Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPRESI MASA NIFAS / POST PARTUM

(PUERPERIUM)

OLEH :

DESIATI MAHARANI, S.Kep

NIM : 113063J120016

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2020
I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

A. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam

rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak

di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur

akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Purwaningsih, W. 2010 ).

1. Stuktur eksterna

Gambar 1.1 Struktur Eksterna Organ Reproduksi Wanita

(Sumber : Syaifudin, 2015)

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.

Vulva ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,

berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke

belakang dibatasi perineum.


b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan

berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang

di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan

ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas,

mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama

koitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang

menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.

Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia

minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi

labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang

belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora terletak

berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah

melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada perineum,

labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka. Penurunan

produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan arah

lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada

jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke

arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak

tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan

suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas,

yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.


d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan

kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang, memanjang ke arah

bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara

bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan

medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang

sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan

memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional

atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva.

Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga

meningkatkan fungsi erotiknya.

e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak

tepat di bawah arkus pubis.Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang

terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang.Ujung badan klitoris dinamai

glans dan lebih sensitif dari pada badannya.Saat wanita secara seksual

terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris

menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki

aroma khas dan berfungsi sebagai feromon.Istilah klitoris berasal dari kata

dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap

sebagai kunci seksualitas wanita.Jumlah pembuluh darah dan persarafan

yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan

sensasi tekanan.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau

lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum

terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar


paravagina.Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah

teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan

dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi

orifisium vagina

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,

dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis

tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis

terletak di antara fourchette dan himen.

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus

vagina dan anus.

2. Struktur interna

Gambar 1.2 Struktur Interna Organ Reproduksi Wanita

(Sumber : Syaifudin, 2015)

a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di

belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya,

yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium


dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior,

dan ligamentum ovarii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus.

Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan

memproduksi hormon.Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung

banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa usia subur

ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam

jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi

wanita normal.

b. Tuba fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan

berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10

cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum.

Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh

gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi

gerakan peristaltis. Aktivitas peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi

lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang

tampak mirip buah pir yang terbalik.Uterus normal memiliki bentuk

simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga

bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba

fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum

uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan

korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah

pada masa hamil.


Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan

endometrium, kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu

lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan

permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan

lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan

miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot polos

yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk lapisan

luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus, membuat

lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium. Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri,

kecuali seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat

kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat

dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena peritonium

perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat dan mampu

meregang secara luas.Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap

stimulai esterogen dan progesteron.sel-sel mukosa tanggal terutama selama

siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa

vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan

vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah.


Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen

mempertahankan keasaman. Apabila PH naik diatas lima, insiden infeksi

vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahankan

kebersihan relatif vagina.

II. Konsep Depresi Masa Nifas / Post partum (Puerterium)

A. Konsep Medis

1. Definisi

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-

kira 6 minggu (Abdul Bari,2000). Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih

kembali, mulai dari persalinan  sampai alat-alat kandungan kembali seperti

pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu minggu (Mochtar, 2001).

Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Wanita

yang melalui periode puerperium disebut puerpura.

Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan

untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian

yang terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2006 ).

Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu

kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya

anggota keluarga baru (Mitayani, 2009)

Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas

waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relative pendek darah sudah

tidak keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa

nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas

berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.

Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah

melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapan pun bahkan

sampai 1 tahun kedepan. Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt

pada tahun 1988. Pitt menyatakan bahwa depresi post parum adalah depresi

yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah

marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk

berhubungan intim dengan suami).

Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami

„kesedihan sementara‟ yang berlangsung sangat cepat pada masa awal pasca

melahirkan disebut dengan postpartum baby blues, baby blues syndrome

atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut

dengan psikosis postpartum atau melankolia. Di antara 2 keadaan gangguan

emosional pasca melahirkan tersebut, terdapat keadaan yang relatif

mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut dengan neurosa depresi

atau postpartum depression atau depresi pasca melahirkan.

Menurut (Bobak dkk, 2015), postpartum depression atau depresi pasca

melahirkan adalah depresi yang terjadi dalam kurun waktu enam bulan

setelah melahirkan, berlangsung lebih lama dari pada postpartum baby

blues, dan ditandai oleh berbagai gejala.

Menurut Hagen (dalam Yanita & Zamralita, 2001), postpartum

depression adalah depresi yang dialami oleh perempuan primipara, terjadi

selama satu bulan setelah melahirkan yang terlihat dalam beberapa gejala,

seperti perasaan sedih terus menerus, kurangnya minat pada aktivitas sehari-

hari, menurunnya atau meningkatanya berat badan, sulit tidur atau kelebihan

tidur, kecemasan berlebihan akan keadaan bayinya, mimpi buruk, kelelahan,


perasaan tidak berguna, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi, hingga

munculnya keinginan untuk bunuh diri atau bahkan ingin menyakiti bayinya.

Sloane dan Benedict (1997) mengungkapkan bahwa depresi postpartum

merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan, dan mungkin seorang ibu baru

akan merasa benar-benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu,

tertindih oleh beban tanggung jawab terhadap bayi dan keluarganya, tidak

bisa melakukan apapun


untuk menghilangkan perasaan tersebut. Depresi pasca melahirkan ini dapat

berlangsung sampai 3 bulan atau lebih dan dapat berkembang menjadi depresi

yang lain yang lebih berat.

Depresi pasca melahirkan didefinisikan sebagai gangguan perasaan yang

ditandai dengan munculnya kesedihan, perasaan bersalah, inadekuasi, rasa sedih

berlebihan, kehilangan harapan, kehilangan energi, kesulitan tidur,

ketidakmampuan berkonsentrasi, dan perubahan suasana hati, dengan onset 4

minggu setelah masa kelahiran (American Psychiatric Association, 1994, dalam

Schallmoser, 2013).

Postpartum depression adalah depresi pasca persalinan yang berlangsung

sampai berminggu-minggu atau bulan dan kadang individu yang mengalaminya

tidak menyadari bahwa hal ini merupakan penyakit. Depresi pasca melahirkan

tidak hanya berdampak pada kesehatan, perkawinan, dan kehidupan keluarga sang

ibu, namun juga akan mempengaruhi pembentukkan ikatan antara ibu dan anak,

yang akan berdampak pada kesehatan mental serta perkembangan dari anak

(Clark, dkk, 2009, dalam Zhang & Jin, 2014).


Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa

mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan yaitu wanita

tersebut secara social dan emosional merasa terasingkan atau mudah

tegang dalam setiap kejadian hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post

partum adalah gangguan emosional atau suasana hati pasca persalinan

yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan

dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai 1

tahun yang ditandai dengan dengan perasaan sedih berlebihan,

ketidakmampuan berkonsentrasi, rasa putus asa, sulit tidur atau tidur

berlebih, perubahan suasana hati, kurangnya minat pada aktivitas

sehari-hari, menurun atau meningkatnya berat badan, kecemasan

berlebihan terhadap bayi, hingga ada perasaan ingin bunuh diri atau

menyakiti bayi, tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.

Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami

“kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal

postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis

postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut

terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang

yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.


2. Etiologi

Menurut (Kruckman, 2015), menyatakan terjadinya depresi

postpartum dipengaruhi oleh faktor :

a. Faktor Biologis

1. Faktor Hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar

sejumlah hormon dalam tubuh ibu pasca persalinan secara

tiba-tiba dalam jumlah besar, yaitu estrogen, progesteron,

prolaktin, yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam

masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu

cepat atau terlalu lambat yang menimbulkan reaksi afektif

tertentu.

2. Faktor Kelelahan Fisik yang terjadi akibat proses persalinan

yang baru dilalui, seperti dehidrasi, kehilangan banyak

darah, atau faktor fisik lainyang dapat menurunkan

kesehatan ibu.

b. Faktor Konstitusional

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah

riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai

bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan

sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara.

Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah

melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau

dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak

1
paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus

tetap dirawat.

c. Faktor fisik

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya

gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa

faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan

faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah

melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran

dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada

keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang

menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor

penyebab yang sudah pasti.

d. Faktor psikologi

Peralihan dari seseorang yang sendiri dan kini menjadi ada

tambahan seorang bayi yang harus dirawat dan dibesarkan. Serta

ada karakteristik lain individu, yaitu ibu primipara atau

melahirkan pertama dan ibu yang berusia remaja.

e. Faktor sosial

1) Respon terhadap kehamilan dan persalinan, yaitu:

 Perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan

terhadap peran baru sebagai ibu.

 Tidak ada pengalaman dalam pengasuhan anak.

2) Kenyataan persalinan yang tidak sesuai dengan harapan

 Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang tidak

2
mampu bertanggung jawab sebagai ibu.

3) Keadaan sosial ekonomi

 Keadaan sosial ekonomi yang tidak mendukung

4) Dukungan sosial

 Ketegangan dalam hubungan pernikahan dan keluarga.

 Wanita tidak bersuami.

 Wanita yang tidak memiliki teman atau anggota keluarga

untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian padanya.

 Kurangnya dukungan dari suami dan orang sekitar.

f. Faktor karakteristik ibu

a. Faktor umur

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi

seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30

tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal

bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan

yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali

dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk

menjadi seorang ibu.

b. Faktor pengalaman.

Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan

oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2012) mengatakan bahwa

depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan

3
primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang

berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali

baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan

suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan

hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah

kelahiran bayi pertama.

c. Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan

sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan

yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan

aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu

rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono,

2015).

d. Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis

yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar

trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan

semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan

kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi

depresi pascasalin.

e. Faktor dukungan sosial.

4
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan,

persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena

kehamilannya sedikit banyak berkurang.

3. Manifestasi Klinis

Menurut (Feldman, 2015) gejala yang muncul dalam depresi post

partum yaitu :

a. Suasana hati tertekan

b. Mudah menangis

c. Perubahan mood (suasana hati berubah)

d. Kurang nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan

e. Perasaan sedih

f. Perasaan tidak berharga

g. Mudah marah

h. Kelelahan

i. Insomnia (Gangguan tidur)

j. Merasa terganggu dengan perubahan fisik

k. Sulit konsentrasi

l. Melukai diri sendiri

m. Anhedonia (hilang minat)

n. Menyalahkan diri sendiri

o. Ketidakberdayaan, tidak memiliki harapan untuk masa depan

p. Tidak mau berhubungan dengan orang lain.

q. Agitasi atau kecemasan (rasa tidak aman)

5
r. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau

dirinya sendiri.

s. Ketidakmampuan untuk menikmati kegiatan yang

menyenangkan.

t. Perasaan tidak mampu sebagai orang tua.

u. Gangguan konsentrasi.

v. Kehilangan energi.

w. Pikiran tentang kematian, bunuh diri, atau pembunuhan bayi.

x. Gejala fisik yang dialami, diantaranya adalah sakit kepala,

nyeri dada, denyut jantung cepat, sesak nafas ringan.

y. Kehilangan gairah untuk melakukan hubungan seksual.

4. Patofisiologi

6
Pathway

5. Pemeriksaan Diagnostik

Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan

pada riwayat dan gejala-gejala mengikuti Diagnostic And Statisctical

7
Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV). Sebagai

penunjang untuk menegakkan diagnosis, secara luas menggunakan uji

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)

EPDS adalah suatu kuesioner untuk mengevaluasi ada tidaknya

simtom depresi pada seseorang, yang berupa self report scale terdiri

dari kumpulan 10 pokok, setiap pernyataan skala mengukur intensitas

simtom depresi dari 0 sampai 3 (ya, hampir sepanjang waktu hingga

tidak sama sekali) total skor dari 0 sampai 30. Skor 13 atau lebih

mengindikasikan depresi.

6. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan medis depresi masa nifas / postpartum :

Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi

postpartum diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal

therapy, dan prophylactic treatment.

1. Farmakologis

Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi

postpartum, diberikan pengobatan dengan antidepressant.

Pemberian selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs)

seharusnya diberikan pada pasien karena golongan obat

tersebut mempunyai resiko efek toksik yang rendah. SSRis

bisa membantu pasien yang tidak mempunyai respon bagus

terhadap tricyclic antidepressant, golongan antidepressant

lainnya dan cenderung ditoleransi lebih baik dengan dosis yang

rendah. Bagaimanapun, jika pasien sebelumnya mempunyai

8
respon baik terhadap obat antidepressant jenis lainnya, obat

tersebut secara kuat dipertimbangkan untuk diberikan kembali.

Golongan obat lainnya yang digunakan pada pasien

depresi postpartum adalah tricyclic antidepressant (TCAs).

Cara kerja obat golongan untuk menurunkan gejala depresi

tidak diketahui tetapi jenis obat ini dapat menghalangi re-

uptake berbagi neurotransmiter termasuk serotonin dan

norepinephrine pada membran neuronal.

Pada pasien multipara sensitif terhadap efek samping

dari pengobatan, pengobatan semestinya dimulai setengah

dosis awal selama empat hari, dan selanjutnya akan

ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai dosis yang

direkomendasi tercapai. Peningkatan dosis secara perlahan

sangat menolong dalam mengatasi adanya efek samping dari

obat.

Jika pasien merespon terhadap percobaan awal selama

enam sampai delapan minggu, dosis yang sama harus

diberikan selama minimal enam bulan setelah toleransi penuh

tercapai, dalam hal untuk mencegah kambuhnya efek samping.

Jika tidak ada perkembangan setelah enam bulan terapi

pengobatan atau jika pasien merespon namun gejalanya timbul

lagi, dirujuk ke psikiater dapat dipertimbangkan.

9
Tabel 1. Farmakoterapi untuk Depresi Postpartum

Obat Dosis (mg/hari) Efek Samping Implikasi untuk

penggunaan selama

menyusui
Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors
Fluvoxamine 50-200 Mual, Tidak ada metabolik

mengantuk, aktif; tingkat tidak

lemah, pusing, terdeteksi pada bayi;

disfungsi seksual tidak dilaporkan

adanya kejadian

buruk
Paroxetine 20-60 Mual, mengantuk,

anorexia, bingung,

disfungsi seksual
Citalopram 20-40 Mual, insomnia, Satu bayi dengan

pusing, tingkat terukur

somnolence mengalami kolik;

lainnya tidak ada

masalah dan tingkat

serum tidak

terdeteksi atau diatas

batas dari deteksi


Fluoxetine 20-60 Mual, Obat dan metabolik

mengantuk, aktif dengan long

anorexia, half live

bingung,

10
disfungsi seksual
Tricyclic Antidepressant
Nortriptyline 50-150 Sedasi, Obat dan metabolik

menambah berat umumnya dibawah

badan, mulut atau sedikit diatas

kering, batas yang terdeteksi

konstipasi,

hipertensi

ortostatik
Desipramine 100-300 Obat dan metabolit

dibawah tingkat

yang dapat

terkuantifikasi
Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor

Venlafaxine 75-300 Mual, Tidak terdeteksi atau

berkeringat, tingkat serum

mulut kering, rendah, metabolit

mengantuk, biasanya terukur

insomnia, sama antara bayi dan

somnolence, dewasa

disfungsu seksual
Lainnya
Bupropion 300-450 Mengantuk, sakit Tidak diketahui

kepala, mulut

kering,

berkeringat,

tremor, agitasi

11
Mirtazapine 15-45 Somnolence, mual,

penambahan berat

badan, mengantuk
Nefazodone 300-600 Mulut kering, Sedasi dan nafsu

somnolence, makan rendah pada

mual, mengantuk bayi prematur

2. Psikoterapi

Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan,

interpersonal psikoterapi, dengan pengobatan 12 sesi yang

terfokus pada perubahan peran dan pentingnya suatu hubungan

sangat efektif untuk meredakan gejala depresi dan

meningkatkan fungsi psikososial. Sebuah grup berdasarkan

intervensi pada psikotherapi interpersonal diberikan selama

kehamilan mencegah terjadinya depresi postpartum.

Bagaimanapun, psikoterapi sebagai tambahan dikombinasikan

dengan fluoxetine tidak meningkatkan pengobatan daripada

dengan fluoxetine saja.1,2,12

3. Hormonal Replacement Therapy

Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk

depresi postpartum. Pada studi yang membandingkan

transdermal estradiol dengan plasebo, grup yang diobati

dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi yang

signifikan selama bulan pertama.1

4. Profilaksis Treatment

12
Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah

kehamilannya dapat beresiko menjadi depresi postpartum

setelah melahirkan. Terapi preventif setelah melahirkan harus

dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat depresi

sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan

selective-serotonin-reuptake ( SSRIs ) inhibitor adalah pilihan

rasional, tricyclic antidepressant ( TCAs ) tidak dapat

melindungi sebagaimana dibandingkan dengan plasebo.

Minimal, penanganan depresi postpartum termasuk

pengawasan untuk terjadinya kekambuhan, dengan sebuah

rencana intervensi cepat jika ada indikasi.

Menyusui juga merupakan salah satu treatment yang

bersifat profilaksis. Menyusui tidak hanya untuk mengurangi

stress untuk ibu, namun juga menguragi tingkat stress pada

bayi ketika ibunya mengalami depresi.Peneliti

membandingkan empat grup wanita yaitu ibu depresi yang

menyusui atau melalui susu botol dan ibu sehat yang menyusui

atau melalui susu botol yang hasilnya dicatat dalam babies

electroencephalogram (EEG). Peneliti menemukan bahwa bayi

dari ibu yang depresi dan tidak menyusui mempunyai pola

EEG abnormal. Studi cross-sectional pada 38 ibu dengan

bayinya berumur 10 bulan yang diuji EEG selama emosi

berbeda dimana semua ibu dengan SES rendah dan 68%

adalah Afrika-Amerika ( pada tabel 2 ). Pasien dengan depresi

13
dan bayinya menunjukkan pengaruh negatif daripada pasien

nondepresi. Pengaruh negatif ini tidak hanya timbul selama

interaksi ibu dan bayinya, namun juga timbul pada rangsangan

yang diciptakan untuk menghilangkan pengaruh negatif selama

pemisahan ibu dan anak.

Pada akhirnya disimpulkan bahwa, menyusui

melindungi suasana hati ibu dengan mengurangi tingkat stress.

Ketika tingkat stress rendah, respon inflamasi ibu tidak aktif

dan akan mengurangi resiko depresi

 Penatalaksanaan depresi masa nifas / post partum non medis :

 Memberi dukungan emosional kepada ibu, terutama

keluarga terdekat.

 Meyakinkan ibu bahwa ibu dalam keadaan baik-baik saja.

 Istirahat

 Olah raga ringan

 Membantu ibu merawat bayi.

 Tidak membiarkan ibu menangis dan bersedih yang ber

larut-larut.

 Menghibur ibu. (Regina, 2010)

Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai

anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional

kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang

sedih, dan sarankan pada ibu untuk :

14
 Beristirahat dengan baik

 Berolahraga yang ringan

 Berbagi cerita dengan orang lain

 Bersikap fleksible

 Bergabung dengan orang-oarang baru

 Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.

Ada cara-cara menghidari atau mengatasi depresi :

 Batasi pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah

mengganggu waktu  istirahat anda.

 Untuk sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula

dalam jumlah yang berlebihan karena dapat menjadi bahan

pemicu depresi.

 Perbanyak mendengar musik favorit anda agar anda dapat

merasa lebih rileks disarankan  musik-musik yang

menenangkan.

 Lakukan olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh

dalam mengurangi depresi, tapi juga dapat membantu

mengembalikan bentuk tubuh.

 Sesekali berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena

berada di rumah.

 Dukungan yang suportif dari suami dan anggota keluarga

lainnya sangat berpengaruh bagi keadaan psikis ibu.

15
Penanggulan depresi post partum
Fungsi Strategi penanggulangan
Lazarus dan rekannya (dalam Sarafino, 1994) membagi strategi penanggulan ke
dalam dua fungsi utama, yaitu:
a. Strategi penanggulan yang berfokus pada masalah, yaitu yang
bertujuan mengurangi tuntutan-tuntutan akibat situasi yang
stressfull, atau mengembangkan sumber-sumber dalam individu
untuk mengatasi situasi tersebut. Orang cenderung menggunakan
pendekatan yang berfokus pada masalah karena percaya dapat
mengubah sumber-sumber dalam dirinya atau tuntutan situasi
stressfull.
b. Strategi penanggulangan yang berfokus pada emosi, yaitu
bertujuan mengontrol respon emosional terhadap situasi stressfull,
baik melalui pendekatan behavioral maupun kognitif. Orang
cenderung menggunakan pendekatan yang berfokus pada emosi
ketika mereka percaya bahwa mereka tidak dapat melakukan
apapun untuk mengubah situasi stressfull.
Berdasarkan literatur diatas, maka jelaslah bahwa strategi penanggulangan dibagi
kedalam dua fungsi utama, yaitu:
a). Coping yang berfokus pada masalah, yaitu coping yang berfungsi membantu
mengatasi sumber stress/tuntutan-tuntutan akibat situasi stressfull secara langsung
dengan mengembangkan sumber-sumber dalam individu.
b). Coping yang berfokus pada emosi, yaitu coping yang berfungsi mengurangi
gejala yang timbul akibat situasi yang stressfull dengan mengatur atau mengontrol
respon emosional, baik melalui pendekatan behavioral maupun strategi kognitif.
Strategi-strategi penanggulangan
Carver, Scheier, dan Weintraub (dalam Bishop, 1994) membuat taksonomi
strategi penanggulangan, yaitu:
a). Strategi yang berpusat pada masalah
1). Active coping, yaitu mengambil langkah aktif untuk mencoba menjauhkan
stressor, atau memperbaiki pengaruhnya.
2). Planning, yaitu berfikir mengenai bagaimana mengatasi stressor.

16
3). Suppression of competing activities, yaitu melakukan aktivitas-aktivitas lain
untuk mengatasi stressor
4). Restraint coping, yaitu menunggu kesempatan yang paling tepat untuk
bertindak.
5). Seeking social support for instrumental reason, yaitu mencari masukan,
bantuan ataupun informasi.
b). Strategi yang berpusat pada emosi
1). Seeking social support for emotional reasons, yaitu mencari dukungan moral,
simpati atau pemahaman.
2). Positive reinterpretation, yaitu menafsirkan kembali situasi dalam cara yang
positive.
3). Acceptance, yaitu menerima realitas dari situasi yang dihadapi.
4). Denial, yaitu menyangkal realitas dari situasi yang dihadapi
5). Turning to religion, yaitu berdoa mencari bantuan dari Tuhan atau mencari
ketenangan dalam beragama.
6). Focusing on and venting emotions, yaitu memfokuskan pada segala sesuatu
yang menyedihkan dan mengekspresikan perasaan tersebut.
7). Behavioral management, yaitu mengurangi upaya mengatasi masalah atau
menyerah.
8). Mental disengagement, yaitu beralih pada aktivitas-aktivitas lain untuk
mengalihkan perhatiannya dari situasi stressfull.
Jaminan rasa aman dan kenyamanan penting bagi penanggulangan yang berfokus
pada emosi.
a. Strategi yang berfokus pada emosi
1) Resigned acceptance, yaitu mengatasi situasi dengan cara menerima
apa adanya, metode ini khususnya untuk keadaan stressor yang tidak
dapat dirubah.
2) Emotional discharge, yaitu individu bertingkah laku dalam cara-cara
yang dapat mengekspresikan perasaannya atau mengurangi ketegangan
akibat situasi stress. Termasuk dalam strategi ini adalah berteriak
marah, menangis atau bercanda.

17
3) Intraphysic processes, yaitu menggunakan strategi kognitif untuk
menilai kembali atau mengubah pandangan seseorang mengenai situasi
stressfull. Proses ini dapat dilakukan dengan dua cara:
i. Cognitive redefinition, yaitu strategi dimana orang mencoba
untuk berfikir positive pada situasi yang buruk. Strategi ini
dapat dilakukan dengan berfikir bahwa keadaan tersebut bisa
jadi lebih buruk, membuat perbandingan dengan individu lain
yang memiliki keadaan yang lebih buruk, melihat dampak
positive yang muncul akibat permasalahan tersebut.
ii. Defense mechanism, yaitu upaya untuk mengesampingkan
ingatan atau realitas dalam berbagai cara, dengan melakukan
penyangkalan (seseorang tidak mengakui adanya hal yang
menyakitkan), intelektualisasi (menghadapi stressor secara
intelektual) dan supresi (upaya untuk melupakan ingatan
stressfull dengan mengendalikan pemikiran yang menyakitkan
secara sadar.

18
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan
oleh perawat sssperinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan
respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencana
individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang
spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami
gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas klien.
Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medical record dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi
kurang nafsu makan, sedih – murung, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu
serta kesehatan pasien.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan
pasien
d. Struktur dan Fungsi Keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum
blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian
seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi
oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga
lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan

19
tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan
konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu
ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut
sebelum keluar dari rumah sakit.
e. Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas/ istirahat
Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu
 Sirkulasi
Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang meningkat
 Eliminasi
Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare
 Makanan/cairan
Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus ,
membrane mukosa kering
 Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
 Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat dan dangkal
 Nyeri dan ketidaknyamanan
Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah abdomen
dan kepala
 Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
 Seksualitas
Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido
 TTV
Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD
meningkat

20
f. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus

depresi masa nifas / post partum adalah :

1. Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri

negatif, system pendukung, yang tidak adekuat

2. Kecemasan b/d stress psikologi

3. Gangguan interaksi sosial b/d depresi berat

4. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri b/d status emosional

post partum

 Perencanaan
No. DIAGNOSA NOC NIC
1. Koping individu NOC : NIC :
tidak efektif b/d Anxiety Control Counseling (5240)
stress kelahiran, (1402) Aktivitas :
konsep diri negative,
Indikasi :  Beri dorongan kepada
system pendukung,  Kontrol pasien untuk
yang tidak adekuat instensitas mengungkapkan pikiran dan
cemas perasaan untuk
Batasan  Eliminasi mengeksternalisasikan
karakteristik : tanda cemas kecemasan.
 Gangguan tidur  Menggunaka  Bantu pasien untuk
 Penyalahgunaan n strategi menfokuskan pada situasi
bahan kimia koping saat ini, sebagai alat untuk
 Penurunan efektif mengidentifikasi mekanisme
penggunaan  Menggunaka koping yang dibutuhkan
dukungan sosial n teknik untuk mengurangi
 Konsentrasi relaksasi kecemasan.
yang buruk untuk  Sediakan pengalihan melalui
 Kelelahan menekan televise, radio, permainan
 Problem solving kecemasan serta terapi okupasi untuk
tidak adekuat mengurangi kecemasan dan
memperluas focus.
 Mengeluhkan
 Sediakan penguatan yang
ketidakmampua
positif ketika apsien mampu
n koping atau
meneruskan aktivitas sehari-
ketidakmampua
hari dan lainnnya meskipun

21
n untuk mengalami Kecemasan.
meminta
bantuan
 Ketidak
mampuan
memenuhi
kebutuhan dasar
 Perilaku
merusak
terhadap diri
atau orang lain
 Ketidakmampua
n memnuhi
harapan peran
 Tingkat
kesakitan/penya
kit yang tinggi
 Perubahan
dalam pola
komunikasi
 Menggunakan
bentuk koping
yang 
meghalangi/men
gganggu
perilaku adaptif
 Kurangnya
perilaku yang
bertujuan
langsung/resolus
i masalah,
termasuk
ketidakmampua
n untuk
merawat, dan
kesulitan
mengorganisasi
kan informasi

2. Kecemasan b/d NOC : NIC :


stress psikologi Anxiety Control Counseling (5240)
(1402) Aktivitas :

22
Batasan Indikasi :  Beri dorongan kepada
karakteristik :  Kontrol pasien untuk
 Perilaku instensitas mengungkapkan pikiran dan
 Penurunan cemas perasaan untuk
produktivitas  Eliminasi mengeksternalisasikan
 Gelisah tanda cemas kecemasan.
 Insomnia  Menggunaka  Bantu pasien untuk
 Resah n strategi menfokuskan pada situasi
 Afektif koping saat ini, sebagai alat untuk
 Kesedihan efektif mengidentifikasi mekanisme
yang  Menggunaka koping yang dibutuhkan
mendalam n teknik untuk mengurangi
 Takut relaksasi kecemasan.
 Gugup untuk  Sediakan pengalihan melalui
 Mudah menekan televise, radio, permainan
tersinggung
kecemasan serta terapi okupasi untuk
 Nyeri hebat
mengurangi kecemasan dan
 Ketakutan
 Distres memperluas focus.
 Khawatir  Sediakan penguatan yang
 Cemas positif ketika apsien mampu
 Fisiologi meneruskan aktivitas sehari-
 Goyah hari dan lainnnya meskipun
 Peningkatan mengalami Kecemasan.
respirasi
(simpatis)
 Peningkatan
keringat
 Wajah tegang
 Anoreksia
(simpatis)
 Kelelahan
(parasimpatis
)
 Gugup
(simpatis)
 Mual
(parasimapati
s)
 Pusing
(parasimpatis
)
 Kognitif
C. Bingung
D. Kerusakan

23
perhatian
E. Ketakutan
terhadap hal
yang tidak
jelas
F. Sulit
berkonsentras
i

3. Gangguan interaksi NOC : NIC :


sosial b/d depresi Social  Dorong keterlibatan
berat Interaction Skill ditingkatkan dalam
(1502) hubungan yang sudah
ditetapkan
Batasan  Pengungkap
 Dorong pasien dalam
karakteristik : an, pengembangan hubungan
 Mengungkapka  Kesiapan  Dorong untuk berhubungan
/menunjukan  Kerjasama dengan orang lain
ketidakmampua  Kepekaan  Dorong untuk beraktivitas
n untuk  Konfrontasi dalam masyarakat / social
menerima atau  Pertimbanga  Dorong untuk berbagi
masalah dengan orang lain
mengkomunikas n
ikan rasa  Kehangatan
kepuasan, rasa  Ketenangan
memiliki,  Relaksasi
menyayangi,  Keterlibatan
ketertarikan atau  Kepercayaa
membagi n dan
pengalaman Kompromi
 Mengungkapkan
/ menunjukan
ketidaknyamana
n dalam situasi
sosial
 Menunjukkan
penggunaan
perilaku
interaksi social
tidak berhasil
 Keluarga
melaporkan
perubahan gaya
hidup atau pola
interaksi

24
4. Risiko kekerasan NOC : NIC :
terhadap diri sendiri  Interaksi Bantuan kontrol marah:
b/d status emosional sosial  Prinsip komunikasi
post partum  Tanda-tanda terapeutik
akan  Pertahankan konsistensi
melakukan sikap (terbuka,tepati janji,
Batasan kekerasan hindari kesan negatif)
karakteristik : seperti ingin  Gunakan tahap-tahap
 Putus asa marah, jengk interaksi dengantepat
 Penolakan el, ingin  Observasi tanda-tanda
 Cemas merusak, perilaku kekerasan
 Panic memukul,dll. padaklien
 Mengenal pe  Bantu klien
 Mudah marah
nanganan mengidentifikasi tanda-
 Permusuhan klien dengan tanda perilakukekerasan
perilaku (emosi, fisik, social,
kekerasan spiritual)
 Penanganan  Jelaskan pada klien tentang
klien dengan respon marah
perilaku  Dukung dan fasilitasi klien
kekerasan untuk mencari bantuan saat
 Bantuan muncul marah
yang adaptif  Diskusikan bersama klien
pada klien pangaruh negatif  perilaku
dengan kekerasan terhadap dirinya,
perilaku orang laindan lingkungan
kekerasan
 Cara yang
dipilih untuk Libatkan keluarga dalam
membantu perawatan klien:
merubah  Identifikasi kultur, peran,
perilaku dan situasikeluarga dalam
klien pengaruhnya
 Tingkat terhadap perilaku klien
kemarahan  Berikan informasi yang
tepat tentang penanganan
klien dengan perilaku
marahkekerasa
 Ajarkan ketrampilan
koping efektif
yangdigunakan untuk
penangannan klien
perilakukekerasand.berikan
konseling pada keluarga
 Bantu keluarga memilih
untuk menentukan dalam
penanganan klien dengan
perilakukekerasan

25
 Fasilitasi pertemuan
keluarga dengan pemberi
perawatan
 Beri kesempatan pada
keluarga
untuk mendiskusikan cara
yang dipilih
 Anjurkan pada keluarga
untuk menerapkancara
yang dipilih

g. Evaluasi

Evaluasi adalah pengukurang keefektifan pengkajian,

diagnosa, intervensi dan implementasi. Langkah-langkah dalam

mengevaluasi asuhan keperawatan adalah menganalisis respon

klien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap

keberhasilan atau kegagalan , dan perencanaaan asuhan dimasa

depan. (Kowakki, 2016).

Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan

perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal serta

menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap intervensi

yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu

evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau

biasa juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi

terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi

keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau

evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap

26
tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap

perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang

diinginkan. Evaluasi mengacu kepada penilaian dan perbaikan,

perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses

keperawatn dapat berhasil atau gagal (Rahma S, 2017)

Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi

data subjektif (S) data objektif (O), analisa permasalahan (A)

berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P) berdasarkan hasil

analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.

Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk

mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et al.,

2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang

pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan dan

kriteria hasil.

Evaluasi yang diharapkan adalah :

27
DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Vicky. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta.

EGC.

Corwin, EJ. 2017. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Depkes.(2018). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

FKUI. (2015). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Gary dkk. (2016). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.

Hafifah. (2015). Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan depresi post partum.

Halminton. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta: EGC.

Manuaba , I. B. G. 2016. Kapita Selekta penatalaksanaan rutin obstetri

ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.

Mitayani. (2019). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 2018. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mochtar. 2015. Perawatan Persalinan Ibu. Jakarta: Medika Pustaka.

Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu kebidanan. Jakarta : YBPSP

28
Saifuddin, Abdul Bari. 2015. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Wiknjosastro G. 2018. Pelatihan Klinik Asuhan Keperawatan Persalinan Normal.

Jakarta : ISBN.

29

Anda mungkin juga menyukai