individu akan marah pada
dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasan
sehingga individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik juga merupakan
ancaman bagi individu yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Persepsi yang
salah terhadap konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi agresif.
Teori eksistensi yang dikemukakan oleh Fromm menyatakan bahwa tingkah
laku individundidasarkan pada kebutuhan hidup. Bila tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara konstruktif individu akan berperilaku agresif.
Perilaku destruktif juga dapat disebabkan oleh kegagalan mendapatkan
eksistensi akibat kondisi sosial yang tidak sejalan dengan niat dan alasan
individu.
14
c) Sosiokultural
Norma-norma cultural dapat digunakan untuk membantu memahami ekspresi
agresif individu. Teori lingkungan sosial mengemukakan bahwa norma yang
memperkuat perilakunya disebabkan oleh ekspresi marah yang pernah dialami
sebelumnya. Menurut Madden, orang-orang yang pernah memiliki riwayat
ditipu cenderung mudah marah, yang disebut “Acting Out” terhadap marah.
Bila privacy/pribadi terganggu oleh kondisi sosial maka responnya berupa
agresif/amuk. Teori belajar sosial menurut Robert, yang disempurnakan oleh
Miller dan Dollar, mengemukakan bahwa tingkat laku agresif dipelajari
sebagai bagian dari proses sosial. Agresif dipelajari dengan cara imitasi
terhadap pengalaman langsung. Pola subkultural cenderung menyebabkan
imitasi tingkah laku agresif yang mengarah pada amuk. Ahli teori sosial
berpendapat bahwa komponen biologi tingkah laku agresif berhubungan
dengan aspek-aspek psikososial.
b. Stessor Presipitasi
a) Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
b) Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c) Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang/benda berarti
d) Ancaman internal : kegagalan, kehilangan perhatian
c. Mekanisme Koping
a) Denial, mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah seseorang
karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat
ketidakmampuannya.
b) Sublimasi, adalah dengan mengalihkan rasa marah pada aktivitas lainnya.
c) Proyeksi, juga cenderung meningkatkan ekspresi marah karena individu
berusaha mengekspresikan marahnya terhadap orang/benda tanpa dihalangi.
d) Formasi, adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak dikeluarkan
akibat ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya atau
memodifikasikan perilakunya. Pada saat-saat tertebtu individu dapat menjadi
agresif secara tiba-tiba.
15
e) Represi, merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan
permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat eksploaitatif,
manipulatif, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan :
1. Perilaku kekerasan amuk
2. Mekanisme koping tidak efektif
3. Ketidakmampuan mengekspresikan kemarahan
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Perencanaan
16
itu, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi yang dimilikinya
bagi klien berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus-
menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan
memisahkan antara masalah pribadi dengan dan masalah klien.
b) Pendidikan klien : pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan
mengekspresikan sikap marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami
mengekspresikan sikap perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini kepada oranglain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau menekspresikan perasaannya, lalyu
perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.
c) Latihan asertif : kemampuan dasar yang interpersonal yang harus dimiliki perawat
antara lain berkomunikasi secara langsung dengan semua orang, mengatakan ‘tidak’
untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain,
mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
d) Komunikasi : strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif antara lain
bersikap tenang, bicara lembut, bicara dengan tidak menghakimi, bicara netral dan
dengan cara yang konkrit, tunjukkan respect pada klien, hindari intensitas kontak
mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan,
fasilitasi pembicaraan klien, dengarkan klien, jangan terburu-buru
menginterpretasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati.
e) Perubahan lingkungan : unit perawatan sebaiknya menyiapkan berbagai aktivitas
seperti membaca, grup program yang dapat mngurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
f) Tindakan perilaku : pada dasarnya membuat kontak dengan klien mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang
didapat bila kontak dilanggar, danapa saja kontribusi perawat selama perawatan.
g) Psikofarmakologi
Antianxienty dan sedatif-hipnotics. Obat-obatan inidapat mengendalikan agitasi
yang akut. Benzodiazepines seperti lorazepam 25-30mcg via iv/im dan
clonadzepam 1mg via iv , sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klie. Tapi obat ini tidak direkomendasikan penggunaan
dalam wkatu lama karna dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk syimtom depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang
mengalami disinhibiting efek dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan perilaku
agresif. Buspirone 5mg via oral bid/tid prn obat antianxienty, efek dalam
mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
Ini ditujunkan dengan merunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera
kepala, demensia, dan develop mental disability.
Antidepresan, penggunaan obat ini mampu megontrol implusif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline 50-75mg/hari
maksimal 300mg/hari pada depresi yang parah dan trazodone 100mg via oral, efek
17
untuk menghilagkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.
Moodstabilizers, penelitian menunjukan bahwa pemmberian lithium efektif untuk
agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan
perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala,
skizofrenia, gangguan kepribadian.pada klien dengan epilepsi lobus temporal, bisa
meningkatkan perilaku agresif.
Pemberian carbamazepines dapat mengenddalikan perilaku agresif pada klien
dengan kelainan EEGs (Electoen Cephalograms).
Anti psikotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku
agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya,
maka pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2
minggu sebelum efeknya dirasakan.
Medikasi lainnya; banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian naltrexone
(antagonis opiat), dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablocers seperti
propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan
gangguan mental organik.
h) Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik :
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggug jawab selama 24 jam.
2. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat, dan koselor.
3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja
yang menjadi tugasnya selama penanganan klien.
4. Jauhkan klien lain dari lingkungan.
5. Lakukan pengekangan, jika memungkinkan.
6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.
7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota klien.
8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk
kerjasama.
9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera
mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan klien
dan timya.
10. Berikan obat jika diinstruksikan
11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien
12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis
13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat
14. Secara bertahap mengintergrasikan kembali klien dengan lingkungan
18
i) Seclusion
Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan
fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei pengekangan) atau isolasi
(menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas
kemauannya sendiri).
Jenis pengekangan mekanik :
- Camisoles (jaket pengekang)
- Manset untuk pergelangan tangan
- Manset untuk pergelangan kaki, dan menggunakan sprei
Indikasi pengekangan:
- Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
- Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
- Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien
untuk beristirahat, makan, dan minum.
- Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini
telah dikaji dan berindikasi terapeutik.
19
8. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan
9. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam
10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian
j) Restrains
Alat tersebut meliputi alat penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki
dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain
manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan izin dokter bila diharuskan karena
kebijakan institusi.
Macam-macam restrain :
Indikasi :
20
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran
4. Klien yang mebutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk
istirahat, makan dan minum
Isolasi adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri. Tingkatkan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruangan terkunci dengan kasur tanpa sprei dilantai, kesempatan
berkomunikasi yang dibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang
berat.
Indikasi penggunaan :
Kontraindikasi :
21
(5) Apabila pasien masih gelisah juga dan berupaya merusak barang atau
mengancam mencederai oranglain pertimbangkan untuk melakukan
pengikatan:
(6) Siapkan personil, minimal 3 orang. Jika pasien membawa senjata tajam atau
senjata api maka perlu memanggil polisi atau tenaga keamanan terlatih.
(7) Pegang kedua tangan pasien.
(8) Rebahkan ke tempat tidur dan lakukan pengikatan.
(9) Segera bawa ke rumah sakit jiwa atau UGD
4. Implementasi
5. Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi
perilaku klien. Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi
yang positif :
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respon marah yang
paling maladaptif, yaitu amuk. Amuk merupakan respons kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Penyebab timbulnya yaitu kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung, dan lekas marah.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat
berupa perulaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat
berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara
yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Respon marah dapat diungkapkan dengan cara mengungkapkan secara verbal atau
langsung, menekan kemarahan atau pura-pura tidak marah dan menentang atau
melarikan diri.
B. SARAN
23
Referensi yang disediakan harus lebih banyak buku-buku referensi terbaru baik
dalam media cetak maupun elektronik. Karena kelompok mengalami sedikit
kendala dalam mencari buku refrensi di perpustakaan kita dengan kategori 5-10
tahun terakhir. Jika buku refrensinya dalam bentuk e-book diharapkan STIKes
Mitra Keluarga dapat meningkatkan/mempermudah akses WIFI untuk semua
mahasiswa.
b. Memudahkan peminjaman buku di perpustakaan dengan jumlah > 2 buku per
individu.
c. Meningkatkan proses kegiatan belajar mengajar sehingga kemampuan mahasiswa
dalam segi kognitif maupun keterampilan mampu memahami dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat jiwa, dan untuk pembimbing
maupun koordinator mata kuliah keperawatan gawat darurat diharapkan
kedepannya lebih baik lagi dalam memberikan tugas makalah seminar agar
hasilnya juga sesuai dengan yang diharapkan baik oleh dosen maupun mahasiswa.
d. Memperbanyak tempat yang disediakan untuk berdiskusi dan waktu maksimal
untuk berada dikampus semoga ditambah lagi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty, Paula. Manurung, Santa. Suratun. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Jakarta : TIM
Yusuf, Ah. Rizky, Fitryasari. Endang, Nihayati Nanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan : Salemba Medika
Dalami, Ernawati. Suliswati. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan gangguan
Jiwa. Jakarta : TIM
Yosep, Iyus. Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan jiwa. Bandung : Refika Aditama
MIMS
25
LAMPIRAN
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI
A. INTENSIF I :
a. Kendalikan secara verbal
b. Peningkatan ATAU Isolasi
c. Psikofarmaka : anti psikotik parenteral, anti ansietas
B. INTENSIF II :
a. Dengarkan keluhan pasien tanpa menghakimi
b. Latih car fisik mengendalikan marah : nafas dalam
c. Beri psikofarmaka : antipsikotik
C. INTENSIF III :
a. Dengarkan keluhan pasien
b. Latih cara mengendalikan marah dengan cara verbal, spiritual
c. Pertahankan pemberian psikofarmaka oral : anti psikotik
Bangli, ..............................................
Perawat
.........................................................
26
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEGAWATDARURATAN JIWA
Nama : No. RM :
Tanggal : Dx Keperawatan:
1. Melakukan komunikasi terapeutik
2. Mengobservasi Status Mental
27
Jam 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
A
V
N
Catatan :
PLANNING
Pagi Sore Malam
28
RESPON UMUM FUNGSI ADAPTIF
29