Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit menular sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Insidens maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara
tidak diketahui dengan pasti. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 1999 di seluruh dunia terdapat sekitar 340 juta
kasus baru penyakit menular yang salah satunya adalah penyakit herpes.
Penyakit herpes ini disebabkan oleh virus Herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan
tipe 2. Penyakit herpes adalah penyakit yang sangat umum. Di Amerika
Serikat kurang lebih 20 persen orang di atas usia 12 tahun terinfeksi virus
herpes simpleks, dan diperkirakan ada satu juta infeksi baru setiap tahun.
Angka prevalensi infeksi HSV sudah meningkat secara bermakna selama dasa
warsa terakhir. Sekitar 80 persen orang dengan HIV juga terinfeksi herpes
kelamin.
Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di Amerika Serikat kurang
lebih satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki terinfeksi HSV-2.
HSV berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. HSV
paling mungkin kambuh pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah. Ini termasuk orang dengan HIV, dan siapapun berusia di atas 50 tahun.
Beberapa ilmuwan juga berpendapat bahwa penyakit lebih mungkin kambuh
pada orang yang sangat lelah atau mengalami banyak stres. HSV tidak
termasuk infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi
dengan HIV dan HSV bersamaan biasanya mengalami jangkitan herpes
kambuh lebih sering. Jangkitan lebih parah dan bertahan lebih lama dibanding
dengan orang HIV-negatif.
Di Indonesia, sampai dengan saat ini belum diketahui yang terinfeksi
oleh virus herpes. Akan tetapi, menurut hasil survei yang dilakukan oleh
Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
(PPMPL) Departemen Kesehatan pada beberapa kelompok perilaku risiko

1
tinggi, tampak bahwa banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh HIV. Hal
ini akan menjadi penyebab terjangkitnya penyakit herpes, disamping itu
dengan kemajuan sistem transportasi pada saat ini, tidak menutup
kemungkinan virus herpes bisa mewabah di Indonesia. Untuk itu, diperlukan
usaha pencegahan yang bisa diterapkan untuk mencegah masuknya virus
Herpes di Indonesia mengingat virus ini sangat mudah menular dan
pengobatan yang dilakukan kepada masyarakat kita jika sudah terinfeksi oleh
virus Herpes.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan yaitu:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit herpes?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit herpes?
3. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit herpes?
4. Bagaimana aplikasi jurnal terkait penyakit herpes?
1.3 Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mampu memahami konsep dan melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit herpes
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit herpes
b. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan penyakit
herpes
c. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan penyakit herpes
d. Mengetahui dan memahami jurnal terkait penyaki herpes

2
1.4 Manfaat penulisan
1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah dengan
masalah herpes serta meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi Pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai keperwatan mwdikal
bedah dengan masalah herpes
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatan mutu pelayanan
keperawatan mengenai keperawatan medical bedah dengan masalah herpes

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit Herpes


2.1.1 Definisi
Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh
virus yang ditularkan melalui hubungan seks. Terkadang ditemukan
juga pada mulut penderita karena yang bersangkutan melakukan oral
seks dengan penderita herpes.
Herpes ialah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan
gelembung-gelembung berisi air pada dasar peradangan dan
berkelompok (Tetty Setiowati ;Deswaty Furqonita, 2007).
Sedangkan menurut Kamus Kedokteran Dorland,herpes adalah
erupsi kulit yang menyebar yang disebabkan oleh virus herpes dan
ditandai oleh pembentukan vesikel kecil yang mengelompok.
Sehingga bisa ditarik kesimpulan, herpes merupakan suatu penyakit
kulit yang ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung secara
berkelompok di permukaan kulit
2.1.2 Klasifikasi
Ada beberapa jenis herpes adalah sebagai berikut:
1. Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II
yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer
maupun sekunder.
Herpes simpleks adalah penyakit akut yang ditandai dengan
timbulnya vesikula yang berkelompok, timbul berulang, yang
mengenai permukaan mukokuntaneus, dan desebabkan oleh
virus herpes simpleks (HSV). Ada dua jenis herpes simpleks
yaitu herpes simpleks virus tipe 1 (HSV – 1), dan herpes

4
simpleks virus tipe 2 ( HSV – 2), keduanya berkaitan erat,
tetapi berbeda dalam epidemiologi. Secara HSV – 1 secara
umum berhubungan dengan lesi oroofacial, seedangkna HSV –
2 secara umum dikaitkan dengan penyakit kelamin, namun
lokasi lesi tidak selalu menunjukkan jenis virus. ( Muttaqin &
sari, 2013)

(Siregar, 2014) (Soedarto, 2009)

2. Herpes Zoster
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer
atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes
zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma
(terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus
varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella
atau cacar/chickenpox.

(Siregar, 2014) (Soedarto, 2009)

Herpes zoster ( shingles, cacar monyet) merupakan kelainan


inflamatorik viral dimana virus menyebabnya menimbulkan erupsi
vesicular yang terasa nyeri disepanjang distribusi syaraf sensorik

5
dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh
virus varisella, yang dikenal sebagai virus varisella zoster. Virus ini
merupakan anggota kelompok virus dna. Virus cacar air dan herpes
zoster tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisella –
zoster. ( Muttaqin & Sari, 2013)
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes
simpleks:
1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya
disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes
labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini
pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau
memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya
dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga
mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di
daerah genitalia, yang penularannya lewat koitusoro genital
(oral sex).
2. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat
juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter
gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian
tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-
genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital
VSH (virus herpes simpleks) tipe I dan Iinmerupakan virus
DNA. Pembagian tipe I dan tipe II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenec marker, dan lokasi
klinis (tempat predileksi). (Djuanda Adhi,2010)
3. Herpes zoster Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoester (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA. Virus ini
berukuran 140-200 nm, vang termasuk subfamili alfa herpes

6
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi,
penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup laten
diklasifikasikan ke dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan
infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskular.
Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan
kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus
spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi.
Tabel 2.1
Transmisi virus herpes pada manusia
Virus Transmisi Portal of entry Target sel awal
HSV 1 Kontak langsung Mukosa,kulit Epitel
HSV 2 Kontak langsung Mukosa kulit Epitel
VZV Inhalasi, kontak Saluran nafas, Epitel
langsung mukosa
CMV Saliva,darah, Urin. Aliran Neutrofil,monosit
darah,mukosa
EBV Semen Mukosa,aliran Limfosit B,
darah kelenjar ludah

Keterangan :
1. HSV 1 : Herpes Simpleks Virus
2. HSV 2 : Herpes Simpleks Virus
3. VZV : Varicella zoster virus
4. EBV : Eibstein-Barr virus

7
2.1.4 Manifestasi klinis
1. Herpes simpleks
Menurut (Djuanda adhi, 2010), Manifestasi klinik dari infeksi HSV
tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host. Infeksi
primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya
kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV-2, yang biasanya
menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering
menyebabkan komplikasi.
a. Infeksi primer
1) Tipe 1 : didaerah pinggang keatas, terutama daerah mulut
dan hidung
2) Tipe 2 : di daerah pinggang kebawah terutama di daerah
genital
3) Infeksi primer berlangsung 3 minggu
4) Menular melalui kontak kulit
5) Demam, malaise, anoreksia
6) Pembengkakan kelenjar getah bening regional
b. Fase laten
Fase ini tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
c. Infeksi rekurens
1) Trauma fisik (demam,infeksi,kurang tidur, berhubungan
seksual)
2) Trauma psikis (gangguan emosional dan menstruasi)
3) Berlangsung 7-10 hari
4) Rasa panas, gatal dan nyeri
5) Dapat timbul pada tempat yang sama
2. Herpes zoster
Manifestasi klinis herpes zoster dapat dibagi menjadi 3 tahap
berikut:

8
a. Fase Preeruptive (neuralgia preherpetic)
Fase preeruptive ditandai adanya dermatom kulit aepanjang 1
cm atau lebih yang berlansung selama 1-10 hari (rata-rata 48
jam), dermatom kulit biasanya terasa nyeri gatal. Nyeri ni dapat
mensimulasikan sakit kepala, radang selaput mata, neuritis
brakialis, nyeri jantung, usus buntu atau penyakit intra-
abdominal lainnya, serta nyeri panggul. Gejala lain juga
muncul adalah malaise , malgia, sakit kepala, fotofobia, dan
demam tinggi.
b. Fase erupsi (fase letusan akut)
Fase erupsi ditandai dengan tanda berikut ini:
1) Eritema yang tambal sulam
2) Munculnya jaringan parut dapat terjadi jika lapisan
epidermal dan dermal terganggu oleh infeksi sekunder atau
komplikasi lain
3) Gejala akan sembuh lebih 10 hingga 15 hari, sedangkan
penyembuhan total lesi akan memerlukan waktu hingga 1
bulan.
c. Fase PHN
Fase PHN ditandai dengan gejala berikut:
1) Nyeri resisten atau berulang berlangsung selama 30 hari
atau lebih setelah infeksi akut atau setelah semua lesi telah
mengelupas
2) Nyeri biasanya terbatas pada daerah keterlibatan dermatom
asli
3) Nyeri dapat bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-
bulan atau tahun.
2.1.5 Patofisiologi
1. Herpes Simpleks
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah
terinfeksi. Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutann dan
sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang

9
diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan
ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka
yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk
keropeng. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih
dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam
waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut.
Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak
membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan
lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin disertai
dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap
bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat.
Pada wanita, lepuhan dan luka bisa terbentuk divulva dan leher
rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual melalui anus,
maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di
dalam rektum.
Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke
bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih
dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir.
Gejala - gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang
sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul
terdekat dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-
2 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf panggul. HSV-1
mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan
menyebabkan fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus
bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal
oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap
virus lainnya, sehingga gejala dari virus kedua tidak terlalu berat.
Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh
hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan
virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau

10
replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan
menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan
berdiam secara permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil
reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah
infeksi chickenpox pada masa anak – anak. Sekitar 20% orang
yang menderita cacar akan menderita shingles selama hidupnya
dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan
dari ganglion ke kulit area dermatom.
2. Herpes zoster
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela-zoester yang
diyakini sebagai Penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara
inaktif (dormant) di dalam sel-sel saraf di dekat otak dan medula
spinalis. Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami
reaktivasi, virus tersebut berjalan lewat saraf perifer ke kulit. Virus
varisela yang dorman diaktifkan dan timbul vesikel-vesikel
meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di
sekitarnya mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini
biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan/atau rasa terbakar.
Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf torakal, lumbal,
atau kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoester dapat
berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. ( Muttaqin & Sari,
2013)

11
2.1.6 WOC
1. Herpes Simpleks

Herpes Simpleks Virus (HSV) Kontak langsung ke dalam membran mukosa

HSV-1 (kontak dengan air liur) HSV-2 (penularan secara seksual)

Infeksi Primer (2-20 hari)

Lesi berbentuk macula / papula Rasa gatal &


terbakar

Pustula Kerusakan intergritas


kulit
Pecah menjadi ulkus

Genital Respon sistemik tubuh Mata terinfeksi


(konjungtivitis)
Pria : gland penis,batang Wanita, vulva, Opatitis kecil pada
penis,dll klitoris,serviks dan anus) kornea membentuk
gambaran dendrit

Wanita hamil Ulserasi


Struktur kulit berubah ulkus mole

Jalan lahir bayi Jaringan parut dan


Gangguan citra tubuh
kebutaan yang nyata

Resiko infeksi
Resiko mata kering

Nyeri Gangguan pd pola seks Demam

Ansietas
Hipertermi

12
2. Herpes zoster

Predisposisi pada klien pernah menderita Reaktifasi virus varicella-zoester


cacar air, serta imun yang lemah dan
menderita kelainan malignitas
Vesikula yang tersebar

Respon inflamasi lokal Respon inflamasi Respon psikologis


sistemik

Gangguuan Kondisi kerusakan jaringan


Kerusakan Kerusakan gastrointestinal kulit
syaraf integritas mual, anoreksia
perifer kulit Gangguan gambaran
diri
Ketidakseimbangan nutrisi
Nyeri
kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan istirahat dan


tidur

2.1.7 Penatalaksanaan medis


Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala dan m enurunkan
pengeluaran virus. Obat antivirus analognukleosida merupakan
terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase
HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan
replikasi virus. Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh
petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan
valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda
kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala.
Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala
hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6
kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap

13
hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar
75%. Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti
efektif. Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk
mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan
seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk
mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi
herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan,
seperti:
1. Menjaga kebersihan lokal,
2. menghindari trauma atau faktor pencetus.
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara
lokal sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat
bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping,
di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit
dapat juga terjadi. Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan
layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk
menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal
ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual.
Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah:
a. Asiklovir (Zovirus)
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg
BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama
10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol)
dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta
mempercepat penyembuhan.
b. Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif
menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2.
c. Valasiklovir (Valtres)
Adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir
lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan

14
meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%. Oleh karena itu
dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam
darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg
telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari
untuk terapi herpes genitalis episode awal.
d. Gansiklovir
Diberikan secara intravena. Karena toksisitasnya hanya digunakan
untuk mengobati infeksi sitomegalovirus CMV. CMV resisten
terhadap asiklovir karena CMV tidak mengkode limidin kinase.
2.1.8 Pemerriksaan diagnostik
1. Herpes Simplex
Infeksi virus herpes simplex dapat ditegakkan dengan cara isolasi
virus pada kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan tergantung
pada operator, dan pemeriksa kultur dapat menghasilkan hasil
positif dalam 48 jam setelah inokulasi.
2. Herpes zoster
a. Tzanck smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tetapi tidak
dapat membedakan herpes simplex dan zoster
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan herpes virus
c. Immunofluororescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit
d. Pemeriksaan histopatologik
e. Pemeriksaan mikroskop electron
f. Kultur virus
g. Identifikasi antigen/asam nukleat VVZ
h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
2.1.9 Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan
jumlah pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan
adalah langkah pertama menuju pencegahan. Untuk menjaga dari
penyebaran herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka pada
tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka

15
berkembang. Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini.
Herpes bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala.
Untuk meminimalkan risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus
digunakan selama semua kontak seksual. Busa spermisida dan jeli
mungkin menawarkan perlindungan tambahan meskipun bukti
mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat menyebar
dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari
tubuh. Jika Anda menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan
air sesegera mungkin. Juga, tidak berbagi handuk atau pakaian dengan
siapa pun.
Untuk mencegah herpes genitalis adalah sama dengan mencegah
penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk menghindari
terinfeksi dengan HSV yang sangat menular pada waktu lesi ada. Cara
terbaik untuk mencegah infeksi adalah menjauhkan diri dari aktivitas
seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya satu orang
yang bebas infeksi.
Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk
meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus
tersebut pada pasien seropositif usia lanjut. Vaksin herpes zoster dapat
berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen
selular virus tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus
yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi
risiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang
lanjut usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Data demografi
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama : Gejala yang sering menyebabkan penderita
datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi

16
yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita merasakan nyeri yang
hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan
berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat
lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami
demam.
3. Riwayat keluarga
a. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan kepada penderita ada
atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi
virus ini.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Sering diderita kembali oleh klien
yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki
riwayat penyakit seperti ini
4. Riwayat psiko-sosio
Kaji respon pasien terhadap penyakit byang diderita serta peran
dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun
masyarakat.
5. ADL
a. Aktivitas dan Istirahat : Apakah pasien mengeluh merasa
cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik : Bagaimana pola nutrisi pasien,
apakah terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan : Dengan adanya nyeri dan gatal
yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas pasien.
d. Pola Hubungan dan peran : Klien akan sedikit mengalami
penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra
tubuh.
6. Riwayat diet
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran

17
2) TTV
b. Head To Toe
1) Kepala : Bentuk, Kulit kepala
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan
rambut tertata rapi.
3) Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri
tekan, tidak ada penurunan penglihatan.
4) Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret,
tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia. Anosmia,
parosmia, kakosmia.
5) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan
keloid.
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya
benda asing.
b) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada
otitis media dan mastoidius.
c) Pemeriksaan pendengaran
Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan
mendengar lebih keras.
Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
6) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah
muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.

18
7) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri
tekan.
8) Thorak : Bentuk : simetris, Pernafasan : regular
9) Abdomen
a) Inspeksi: Bentuk : normal simetris, Benjolan : tidak
terdapat benjolan
b) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
c) Perkusi : Suara abdomen : tympani.
8. Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus
vagina, dan serviks
Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan
keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
kelenjar limferegional
9. Ekstremitas : Tidak terdapat luka dan spasme otot.
10. Integument : Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang
nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis: inflamasi jarngan
2. Gangguan integrritas kulit b.d vesikel lyang udah pecah

19
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat
penyakit herpes simpleks
4. Resiko infeksi b.d pemajanan melalui kontak ( kontak
langsung,tidak langsung, kontak droplet)

20
2.2.3 Intervensi keperawatan
NO. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Pengalaman sensorik atau emosional yang 1. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual meningkat) menjadi skala 4 (cukup nyeri
atau fungsiional, dengan onset mendadak menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
atau lambat dan berintensitas ringan hingga 2. Meringis dari skala 3 (sedang) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan menjadi skala 4 (cukup menurun) 4. Identifikasi factor yang
Penyebab: 3. Sikap protektif dari skala 3 (sedang) memperberat dan memperingan
1. Agen pencedera fisiologis (mis. menjadi skala 4 (cukup menurun) nyeri
Inflamasi, iskemia, neoplasma) 4. Gelisah dari skala 2 (cukup 5. Monitor efek samping penggunaan
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, meningkat) menjadi skala 4 (cukup analgetik
bahan kimia iritan) menurun) 6. Berikan teknik nonfarmakologis
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 5. Kesulitan tidur darri skala 3 (sedang) untuk mengurangi rasa nyeri
amputasi, terbakar, terpotong, menjadi skala 4 (cukup menurun) 7. Kontrol lingkungan yang
mengangkat berat, prosedur operasi, memperberat rasa nyeri
trauma, latihan fisik berlebihan) 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
Gejala dan tanda mayor 9. Jelaskan penyebab, periode dan

21
Subjektif : mengeluh nyeri pemicu nyeri
Objektif: 10. Anjurkan memonitor nyeri secara
1. Tampak meringis mandiri
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi 11. Jelaskan pemberian analgetik
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif :
1. Tekanan darah meeningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Kondisi klinis terkait

22
1. Kondisi Pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
2. Gangguan integritas kulit/jarringan Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi penyebab gangguan
Kerusakan kulit (dermis dan / epidermis) atau 1. Kerusakan jaringan kdari skala 2 integritas kulit
jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, (cukup meningkat) menjadi skala 4 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
otot, tendon, tuulang, kartilago, kapsul/sendi (cukup menurun) baring
dan/atau ligament) 2. Kerusakan lapisan kulit dari skala 2 3. Gunakan produk tambahan
Penyebab: (cukup meningkat) menjadi skala 4 petroleum atau minyak pada kulit
1. Perubahan sirkulasi (cukup menurun) kering
2. Perubahan status nutrisi 3. Nyeri dari skala 3 (sedang) menjadi 4. Anjurkan menggunakan pelembab
3. Kekurangan/ kelebihan volume cairan skala 5 (menurun) 5. Anjurkan minum air yang cukup
4. Penurunan mobilitas 4. Perdarahan dari skala 2 (cukup 6. Anjurkan menggunakan asupan
5. Bahan kimia iriattif meningkat) menjadi skala 4 (cukup nutrisi
6. Suhu lingkungan yang ekstrim menurun) 7. Anjurkan meningkatkan asupan
7. Faktor mekanis atau factor elektris 5. Kemerahan dari skala 1 (meningkat) buah dan sayur

23
8. Efek samping terapi radiasi menjadi skala 4 (cukup menurun) 8. Anjurkan menghindari terpapar susu
9. Kelembapan 6. Pigmentasi abnormal dari skala 3 ekstrem
10. Neuropati perifer (sedang) menjadi skala 4 (cukup
11. Perubahan pigmentasi menurun)
12. Perubahan hormonal 7. Suhu kulit dari skala 2 (cukup
13. Kurang terpaapr informasitentang upaya memburuk) menjadi skala 4 (cukup
mempertahankan/melindungi integritas membaik)
jaringan 8. Tekstur dari skala 3 (sedang)
Gejala dan tanda mayor menjadi skala 4 (cukup membaik)
Subjektif : -
Objektif: Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit
Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif : Nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma
Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasai
2. Gagal jantung kongesif

24
3. Gagal jantung
4. Diabetes mellitus
5. Imunodeficienci (mis. AIDS)
3. Gangguan citra tubuh Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
Definisi Kriteria Hasil 1. Identifikasi harapan citra tubuh
Perubahan persepsi teentang penampila, 1. Melihat bagian tubuh dari skala 2 berdasarkan tahap perkembanagn
strukturr dan fungsi fisik individu (cukup menurun) menjadi skala 4 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
Penyebab (cukup meningkat) terhadap diri sendiri
1. Perubahan struktu/bentuktubuh (mis. 2. Menyentuh bagian tubuh dari skala 2 3. Diskusikan peruhan tubuh dan
Amputasi, trauma, luka bakar, obesitas, (cukup menurun) menjadi skala 4( fungsinya
jerawat) cukup membaik) 4. Diskusikan perbedaan penampilan
2. Perubahann fungsi tubuh 3. Verbalisasi perasaan negatif tentang fisik terhadap harga diri
3. Perubahaan fungsi kognitif perubahan tubuh dari skali 3 5. Diskusikan kondisi stress yang
4. Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau (sedang) menjadi skala 4 (cukup mempengaruhi citra tubuh
system nilai menurun) 6. Jelaskan pada keluarga tentang
5. Transisi perkembangan 4. Verbalisasai kekhawatiran pada perawatan perubahan ccitra tubuh
6. Gangguan psikososial penolakan/reaksi orang lain dari
7. Efek tindakan/pengobatan skala 4 (cukup menurun) menjadi
Gejala dan tanda mayor skala 5 (menurun)

25
Subjektif : mengunakan kecacatan / 5. Menyeembunyikan bagian tubuh
kehilangan bagian tubuh berlebihan dari skala 2 (cukup
Objektif: meningkat) menjadi skala 4 (cukup
1. Kehilangan bagian tubuh menurun)
2. Fungsi/strruktur tubuh berubah/hilang 6. Respon nonverbal pada perubahan
Gejala dan tanda minor tubuh dari skala 3 (sedang) menjadi
Subjektif skala 4 (cukup membaik)
1. Tidak mau mengunggkapkan kecacatan /
kehilangan bagian tubuh
2. Mengungkapkan perasaan negative
tentang perubahan tubuh
3. Menguungkapkan kekhawatiranpada
penolakan/reaksiorang lain
4. Mengungkapan perubahan gaya hidup
Objektif
1. Menyembunyiakan/menunjuukkan
bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh
bagian tubuh

26
3. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4. Respon non verbal pada perubahhan dan
persepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan kekuatan
masa lalu
6. Hubungann social berubah
Kondisi klinis terkait
1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
4. Parut atau luka bakar yang terlihat
5. Obesitas
6. Hiperpigmentasi pada kehamilan
7. Gangguan psikiatrik
8. Program terapi neoplasma
9. Alopecia chemically induced
4. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Manajemen Imunisasi / Vaksinasi
Definisi Kriteria Hasil 1. Identifikasi riwayat kesehatan dan
Berisiko mengalami peningkatan terserangg 1. Kebersihan badan dari skala 3 riwayat alergi

27
organisme patogenik (sedang) menjadi skala 4 (cukup 2. Identifikasi kontraindikasi
Faktor resiko meningkat) pemberian imunisasi
1. Penyakit kronis (mis. Diabetrs mellitus) 2. Demam dari skala 2 (cukup 3. Dokumentasikan informasi
2. Efek prosedur invasive meningkat) menjadi skala 4 (cukup vaksinasi
3. Malnutrisi menurun) 4. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen 3. Kemerahan dari skala 1 (meningkat) yang terjadi, jadwal dan efek
lingkuungan menjadi skala 4 (cukup menurun) samping
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh 4. Nyeri dari skala 2 (cukup meningkat) Pencegahan Infeksi
primer: menjadi skala 4 (cukup menurun) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
a. Gangguan peristaltik 5. Bengkak dari skala 3 (sedang) local dan sistemik
b. Kerusakan integritas kuliit menjadi skala 4 (cukup menurun) 2. Berikan perawatan kulit pada area
c. Perubahan sekresi Ph 6. Kadar sel darah putih dari skala 3 edema
d. Penurunan kerja siliaris (sedang) menjadi skala 4 (cukup 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
e. Ketuban pecah lama membaik) kontak dengan pasien dan
f. Ketuban pecah sebelum waktunya lingkungan pasien
g. Merokok 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
h. Statis cairan tubuh 5. Ajarkan cara mencuci tangan
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh dengan benar
skunder 6. Anjurkan meningkatkan asupan

28
a. Penurunan hemoglobin nutrisi
b. Imununosupresi 7. Anjurkan meningkatkan asupan
c. Leukopenia cairan
d. Supresi respon inflamasi 8. Kolaborasi pemberian imunisasi
e. Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasive
6. Kanker
7. Gagal ginjal
8. Gangguan fungsi hati

29
2.1.3 Discharge Planing
1. Jalani pola hidup yang bersih dan higienis
2. Jaga agar lesi tetap lembab,tidak kering
3. Berikan kompres es atau hangat pada lepuhan-lepuhan yang timbul
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau
cukur bersama
5. Hindari memencet atau memecahkan lepuhan karena dapat
menyebabkan infeksi sekunder
6. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis lepuhan karena
dapat menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang
mengakibatkan kebutaan
7. Cucilah tangan setiap kali sesudah menyentuh herpes

30
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Ny. Y umur 33 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 23 September 2019
dengan diantar oleh suaminya. Ny. Y mengeluh adanya rasa tidak nyaman, gatal
dan adanya lepuhan terasa seperti terbakar yang bergerombol dan dikelilingi oleh
daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah
genetalia.Sebelumnya Ny. Y mengalami gatal-gatal selama 6 hari. Ny. Y sering
merasakan demam di malam hari. Ny. Y mengeluh nyeri di daerah genetalia dan
kulitnya. Beliau mengatakan hanya sebagai ibu rumah tangga dan suaminya
bekerja sebagai buruh pabrik. Dari hasil observasi keadaan umum, Ny. Y terlihat
lemas, kesadaran Compos Mentis, status emosional stabil, tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 82 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, suhu 38,7o C, terdapat
vesikel yang multipel di daerah mulut dan kulitnya, Leukosit < 4000/mmk.

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN


3.1.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Nama : Ny. Y
b. Umur : 33 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Alamat : Wonokromo Surabaya
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
h. Diagnosa Medis : Herpes Simplex
i. No. Register :123xxx
2. Keluhan Utama
Gatal dan nyeri pada daerah kemaluan
3. Riwayat penyakit sekarang
Sebelumnya Ny. Y mengalami gatal-gatal selama 6 hari. Ny. Y
mengeluh nyeri di daerah genetalia, adanya lepuhan yang

31
bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada daerah genetalia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini,
pasien juga tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya
diolesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.
5. Riwayat penyakit dahulu
Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes
menyerang daerah genetalia dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu
penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh.
6. Genogram

7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,7o C
b. Pemeriksaan B1 – B6
1) B1 ( Breathing )Paru – paru
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

32
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
2) B2 ( Blood )Jantung
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Palpasi : Teraba normal
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Normal (S1 S2 tunggal)
3) B3 ( Brain )
Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
4) B4 ( Bladder )
BAK tidak menentu, tidak ada nyeri tekan di area bladder.
adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh
daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada
daerah kemaluan.
5) B5 ( Bowel )
Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi makanan tetap
habis.
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, tidak ada massa
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ( + )
6) B6 ( Bone )
Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas
maupun bawah. Kulit lembab, turgor baik, tidak terdapat
pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada
hiperpigmentasi.
8. Pola Aktivitas Sehari – hari
a. Pola Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera
dibawa tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik
maupun dokter.

33
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari
(porsi makan +/- 7-8 sendok makan) ditambah makanan ringan
serta minum 8 gelas/ hari (1500ml/hari). Namun saat sakit
nafsu makan pasien berkurang, tetapi tidak sampai kehilangan
nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat menghabiskan
porsi makannya.
c. Pola Eliminasi
Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya,
walaupun pasien tetap kencing dengan frekuensi seperti
biasanya, tetapi pasien merasa nyeri saat berkemih.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan
tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari. Ketika sakit pasien kadang
mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan
gatal pada daerah tubuh teutama kulit.
e. Pola Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua
alat indera pasien masih berfungsi dalam batas normal.
f. Pola Aktivitas
Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak
mengurangi aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat
berjalan.
g. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan
berusaha menerima segala kondisinya saat ini.
h. Pola Peran Dan Hubungan
Pasien agak risih dengan keadaannya saat ini. Terutama
hubungan dengan sang suami.

34
i. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan
mempunyai seorang anak. Selama sakit pola seksualitas
terganggu.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Pasien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan
sembuh, tetapi harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa
untuk terus berdoa.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Agama
Pasien masih menjalankan ibadah rutin.

35
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1. DS : Faktor mekanis Gangguan


Klien mengeluh gataldan integritas kulit
seperti terbakar pada daerah
genetalia dan kulitnya
DO :
1. Adanya lepuhan
2. Kemerahan
3. gelembung cair pada daerah
genetalia
4. TTV:
TD : 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,7o C
2. DS : Agen pencedera Nyeri Akut
Klien mengeluh nyeri di daerah fisiologis
genetalia dan kulitnya.
P : Nyeri karena Herpes
Simplex
Q: Seperti terbakar
R: Genitalia
S: 7
T: Terus menerus
DO :
1. Klien tampak meringis
2. Adanya lepuhan
3. Kemerahan
4. gelembung cair pada daerah
genetalia

36
3. DS: Proses penyakit Hipertermi
Klien mengatakan sering
demam di malam hari.
DO:
Klien terlihat lemas, kesadaran
Compos Mentis, status
emosional stabil.
Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,7o C

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor mekanis
yang dibuktikan dengan adanya lepuhan, kemerahan, gelembung cair
pada daerah genetalia
2. Nyeri akutyang berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yang
dibuktkan denganadanya lepuhan, kemerahan, gelembung cair pada
daerah genetalia.
3. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit yang dibuktikan
dengan suhu diatas normal 38,7oC

37
3.1.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1. Gangguan integritas kulit Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integrritas Kulit
Kode : L. 14125 1. Identifikasi penyebab
Kriteria hasil: gangguan integritas kulit
1. Perfusi jaringan dari skala 2 2. Bersihkan perineal dengan
(cukup menurun) menjadi air hangat
skala 4 (cukup meningkat) 3. Gunakan produk berbahan
2. Kerusakan jaringan dari petroleum atau minyak pada
skala 2 (cukup meningkat) kulit kering
menjadi skala 4 (cukup 4. Hindari produk berbahan
menurun) dasar alcohol pada kulit
3. Kerusakan lapisan kulit dari kering
skala 3 (sedang) menjadi 4 5. Anjurkan me nggunakan
(cukup menurun) pelembab
4. Nyeri dari skala 2 (cukup 6. Anjurkan minum air yang
meningkatt) menjadi skala 5 cukup
(menurun) 7. Anjurkan meningkatkan

38
5. Kemerahan dari skala 2 asupan nutrisi
(cukup meningkat) menjadi 8. Anjurkan menghindari
skala 4 (cukup menurun) terpapar suhu ekstrem
6. Pigmentasi abnormal dari
skala 3 (sedang) menjadi
skala 4 (cukup menurun)
7. Suhu kulit dari skala 2
(cuykup memburuk)
menjadi skala 4 (cukup
membaik)
8. Tekstur dari skala 3
(sedang) menjadi skala 4
(cukup membaik)
2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Kode : L. 08066 1. Identifikasi lokasi,
Kriteria hasil karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri dari skala 2 frekuensi, kualitas,
(cukup meningkat) menjadi intensitas nyeri
skala 4 (cukup menurun) 2. Identifikasi skala nyeri

39
2. Meringis dari skala 3 3. Identifikasi respon nyeri
(sedang) menjadi skala 4 non verbal
(cukup menurun) 4. Identifikasi factor yang
3. Sikap protektif dari skala 3 memperberat dan
(sedang) menjadi skala 4 memperingan nyeri
(cukup mrnurun) 5. Berikan teknik non
4. Kesulitan tidur dari skala 3 farmakologis untuk
(sedang) menjadi skala 4 mengurangi rasa nyeri :
(cukup menurun) kompres dingin
5. Diaforesis dari skala 2 6. Pertimbangkan jenis dan
(cukup meningkat) )menjadi sumber nyeri dalam
skala 4 (cukup menurun) pemilihan strategi
meredakan nyeri
7. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Anjurkan memonitar nyeri
secara mandiri

40
10. Kolaborasi pemberian
analgetik
3. Hipertermi Termoregulasi Manajamen Hipertermia
Kode : L. 14134 1. Identifikasi penyebab
Kriteria Hasil hipertermiia
1. Kulit merah dari skala 2 2. Monitor suhu tubuh
(cukup meningkat) menjadi 3. Monitor kadar elektrolit
skla 4 (cukup menurun) 4. Sediakan lingkungan yang
2. Suhu tubuh dari skala 2 dingin
(cukup memburuk) menjadi 5. Berikan cairan oral
skala 4 (cukup membaik) 6. Anjurkan tirah baring
3. Suhu kulit dari skala 3
(sedang) menjadi skala 4
(cukup membaik)

41
3.1.4 Implementasi

Tanggal / jam No. Dx. Tindakan


24 – 09 – 2019 1 1. Mengidentifikasi penyebab gangguan
08.30 – 10.00 integritas kulit
2. Membersihkan perineal dengan air hangat
3. Menggunakan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
4. Mengindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering

11.00 – 13.00 1. Anjurkan me nggunakan pelembab


2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
25 – 09 – 2019 2 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
08. 30 – 10.00 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
4. Mengidentifikasi factor yang memperberat
dan memperingan nyeri
5. Memberikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri : kompres dingin

11.00 – 13.30 1. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam


pemilihan strategi meredakan nyeri
2. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
3. Jelaskan strategi meredakan nyeri
4. Anjurkan memonitar nyeri secara mandiri
5. Kolaborasi pemberian analgetik

26 – 09 – 2019 3 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermiia

42
08.00 – 10. 45 2. Memonitor suhu tubuh
3. Memonitor kadar elektrolit

12.00 – 13. 30 1. Menyediakan lingkungan yang dingin


2. Memberikan cairan oral
3. Menganjurkan tirah baring

43
3.1.5 Evaluasi

Tanggal / jam No. Dx. Evaluasi


24 – 09 – 2019 1 S: Klien mengeluh gataldan seperti terbakar
09.00 pada daerah genetalia dan kulitnya
O: Adanya lepuhan
1. Kemerahan
2. Gelembung cair pada daerah genetali
3. TTV:
TD : 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,7o C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
25 – 09 – 2019 2 S: Klien mengeluh nyeri di daerah genetalia
09.00 dan kulitnya.
P : Nyeri karena Herpes Simplex
Q: Seperti terbakar
R: Genitalia
S: 7
T: Terus menerus
O:
1. Klien tampak meringis
2. Adanya lepuhan
3. Kemerahan
4. Gelembung cair pada daerah genetalia
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
26 – 09 – 2019 3 S: Klien mengatakan sering demam di malam
09.0- hari.
O:

44
Klien terlihat lemas, kesadaran Compos
Mentis, status emosional stabil.
Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,7o C
A: Masalah teratasi sebagaian
P: Intervensi dilanjutkan

45
ULASAN JURNAL

Judul : Infeksi Herpes Simpleks Pada Kehamilan


Penulis : Fauzia Andrini Djojosugit
Tahun : 2016
Pembahasan Jurnal
1.1 Latar Belakang
Virus herpes simpleks adalah salah satu penyebab paling umum penyakit
menular seksual. Infeksi ini umum terjadi pada wanita usia reproduksi dan
dapat menyebabkan sequealae parah bagi janin dan neonatus karena virus
ini dapat ditularkan ke janin selama kehamilan dan bayi baru lahir. Infeksi
herpes simpleks dapat terjadi sebagai infeksi primer atau primer dan
infeksi berulang. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala. Jarang
selama intrauterin, risiko penularan ibu-janin dapat meningkat selama
trimester terakhir kehamilan dan persalinan. Berdasarkan jenis infeksi,
primer atau berulang, melakukan pengobatan dengan obat antivirus atau
melahirkan dengan operasi caesar dapat mengurangi risiko infeksi
neonatal
1.2 Hasil
Risiko tertinggi infeksi neonatal terjadi jika ibu hamil terinfeksi HSV pada
trimester ketiga kehamilan. Oleh karena itu persalinan secara sectio sesaria
merupakan keharusan pada wanita hamil yang terinfeksi HSV primer
maupun non primer pada trimester akhir kehamilan. Selain itu, membatasi
penggunaan monitoring invasif pada wanita yang akan bersalin dapat
menurunkan kejadian infeksi neonatal.
Terdapat penentuan cara persalinan menurut status infeksi HSV yang
diderita, yaitu :
1. Manajemen infeksi HSV primer pada kehamilan
Jika infeksi primer terjadi pada trimester 1 atau 2 kehamilan,
disarankan untuk melakukan kultur virus dari sekret genital pada umur
kehamilan 32 minggu. Jika 2 kali hasil kultur menunjukkan hasil
negatif dan tidak ada lesi genital herpetika aktif pada saat persalinan,
maka dimungkinkan untuk dilakukan persalinan pervaginam. Jika

46
terjadi serokonversi pada saat persalinan, yang artinya risiko transmisi
HSV kepada fetus rendah karena neonatus telah terproteksi oleh
antibodi maternal, maka tindakan sectio sesaria tidak perlu dilakukan.
Jika infeksi primer didapatkan pada trimester 3 kehamilan, maka
tindakan sectio sesaria harus dilakukan karena serokonversi yang
adekuat tidak akan terjadi pada 4 sampai 6 minggu gestasi akhir
sehingga bayi berisiko untuk terinfeksi jika dilahirkan pervaginam.
2. Manajemen terapi infeksi HSV rekuren pada kehamilan
Bagi para wanita hamil dengan episode rekuren herpes genital yang
terjadi beberapa minggu sebelum taksiran persalinan, dibutuhkan
terapi supresif dengan acyclovir atau valacyclovir sepanjang 4 minggu
terakhir kehamilan. Selain itu dilakukan kultur virus dari sekret servix-
vagina pada saat umur 36 minggu kehamilan. Jika tidak terdeteksi lesi
herpes secara klinis tetapi kultur virus positif pada saat persalinan,
maka dibutuhkan tindakan sectio sesaria untuk persalinannya.
Sebaliknya, bila tidak ditemukan lesi dan kultur virus negatif, maka
dapat dilakukan persalinan pervaginam.
1.3 Kesimpulan
Herpes genital adalah penyakit kronis yang dapat dicegah. Penyakit
yang simtomatis dapat menyebabkan morbiditas secara fisik dan
psikososial, walaupun sebagian besar infeksi HSV adalah subklinis.
Manifestasi klinis infeksi HSV dapat bermacam-macam, oleh karena itu
setiap ibu hamil yang diduga menderita infeksi HSV harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan penunjang. Manajemen herpes genital kepada pasien
harus meliputi pengobatan antiviral, konseling dan edukasi mengenai
pencegahan transmisi. Selain manajemen pada wanita hamil yang
terinfeksi dan neonatus. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
memonitor trend HSV-1 dan HSV2 dan juga strategi efektif untuk
pencegahan infeksi HSV misalnya dengan pengembangan vaksin yang
efektif untuk HSV.

47
BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan
Penyakit herpes disebabkan oleh virus, yaitu virus Herpes Simpleks tipe 1
dan 2. dimana akibat yang ditimbulkan berupa luka pada kulit, rasa nyeri,
panas, dan lepuhan seperti luka terbakar.Upaya pencegahan dapat dilakukan
dengan menghindari kontak langsung, memperkecil kemungkinan terjadinya
penularan secara tidak langsung, tidak memakai benda bersama-sama dengan
penderita herpes, dan menghindari faktor pencetus.
Herpes Simplex merupakan infeksi virus karakteristik berupa lesi primer,
berbentuk visikel pada kulit, dan selaput lendir, laten, dan tendensi timbul
terlokalisasi yang bertendensi kambuh kembali.
Terdapat dua tipe virus herpes simplex yang diketahui menyebabkan
infeksi pada kulit dan lapisan mukosaadalah virus herpes tipe 1 yang masuk
melalui oral dan virus herpes simpleks tipe 2 yang masuk melalui genital
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini lebih lanjut

48
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta. Saleemba Medika

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Cetakan 2. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI

PPNII. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Cetakan 2. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat PPNI

Rahariani, Loetfia Dwi, S.Kp, M.Si. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan System Integument. Jakarta : EGC

Siregar, R.S. 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 3. Jakarta : EGC

Soedarto. 2009. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta : Cv sagung seto

Twtty Setiowati & Deswati Furqonita. 2007. Biologi Interaktif Jilid 1. Jakarta:
Azka pres

49

Anda mungkin juga menyukai