Anda di halaman 1dari 21

BIOFARMASETIKA &

FARMAKOKINETIKA
“EKSKRESI OBAT”
KELOMPOK 3
1. Siti Fauziah Inayah (1711011028)
2. Rahma Yuni Safitri (1711011030)
3. Zahrah Yulindra (1711011032)
4. Ramzaliati (1711011036)
5. Poppy Ayu Namira (1711011040)
6. Swari Tirtania (1711011042)
EKSKRESI
Ekskresi merupakan proses pembuangan
produk inaktif dari tubuh. Obat yang bersifat
polar dan nonvolatil diekskresikan sebagian
besar melalui ginjal yang nantinya akan
dikeluarkan berupa urin. Jalur lain untuk
ekskresi obat ialah dieluarkan bersama
empedu, saliva, keringat, ASI, atau melalui
cairan tubuh lainnya.
Obat yang bersifat volatil diekskresikan
oleh paru – paru berupa uap. Contoh obat
yang bersifat volatil ialah anestesi berbentuk
gas dan alkohol. (Shargel, 2016)
Terdapat perbedaan jalur ekskresi antara obat yang diabsorpsi
dengan obat yang tidak diabsorpsi oleh tubuh.
a) Obat yang diabsorpsi oleh tubuh akan masuk ke peredaran sistemik
dan diekskresikan oleh tubuh melalui berbagai rute.
b) Obat yang tidak diabsorpsi oleh tubuh akan dikeluarkan melalui
feses. (Shargel, 2016)
RUTE EKSKRESI OBAT

o Ginjal
o Paru- paru
o Kulit
o Empedu
o Saliva
o ASI
A. GINJAL
Ginjal merupakan organ ekskresi utama untuk membuang
produk sisa metabolisme dan berperan penting dalam mengatur
volume cairan tubuh dan kandungan elektrolit di dalam tubuh.
Untuk mengatur garam dan keseimbangan air , ginjal akan
mengeluarkan kelebihan air, elektrolit dan produk sisa.
Nefron adalah unit dasar dari ginjal yang berperan
mengeluarkan sisa metabolisme dan mengatur keseimbangan
air dan elektrolit tubuh. (Shargel, 2016)
Proses ekskresi obat dari tubuh ialah melalui tahapan berikut :

◦ Filtrasi glomerular.
◦ Sekresi aktif tubular.
◦ Reabsorpsi tubular.
(Shargel, 2016)
Filtrasi glomerular
Proses ini terjadi pada obat – obat dengan
BM < 500, sehingga obat yang terikat pada
protein tidak dapat difiltrasi. Tekanan hidrostatik
pada kapiler gomerulus berperan besar dalam
terjadinya proses ini.
Laju filtrasi gomerulus (GFR) diukur pada
obat yang rute ekskresi utamanya melalui ginjal.
Biasanya kadar inulin dan kreatinin digunakan
sebagai parameter. Nilai GFR berbanding lurus
dengan luas permukaan tubuh.
Filtrasi terjadi secara langsung pada obat
dalam keadaan bebas di plasma. Apabila
konsentrasi obat bebas di plasma meningkat,
maka filtrasi glomerular obat akan meningkat,
Sekresi aktif tubular
Proses ini terjadi melalui transpor aktif dengan
media pembawa dan membutuhkan energi
dikarenakan melawan gradien konsentrasi. Media
carrier terbatas dan dapat mengalami kejenuhan.
Obat dengan struktur yang sama akan berkompetisi
pada media carrier yang sama. Laju sekresi tubular
berdasarkan pada aliran plasma ginjal.
Pengaruh proses ini pada waktu eliminasi obat
yang terikat protein lebih sedikit dibandingkan obat
yang diekskresikan sebagian besar melalui ginjal.
Contoh : beberapa obat dari golongan Penicilin
terikat pada protein, namun waktu eliminasinya lebih
pendek dibanding obat yang disekresikan melalui
tubulus. (Shargel, 2016)
Reabsorpsi tubular
Reabsorpsi tubular akan terjadi setelah obat
difiltrasi pada glomerulus melalui proses aktif
maupun pasif termasuk pengangkutan ke
plasma. Reabsorpsi pada obat asam lemah dan
basa lemah akan meningkat sesuai pH cairan di
tubular, nilai Pka serta derajat ionisasi obat. Nilai
Pka obat bersifat konstant sementara nilai pH
tubular berkisar antara 4,5-8,0 .
obat yang tak terion lebih bersifat larut
lemak sehingga cepat direabsorpsi kembali dari
tubular ke tubuh. Proses ini dapat mengurangi
konsentrasi obat yang diekskresikan. (Shargel,
2016)
Efek pH urin dan Pka obat pada ionisasi obat
Zat sisa metabolisme yang dikeluarkan dari paru-paru berupa CO2 dan
H2O yang dihasilkan dari proses pernafasan. Pengangkutan CO2 sebagai
Paru - paru
hasil zat sisa metabolisme, diangkut oleh darah dapat melalui tigacara:
a) CO2 larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2)
b) Karbondioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2)
c) Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3-) melalui
proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Mekanisme
pertukaran klorida adalah sebagai berikut :
I. Darah pada alveolus paru-paru mengikat O2 dan mengangkutnya kesel-
sel jaringan.
II. Dalam jaringan, darah mengikat CO2 untuk dikeluarkan bersama H2O
yang dikeluarkan dalam bentuk uap air. Reaksi kimia tersebut secara
ringkas dapat kita tuliskan sebagai berikut :
CO2+ H2O → H2CO3 → HCO3- + H+
Ion H+ yang bersifat racun diikat oleh hamoglobin, sedangkan
HCO3keluar dari sel darah merah dan masuk kedalam plasma darah.
Sementara itu pula kedudukan HCO3-digantikan oleh ion Cl- (klorida) dari
plasma darah (Shargel, 2012)
Kulit
◦ Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat
yang tidak berguna lagi atau zat sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl,
urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk
melindungi kulit karena lapisan sebum
(bahan berminyak yang melindungi kulit) ini
menahan air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak
dan keringat menyebabkan keasaman pada
kulit (Shargel, 2012)
Empedu
◦ Sistem empedu hati adalah sistem penting untuk sekresi empedu
dan ekskresi obat. Secara anatomis, saluran empedu intrahepatik
bergabung di luar hati untuk membentuk saluran hati umum.
Empedu yang memasuki kantong empedu menjadi sangat
terkonsentrasi. Saluran hati, yang mengandung empedu hati,
bergabung dengan saluran kistik yang mengalirkan kandung
empedu untuk membentuk saluran empedu yang umum. Saluran
empedu yang umum kemudian bermuara di duodenum.
Empedu terutama terdiri dari air, garam empedu, pigmen
empedu, elektrolit, dan, pada tingkat lebih rendah, kolesterol
dan asam lemak. Sel-sel hati yang melapisi empedu canaliculi
bertanggung jawab untuk produksi empedu. Produksi empedu
tampaknya merupakan proses sekresi aktif. Proses sekresi bilier
aktif yang terpisah telah dilaporkan untuk anion organik, kation
organik, dan untuk molekul bermuatan kutub.
◦ Obat-obatan yang diekskresikan terutama dalam empedu memiliki berat
molekul lebih dari 500. Obat-obatan dengan berat molekul antara 300 dan
500 diekskresikan dalam urin dan empedu. Untuk obat-obatan ini,
penurunan satu rute ekskresi menghasilkan peningkatan ekskresi melalui
rute lain. Senyawa dengan berat molekul kurang dari 300 diekskresikan
hampir secara eksklusif melalui ginjal ke dalam urin.
◦ Selain berat molekul yang relatif tinggi, obat yang diekskresikan ke dalam
empedu biasanya membutuhkan kelompok yang sangat polar. Banyak
obat yang diekskresikan ke dalam empedu adalah metabolit, sangat
sering konjugat glukuronida. Sebagian besar metabolit lebih polar
daripada obat induknya. Selain itu, pembentukan glukuronida
meningkatkan berat molekul senyawa hingga hampir 200, serta
meningkatkan polaritasnya.
◦ Obat yang diekskresikan ke dalam empedu termasuk digitalis glikosida,
garam empedu, kolesterol, steroid, dan indometasin. Senyawa yang
meningkatkan produksi empedu merangsang ekskresi empedu obat yang
biasanya dihilangkan dengan rute ini. Selain itu, fenobarbital, yang
menginduksi banyak aktivitas oksidase fungsi campuran, dapat
merangsang ekskresi empedu obat dengan dua mekanisme: dengan
peningkatan pembentukan metabolit glukuronide dan dengan
peningkatan aliran empedu. Sebaliknya, senyawa yang menurunkan aliran
empedu atau kondisi patofisiologis yang menyebabkan kolestasis
menurunkan ekskresi obat empedu. Rute pemberian juga dapat
mempengaruhi jumlah obat yang diekskresikan ke dalam empedu.
Sebagai contoh, obat yang diberikan secara oral dapat diekstraksi oleh
hati ke dalam empedu sampai batas yang lebih besar daripada obat
yang sama diberikan secara intravena.
Sirkulasi Enterohepatik
◦ Suatu obat atau metabolitnya dikeluarkan ke dalam empedu
dan setelah kontraksi kandung empedu diekskresikan ke dalam
duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya, obat atau
metabolitnya dapat diekskresikan ke dalam tinja atau obat
dapat diserap kembali dan menjadi tersedia secara sistemik.
Siklus di mana obat diserap, diekskresikan ke dalam empedu,
dan diserap kembali dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.
Beberapa obat diekskresikan sebagai konjugat glukuronida
menjadi terhidrolisis dalam usus kembali ke obat induk oleh aksi
enzim b-glukururidase yang ada dalam bakteri usus. Dalam hal
ini, obat induk menjadi tersedia untuk reabsorpsi.
Saliva
ASI
Beberapa obat dengan karakteristik tertentu dapat
bercampur ke dalam ASI. Karakteristik yang dimaksud
antara lain adalah obat yang mudah larut dalam lemak,
obat yang memiliki berat molekul (BM) kecil, obat yang
terionisasi, dan obat yang berikatan lemah dengan protein
plasma (Lee, 2007).
Setiap obat yang akan terekskresi melalui ASI ini harus
melewati endotelium dari pembuluh darah lalu masuk ke
dalam sel alveoli dan disekresi ke dalam AS. Alveoli
merupakan sebuah kelenjar yang dikelilingi oleh pembuluh
darah dan berfungsi membawa zat-zat gizi untuk disintesis
menjadi ASI (Depkes RI, 2002).
Jika ibu menyusui terpaksa menggunakan obat
maka perlu untuk memilih obat yang paling
aman digunakan. Selain itu, ibu menyusui perlu
memberikan jarak sekitar 3-4 jam antara
pemberian ASI pada bayi dan waktu minum
obat (Soetjaningsih, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
◦ Shargel, Leon dan Yu, Andrew. 2016. Applied Biopharmaceutics
and Pharmacokinetics 7th edition. US : Mc Graw Hill.
◦ Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Manajemen
Laktasi Buku Pedoman bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di
Puskesmas. Jakarta:Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.
◦ Lee, K. G., 2007. Lactation and drugs. Paediatrics and Child
Health, 17(2): 68-69.
◦ Soetjaningsih, D., 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. 2nd.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai