Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI sedini mungkin setelah

persalinan pada bayi hingga berumur 6 bulan tanpa menambahkan atau

mengganti dengan makanan atau minuman apapun. Hal ini sesuai dengan

Peraturan Pemerintah RI No. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif

paal 6 berbunyi “setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI

eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya” (Riskesdas, 2013). World Health

Organization (WHO) menambahkan bahwa selama pemberian ASI eksklusif,

beberapa cairan yang boleh dikonsumsi oleh bayi pada keadaan tertentu yaitu

vitamin, suplemen mineral atau obat-obatan. Hal ini juga didukung oleh

keputusan menteri kesehatan No.450/MENKES/SK/VI/2014 tentang

pemberian ASI secara eksklusif di Indonesia yaitu menetapkan ASI eksklusif

di Indonesia selama 6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai 2 tahun atau

lebih dengan pemberian makan tambahan yang sesuai (InfoDatin, 2014).

Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif di dunia masih rendah.

Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund UNICEF) pada tahun

2012 hanya 39% bayi di bawah usia 6 bulan yang mendapatkan ASI secara

eksklusif di seluruh dunia, angka tersebut juga tidak mengalami kenaikan

pada tahun 2015, yaitu hanya 40% keberhasilan pemberian ASI eksklusif di

seluruh dunia. Cina yang merupakan salah satu negara dengan jumlah

populasi penduduk yang cukup besar di dunia hanya memiliki angka


2

keberhasilan ASI eksklusif sebesar 28%. Data lain menyebutkan Kamboja

berhasil meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif untuk anak di bawah

usia 6 bulan secara drastis dari 11,7% pada tahun 2000 menjadi 74% pada

tahun 2010. Negara lain yaitu Tunisia memberikan kabar buruk dalam kurun

waktu satu dekade terakhir, dimana persentase pemberian ASI eksklusif

mengalami penurunan sangat drastis dari 45,6% turun menjadi 6,2%.

Sedangkan negara-negara yang menduduki posisi 3 angka pemberian ASI

ekslusif terendah dunia menurut data dari UNICEF antara lain Somalia,

Chad, dan Afrika Selatan.

Presentase pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada

tahun 2010 hanya sebesar 15,3% dan meningkat tahun 2013 yaitu sebesar

54,3%, selanjutnya juga terjadi peningkatan pada tahun 2015 yaitu sebesar

55,3% (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan profil kesehatan

Indonesia tahun 2014, cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih dibawah

target cakupan nasional yaitu 80%. Persentase pemberian ASI eksklusif

tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat 79,74%, Jawa Tengah sebesar

67,90%, dan cakupan ASI eksklusif terendah terdapat di Maluku 25,21%.

Sedangkan menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2013 cakupan ASI eksklusif tertinggi juga terdapat di Nusa Tenggara Barat

79,70% dan Jawa Tengah 58,40%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan

pemberian ASI eksklusif di provinsi Jawa Tengah masih sangat rendah

(KemenKes, 2015)
3

Berdasarkan laporan dinas kesehatan provinsi di Kota Surakarta, rata-rata

cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2013 sebesar 55,7%. Angka

cakupan pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di wilayah kerja

Puskesmas Gajahan 80% dan cakupan terendah terdapat di 5 wilayah kerja

Puskesmas kota Surakarta yaitu Puskesmas Gilingan 50%, Puskesmas

Purwosari 45,4%, Puskesmas Purwodiningratan 43,2%, Puskesmas

Pucangsawit 43,1%, dan Puskesmas Gambirsari 41,7%.

Pemberian ASI secara dini terdapat peningkatan, namun banyak di

antaranya yang tidak dapat melanjutkan menyusui secara eksklusif serta

mempertahankan lamanya menyusui. Rata-rata terbesa terjadinya penurunan

dalam mempertahankan menyusui terjadi pada minggu pertama postpartum.

Pengetahuan serta pemahaman yang benar tentang ASI juga berperan penting

dalam hal tersebut. Baik pegetahuan tentang segala kelebihan dan

keuntungan ASI, cara mengatasi kendala yang dihadapi selama menyusui,

maupun teknik menyusui yang benar (Onah, Ignatius, Osuorah, Ebenebe, &

Ezechukwu, 2014).

Hasil penelitian Coca KP, Gamba MA, Silva RS, Freitas V, Abrão AC.

(2011) ditemukan masalah yang paling sering dialami oleh ibu menyusui

adalah puting susu lecet. Sekitar 57,4% ibu yang menyusui mengalami puting

lecet disertai nyeri. Masalah puting susu lecet ini 95% terjadi pada wanita

yang menyusui bayinya dengan posisi yang tidak benar. Kesalahan dari

teknik menyusui dikarenakan posisi bayi yang menyusu tidak sampai areola

hanya pada puting susu saja. Kesalahan lain juga bisa disebabkan saat ibu
4

menghentikan proses menyusui kurang hati-hati. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Rinata & Iflahah (2015) tentang “Teknik Menyusui Yang

Benar Ditinjau Dari Usia Ibu, Paritas, Usia Gestasi Dan Berat Badan Lahir Di

RSUD Sidoarjo” terdapat 53, 3% ibu yang yang masih salah dalam hal teknik

menyusui.

Kesalahan teknik menyusui dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain: faktor payudara, beberapa ibu memiliki masalah pada payudara

misalnya puting susu datar yang dapat membuat bayi kesulitan dalam

melakukan perlekatan saat proses menyusu. Faktor pengalaman, pada ibu

yang sudah pernah menyusui akan memiliki gambaran tentang teknik

menyusui. Faktor pengetahuan, kurangnya pengetahuan ibu tentang teknik

menyusui yang benar dapat memberikan anggapan bahwa menyusui itu suatu

proses yang alami sehingga setiap ibu yang melahirkan menganggap dapat

menyusui bayi dengan benar tanpa harus dipelajari. Selain itu hanya sebagian

petugas kesehatan yang mendampingi dan memberikan informasi tentang

teknik menyusui yang benar (Rinata & Iflahah, 2015). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di Nigeria oleh Onah, gnatius, Osuorah, Ebenebe,

& Ezechukwu (2014), yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi pemberian ASI eksklusi adalah kesadaran (95,3%),

pengetahuan (82%).

Informasi tentang teknik menyusui yang baik dan benar harus diberikan

pada masa kehamilan dan nifas, seperti beberapa hasil penelitian bahwa

Breastfeding education efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap


5

serta kepuasan dalam menyusui pada kehamilan dengan usia 20-36 minggu

(Indriyani, 2013). Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Glaser,

Roberts, Grosskopf, & Basch (2015), mengungkapkan bahwa intervensi

pemberian pengetahuan tentang ASI secara dini akan meningkatkan sikap

positif dan pengetahuan tentang ASI.

Dari penjelasan di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Teknik Menyusui dengan Perilaku

Ibu Menyusui dalam Memberikan ASI”.

B. Rumusan Masalah

Bardasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

ingin mengetahui adakah hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui

dengan lerilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan tentang teknik menyusui dengan perilaku ibu menyusui

dalam memberikan ASI.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :

a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu menyusui tentang teknik

menyusui.
6

b. Untuk mengidentifikasi perilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI

dengan teknik menyusui yang benar.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat praktis

a. Manfaat bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi tenaga

kesehatan dalam menjalankan tugas untuk mewujudkan masyarakat

yang sehat dan terhindar dari berbagai penyakit.

b. Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

pengetahuan kepada masyarakat terutama ibu menyusui mengenai

pentingnya memberikan ASI dengan teknik menyusui yang benar.

c. Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan

untuk pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa keperawatan

mengenai hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui dengan

perilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI.

d. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman, dan wawasan dalam bidang penelitian ilmiah.

e. Manfaat bagi responden


7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau

pengetahuan pada responden, khususnya ibu menyusui, mengenai

hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui dengan perilaku ibu

menyusui dalam memberikan ASI melalui publikasi dengan media

internet maupun dalam bentuk hard copy.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar,

pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam

mengembangkan penelitian.

E. Keaslian Penelitian

Sebatas pengetahuan peneliti, peneliti tentang “Hubungan pengetahuan

tentang teknik menyusui dengan perilaku ibu menyusui dalam memberikan

ASI”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain

deskriptif korelasi dan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini

adalah ibu menyusui di daerah binaan puskesmas. Diharapkan responden

memiliki pengetahuan yang cukup tentang teknik menyusui dengan perilaku

ibu menyusui saat memberikan ASI, diharapkan promosi kesehatan adalah

metode yang efektif. Penelitian yang akan dilaksanakan bukan merupakan

duplikasi maupun plagiat dari penelitian lain, penelitian yang serupa yang

penulis ketahui dengan penelitian ini yaitu:


8

a. Penelitian oleh Rinata & Iflahah (2015) dengan judul “Teknik Menyusui

Yang Benar Ditinjau Dari Usia Ibu, Paritas, Usia Gestasi Dan Berat Badan

Lahir Di RSUD Sidoarjo”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia ibu,

paritas, usia gestasi dan berat badan lahir dengan teknik menyusui yang

benar. Penelitian ini menggunakan metode survey dan observasi dengan

teknik belah-lintang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu nifas

yang masih dirawat inap dan ibu yang datang untuk menyusui bayinya di

RSUD Sidoarjo berjumlah 50 ibu menyusui dengan besar sampel 45

orang. Sampling menggunakan probability sampling, dengan teknik simple

random sampling. Data dikumpulkan menggunakan format pengumpulan

data dan lembar observasi kemudian dianalisis dengan uji chi-square dan

exact fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kesalahan dalam

teknik menyusui karena ketidaktepatan pada proses perlekatan dan

keefektifan menghisap bayi. Jumlah antara ibu yang menyusui dengan

teknik benar hasilnya berimbang dengan yang menyusui dengan teknik

salah. Tidak ada hubungan antara usia, paritas, usia gestasi, dan berat

badan lahir bayi dengan teknik menyusui yang benar. Beberapa faktor lain

yang dapat mempengaruhi keberhasilan menyusui antara lain jenis

perslinan, pengetahuan, dan informasi dari petugas kesehatan.


9

b. Penelitian oleh Romiyati dan Fitria Siswi Utami (2015) “Hubungan

Pengetahuan Ibu Tentang Teknik Menyusui Dengan Perilaku Pemberian

ASI Pada Ibu Menyusui di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan ibu tentang tehnik menyusui dengan perilaku dalam

pemberian ASI pada ibu menyusui di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta

Tahun 2015. Metode yang digunakan surveyanalitik dengan pendekatan

cross sectional, populasi 62 responden teknik pengambilan sampel

menggunakan Total Sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi sampel

36 responden. Data yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan

analisis bivariat data menggunakan Kendal Tau.

Hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat hubungan pengetahuan

ibu tentang teknik menyusui dengan perilaku pemberian ASI pada ibu

menyusui di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta tahun 2015, analisis

bivariat dengan keeratan hubungan dalam kategori sedang.

c. Penelitian oleh Erlinawati dan Sismanderi (2015) “Hubungan Pengetahuan

Ibu Menyusui Tentang Teknik Menyusui Yang Benar di Desa Tarai

Bangun Wilayah Kerja Puskesmas Tambang Tahun 2015”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan ibu menyusui tentang teknik menyusui yang benar di Desa

Tarai Bangun wilayah kerja Puskesmas Tambang tahun 2015. Penelitian

ini dengan desain cross sectional dimana variable independen adalah

pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dan variable dependen adalah


10

pelaksanaan teknik menyusui yang benar akan diteliti disaat yang

bersamaan. Penelitian dilakukan di Desa Tarai Bangun wilayah kerja

uskesmas Tambang tahun 2015 pada 31 juli – 14 agustus tahun 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang menyusui di

Desa Tarai Bangun wilayah kerja Puskesmas Tambang dari bulan Januari-

Juli tahun 2015 yaitu berjumlah 126 orang. Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian ibu nifas yang menyusui di Desa Tarai Bangun wilayah

kerja puskesmas Tambang dari bulan Januari-Juli tahun 2015. Teknik

sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling.

Berdasarkan hasil penelitian penelitian ini dapat disimpulkan

Pengetahuan ibu tentang teknik menyusui sebagian besar berada pada

kategori kurang. Pelaksanaan teknik menyusui yang benar sebagian besar

berada pada kategori tidak dilaksanakan dengan benar. Ada hubungan

yang signifikan antara Pengetahuan Ibu Tentang Teknik Menyusui dengan

Pelaksanaan Teknik Menyusui yang Benar di Desa Tarai Bangun Wilayah

Kerja Puskesmas Tambang Tahun 2015.

d. Penelitian oleh Wiwien Anggaseng, Tinneke Tandipajung, Rooije

Rumende (2015) “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Primipara dengan

Teknik Menyusui Dalam Pemberian ASI di RSU Budi Mulia Bitung”.

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi pengetahuan, sikap dan teknik

menyusui. Serta adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu

primipara dan teknik menyusui. Penelitian ini menggunakan penelitian

deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sampel


11

sebanyak 30 responden, pengambilan sampel dengan teknik purpovise

sampling.

Berdasarkan hasil peneloitian ini dapat disimpulkan, (1) tingkat

pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui dalam pemberian ASI

baik, (2) sikap ibu primipara dengan teknik menyusui dalam pemberian

ASI Positif, (3) teknik menyusui pada pemberian ASI baik, (4) ada

hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui dalam

pemberian ASI di RSU Budi Mulia Bitung, (4) ada hubungan sikap ibu

primipara dengan teknik menyusui dalam pemberian ASI di RSU Budi

Mulia Bitung.
12

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga

dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan

adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.

Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi

dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial

budaya.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau

disadari oleh seseorang (Agus, 2013).

2. Proses terjadinya Pengetahuan


13

Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut

terjadi proses sebagai berikut:

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).

b. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut

disini sikap obyek mulai timbul.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya

stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

d. Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki.

e. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

3. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang

yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)
14

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar tentang objek yang

dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain-lain.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontak

atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain,

kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk

menyusun, dapat merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap

suatu teori atau rumusan yang telah ada.


15

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan

penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

Dari teori tingkat pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahauan memiliki 6 tingkatan pengetahuan dimana tingkat

pengetahuan tersebut diantaranya tingkat pertama tahu setelah

mendapatkan pengetahuan, tingkat kedua memahami pengetahuan yang

didapatkan, tingkat ketiga dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam

kehidupan sehari-hari, tingkat keempat mampu menjabarkan suatu materi

atau menganalisis, tingkat kelima dapat mensintesis atau menunjukan

kemampuan untuk meringkas suatu materi, dan tingkat pengetahuan yang

keenam seseorang mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sebagai berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik formal maupun

nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan

juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan


16

pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidian seseorang semakin mudah orang tersebut menerima

informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin

cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun

dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan

formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut.

b. Informasi/media massa

Informasi adalah adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula

yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu,

informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,

mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan

tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi). Informasi

yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.


17

Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-macam

media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru. Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk

media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,

media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai

sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya

pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih

baik, terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan (Notoatmodjo,

2012).

d. Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,

seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

e. Lingkungan
18

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan

oleh setiap individu.

f. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan

profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil

keputusan yang merupakan manisfestasi dari keterpaduan menalar

secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang

kerja.

g. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat

dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi

suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan


19

intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan

hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional

mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai

berikut:

1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang

dijumpai semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuan.

2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang

sudah tua karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun

mental. Dapat diperkirakan IQ akan menurun sejalan dengan

bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang

lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori

berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat

sejalan dengan bertambahnya usia (Agus, 2013).

5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian

atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan

rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan (Agus, 2013).

Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk angka-angka

yang menggunakan alternatif jawaban serta menggunakan peningkatan

yaitu kolom menunjukkan letak ini maka sebagai konsekuensinya setiap

centangan pada kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu. Dengan


20

demikian analisa data dilakukan dengan mencermati banyaknya

centangan dalam setiap kolom yang berbeda nilainya lalu mengalihkan

frekuensi pada masing-masing kolom yang bersangkutan. Disini peneliti

hanya menggunakan 2 pilihan yaitu: “Benar” (B) dan “Salah” (S).

Prosedur berskala atau (scaling) yaitu penentu pemberian angka atau

skor yang harus diberikan pada setiap kategori respon perskalaan. Skor

yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengategorikan

jenjang/ peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan dalam persentase.

Misalnya, pengetahuan: baik = 76 – 100%; cukup = 56 – 75%; dan kurang

< 56% (Nursalam, 2008: 120).

Menurut Skinner (2007) didalam buku Agus (2013) pengukuran

tingkat pengetahuan dilakukan bila seseorang mampu menjawab

mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka

dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan

jawaban yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.

B. Tinjauan Umum Menyusui

1. ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi alami bagi bayi yang merupakan

suatu emulsi lemak yang mudah dicerna dan disekresi oleh kedua kelenjar

mamae dari ibu melalui proses laktasi. ASI terdiri dari air, alfa-

laktoalbumin, laktosa, kasein, asam amino, antibodi terhadap kuman,

virus dan jamur. Antibodi yang terkandung dalam ASI adalah


21

Imunoglobin A (Ig A), bersama dengan sistem komplemen yang terdiri

dari limfosit, lactobacillus, lactoferin, dan lisozim dan sebagainya.

Komponen-komponen tersebut berperan penting dalam perlawanan

penyakit pada bayi. Sedangkan nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200

unsur zat makanan termasuk hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan

mineral dalam jumlah yang proporsional serta mengandung growth factor

yang berguna untuk perkembangan mukosa usus. Dengan demikian ASI

adalah makanan terbaik bagi bayi sehingga haus diberikan ASI utamanya

ASI eksklusif (Proverawati & Rahmawati, 2010).

2. Fisiologi menyusui

Menyusui yaitu produksi dan pengeluaran ASI merupakan

rangsangan mekanik, saraf, dan macam-macam hormon. Menurut

Mansyur, Nurlina, & Dahlan (2014), hormon dibedakan menjadi tiga

yaitu:

a. Pembentukan kelenjar payudara

1) Masa kehamilan Pada awal kehamilan duktus yang baru

meningkat dan lobulus dipengaruhi oleh hormon plasenta dan

korpus luteum (Sukarni, Icemi, & Wahyu, 2013).

2) Tiga bulan kehamilan Pada bulan kehamilan ketiga, tubuh seorang

perempuan akan menghasilkan hormon untuk merangsang

keluarnya ASI di payudara antara lain progesteron untuk

merangsang alveoli, esterogen untuk menstimulasi saluran ASI

untuk mengembang, prolaktin untuk mengembangkan alveoli.


22

3) Trimester dua kehamilan Laktogen plasenta berfungsi untuk

menghasilkan kolostrum.

b. Pembentukan ASI menurut penelitian (Astutik, 2014), terdapat dua

refleks untuk membentuk dan mengeluarkan air susu yaitu:

1) Refleks prolaktin

Hormon prolaktin berfungsi membuat kolostrum, refleks prolaktin

terjadi ketika hisapan bayi memberikan rangsangan ujung-ujung

saraf pada puting susu dan aerola berfungsi sebagai wadah dan

menuju ke hipothalamus melalui medula spinalis sehingga

memacu pengeluaran untuk merangsang sel alveoli yang nantinya

menghasilkan air susu (Sukarni, Icemi, & Wahyu, 2013).

2) Reflek letdwon

Rangsangan hisapan bayi akan menstimulasi hipofisis untuk

mengeluarkan oksitosin. Hormon ini berfungsi memicu kontraksi

di uterus. Oksitosin memicu kontraksi dinding alveoli dan air susu

yang diproduksi keluar dari alveoli masuk ke dalam duktus sampai

ke mulut bayi (Lowdermilk, Perry dan Chasion, 2013).

Faktor yang meningkatkan reflek letdown mengamati bayi dengan

penuh kasih dan sayang, mencium bayi, mendengarkan suara bayi

dan bersedia menyusui. Faktor penghambatnya stres, bingung,

pikiran kacau, cemas, takut (Sundawati, 2011).

c. Mekanisme menyusui

1) Reflek Mencari atau Menangkap (Rotting Reflex)


23

Reflek ini muncul ketika payudara ibu menempel pada pipi atau

disekeliling mulut bayi. Hal ini menyebabkan kepala bayi

memutar menuju ke putting susu yang menyentuh pipi bayi secara

spontan bayi akan membuka mulut dan menghisap puting susu

(Sukarni, Icemi, & Wahyu, 2013).

2) Reflek Menghisap (Sucking Reflex)

Ketika langit-langit mulut bayi tersentuh putting susu ibu maka

reflek ini akan muncul, putting susu yang secara langsung masuk

dalam mulut bayi maka akan menarik lebih jauh dan menekan

aerola sehingga dengan tekanan tersebut bibir dan gerakan rahang

akan berirama samapi ke sinus lakteferius kemudian air susu akan

mengalir ke puting (Astutik, Reni, & Yuli, 2014).

3) Reflek menelan (Swallowing Reflex)

Ketika mulut bayi sudah terisi dengan ASI maka reflek ini akan

muncul, dan bayi akan menelan dengan spontan otott-otot di pipi

akan melakukan gerakan menghisap secara terus bertahap dan ASI

akan keluar banyak (Sukarni, Icemi, & Wahyu, 2013).

3. Manfaat menyusui

a. Bagi bayi

Menurut Kristiyansari (2009) manfaat pemberian ASI untuk bayi,

sebagai berikut:

1) Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik


24

Bagi bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat

badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode

perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.

2) Mengandung antibody

Mekanisme pembentukan antibodi pada bayi adalah sebagai

berikut: apabila ibu mendapat infeksi maka tubuh ibu akan

membentuk antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan jaringan

limposit. Antibodi dipayudara disebut Mammae Associated

Immunocompetent Lymphoid Tissue (MALT). Kekebalan terhadap

penyakit saluran pernafasan yang ditransfer disebut Broncus

Associated Immunocompetent Lymphoid Tissue (BALT) dan untuk

penyakit saluran pencernaan ditransfer melalui Gut Associated

Immunocompetent Lymphoid Tissue (GALT).

3) ASI mengandung komposisi yang tepat

ASI dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi yaitu

terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat

gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama.

4) Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya ikatan ibu

dan anak

Hubungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan bayi,

kontak kulit ibu ke kulit bayi yang mengakibatkan perkembangan

psikomotor maupun sosial yang lebih baik.

5) Terhindar dari alergi


25

Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem ini dan

dapat menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini,

pemberian protein asing yang ditunda sampai umur 6 bulan akan

mengurangi kemungkinan alergi.

6) ASI meningkatkan kecerdasan bayi

Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengandung omega

3 untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak pada bayi

yang mendapat ASI ekslusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari

rangsangan kejang sehingga menjadika anak lebih cerdas dan

terhindar dari kerusakan sel-sel saraf otak.

b. Manfaat menyusui bagi ibu

Menurut (Wiji 2013) manfaat menyusui bagi ibu sebagai berikut:

1) Kontrasepsi alami

Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung saraf

sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin.

Prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi esterogen

akibatnya tidak ada ovulasi. Pemberian ASI memberikan 98%

metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah

kelahiran bila diberikan ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi

menstruasi kembali.

Prolaktin meningkatkan sebagai respon terhadap stimulus

pengisapan berulang pada waktu menyusui dengan intensitas dan

frekuensi yang cukup, prolaktin tetap tinggi. Hormon perangsang-


26

folikel FSH (folikel stimulating hormone) berada dalam rentang

normal (meningkatkan dari konsentrasi yang sangat rendah pada

waktu pelahiran sampai pada waktu rentang folikel dalam waktu 3

minggu postpartum) dan LH (luteinzing hormone) berada dalam

kisaran normal yang rendah. Terlepas dari keberadaan

gonadotropin, ovarium selama hiperprolaktinemia laktasional tidak

mensekresikan estrogen. Oleh karena itu, kekeringan vagina

dan sering dilaporkan oleh wanita yang menyusui (Anonim, 2011).

2) Aspek kesehatan ibu

Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui

anaknya secara eksklusif. Penelitian membuktikan ibu yang

memberikan ASI secara eksklusif memiliki risiko terkena

kanker payudara dan kanker ovarium 25% lebih kecil

dibanding daripada yang tidak menyusui secara eksklusif.

3) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah kembali ke

berat badan semula seperti sebelum hamil. Dengan menyusui,

tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan

lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai.

4) Aspek psikologis

Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi

juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan.

4. Teknik menyusui
27

Teknik menyusui merupakan cara memberi ASI pada bayi dengan

pelekatan posisi ibu dan bayi dengan tepat (Arini, 2012). Teknik

menyusui akan dibutuhkan agar ibu dan bayi merasa nyaman dan bayi

bisa merasakan manfaat dari menyusui (Mansyur, Nurlina, & Dahlan,

2014).

Waktu untuk menyusui yang baik bertujuan membantu ibu dalam

mengosongkan payudara dan mencegah terjadinya bendungan ASI atau

payudara membengkak. Menurut Kemenkes RI (2015) waktu dan cara

menyusui yang baik, yaitu:

a. Menyusui sesuai kebutuhan bayi kapanpun bayi meminta (on demand)

b. Ibu menyusui bayi dari kedua payudara secara bergantian masing-

masing 5-15 menit hingga air susu berhenti keluar dan bayi berhenti

menyusu dengan melepas hisapannya secara spontan

c. Ibu menyusui bayinya minimal 8 kali sehari

d. Ketika bayi tidur lebih dari 3 jam maka bangunkan, dan susui

e. Ibu menyusui bayinya sampai payudara terasa kosong

f. Ketika bayi sudah kenyang, tetapi payudara masih terasa penuh ibu

bisa mengeluarkan ASInya dengan cara diperah dan disimpan.

Pengetahuan tentang teknik menyusui harus dikuasai dengan benar,

langkah-langkah menyusui, cara pengamatan teknik menyusui dan lama

frekuensi menyusui. (Creasoft, 2008).

Cara menyusui yang benar menurut (Rizki, 2013) yaitu :


28

a. Cucilah tangan dengan air bersih sehingga bakteri dan kuman tidak

menempel pada payudara ibu atau bayi.

b. Perah sedikit ASI dan oleskan ke putting lalu ke aerola disekitarnya

sebelum menyusui.

c. Menyusui dengan posisi duduk.

1) Posisi menyusui sambil duduk dengan santai menggunakan kursi

yang rendah agar kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu

bersandar sandaran kursi.

2) Menopang bayi dengan menggunakan bantal dan selimut, bayi

ditidurkan diatas pangkuan ibu.

a) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,

kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi

ditahan dengan telapak tangan. Kepala bayi tidak boleh

tengadah.

b) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dengan

tangan satunya didepan.

c) Payudara dipegang dengan C hold dibelakang aerola, tidak

menekan puting susu atau aerolanya.

d) Kepala bayi menghadap payudara, perut bayi menempel di

badan ibu.

e) Telinga dan lengan bayi diletakkan satu garis lurus.

f) Ibu memandangi bayi dengan penuh cinta kasih.


29

3) Tangan kanan menyangga payudara kiri dan 4 jari dan ibu jari

menekan payudara bagian atas aerola.

4) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek)

dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh

sisi mulut bayi.

d. Setelah bayi membuka mulut, kepala bayi didekatkan ke payudara ibu

dengan puting serta aerola dimasukan dalam mulut bayi. Melepaskan

isapan bayi Setalah menyusui melepas isapan bayi dengan cara jari

kelingking ibu dimasukan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau

dagu bayi ditekan ke bawah. Menyusui berikutnya dimulai pada

payudara yang belum kosong, setelah selesai menyusui, ASI

dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan aerola

disekitarnya.

e. Menyendawakan bayi. Menyendawakan untuk mengeluarkan udara di

lambung agar bayi tidak gumoh atau muntah setelah disusui. Bayi

digendong tegak di bahu ibu kemudian punggung bayi di tepuktepuk

secara perlahan, posisi tengkurap di atas pangkuan ibu, kemudian

punggungnya diusap-usap sampai bayi bersendawa.

Gambar 2.1. Cara meletakkan bayi yang benar


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)
30

Gambar 2.2. Cara memegang payudara yang benar


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)

Gambar 2.3. Cara merangsang mulut bayi yang benar


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)

Gambar 2.4. Perletakan benar


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)

Gambar 2.5 Perlekatan salah


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)
31

Gambar 2. 6. Teknik menyusui yang benar


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)

Gambar 2.7. Melepas hisapan bayi


(Sumber: Perinasia, 2004 dalam Arini, 2012)

Menurut Proverawati (2009), terdapat posisi menyusui yang benar

yang dapat dilakukan oleh ibu. Cara menyusui yang biasa dilakukan

adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring, dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

Gambar 2.8. Posisi menyusui sambil duduk yang benar


(Sumber: Anonim, 2011:1)
32

Posisi menyusui sambil duduk dengan nyaman dan santai pada

kursi yang rendah, biasanya kursi yang disertai sandaran lebih baik.

Apabila kursinya agak tinggi maka diperlukan kursi untuk meletakkan

kaki ibu (Astuti,dkk, 2015).

Gambar 2.9. Posisi menyusui di bawah lengan yang benar


(Sumber: Anonim,2011:1)
Posisi menyusui di bawah lengan yakni posisi memegang bayi

pada lengan dengan posisi lengan di bawah (underarm posisition)

posisi ini baik digunakan karena untuk bayi kembar atau jika sulit

melekatkan bayi (Astuti,dkk, 2015).

Gambar 2.10. Posisi menyusui sambil rebahan yang benar


(Sumber: Anonim, 2011:1)
Ibu dipastikan merasa nyaman dan relaks. Agar santai, maka

ibu berbaring pada sisi yang ia bisa tidur. Rasa nyaman bisa dibantu

dengan menempatkan satu bantal dan di bawah kepala dan bantal

yang lain di bawah dada. Tubuh bayi diletakkan dekat dengan ibu dan
33

kepalanya berada setinggi payudara sehingga bayi tidak perlu menarik

putting (Astuti,dkk, 2015).

5. Masalah dalam menyusui

Menyusui merupakan hal yang biasa dilakukan di kalangan

mayarakat, namun masih banyak masalah-masalah dalam menyusui yang

menjadi kendala dan menyebabkan kegagalan dalam proses menyusui.

Salah satu masalah dalam menyusui yaitu ASI yang keluar sedikit, puting

susu lecet, nyeri dan tidak nyaman sehingga ibu menganggap dirinya

tidak mampu untuk menyusui. Selain itu, masalah lainnya adalah ibu

menganggap bahwa bayinya menolak untuk disusui sehingga menangis

terus dan menolak untuk mengisap ASI. Berikut adalah masalah-masalah

menyusui yang terjadi menurut Nagtalon & Ramos, (2014) dan Rinata &

Iflahah, (2015) adalah sebagai berikut:

a. Kurang informasi

Kurangnya informasi berdampak ibu menggunakan susu formula

sebagai pengganti ASI yang dainggap sama baiknya bahkan lebih baik

dari ASI dan ibu tidak mengetahui cara pemberian ASI dan menyusui

secara efektif dan manfaat dari ASI itu sendiri untuk bayinya.

b. Radang pada puting susu. Radang pada puting susu merupakan

masalah yang umum dikeluhkan oleh ibu yang memulai untuk

menyusui. Penyebab umum terjadinya radang pada puting susu adalah

perlekatan yang tidak benar dan posisi yang tidak tepat, sehingga

menyebabkan isapan yang tidak efektif. Perlekatan yang kurang tepat


34

merupakan penyebab utama terjadinya puting susu lecet. Sarankan ibu

untuk memutus isapan dengan tepat, mengatur ulang posisi bayi, dan

mencoba lagi untuk melakukan perlekatan bayi. Setelah menyusui, ibu

mencoba lagi untuk melakukan perlekatan bayi. Setelah menyusui, ibu

dapat menggosokkan air susu atau lanolin ultra purified pada putting

susu untuk mendinginkannya. Sarankan ibu untuk mengeringkan

puting susunya dengan udara ruangan setelah menyusui bayinya dan

lebih sering berganti baju menyusui, serta menghindari mengenakan

bra yang lebih ketat.

c. Pembengkakan payudara: di antara hari kedua dan hari keenam stelah

melahirkan, ibu akan memulai memproduksi ASI dalam jumlah yang

lebih banyak. Secara alami, payudara ibu akan terasa penuh, lebih

besar, lebih berat, dan bahkan dapat sedikit nyeri. Pengisian yang

penuh ini dapat menjadi pembengkakan ketika payudara menjadi

keras, nyeri, hangat, dan seperti nyeri berdenyut dengan pendataran

puting susu. Pembengkakan terjadi jika ASI menumpuk karena

pengosongan yang tidak rutin dan tidak lengkap dari payudara sebagai

akibat dari perlekatan yang buruk dan posisi yang tidak tepat, jarang

memberikan ASI, suplementasi, kerusakan pada puting susu, atau

kelelahan. Untuk meminimalkan pembengkakan, berikan arahan pada

ibu tentang cara untuk melunakkan payudara sebelum menyusui

sehingga memungkinkan bayi melakukan perlekatan dengan baik.


35

Bantu ibu untuk dapat mengatur perlekatan dan memposisikan bayi

dengan baik.

d. Duktus tersumbat. Pembengkakan payudara dapat menyebabkan

adanya duktus yang tersumbat, yang merupakan benjolan meradang

dan nyeri yang biasa unilateral. Kondisi ini bukan merupakan kondisi

infeksi karena ibu tetap tidak demam.

e. Putting susu lecet (Abraded and or Cracked Nipple) Di sebabkan

trsuh (candidates) atau dermatitis dan kesalahan saat posisi menyusui

yang kurang tepat saat bayi menghisap pada putting.

f. Mastitis merupakan peradangan pada payudara dan merupakan salah

satu jenis infeksi masa postpartum. Terjadi pada masa nifas 1-3

minggu setelah persalinan akibat sumbatan saluran ASI pada saat

dihisap atau dikeluarkan dilakukan secara tidak efektif.

g. Abses payudara, merupakan kelanjutan dari mastitis yang diakibatkan

oleh meluasnya peradangan dalam payudara.

h. Kelainan anatomis pada puting susu seperti puting inversi atau datar.

i. Bayi yang enggan menyusu. Biasanya terjadi karena gejala dari

penyakit-penyakit yang mungkin saja diderita oleh bayi.

j. Ibu bekerja.

Penyebab utama penyapihan adalah ibu yang aktif bekerja. Dan ibu

memberikan susu formula karena ASI perah tidak cukup sehingga

menyebabkan ibu bekerja berhenti menyusui.


36

C. Tinjaun Umum Ibu Menyusui

1. Pengertian

Ibu menyusui adalah ibu yang memberikan makanan kepada bayi

yang secara langsung dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses

alamiah, dimana berjuta juta ibu melahirkan diseluruh dunia, menyusui

bayinya tanpa pernah membaca buku tentang pemberian ASI (Muliawati,

2012). Menyusui adalah proses yang alamiah yang tidak mudah

dilakukan sehingga untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan

pengetahuan mengenai teknik menyusui yang benar (Kuntarti, 2011).

2. Faktor yang mempengaruhi ibu menyusui

Beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan menyusui menurut

Proverawati & Rahmawati (2010), antara lain:

a. Kondisi bayi pada saat ingin menyusu, seperti bayi mengantuk

sehingga tidak dapat mempertahankan isapan pada puting ibu.

b. Rooting, yaitu menyentuhkan tangan atau puting ke mulut bayi agar

bayi dengan segera membuka mulutnya dengan lebar sehingga

perlekatan bayi tidak hanya pada puting saja, namun mencapai hingga

sebagian besar areola payudara.

c. Pengetahuan ibu tentang teknik laktasi. Ibu yang memiliki

pengetahuan tentang menyusui akan mudah dalam meberikan ASI

pada bayinya dibanding ibu yang kurang pengetahuan maupun ibu

yang belum memiliki pengalaman sebelumnya.


37

d. Kondisi fisik dan mental ibu. Kondisi ibu yang biasanya sangat

berpengaruh dalam menyusui bayinya yaitu ibu menderita

penyakitpenyakit kronis. Selain itu, kondisi mental, ibu stress akan

mempengaruhi produksi ASI, sehingga diperlukan dukungan dan

motivasi dari orang-orang sekitar.

e. Anatomi dan fisiologi payudara. Anatomi payudara yang sangat

mempengaruhi tindakan menyusui adalah bentuk puting susu

sedangkan fisiologi payudara yang sangat mempengaruhi adalah

laktogenesis (proses produksi ASI) dan galaktopoiesis (pemeliharaan

produksi dan pengeluaran ASI). Bentuk puting yang tidak sempurna

(datar atau tenggelam) akan menjadi penyulit bagi bayi untuk

melakukan perlekatan secara sempurna, sehingga bayi sulit untuk

menghisap ASI. Gangguan pada proses laktogenesis dan

galaktopoiesis akan menyebabkan produksi dan pengeluaran ASI yang

tidak lancar, sehingga dapat menganggu milk transfer.

f. Anatomi dan fisiologi bayi. Anatomi bayi yang sangat mempengaruhi

tindakan menyusui yaitu ketika bayi mengalami kelainan pada bibir

dan pallatumnya yang akan berpengaruh terhadap transfer susu.

Sehingga perlu dilakukan teknikteknik tertentu dalam pemberian ASI.

Sedangkan kelainan fisiologis yang biasa terjadi yaitu terjadinya

ikterus pada bayi, bayi enggan menyusu karena merasa kurang

nyaman seperti terjad influenza, demam dll.


38

D. Tinjaun Umum Perilaku Ibu Menyusui

1. Pengertian

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai

dengan manusia itu berperilaku, karena mereka memiliki aktivitas

masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, dan sebagainya

(Notoatmodjo,2012).

Perilaku adalah respon individu terhada suatu stimulus atau suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi

dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan

berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2011).

2. Pembentukan Perilaku

Menurut Pieter dan Lumongga (2011), pembentukan perilaku

manuasia terjadi akibat:

a. Faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor-faktor

pencetus terjadinya suatu sebab, seperti pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai.


39

b. Faktor pendukung (enabling factors) adalah faktor yang turut serta

mendorong timbulnya suatu sebab seperti lingkungan fisik dan

aktifitas, misalnya sarana obat-obatan dan puskesmas.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan referensi sikap dan perilaku secara umum.

Menurut Notoatmodjo (2012), faktor pendorong mencakup:

1) Bentuk Perilaku

2) Perubahan perilaku

Perubuhan perilaku kesehatan sebagai tujuan dari promosi atau

pendidikan kesehatan sekurang-kurangnya mempunyai 3 dimensi:

a) Mengubah perilaku negative (tidak sehat) menjadi perilaku

positif (sesuai nilai-nilai kesehatan)

b) Mengembangkan perilaku positif (pembentukan dan

pengembangan perilaku sehat)

c) Memelihara perilaku yang sudah positif atau mempertahankan

perilaku sehat yang sudah ada

3) Bentuk perubahan perilaku

a) Perubahan alamiah

Perilaku manusia sering berubah apabila dalam masyarakat

sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau social

budaya dan ekonomi, maka anggota didalamnya juga

mengalami perubahan.

b) Perubahan terancam
40

Perubahan karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

c) Kesediaan untuk berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program

pembangunan di dalam maka yang sering terjadi adalah

sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau

perubahan tersebut (perubahan perilakunya) dan sebagian

orang lain sangat lambat untuk menerima inovasi atau

perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang

mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda.

Menurut Notoatmodjo (2012), determinan perilaku dapat dibedakan

menjadi 2 yakni:

a. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang

bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional. jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku

seseorang.

3. Skema Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), skema perilaku dapat digambarkan

sebagai berikut:
41

Fasilitas Persepsi
sosiobudaya Pengetahuan Perilaku

Keyakinan
Keinginan
Respon
Motivasi
Eksternal
Niat
sikap Bentuk pasif/negative

Bentuk aktif/positif

Internal
Gambar. 2.11. Skema terbentuknya suatu perilaku

Menurut Wawan dan Dewi (2011), secara lebih operasional perilaku

dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap

rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2

macam, yakni:

a. Bentuk pasif

Bentuk aktif adalah respons internal yang terjadi didalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu

penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke

puskesmas untuk di imunisasi.

b. Bentuk aktif

Bentuk aktif perilaku yang dapat diamati secara langsung. Misalnya

pada kedua contoh diatas si ibu sudah membawa anaknya ke

puskesmas atau fasilitas kesehatan untuk imunisasi. Oleh karena itu,


42

perilaku mereka ibu sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka

disebut overt behavior.

4. Perilaku Menyusui yang Benar

Menurut Maryunani (2012) perilaku menyusui yang benar adalah

sebagai berikut: a) Sebaiknya bayi tidak dijadwalkan karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. b) Ibu perlu sebaiknya menyusui

anaknya setelah merasa sudah perlu untuk menyusui anaknya. c) Bayi

yang sehat akan dapat mengosongkan satu payudara sekitar 15 menit dan

ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. d) Pada

awalnya bayi disusui tidak teratur dan akan mempunyai pola tertentu

setelah 1-2 minggu kemudian. e) Menyusui dengan jadwal yang

ditentukan akan berakibat kurang baik, (karena isapan bayi sangat

berpengaruh pada produksi selanjutnya). f) Khusus untuk ibu yang

bekerja diluar rumah, dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam

hari karena akan memacu produksi ASI. g) Untuk menjaga keseimbangan

besarnya kedua payudara, maka sebaiknya dilakukan pada kedua

payudara secara bergantian. h) Usahakan menyusui hingga merasa

payudara terasa kosong agar produksi ASI lebih baik. i) Setiap kali

menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan.

5. Indikator Perilaku Menyusui yang Benar

Menurut Proverawati (2009), perilaku yang salah dapat

mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal

sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau enggan


43

menyusui. Indikator bayi disusui dengan benar bayi akan menunjukkan

tanda-tanda sebagai berikut: a) Bayi tampak tenang. b) Badan bayi

menempel pada perut ibu. c) Mulut bayi terbuka lebar. d) Dagu ibu

menempel pada payudara ibu. e) Sebagian areola masuk kedalam mulut

bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. f) Bayi nampak menghisap

kuat dengan irama perlahan. g) Putting susu tidak terasa nyeri. h) Telinga

Dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. i) Kepala bayi agak

menengadah.

Perilaku menyusui adalah tindakan ibu yang diperoleh dari

pengalaman dan pengetahuan dalam pemberian ASI. Perilaku menyusui

yang benar mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian ASI serta

membuat bayi akan merasa nyaman dan tenang ketika disusui, sehingga

membuat ikatan ibu dan anak menjadi erat.

6. Akibat Perilaku Menyusui Yang Salah

Menurut Apriyani,dkk (2014), kesalahan memposisikan dan

melekatkan bayi, jika bayi tidak melekat dengan sempurna atau ibu

mendekap bayi sedemikian rupa sehingga menyebabkan puting menjadi

nyeri, jika puting terus-menerus tergesek oleh lidah atau langit-langit

bayi puting dapat mengalami abrasi atau luka. Puting yang lecet sangat

menyakitkan dan dapat menyebabkan perdarahan, jika putting yang lecet

tidak segera diobati dapat menyebabka n mastitis dan abses di payudara.

Selain menyebebkan puting susu lecet perilaku menyusui yang salah juga
44

dapat mengakibatkan ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi

produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusui.

E. Kerangka Teori

Proses Faktor-faktor yang Tingakat pengetahuan:


pengetahuan: mempengaruhi a. Tahu (know)
a. Kesadaran pengetahuan: b. Memahami
b. Merasa a. Pendidikan (Comprehension)
c. Menibang- b. Informasi/media c. Aplikasi
menimbang massa (Application)
d. Mencoba c. Pekerjaan d. Analisis (Analysis)
e. Adaption d. Soaial, budaya e. Sintesis (Synthesis)
dan ekonomi f. Evaluasi
e. Lingkungan (Evaluation)
f. Pengalaman
g. usia

Pengetahuan

Pengetahuan Teknik Menyusui

Dimensi perilaku Perilaku ibu menyusui

Faktor internal: Faktor eksternal:


a. Tingkat a. Lingkungan Tidak
kecerdasan fisik Melakukan
melakukan
b. Tingkat b. Social teknik
teknik
emosional c. Budaya menyusui
menyusui
c. Jenis kelamin d. Ekonomi dengan
dengan
e. Politik benar
benar

Keterangan:

: tidak diteliti

: diteliti Gambar 2.12. Kerangka Teori


45

F. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Pengetahuan tentang Perilaku Ibu
teknik menyusui menyusui

Gambar 2.13. Kerangka Konsep

G. Hipotesis
Menurut Notoatmodjo (2014) “hipotesis merupakan dugaan sementara

terhadap terjadinya hubungan variabel yang akan diteliti dan dapat

dirumuskan dalam bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

yang berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian yang berarti bahwa

hipotesis harus dibuktikan.”

Ho: Tidak ada hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui dengan

perilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI.

Ha: Ada hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui dengan perilaku ibu

menyusui dalam memberikan ASI.


46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

korelasi dengan pendakatan cross sectional.

Metode deskriptif tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan

(memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini

(Nursalam, 2011). Menurut Nursalam (2014), bahwa yang dimaksud dengan

cross sectional adalah suatu pendekatan penelitian yang menekan pada waktu

pengukuran atau observasi data variable bebas dan variable tergantung, hanya

dilakukan satu kali dalam satu saat.

Penelitian ini dengan pendekatan cross sectional dimana variable

independen adalah pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dan variabel

dependen adalah pelaksanaan teknik menyusui yang benar akan diteliti disaat

yang bersamaan.

B. Populasi dan Sample

Menurut Setiadi (2013) bahwa populasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek ataupun subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya, jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga
47

objek dan benda – benda alam yang lain sehingga populasi adalah keseluruhan

objek penelitian yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini populasi adalah ibu menyusui yang ada di daerah

binaan Puskesmas X , populasi target dalam penelitian ini adalah semua ibu

menyusui yang ada di daerah binaan Puskesmas X dengan pendidikan

minimal sekolah dasar, dapat berkomunikasi dengan baik, dapat membaca dan

menulis, melahirkan dengan bayi hidup dan sehat, Ibu sehat yang tidak

memiliki penyakit kronis dan tidak mengalami komplikasi pada saat

melahirkan. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua ibu

menyusui di daerah binaan Puskesmas X sebanyak 30 responden.

Menurut Setiadi (2013) bahwa “sample adalah sebagian dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

dengan kata lain semple adalah elemen – elemen populasi yang dipilih

berdasarkan kemampuan mewakilinya”

sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang

yang akan dilakukan uji pre dan post test.

Peneliti menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi untuk mengurangi bias

hasil penelitian.

Kriteria inklusi yang digunakan adalah :

1. Ibu melahirkan dengan bayi hidup dan sehat.

2. Ibu sehat. Tidak memiliki penyakit kronis.

3. Ibu tidak mengalami komplikasi pada saat melahirkan.

4. Ibu yang dapat berkomunikasi dengan baik.


48

5. Ibu yang dapat membaca serta menulis.

Kriteria eksklusif yang digunakan adalah :

1. Ibu yang memiliki bayi usia >6 bulan.

2. Responden yang tidak lulus dari sekolah dasar.

C. Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi setiap popolasi untuk dapat mewakili

populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subyek penelitian (sastroasmoro dalam nursalam, 2014).

Secara ada dua teknik pengambilan sampel yaitu probability sampling dan

non probability sampling. Dalam penelitian ini menggunakan teknik non

probability sampling: purpose sampling, suatu tenik penetapan sampel dengan

cara memilih sampel di antara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karateristik populasi yang telah

dikenali sebelumnnya (Nursalam, 2014).

Menurut Nursalam (2014) apabila jumlah sampel kecil atau kurang dari

1000 sampel maka peneliti dalam nenentukan besar sample menggunakan

rumus :
𝑁
n = 1+𝑁 (𝑑2 )

Keterangan :

n = besar sampel

N = jumlah populasi
49

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan yaitu 0.05

D. Variabel Penelitian

Menurut Nursalam, (2014) variable yang dikaji pada penelitian ini adalah

variable dependen dan variable independen, yaitu:

1. Variabel Dependen (terikat)

Variable dependen adalah variable yang dipengaruhi atau nilainya

ditentukan oleh variable lain. Variable dependen pada penelitian ini adalah

perilaku ibu menyususi dalam memberikan ASI .

2. Variabel Independen ( bebas)

Variable independen adlah variable yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variable lain. Variable independen pada penelitian ini adalah

pengetahuan tentang teknik menyusui.

E. Definisi Operasional

Menurut Nursalam (2014) Definisi operasional adalah definisi berdasarkan

karateristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karateristik

yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional.

1. Pengetahuan

Secara operasional yang dimaksud pengetahuan dalam penelitian ini

adalah segala sesuatu yang diketahui ibu berkaitan dengan teknik

menyusui yang benar. Parameter dalam variable ini adalah pengertian

menyusui, fisiologi menyusui, manfaat menyusui, teknik menyusui yang


50

benar dan masalah dalam menyusui. Alat ukur yang digunakan untuk

mengukur pengetahuan adalah dengan kuesioner yang terdiri dari

favourable dengan skala Guttman, akan di dapatkan jawaban yang tegas

yaitu ya atau tidak. Bila pertanyaan benar diberi nilai 1 dan salah diberi

nilai 0 skala ukuran itu skala Guttman menurut Notoadmodjo (2012).

Presentase = jumlah yang benar

Jumlah soal × 100%

3. Perilaku pemberian ASI adalah tindakan nyata yang dilakukan ibu secara

langsung yaitu menyusui bayinya dengan menggunakan teknik menyusui

yang benar. Parameter dari variable ini adalah kemampuan ibu dalam

melakukan pemberian ASI dengan teknik yang benar. Alat ukur variable

ini adalah lembar observasi dengan menggunakan skala ordinal. Lembar

observasi dengan alternative pilihan jawaban ya dan tidak. Dikategorikan

menjadi: mampu melakukan teknik menyusui=benar, tidak mampu

melakukan teknik menyusui=salah.

F. Instrument Penelitian

1. Bentuk Instrumen

Instrument adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Alat

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dan observasi.

2. Uji Instrumen

Dalam pengujian instrument penelitian ini menggunakan uji validitas dan

reabilitas. Pengujian akan dilakukan sebelum kuisioner di berikan kepada


51

rresponden dan diuji coba pada responden yang mempunyai karakteristik

sama dengan sample penelitian.

G. Validitas dan Reabilitas

1. Uji validitas

Uji validitas merupakan tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur

yang digunakan.

Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang

dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur Sugiyono(2004) dikutip

dalam jurnal Sholeh, Mohammad (2014).

Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang

benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Dengan kata

lain, uji validitas ialah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap

isi (konten) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur

ketepatan instrumen (kuesioner) yang digunakan dalam suatu penelitian.

Untuk mengetahui kevalidan dari instrument yang digunakan dalam

pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan setiap

skor variable jawaban responden dengan total skor masing-masing

variable, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan total skor

masing- masing variable, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan

nilai kritis pada taraf signifikan 0,05 dan 0,01. Tinggi rendahnya validitas

instrumen akan menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak


52

menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Secara

umum ada dua rumus atau cara Uji Validitas yaitu dengan Korelasi

Bevariate Pearson dan Correlated Item-Total Correlation. Korelasi

Bevariate Pearson adalah salah satu rumus yang dapat digunakan untuk

melakukan uji validitas data dengan program SPSS versi 17.0 dengan

demikian penulis menggunakan Rumus Bivariate Pearson (Korelasi

Pearson Product Moment) dalam melakukan Uji Validitas.

Rumus dari Korelasi Pearson Product Moment adalah:

Keterangan:

X = Skor variabel

Y = Skor total variabel

n = Jumlah responden

Pengujian menggunakan uji dua pihak dengan taraf signifikansi 0,05.

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

a. Jika r hitung ≥ r tabel (uji dua pihak dengan sig. 0,05) maka

instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap

skor total (dinyatakan valid).


53

b. Jika r hitung < r tabel (uji dua sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen

atau item- item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap

skor total (dinyatakan tidak valid).

Sugiyono(2004) dikutip dalam jurnal Sholeh, Mohammad (2014).

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah data untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner

dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap

pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Kehandalan

yang menyangkut kekonsistenan jawaban jika diujikan berulang pada

sampel yang berbeda. Dalam program SPSS versi 17.0 akan dibahas

untuk uji yang sering digunakan penelitian mahasiswa adalah dengan

menggunakan metode Alpha (Cronbach’s). Metode Alpha sangat cocok

digunakan pada skor berbentuk skala (misal 1-4, 1-5) atau skor rentangan

(misal 0-20, 0-50).

Rumus dari metode Alpha (Cronbach’s) adalah

Keterangan:
= Reliabilitas instrument

= Jumlah item pertanyaan yang diuji

= Jumlah varian skor tiap item


= Varian total
54

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient

reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item

reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki

reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya jika alpha>

0,90 maka reliabilitas sempurna. Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka

reliabilitas tinggi. Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas

moderat. Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah. Jika alpha rendah,

kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel. Sugiyono(2004)

dikutip dalam jurnal Sholeh, Mohammad (2014).

H. Rencana Penelitian

Rencana penelitian merupakan langkah awal dalam mendapatkan data

penelitian. Rencana yang akan digunakan the one case study, rancangan ini

hanya melibatkan satu kelompok atau kejadian pada periode waktu tertentu.

Tahap rancangan dari penelitian sebagai berikut:

1) Tahap persiapan

Pada tahap persiapan peneliti melakukan persiapan berupa survey ke

puskesmas X untuk mengetahui kondisi ibu menyusui di daerah binaan

puskesmas X, menyiapkan dan mengurus surat izin penelitian, membuat

informed consten (surat persetujuan) dan menjelaskanya kepada

responden, menyiapkan buku atau berbagai bacaan yang masih bisa dibaca

untuk referensi, menyiapkan angket, dan menyiapkan lembar obsevasi cara

menyusui yang benar.


55

2) Tahap pelaksanaan

Sebelum memberikan tindakan kepada respoden, peneliti menjelaskan

tentang apa yang akan di lakukan dan memberikan informed consten(surat

persetujan) serta meminta tanda tangan sebagai persetujuan dari

responden, peneliti memberikan pre test yaitu memberikan angket dan

melakukan observasi perilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI untuk

mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang teknik menyusui.

Setelah melakukan pre test, penelilti memberikan penyuluhan dan

memberikan demonstrasi tentang teknik menyusui yang benar kemudian

peneliti memberikan angket dan mengevaluasi atau post test untuk

mengetahui perkembangan dan perbedaan setelah diberikan penyuluhan

tentang teknik menyusui, setelah data terkumpul, peneliti mulai mengolah

data dengan menggunakan SPSS for windows.

I. Metode Analisa

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasi dan

desain cross sectional. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisa bivariat, yaitu analisa yang bersifat untuk melihat hubungan

antara dua variable. Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui bagaimana

hubungan pengetahuan tentang teknik menyusui dengan perilaku ibu dalam

memberikan ASI. Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0 windows.

Analisa bivariat yang digunakan adalah uji Chi Square.

Skala pengukuran data menggunakan skala ordinal, dalam pengumpulan

data peneliti menggunakan data primer yang diambil sendiri dari responden
56

lewat instrument penelitian yaitu angket, hasil observasi dan hasil evaluasi

kognitif.

Menurut Setiadi (2013) dalam pengolahan data yang telah dihasilkan

memiliki tahap sebagai berikut :

1) Editing atau memeriksa

Untuk memeriksa daftar pertanyaan seperti kelengkapan jawaban,

keterbacaan tulisan, relevansi jawaban

2) Memberi tanda kode atau coding

Dengan mengklasifikasikan jawaban dari responden dalam bentuk

bilangan atau angka

3) Processing

Dengan meng-entry data dari kuesioner ke paket program computer

4) Cleaning

Mengelompokkan kembali data yang sudah di entry ke computer

5) Penyajian data

Penyajian dilakukan dalam bentuk yang mudah dibaca dan difahami agar

mudah di baca dan di interpretasikan penyajian data diberikan dalam

bentuk tulisan, tabel dan diagram

6) Analisa dan interpretasi

Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penelitian, pada interpretasi

peneliti menggunakan interpretasi deskriptif karena peneliti hanya

menginterpretasikan hasil penelitian berdasarkan dengan data yang telah

dikumpulkan
57

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan pemohonan ijin ke

pendidikan dan puskesmas untuk mendapatka ijin penelitian. Peneliti

memberikan informed consten (surat persetujan) dan menjelaskannya sebelum

ke ibu menyusui, meminta tanda tangan sebagai bukti persetujuan dari

responden, memberlakukan responden dengan hormat dan baik. Kemudian

membagikan kuisioner dan melakukan observasi kepada responden yang akan

di teliti dengan memperhatikan sebagai berikut:

1. Otonomi

Merupakan hak untuk memilih apakah ikut atau tidak dalam suatu

penelitian yang dituangkan dalam Informed Consenst.

2. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin kerahasiaannya

oleh penelitinya karena hanya kelompok data tertentu yang disajikan

dalam penulisan hasil penelitian. Demi menjaga kerahasiaannya maka

peneliti tidak akan meminta kepada responden untuk mencantumkan nama

pada lembar kuisioner dan observasi yang akan diisi. Lembar kuisioner

dan observasi hanya di beri nomer atau kode tertentu.

3. Beneficence (Asas Kebaikan)

Penelitian ini dilakukan demi kebaikan profesi perawat.

4. Nonmalefience

Penelitian dilakukan tidak mengandung unsur bahaya bagi subjek.

Anda mungkin juga menyukai