Disusun Oleh :
MATARAM
2019
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. Etiologi
1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial.
Faktor Predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor Presipitasi
1) Alergen
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik
dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada
faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat
timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.
E. Patofisiologi
Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan
Retensi CO2
Asidosis respiratorik
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada
gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic
persistent bronchitis, emphysema.
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen
b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
b) Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit,
2) Pemeriksaan Scanning Paru
Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak cocokan/perfusi)
atau tidak adanya ventilasi/perfusi.
3) Pemeriksaan Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
H. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
2) Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik Dada
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi :
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test
provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial
seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.
d. Pola Kesehatan Gordon
1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan
Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.
2. Pola Aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri, skor:
0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu dibantu orang lain
3 = perlu dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung
3. Pola istirahat dan tidur
Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat tidur (tenang,
gelisah), kebiasaan tidur.
4. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan (sering/jarang/teratur),
antropometri, kesulitan menelan.
5. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan.
6. Pola kognitif-perseptual
Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara (normal/gagap)
7. Pola konsep diri
Pemahaman akan diri sendiri.
8. Pola koping
Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi.
10. Pola peran-hubungan
Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran dalam keluarga dan
masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk RS.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit dengan spiritual.
Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit.
Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan: Pola nafas kembali efektif selama 1x24 jam.
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal,
batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi selama 2x24 jam.
Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik,
klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan
dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam
asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf