Disusun Oleh:
Kelompok 6 / Golongan B2
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2019
I. Judul
II. Tujuan
Tujuan Umum
1. Mampu melakukan konseling kepada pasien pediatri dan keluarganya dalam
rangka memberikan terapi obat yang sesuai.
Tujuan Khusus
1. Memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi dan masalah pasien pediatri
2. Memberikan konseling terhadap pasien pediatri supaya obat yang diberikan
terkait indikasi dan efek samping yang mungkin terjadi dapat diterima baik oleh
pasien dan keluarga.
A. Identifikasi
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,
melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu
dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang
memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Konseling
pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan elemen kunci dari pelayanan
kefarmasian, karena Apoteker sekarang ini tidak hanya melakukan kegiatan
compounding dan dispensing saja, tetapi juga harus berinteraksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya dimana dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care
(Depkes RI, 2007).
Konseling dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Konseling perlu diberikan pada pasien, misalnya kondisi khusus (misalnya: geriatri,
ibu hamil dan menyusui), pasien dengan penyakit kronis (misalnya: TB, DM), pasien
yang menggunakan obat indeks terapi sempit, pasien poli farmasi, dan pasien dengan
tingkat kepatuhan rendah. Kegiatan konseling didokumentasikan oleh Apoteker
(Kemenkes RI, 2016).
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS,
epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
5. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin,
teofilin).
6. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu
obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
7. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh Dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi obat tersebut?
3. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
4. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling
dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Apotek (Permenkes, 2016).
Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi,
memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost
effectiveness, dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Sedangkan
tujuan khususnya adalah:
Proses konseling bisa dilakukan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dini,
sampai dewasa lanjut. Anak biasanya menghindari emosi yang tidak
menyenangkan, dan cenderung untuk menekan perasaan itu. Agar hubungan
dalam proses konseling efektif, anak harus merasa diterima oleh konselor dengan
cara yang sama dengan anak, bagaimana ia juga menerima dirinya (Mintarsih,
2013). Memberikan konseling pada anak tidak bisa disamakan seperti memberikan
konseling pada orang dewasa. Orang dewasa mudah untuk diajak duduk
bersama membicarakan permasalahan yang menimpanya. Sedangkan, anak akan
cepat bosan jika disuruh berdiam diri beberapa saat untuk menjawab
pertanyaan konselor, bisa juga terjadi suasana menghindari untuk mengemukakan
penyebab masalah yang timbul pada dirinya. Pada saat melakukan proses
konseling pada anak, konselor harus mampu melibatkan diri berkomunikasi
verbal maupun non verbal dengan anak-anak. Selain itu, konselor juga harus dapat
memahami sifat, tujuan, penggunaan media dan ide kreatif dalam memberikan
konseling pada anak agar tujuan tercapai (Mintarsih, 2013). Pencapaian tujuan tidak
hanya bergantung pada konselor tetapi juga membutuhkan peran keluarga dalam
proses konseling. Konselor harus memahami apa tujuan orangtua untuk memberikan
konseling pada anak, sehingga tujuan konseling bisa terfokuskan dalam proses
terapi. Menurut David dan Kathryn Geldard (2011), tujuan proses
konseling pada anak memiliki empat tingkatan, yaitu:
B. Perumusan Masalah
Kasus III. Pediatri
dr. J.H
SIP No. XXX/456/D/VII.89/1999
Jl. Privet Drive No. 17, Purwokerto, (0281) 555555
Jam Praktek : 17.00 – 20.00 WIB
R/ Amoxsan syr fl 1
S 3dd C 1
Pro : Mince
Umur : 2 tahun
Ibu Raminten datang ke apotek untuk menebus resep bagi anaknya, Mince 2
tahun. Ibu Raminten meminta untuk menebus separuh saja. Ibu Raminten bekerja
sebagai pemulung yang buta huruf. Mince sudah batuk pilek dan panas sejak 2 hari
lalu.
Rumusan masalah :
1. Bagaimana memberikan edukasi yang tepat utuk pasien pediatri?
2. Bagaimana cara berkomunikasi yang tepat agar pasien mau mendengarkan dan
percaya terhadap informasi yang diberikan oleh Apoteker?
3. Bagaimana cara menyesuaikan obat dengan kemampuan ekonomi pasien?
4. Bagaimana jika pasien ingin menebus resep hanya separuh saja, berikan solusi
dan pejelasannya!
5. Bagaimana menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien dan dokter jika
ada obat yang diganti, dihilangkan dan atau ditambahkan?
6. Apakah terapi farmakologi dan non-farmakologi yang tepat untuk mengobati
batuk pilek pasien?
7. Bagaimana indikasi dan interaksi obat tersebut?
8. Bagaimana kontra indikasi dan efek samping obat tersebut?
9. Bagaimana aturan pakai dan cara pakai obat tersebut?
10. Bagaimana menjelaskan hal yang perlu dihindari dan dipatuhi sehubungan
dengan pemakaian obat dan penyakit pasien?
11. Bagaimana cara penyimpanan obat?
12. Apa saja KIE yang perlu diberikan kepada pasien dan teman terdekat/
keluarganya?
13. Bagaimana menjelaskan cara penggunaan obat kepada pasien?
14. Bagaimana mengatasi kendala komunikasi kepada seseorang yang tidak mampu
dan penyandang buta huruf?
15. Bagaimana cara mengetahui bahwa keluarga pasien sudah memahami edukasi
yang diberikan?
V. Pembahasan
1. Mekanisme Role Play
Konseling untuk pasien pediatri lebih banyak dilakukan pada keluarga pasien.
Dimana apoteker dapat memperoleh informasi lebih mengenai pasien pedriati,selain
itu apoteker juga dapat meminta bantuan peran keluarga pasien dalam mengawasi
anak untuk meminum obat secara tepat.
Pada kasus pediatri ini pasien menerima resep yang berisi 3 obat yaitu tablet
nalgestan, tablet bisolvon dan amoxan sirup. Nalgestan berisi phenylpropalamin dan
CTM yang berguna untuk meringankan gejala pilek dan sebagai antihistamin.
Bisolvon berisi bromoheksin HCl yang dapat digunakan untuk batuk berdahak.
Sedangkan sirup amoxan diindikasikan sebagai terapi antibiotik untuk infeksi
saluran perrnafasan. Namun pada kasus ini terdapat penggantian obat dari sediaan
paten amoxan sirup ke sediaan generik yaitu dry syrup amoxicilin yang harganya
jauh lebih terjangkau. Pergantian obat ini dikarenakan ada kendala dengan ekonomi
keluarga pasien saat akan menebus semua obat di resep, namun dengan konfirmasi
dokter terlebih dahulu yang menulis resep pasien.
Pada saat role play setting tempat dilakukan di apotek dengan pasien
didampingi oleh keluarga yaitu ibu dari pasien, kemudian apoteker akan menyambut
pasien dan keluarga yang mendampingi dengan ramah. Apoteker membuka
percakapan dengan memperkenalkan diri dan melakukan penggalian data diri pasien
dan keluarga pasien seperti nama dan alamat , kemudian apoteker menskrining resep
dan menanyakan ketersediaan waktunya kepada keluarga pasien untuk melakukan
konseling 15-30 menit. Kemudian apoteker memberikan pertanyaan 3 prime
question kepada ibu pasien selanjutnya penggalian informasi pasien menayakan
keluhan, riwayat alergi obat pasien kepada ibu pasien serta menimbang berat badan
pasien. Konseling pada pasien pediatri memang lebih banyak dilakukan dengan
keluraga pasien akan tetapi apoteker harus lihai dalam memgikutsertakan pasien
pediatri untuk aktif dalam proses konseling, seperti banyak melibatkan anak dalam
penggalian informasi dan memberikan informasi mengenai jadwal meminum obat,
serta mengedukasi kepatuhan dalam mengkonsumsi obat untuk kesembuhan pasien.
Proses penyampaian dapat dilakukan dengan cara yang lebih sesuai untuk anak anak
(Mintarsih, 2013). Dalam melakukan konseling apoteker memberikan konfirmasi
harga obat diawal untuk memastikan pasien dapat atau tidak menebus semua obat
yang tertulis di resep kemudian apoteker mampu menyelesaikan penggantian obat
dari sediaan paten (sirup amoxsan) ke sediaan generik (dry syrup amoxicillin)
dengan harga yang lebih terjangkau namun tetap mempunyai kandungan dan efek
yang sama selain itu apoteker juga mampu menjelaskan informasi obat yang ditulis
di resep oleh dokter mulai dari penggunaan obat, aturan pakai, efek samping dan
cara penyimpanan obat.
Menurut kelompok kami, proses role play yang dilakukan masih terdapat
kekurangan dari apoteker seperti belum menjelaskan mengenai terapi non
farmakologi dan cara penyimpanan obat kepada pasien. Tetapi terdapat beberapa
kelebihan seperti apoteker sudah luwes dan menguasai diri.
Menurut dosen dan praktikan lainnya terdapat beberapa kelebihan yang dapat
dipertahankan dan ditingkatkan lagi ketika akan melakukan konseling kepada
pasien pediatri dan keluarga, seperti aktif mengikutsertakan pasien anak terhadap
proses penggalian informasi dan penyampaian edukasi mengenai pengobatan yang
akan diterimanya. Untuk mengatasi anak yang rewel, apoteker pun sudah
menyiapkan media untuk membuat perhatian anak menjadi teralihkan. Dalam
penyampaian konseling sudah runtut dengan adanya beberapa penekanan dan
penegasan pada beberapa informasi yang penting, seperti cara penggunaan obat dan
jadwal meminumnya.
2. Evaluasi atau Feedback saat Role play
a. Feedback dari dosen
1. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh konselor yaitu diantaranya yaitu
intonasi dan gerakan tubuh
2. Konselor sebaiknya menyapa pasien terlebih dahulu untuk mengawali
konseling
3. Ketika mengkonfirmasi ke dokter, sebaiknya apoteker memberikan saran
dan berdiskusi bersama serta tidak megambil keputusan sepihak.
b. Kekurangan saat konseling berlangsung yaitu :
Apoteker seharusnya menjelaskan prinsip swamedikasi kepada pasien.
Misalnya kenapa setelah 3 hari pasien harus kembali ke apotek.
c. Kelebihan saat konseling berlangsung yaitu :
1. Apoteker sudah cukup baik, runtut, dan sistematis dalam melakukan
konseling.
2. Apoteker sudah bagus dalam memberikan alternatif pengobatan kepada
pasien.
d. Hal-hal yang perlu ditingkatkan untuk memperbaiki konseling yang telah
dilakukan yaitu :
1. Intonasi perlu ditekankan saat konseling agar suasana tidak datar.
2. Apoteker perlu membagi fokusnya dan merespon anak.
VI. Kesimpulan
Hal-hal dalam proses konseling dengan pasien pediatri kurang lebih sama
dengan proses konseling dengan pasien yang lain, hanya saja apoteker harus lebih
siap mengatasi dan mensiasati bagaimana agar pasien pediatri tidak rewel dan tetap
kondusif dalam mengikuti proses konseling. Apoteker dalam melakukan konseling
dengan pasien pediatri dan keluarga haruslah dilakukan dengan cara aktif
mengikutsertakan pasien pediatri dalam penggalian informasi dan mengedukasi
mengenai pengobatan yang akan diterima. Pemilihan kata perlu diperhatikan dengan
siapa lawan bicara yang dihadapi agar lebih efektif dan mudah dipahami.