A. Definisi
Kanker hepar dapat bermula dari organ bagian hepar (hepatocellular
cancer) atau dapat juga berasal dari organ lain, misalnya dari kolon, yang
menyebar ke hati (metastatic liver cancer). Kanker yang berasal dari organ hepar
sering disebut sebagai kanker hepar dan merupakan jenis kanker kelima yang
memiliki insidensi terbesar di dunia. Penyakit yang sering berhubungan dengan
kanker hepar antara lain virus hepatitis dan sirosis hati (Bruix dan Sherman.,
2005).
Tumor hati jinak (benign) yang sering ditemui adalah hemangiomas
(yaitu kumpulan dari pembuluh darah abnormal yang membengkak), dan
adenomas ( yaitu kumpulan atau benjolan jaringan hati). Sedangkan kanker hati
yang sering terjadi adalah hepatocellular carcinoma (HCC) (80% kasus) yang
muncul dari sel hati itu sendiri dan dikenal sebagai hematoma.
Cholangiocarcinoma (15% kasus) berasal dari kelenjar empedu di hati. Klatskin
tumor merupakan cholangiocarcinoma yang terletak di perbatasan antara
empedu dengan hati. Kanker hati yang jarang terjadi antara lain angiocarcinoma
(berasal dari pembuluh darah di hati), Lymphomas (berasal dari sel-sel imun di
hati) , dan carcinoids (berasal dari hormon yang dibuat oleh sel hati) (Anonim,
2004).
C. Mekanisme
Peningkatan atau penurunan ekspresi protein sering terjadi pada kasus
kanker hepar. Protein yang mengalami upregulasi seperti COX-2 (Qiu dkk.,
2002) , protein siklus sel, faktor pertumbuhan, dan protein antiapoptosis (King,
2000) . Peningkatan ekspresi dan atau mutasi pada N-ras juga ditemukan pada
kanker hepar (Adjei, 2001).
Selain itu juga terjadi aneuploidi dan perubahan genetik seperti mutasi
p53 pada kanker hepar (Kim dan Wang, 2003). Pada HCC telah diketahui
adanya Ras yang termutasi, tetapi relative berbeda dengan kanker lain seperti
kanker colorectal (Macdonald dan Ford, 1997) . Ekspresi Ras yang berlebihan
ini dapat menaikkan jumlah Myc dalam semua kasus pada HCC dan memberikan
kesan bahwa 2 onkogen ini dapat bekerja sama satu dengan yang
lain (Macdonald dan Ford, 1997) . Gen tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya
infeksi virus Hepatitis B dan Hepatitis C. Hal ini memberi kesan bahwa gen
tersebut dapat diaktivasi oleh virus tersebut secara spesifik (Macdonald dan
Ford, 1997) .
Studi kinetik kanker menemukan adanya berbagai jenis onkogen yang
berperan dalam karsinogenesis di hepar. Overekspresi N-ras dan c-myc oleh
senyawa karsinogen merupakan abnormalitas genetik yang sering terjadi pada
kanker (Peters dan Vousden, 1997). CYP1A2 di hepar telah diketahui dapat
mengaktivasi senyawa prokarsinogen (benzo(a)pyrene) menjadi intermediet
reaktif yang berinteraksi dengan nukleofil selular dan akhirnya memicu
karsinogenesis dengan ditandai terjadinya overekspresi N-Ras dan c-
myc (Kawajiri et al., 1993). Selain itu ditemukan insiden yang tinggi pada titik
mutasi kodon spesifik di p53 suatu tumor supresor gene, pada hepatoseluler yang
secara epidemiologis berkaitan dengan aflatoksin (Underwood, 1996). Mutasi
pada p53 merupakan penyebab utama kasus kanker hepar di Asia Selatan dan
Asia Tenggara (King, 2000).
d) Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang
unik, yakni virus RNA yang tidak lengkap, memerlukan keberadaan
virus hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi tidak
untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum
suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi,
dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau sangat
progresif.
e) Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang
nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-
limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester
ketiga, dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang
terkontaminasi feces.
f) Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar
belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang
terpisah.
g) Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan
dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis
fulminan atau hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah dan
jarum suntik.
2. Sirosis Hati
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki
dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis"
yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan
berjalan, semakin banyak parut terb i menyatu, dalam tahap selanjutnya
disebut "sirosis". Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen
dan menjadi sikatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan
hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras.
Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang
berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang
menyebabkan smbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan,
pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti
muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma hepatikum.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya sirosis hati
adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu protrombin dan protein
(AlbuminGlobulin) Elektroforesis (rasio Albumin-Globulin terbalik).
3. Kanker Hati
Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma
(HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis,
terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan
hemochromatosis. Pemeriksaan yang dilakukan untuk KA II mendeteksi
terjadinya kanker hati adalah AFP dan PIVKA II.
4. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari
berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati
ini sering berpotensi mejadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati.
Kelainan ini dapat timbul karena megkonsumsi alkohol berlebih, disebut
ASH (Non Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol, disebut
NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Pemeriksaan yang dilakukan pada
kasus pelemakan hati adalah terhadap enzim SGOT, SGPT dan alkali
Fosfatase.
6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang
ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam
jaringan. Penyakit ini bersifat genetik atau keturunan. Pemeriksaan
laboratorium untuk medeteksi terjadinya hemachromatosis adalah
pemeriksaan terhadap transferin dan ferritin.
7. Abses Hati
Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi
ini disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan
gejala demam dan menggigil. Abses yang diakibatkan karena amubiasis
prosesnya berkembang lebih lambat. Abses hati, khususnya yang disebabkan
karena bakteri, seringkali berakibat fatal.
F. Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko menyebabkan kanker hati , antara lain :
1. Hepatitis kronis dapat menyebabkan perubahan sel kanker yang
berhubungan dengan tipe kanker hati yang paling umum yaitu hematoma.
Biasanya disebabkan oleh hepatitis B dan karsinogen (zat kimia yang
menginduksi kanker) seperti aflatoksin.
2. Sirosis hati, yang biasa disebabkan oleh alkohol, hemochromatosis,
defisiensi Alpha 1-antitrypsin.
3. Miscellaneous irritant seperti polivinil klorida, thorotrast, dan radiasi.
(Anonim, 2004).
b) Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan untuk
amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena
amuba dapat diminimalkan.
c) Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati yang
disebabkan oleh amuba.
d) Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis
B. Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat
digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau terapi
kombinasi dengan interferon.
Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis C,
saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis
adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine).
Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat
terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk
penderita yang sedang mendapat pengobatan Interferon dan Ribavirin,
karena beratnya effek samping terhadap gangguan faal hati.
Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon selain
bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
e) Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu mengatasi
edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan
elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi
elektrolit.
Obat diuretik lain yang digunakan dalam pengobatan penyakit hati
selain Spironolactne adalah furosemide yang efektif untuk pasien yang
gagal memberikan tanggapan Spironollactone. Obat lain seperti Thiaide
atau Metolazone dapat bermanfaat pada keadaan tertentu.
Kawajiri, K., Nakachi, K., Imai, K., Watanabe, J and Hayashi, S (1993) The
CYP1A1 gene and cancer susceptibility. Crit Rev Oncol Hematol 14:77-
87.
Kim, J.W. dan Wang, X.W., 2003, Gene Expression Profilling of Preneoplastic
Liver Desease and Liver Cancer: a new era for imptoved early detection
and treatment of these deadly diseases?, Carcin, 24(3), 363-369.
King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2nd Ed., Pearson Eduation Limited, London.
Macdonald, F., Ford C.H.J., 1997. Molecular Biology of Cancer. Bio Scientific
Publisher, Oxford, United Kingdom.
Qiu, D., Ma, Xiong, Peng, Y., dan Chen, X., 2002, Significance of
Cyclooxygenase-2 Expression in Human Primary Hepatocellular
Carcinoma, J. Gastroenterol., 8(5), 815-817
Peters, Gordon., dan Vousden, K.H., 1997, Oncogenes dan Tumor Supressors,
Oxford University Press, New York.
Underwood, J.C.E., 1999, Patologi Umum dan Sistematik (General and Systematic
Pathology), Edisi 2, Vol.1, Editor Sarjadi, Penerbit Buku Kedokteran
(EGC), Jakarta.