0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
33 tayangan22 halaman
Dokumen ini membahas proses eliminasi obat dari tubuh melalui tiga jalur utama yaitu ginjal, empedu, dan paru-paru. Proses ini melibatkan metabolisme obat di hati melalui reaksi fase satu dan dua untuk menghasilkan metabolit yang dapat dikeluarkan dari tubuh.
Dokumen ini membahas proses eliminasi obat dari tubuh melalui tiga jalur utama yaitu ginjal, empedu, dan paru-paru. Proses ini melibatkan metabolisme obat di hati melalui reaksi fase satu dan dua untuk menghasilkan metabolit yang dapat dikeluarkan dari tubuh.
Dokumen ini membahas proses eliminasi obat dari tubuh melalui tiga jalur utama yaitu ginjal, empedu, dan paru-paru. Proses ini melibatkan metabolisme obat di hati melalui reaksi fase satu dan dua untuk menghasilkan metabolit yang dapat dikeluarkan dari tubuh.
ELIMINASI OBAT DI SUSUN OLEH : SISI ADE RIYANTI (201551271 MIA AYUNING LARAS PUTRI (201451585) GETRUDIS (201551175) IDA M (201651042) YOLLA D C (201551298) Eliminasi Obat
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh. Sehingga elimanasi tidak dapat dipisahkan dari Ekskresi Obat. Eliminasi juga merupakan proses pengeluaran zat/metabolit dengan tujuan menurunkan kadar zat/metabolit dalam tubuh agar tidak menyebabkan akumulasi. Proses Metabolisme dan Eliminasi Obat dalam Tubuh
Obat-obat yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan
melalui 3 jalan utama, yaitu : 1. Ginjal 2. Paru – Paru 3. Empedu Ekskresi obat melalui paru hanya terjadi pada obat-obat yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap. Sebagian obat keluar dari tubuh melalui urine. Beberapa obat dikeluarkan tubuh melalui hepar masuk kedalam empedu, tetapi kebanyakan di antaranya direabsorpsi kembali melalui usus. Hanya beberapa macam obat saja yang dikeluarkan melalui hepar atau empedu dalam jumlah yang berarti, yaitu rifampisin dan kromoglikat. Sebagian obat juga disekresikan ke dalam kelenjar sekresi, seperti air susu ibu atau kelenjar keringat, tetapi secara kuantitatif tidak begitu bila dibandingkan dengan ekskresi obat melalui ginjal, kecuali obat-obat yang memengaruhi bayi yang sedang menyusui. Perubahan metabolik molekul obat terjadi melalui dua jenis reaksi biokimia, yang sering juga terjadi secara beturut-turut, yaitu reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, produk yang dihasilkan kadang-kadang bersifat lebih aktif dan kadang-kadang lebih toksik daripada obat semula. Reaksi fase II adalah reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan senyawa yang tidak aktif. Reaksi fase I biasanya memberikan suatu gugusan yang lebih reaktif, misalnya gugusan hidroksil, pada molekul obat. Seanjutnya, gugusan ini akan merupakan tempat berikatan. Pada reaksi konjugasi akan ditempelkan gugusan yang lebih besar lagi, seperti gugusan glukoronil, gugusan sulfat, atau gugusan asetil. Secara normal, biotransformasi akan menurunkan kelarutan obat dalam lipid, dan hal ini akan meningkatkan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal. Sistem metabolisme enzim ini dapat dipandang sebagai suatu sistem detoksi-fikasi nonselektif yang berguna untuk membebaskan tubuh dari substansi asing. Reaksi fase I (nonsintetik) dan fase II (sintetik) terutama terjadi dalam hati. walaupun terdapat juga obat yang metabolismenya terjadi dalam plasma darah (misalnya, hidrolisis suksametonium dan prokain oleh kolinesterase plasma), dalam paru (misalnya, prostanoid), atau pada dinding usus halus (misalnya, tiramin). Biotransformasi obat ini bersifat variabel dan dapat dipengaruhi oleh banyak parameter, termasuk pemberian obat sebelumnya, keadaan faal tubuh (misalnya nutrisi, hormonal), umur dan status pertumbuhan, faktor genetik, fungsi hati, dan keadaan organ metabolisme lainnya. Hasil biotransformasi obat dapat berupa metabolit yang tidak aktif (paling biasa), metabolit yang potensinya lebih kuat atau berkurang, metabolit dengan efek farmakologi berbeda secara kualitatif, metabolit yang toksik, atau metabolit aktif dari produk yang tidak aktif. Macam-macam Jalur Eliminasi Obat 1. Eliminasi lewat ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dari 3 proses antara lain : 1.Filtrasi Glomeruli 2.Sekresi dan reabsopsi oleh tubuli 3.Reabsorbsi / difusi Peran yang diawali pada nefron yang merupakan kesatuan anatomi- fisiologi dari ginjal. Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus dan bagian tubulus. Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal. Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial. Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke dalam vesica urinaria. Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior). Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler. Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri. Semua pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis. Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain halnya dengan pengurangan fungsi hati yang dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung. 2. Eliminasi Lewat Empedu Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko- kimia serta perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi. Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru terjadi melalui ginjal. 3. Eliminasi Lewat Feces Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin, bismuth. 4. Eliminasi Lewat Paru-Paru Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi pengendara mobil. 5. Eliminasi Lewat Lainnya Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin bersamaan dengan pembentukan keringat. Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm. Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi Demikian pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak. Faktor yang Mempengaruhi Ekskresi Obat
1. Sifat fisikokimia: BM, pKa, kelarutan, tekanan uap.
2. pH urin 3. patologi 4. Aliran darah 5. Usia TERIMA KASIH