Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan fungsinya pada sistem

homeostatik sifat dan susunan urin dipengaruhi oleh fisiologis (misalnya

masukan diet, berbagai proses dalam tubuh, suhu lingkungan, stress, mental

dan fisik) dan faktor patologis (seperti pada gangguan metabolisme misalnya

diabetes mellitus dan pada penyakit ginjal misalnya glomerulu nefritis) oleh

karena itu, pemeriksaan urin berguna untuk menunjang diagnosis suatu

penyakit pada penyakit-penyakit tertentu dalam urin dapat di temukan zat-zat

patologik antara lain glukosa, kalsium, sulfat, amoniak,protein, dan zat keton

(1).

Salah satu komponen urin adalah indikan yang merupakan bagian

terpenting dari sulfat eterial urine. Indikasi berasal dari pembusukan triptopan

dalam usus. Triptopan oleh bakteri usus di ubah menjadi indol, yang kemudian

mengalami penyerapan kembali kedalam darah dan di bawa kehati. Di dalam

hati indol akan mengalami oksidasi dan konjugasi menjadi induksil sulfat

(indikan) jumlah indikan dalam urin menggambarkan proses pembusukan

dalam usus (1).

Dari berbagai sistem, kita mengenal sistem perkemihan dimana dari

organ-nya dan fungsinya. Adapun hal yang menarik bahwa zat yang

dikeluarkan atau yang dikenal dengan nama urine dapat menjadi sebuah
penelitian akan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Disini telah disusun

berbagai hal menarik mengenai urine (1).

Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang

diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-

molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga

homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan

urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah

melalui sekresi urin (1).

Dalam praktikum uji urin, peneliti dapat mengetahui kandungan yang

ada dalam urin. Begitu pula dapat mengetahui zat-zat yang seharusnya tidak

terkandung dalam urin. Apabila zat yang seharusnya tidak terkandung dalam

urin itu ada maka kita dapat mengetahui secara lebih cepat.

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang

sudah tidak digunakan oleh tubuh. Salah satubentukekskresiadalahbuang air

kecil, hasilbuanganituantara lain berupa urine. Akan tetapi,

sebenarnyahasilbuangantidakhanyaberupa urine

saja.Zatbuanganlainnyadapatberupakeringat, gas

karbondioksida,sertazatwarnaempedu (1).

Adapunalasan lain ialahkarenadenganmeakukanpercobaanini kami

dapatlebihmemahamipenyakitgangguanginjal, penyebabdancaramencegahnya.

Karenadenganmelakukanpercobaanini kami

dapatlebihmudahmengingatdanmemahamimateri yang di

ajarkandibandingkandenganhanyamembaca di buku.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan analisa kualitatif pada urine dengan cara urinalisis

2. Tujuan Khusus

Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh yaitu berupa :

a. Uji Kalsium

b. Uji Fosfat

c. Uji Sulfat

d. Uji Amoniak
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Urine

Urin atau bisa juga disebut sebagai air seni atau air kencing adalah

cairan sisa dari hasil metabolisme tubuh yang di ekskresikan oleh ginjal yang

kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi

urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang

disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin

disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,

akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (1).

Ginjal, ureter,kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.

Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi

asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam

darah dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari

proses ini di angkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat

urin tersebut di simpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung

kemih berkontraksi dan urin akan di sekresikan dari tubuh lewat uretra (2).

Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang

memeriksa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam urin. Pemeriksaan

tersebut meliputi pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan

pemeriksaan kimia (2).

Urinalisis adalah pemeriksaan urin untuk sifat tertentu fisik, zat

terlarut, sel, gips, kristal, organisme, atau partikulat. (4).


Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme

(seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi

pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin

berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,

misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.

Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai

senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh.

Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea

yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk

tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat

pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi

melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang

tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat (2).

Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau

obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat

yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal

dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan

mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing

yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang

dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu

merupakan zat yang steril (2).

Urine tidak hanya merupakan cairan buangan hasil metabolisme yang

harus dibuang karena merupakan cairan tidak berguna, namun urin juga bisa

digunakan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit atau infeksi yang terjadi
dalam tubuh seseorang misalnya seseorang tersebut menderita suatu penyakit

di area genitalia atau infeksi saluran kemih maka pada pemeriksaan urin akan

ditemukan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi tesebut. Dalam urin

terdapat mikroorganisme karena pada organ genitalia, saluran kemih terdapat

flora normal di dalamnya namun jika terjadi suatu infeksi, maka dapat

dipastikan bahwa ada flora lain yang menyebabkan infelsi tersebut. Diagnosa

penyakit tidak hanya bisa ditentukan dengan adanya mikroorganisme, namun

juga bisa ditentukan dengan ditemukannya senyawa-senyawa yang ada dalam

urin. Senyawa-senyawa tersebut akan diputuskan sebagai diagnostik suatu

penyakit jika kadarnya dalam urin berlebihan (3).

B. Komposisi Urine

Ginjal berfungsi sebagai organ sekresi yang utama dari tubuh. Organ ini

membuang produk akhir metabolisme tubuh. Ketika ginjal berfungsi normal,

jumlah bahan yang di eksresikan setiap hari akan sama dengan jumlah yang di

konsumsi atau di bentuk sehingga dalam suatu periode waktu tidak akan terjadi

perubahan neto pada komposisi tubuh (2).

Urin terutama tersusun dari air. Individu yang normal akan

mengkonsumsi kurang lebih 1 hingga 2 liter air perhari dan dalam keadaan

normal seluruh asupan cairan ini akan di eksresikan keluar termasuk 400

hingga 500 ml yang akan di eksresikan kedalam urin. Sisanya akan di

eksresikan lewat kulit, paru-para pada saat bernafas dan feses, yang

mencangkup natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan ion-ion lain yang

jumlahnya lebih sedikit juga di ekresikan melalui ginjal (2).


Substansi yang muncul dalam urin terbentuk dari berbagai produk akhir

metabolisme protein. Produk akhir yang utama adalah ureum, dengan jumlah

sekitar 25 g, di produksi dan di ekskresikan setiap harinya. Produk lain dari

metabolisme protein yang harus di ekresikan adalah kreatinin, fosfat dan sulfat.

asam urat yang terbentuk sebagai produk metabolisme asam nukleat yang di

eliminasi kedalam urin (2).

Kita harus mengetahui bahwa sebagian substansi yang terdapat dengan

kadar konsentrasi yang tinggi dalam darah biasanya akan direabsorpsi

selurruhnya melalui transport aktif dalam tubul ginjal. Sebagai contoh asam

amino dan glukosa biasanya disaring di glomerolus dan di absopsi sehingga

kedua substansi ini tidak dieksresikan kedalam urin. Namun glukosa akan

terlihat didalam urin jika kadarnya dalam darah begitu tinggi sehingga

konsentrasi didalam filtrat glomerulus melampaui kapasitas reabsorbsi tubulus.

Dalam keadaan normal, seluruh glukosa akan direabsopsi bila konsentrasinya

dalam darah kurang dari 200 mg/dl (11 mmol/L) (2).

Katabolisme atau pemecahan protein meliputi produksi senyawa-

senyawa yang bersifat asam, khususnya asam fosfat dan sulfat. Di samping itu,

bahan yang asam akan di konsumsi dengan jumlah tertentu setiap harinya.

Ginjal dapat meng ekresikan sebagian asam ini secara langsung kedalam urin

hingga mencapai kadar yang akan menurunkan nilai PH Urin sampai 4,5 yaitu

1000 kali lebih asam dari pada darah (2).

Biasanya lebih banyak asam yang harus di eliminasi dari dalam tubuh

jika di bandingkan dengan jumlah yang dapat di ekresikan langsung sebagai

asam bebas dalam urin. Pekerjaan ini dilaksanakan melalui ekresi renal asam
yang terikat pada zat pendapar kimiawi. Asam (H+) Di Sekresikan Oleh Sel-

Sel Tubulus Ginjal Kedalam Filtrat, Dan Disini Dilakukan Pendaparan

terutama oleh ion-ion fosfat serta amonia (ketika didapar dengan asam, amonia

akan berubah menjadi amonium). Fosfat terdapat dalam filtrasi glomerulus,

dan amonia di hasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal serta di sekresikan kedalam

cairan tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal dapat mengeksresikan

sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan lebih lanjut

nilai PH Urin (2).

Jumlah elektrolit yang harus diekresikan lewat ginjal setiapharinya

sangat bervariasi jumlahnya sesuai dengan jumlah yang di konsumsi, seratus

delapan puluh filtrat yang terbentuk oleh glomurelus setiap harinya

mengandung sekitar 1100 g natrium klorida. Seluruh elektrolit dan air, kecuali

2 liter air dan 6 hingga 8 g natrium klorida, secara normal di reabsorbsi oleh

ginjal. Air dari filtrat mengikuti natrium yang direabsorbsi untuk

mempertahankan keseimbangan osmotik. Kemudian air, natrium klorida,dan

elektrolit lain dan produk limbah di ekresikan sebgai urin. Jadi lebih dari 99%

air dan natrium di saring pada glomerulus direabsorbsi kedalam darah pada

saat urin meninggalkan tubuh. Dengan mengatur jumlah natrium yang

direbsorbsi (dan dengan demikian air), ginjal dapat mengatur volume cairan

tubuh (2).

Jika natrium dieksresikan dalam jumlah yang melebihi jumlah yang

melebihi jumlah natrium yang dikonsumsi, maka pasien akan mengalami

dehidrasi. Jika kalium di eksresikan dalam jumlah yang kurang dari jumlah
yang kurang dari jumlah kalium yang dikonsumsi seseorang akan menahan

cairan (2).

Pengaturan jumlah natrium yang dieksresikan tergantung pada

aldosteron, yaitu hormon yang di sintesis dan dilepas dari korteks adrenal.

Dengan terjadinya peningkatan kada aldesteron dalam darah, jumlah natrium

yang di eksresikan kedalam urin menjadi lebih sedikit mengingat aldosteron

meningkatkan reabsorbsi natrium dalam ginjal (2).

Pelepasan aldosteron dari korteks adrenal terutama dikendalikan oleh

angiotensin yang merupakan hormon peptida yang dibuat dalam hati dan

diaktifkan dalam paru. Kadar angiotensin lebih lanjut di kendalikan oleh renin,

yaitu hormon yang dilepaskan dari sel-sel ginjal, sistem yang kompleks ini

akan diaktifkan ketika tekanan dari arteriol renal turun hingga dibawah nilai

normal seperti yang terjadi pada keadaan syok dan dehidrasi. Pengaktifan

sistem ini akan menimbulkan efek peningkatan retensi air dan peningkatan

volume cairan intravaskuler. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) juga

menstimulasi sekresi aldosteron tanpa tergntung pada perubahan volume (2).

Elektrolit lain yang konsentrasinya dalam cairan tubuh diatur oleh

ginjal adalah kalium, yaitu ion dengan jumlah yang besar didalam sel. Eksresi

kalium oleh ginjal akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar

aldosteron sehingga berbeda dengan efek aldosteron pada eksresi natrium.

Retensi kalium merupakan akibat yang paling fatal dari gagal ginjal (2).

Adapun kandungan dalam urin yaitu (1) :

1. Air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga

terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel.


2. Asam dan basa

Sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh

3. Zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan.

Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan

sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak

berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan tetap, jika kita mengadakan

pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu di

waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh

dari sampel lain. Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel urin

sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

C. Pembentukan Urine

Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu (1):

1. Filtrasi glomerulus

2. Reabsorbsi tubular

3. Sekresi tubular

Filtrasi Glomerulus. Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai

bahan terlarut lainnya disarng melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul

glomerulus (kapsul Bowman. Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding

kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada ujung

arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja, kapiler glemerulus

bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya.

Reabsorbsi tubular. Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-

bahan diangkut keluar dari filtrat glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal
ke dalam darh di kapiler peritubulus. Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di

seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini sebagian besar terjadi di tubulus proksimal.

Adanya mikrovili di tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan

yang bersentuhan dengan filtart glomerulus sehingga meningkatkan proses

reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal.

Ginjal berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh,

reabsorbsi glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan

cara transpor aktif. Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium

tubulus proksimal dengan osmosis.

Sekresi tubular. Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan (zat)

diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal.

Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih

banyak daripada jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di

glomerulus.

D. Osmolalitas Urine

Pengaturan jumlah air yang dieksresikan juga merupakan fungsi ginjal

yang penting. Akibat asupan air atau cairan yang besar, urin yang encer harus

dieksresikan dalam jumlah yang besar, sebaliknya jika asupan cairan sedikit,

urin yang akan dieksresikan menjadi lebih pekat (2).

Derajat relatif pengenceran atau pemekatan urin dapat diukur dalam

pengertian osmolalitas (2).Istilah ini mencerminkan jumlah partikel (elektolit

dan molekul lainnya). Yang larut dalam urin. Filtrat dalam kapiler glomerulus

normalnya memiliki osmolalitas yang sama seperti darah dengan nilai kurang

lebih 300 mOsm/ L (300 mmol/L). ketika filtrat melewati tubulus dan saluran
mengumpul, yang mencerminkan kemampuan pengeceran dan pemekatan

yang maksimal dari ginjal (2).

Osmolalitas spesimen urine dapat diukur dalam pengukuran

osmolalitas urin, yang di sebut larutan adalah komponen air dalam urin dan

partikelnya yaitu elektolit serta produk akhir metabolisme. Apabila individu

mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan maka dalam urin biasanya akan

terdapat lebih sedikit air dan secara proporaional lebih banyak partikel (yang

menunjukkan osmolalitas yang tinggi) yang membuat urin menjadi lebih

pekat. Kalau seseorang mengeksresikan air dengan jumlah yang besar

kedalam urin maka partikel-partikel tersebut akan diencerkan (yang

menunjukkan osmolalitas yang rendah ) dan urin akan tampak encer (2).

Substansi tertentu dapat mengubah volume air yang di eksresikan dan

di namakan sebagai substansi yang osmotik aktif. Apabila substansi ini

tersaring, substasi tersebut akan menarik air lewat glomurulus serta tubulus

dan meningkatkan volume air. Glokusa dan protein merupakan dua contoh

molekul osmotik aktif (2).

Osmolalitas urin yang normal adalah 300 hingga 1100 mOsm/kg

sesudah terjadi retensi cairan selama 12 jam osmolalita urin biasanya akan

berkisar dari 500 hingga 850 mOsm/kg kisaran nilai-nilai normal yang luas

ini membuat pemeriksaan tersebut hanya berarti dalam situasi ketika

kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan terganggu (2).


E. Berat Jenis Urine

Berat jenis urin tidak begitu tepat bila dibandingkan osmolalitas urin,

dan mencerminkan kuantitas maupun sifat partikel. Oleh karena itu protein ,

glukosa dan bahan kontras yang di suntikkan secara intravena akan

memberikan pengaruh yang lebih besar pada berat jenis daripada

osmolalitas.Berat jenis normal berkisar dari 1.015 hingga 1.025 (bila asupan

cairannya normal ) (2).

Berat jenis urin tergantung pada negara seseorang hidrasi, integritas

hipofisis posterior, dan tubulus ginjal. Biasanya, semua urin meninggalkan

lingkaran Henle adalah encer relatif terhadap plasma, dan di bawah hidrasi

dipaksa mungkin berisi sesedikit 50 mOsm / kg, kira-kira setara dengan berat

jenis 1,001 atau 1,002. Berat jenis urin sama dengan berat volume tertentu urin

dibagi dengan berat volume yang sama dari air (4).

F. Bagian Utama Cairan Tubuh

Berbagai membran (kapiler sel) memisahkan cairan tubuh total kedalam

dua bagian utama. Pada orang dewasa, sekitar 40% berat badan atau dua

pertiga dari TWB berada di dalam sel atau di sebut sebagai cairan intraselular

(intracellular fluid, ICP) sepertiga sisa TBW disebut sebagai cairan

ekstraselular (extracellular fluid, ECF). Bagian cairan ekstraselular di bagi

menjadi bagian cairan interstisial-limfe (ISF) yang terletak di plasma (5%).

Selain ISF dan cairan intravaskular (IVF) atau cairan serebrospinal, cairan

intraokular dan sekresi saluran cerna membentuk sebagian kecil (1% sampai

2% dari berat badan ) dari cairan ekstraselular yang disebut sebagai cairan

transelular (3).
G. Elektolit Utama Dan Distribusinya

Zat terlarut yang terdapat dalam cairan tubuh meliputi elektrolit dan

nonelektolit. Non elektolit adalah zat yang terlarut yang tidak terurai dalam

larutan dan tidak bermuatan listrik. Nonelektolit terdiri dari protein, urea,

glukosa, oksigen, karbon dioksida, dan asam asam organik. Garam yang

terurai didalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel yang bermuatan

sidebut sebagai ion atau elektolit. Eletrolit tubuh mencangkup natrium (Na+),

kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat

(HCO3-), Fosfat (HPO4-) dan Sulfat (SO4-) (3).

Larutan elektolit menghantarkan aliran listrik, ion-ion yang bermuatan

positif di sebut kation, dan yang bermuatan negatif disebut anion (3).

Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi dari satu bagian

dengan bagian lainnya dan dalam keadaan sehat mereka harus berada pada

bagian yang tepat dan dalam jumlahnya yang tepat (3).


BAB III

PRINSIP DAN METODE


A. Prinsip

Urine adalah cairan eksresi utama yang dikeluarkan lewat perantaraan

ginjal. Sebagian besar sisa tersebut dibuang melalui urine yang mengandung

senyawa-senyawa organik dan anorganik.

Asam fosfat terdapat dalam urine sebagai fosfat dari Na, NH4 (fosfat

alkali) serta Ca dan Mg (fosfat tanah).

Sulfat diekskresi melalui urine dalam bentuk sulfur yang tak

teroksidasi atau sulfur netral seperti sistein, sistin, hidrogen sulfide dan lain-

lain.

Urine normal mengandung amoniak sebagai klorida, sulfat dan fodfat

dari amoniak.

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam

tubuh manusia. Kadar kalsium urine dapat mencerminkan asupan diet

kalsium, kadar kalsium serum dan efek keseluruhan penyakit.

B. Metode

1. Alat Praktikum

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:

a. Handscoon

b. Masker

c. Urine cup

d. Tissue
e. Tabung reaksi

f. Pipet tetes

g. Tabung ukur

h. Tabung Erlenmeyer

i. Corong

j. Kertas saring

k. Hand soap

l. Spiritus

m. Korek api

2. Bahan paktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:

a. Urine probandus

b. Larutan NH3

c. Larutan HCl

d. Larutan HNO3

e. Larutan BaCl2

f. Larutan NaOH

g. Indikator Fenolptalin

h. Larutan Asam Asetat


3. Cara kerja

a. Uji Kalsium

Urin 5 ml didihkan Terdapat Kertas saring Kertas


+ endapan dan dipindahkan ke saring di
NH3 2 ml di saring tabung yang lain robek

Endapan Tambahkan Ambil 1 Dilarutkan


putih 1 ml kalsium ml larutan 4 ml asam
(kalsium) oksalat asetat

b. Uji Fosfat

1 ml larutan A+1 ml HNO3 didihkan Larutan kuning


+ jernih, endapan
3 ml ammonium molibdat (Fosfat)

c. Uji Sulfat

Urin murni 2 ml + HCl 1 ml +


BaCl2 2 ml Endapan putih (Sulfat)

d. Uji Amoniak

Urin murni 3,5 ml


+ Tabung yang lain
Fenolptalin diberi Fenolptalin
+ pada bagian luar
NaOH 5 tetes

Taruh diatas
Didihkan uap,
didihkan
a. Uji Kalsium

Urine 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 2 ml larutan NH3, lalu dididihkan menggunakan larutan

spiritus sambil tabung reaksi dihadapkan ke arah tembok.

Setelah mendidih kemudian didiamkan sampai ada endapan.

Setelah terdapat endapan, urine dimasukkan kedalam tabung reaksi

menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring, dan tambahkan

larutan asam asetat 4 ml sehingga terjadi endapan berwarna putih yang

menunjukkan adanya kalsium di dalam urine.

b. Uji fosfat

Ambil 1 ml (20 tts) urine yang sudah dipanaskan dan dicampur

larutan asam asetat, tambahkan larutan HNO3 sebanyak 1 ml dan larutan

ammonium molibdat sebanyak 3 ml, panaskan menggunakan larutan

spiritus sampai mendidih. Setelah mendidih terlihat hasil larutan

berwarna kuning jernih atau endapan yang menunjukkan adanya fosfat

dalam urine.

c. Uji Sulfat

Sebanyak 2 ml urine ditambahkan 1 ml larutan HCl dan 2 ml

larutan BaCl2. Hasilnya akan terjadi endapan berwarna putih

menunjukkan adanya sulfat dalam urine.

d. Uji Amoniak

3,5 ml urine murni ditambahkan 4 tetes larutan fenolptalin,

kemudian tambahkan juga larutan NaOH sebanyak 5 tetes. Dan

dididihkan menggunakan larutan spiritus.


Sementara itu ambil 1 tabung reaksi kosong dan diolesi pada

bagian luar tabung larutan fenolptalin. Dan letakkan di atas tabung yang

dipanaskan, kasih jarak. Lapisan tipis pada tabung menunjukkan warna

merah muda disebabkan adanya kontak uap amoniak (dalam urin) dengan

fenolptalin. Sedangkan larutan yang mendidih akan berwarna merah

muda menunjukkan adanya amoniak dalam urin.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Probandus :

Nama : M. Fu’ad

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 29 tahun

Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia

Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Uji Kalsium

Urine yang dicampur dengan larutan NH3 dan dididihkan kemudian

endapannya dicampur larutan asam asetat akan menghasilkan endapan

berwarna putih yang menunjukkan adanya kalsium dalam urine.

2. Uji Fosfat

Larutan pada uji kalsium ditambahkan larutan HNO3 dan Ammonium

molibdat akan menghasilkan larutan berwarna kuning jernih atau endapan

yang menunjukkan adanya fosfat dalam urine.

3. Uji Sulfat

Urine ditambahkan larutan HCl dan BaCl2 menghasilkan endapan

berwarna putih menunjukkan adanya sulfat dalam urine.

4. Uji Amoniak

Urine murni ditambahkan larutan fenolptalin dan NaOH menghasilkan

larutan berwarna merah muda menunjukkan adanya amoniak dalam urin.


B. Pembahasan

1. Uji Kalsium

Setelah di lakukan percobaan di dapatkan hasil urine yang

dicampur dengan larutan NH3 dan dididihkan kemudian endapannya

dicampur larutan asam asetat akan menghasilkan endapan berwarna putih

yang menunjukkan adanya kalsium dalam urine.

Fisiologi normal metabolisme kalsium adalah kompleks dan

tergantung pada banyak faktor seperti fungsi ginjal, diet, dan usia. Ketika

metabolisme normal ini terganggu, itu akut dapat menyebabkan

hiperkalsemia, yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalsium urin

melalui mediasi dari reseptor kalsium penginderaan (CASR) di ginjal (5).

Kadar kalsium tubuh total pada orang dewasa adalah sekitar 1

hingga 2 kg. Sekitar 99% kalsium tubuh di temukan dalam tulang dan

gigi dalam bentuk garam kalsium fosfat, sekitar 1% di temukan dalam

Cairan ekstrasel (ECF), dan 0,1% dalam sitosol. Kalsium memiliki dua

peran fisiologik yang penting mempertahankan integritas struktural dan

skeleton dan berperan dalam banyak proses sel yang penting (3).

Konsentrasi kalsium serum total yang normal adalah 9,0 hingga

10,5 mg/dl (4,5 hingga 5,5 mEq/L). Kalsium plasma berada dalam tiga

bentuk: berikatan dengan protein (terutama albumin) , kompleks dengan

ligan berukuran kecil (fosfat,sitrat dan sulfat) dan Ca++ terionisasi. Bentuk

yang terionisasi dan komplek dapat terdifusi, secara berurutan berjumlah

sebanyaj 47% dan 13% dari kalsium total, sedangkan kalsium yang terikat

protein tidak dapat terdifusi (3).


Kalsium yang terionisasi dalam plasma bersifat aktif secara

fisiologi dan berperan penting secara klinis dalam menentukan

hipokalsemia dan hiperkalsemia. Kalsium terionisasi dapat ditentukan

secara langsung dengan menggunakan elektroda kalsium-spesifik

(elektroda yang spesifik terhadap kalsium tertentu), tetapi kalsium serum

total biasanya terukur (3).

Apabila hanya tersedia pengukuran kalsium serum total, maka

harus dilakukan evaluasi di bandingkan dengan albumin serum (3).

Penurunan kadar albumin serum sebanyak 1 g/ dl (dengan

anggapan 4 g/dl sebagai nilai normal) akan menurunkan kadar kalsium

total sebanyak 0,8 mg/dl (3).

Kalsium serum bergantung pada keseimbangan antara asupan dan

keluaran kalsium dari Cairan ekstrasel (ECF). Asupan kalsium di tentukan

dari jumlah yang teringesti dan jumlah yang termobilisasi dari gabungan

skeletal. Asupan kalsium rata-rata penduduk dewasa di amerika utara

adalah 600 hingga 1000 mg/hari. Sumber utamanya berasal dari bahan

makanan yang mengandung susu. Absorpsi kalsium terutama terjadi di

duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses transport aktif. Pada

umumnya kurang dari separuh kalsium teringesti yang di absorbsi.

Kehilangan kalsium dari cairan ekstrasel (ECF) terjadi melalui sekresi

kesaluran cerna, eksresi urine dan penumpukan dalam tulang (3).

Kadar kalsium terionisasi dalam ECF di pertahankan secara

homeostatik dalam kisaran normal yang sempit yaitu 9 hingga 10,5 mg/dl

oleh sesuatu keseimbangan efektif dari pembentukan tulang dan resorpsi


tulang, absorpsi kalium, ekresi kalium. Tempat0tempat utama dari

regulasi ini adalah di tulang, ginjal, dan saluran cerna di bawah

pengendalian tiga hormon, hormon paratiroid, kalsitonin, dan kalsitriol

atau 1,25- di hidroksikolekalsiferol (1,25 (OH)2 D3)(3).

Hormon paratiroid atau parathormon (PTH) adalah sauatu

polipeptida yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid, yang terletak di

leher di belakang lobus kelenjar tiroid. Ke empat kelenjar tiroid tersebut

adalah satu di superior kanan, satu di superior kiri, satu di inferior kanan,

dan satu di inferior kiri. Sekresi PTH terjadi akibat adanya hipokalsemia,

dan di tekan oleh adanya hiperkalsemia. PTH bekerja secara langsung di

tulang dan ginjal dan secara tidak langsung di saluran cerna melalui

perangsangan sintesis di hidroksivitamin D3, PTH merangsang resopsi

tulang kedalam BCF. PTH juga merangsang peningkatan reabsopsi

kalsium tubulus ginjal (dengan demikian mengembalikannnya kedalam

darah). Dan meningkatkan ekresi fosfat. Yang terakhir , PTH bekerja

secara langsung di ginjal untuk sintesis (1,25 (OH)2 D3) yaitu metabolik

vitaminD3 yang paling aktif , sebaliknya menyebabkan peningkatan

absorpsi kalsium dan fosfat dari usus. Efek akhir PTH adalah

meningkatkan konsentrasi kalsium terionisasi dalam plasma dan sedikit

berefek dan konsentrasi fosfat plasma, karena perubahan dalam posfat

yang terdapat dalam tulang, usus, dan ginjal cenderung untuk stabil. PTH

yang berlebihan menyebabkan terjadinya hiperkalsemia hipofosfatemia.

Defisiensi PTH menyebabkan terjadinya hipokalsemia danhipofosfatemia

(3).
Kalsitonin adalah suatu hormon yang di produksi oleh sel C, atau

sel parafolikulir dari kelenjar tiroid. Kalsitonin di lepaskan dilepaskan

akibat adanya hiperkalsemia. Efek utamanya adalah menurunkan kadar

kalsium serum dengan menghambat resopsi tulang osteoklatik. Peran

fisiologik kalsitonin yang sesungguhnya dalam regulasi kadar kalsium

dari menit ke menit masih belum dijelaskan. Hipotesis mengenai fungsi

kalsitonin untuk mencegah hiperkalsemia post-pradial dan mencegah

kehilangan kalsium melalui urine-post-pandrial (terutama pada bayi yang

meminum susu) akan memerlukan penelitian lebih lanjut (3).

Vitamin D dan metabolitnya bukanlah vitamin tetapi merupakan

hormon steroid. Vitamin D bekerja berama dengan PTH dalam regulasi

kadar kalsium serum. Vitamin D3 atau kalekalsiferol, terintegrasi melalui

diet yang dimakan atau sintesis dari 7-dehidrokalesterol dalam kulit

melalui radial ultraviolet dari sinar matahari vitamin D3diabsopsi dalam

ileum dan jejenum dan selanjutnya di metabolisme kebentuk aktifnya

yang pertama din hati dan akhirnya ke ginja (3).

Dari teori di atas sehingga membuktikan bahwa di dalam urine

terdapat kalsium yang apabila di lakukan percobaanurine yang dicampur

dengan larutan NH3 dan dididihkan kemudian endapannya dicampur

larutan asam asetat akan menghasilkan endapan berwarna putih yang

menunjukkan adanya kalsium dalam urine.

2. Uji Fosfat

Setelah di lakukan percobaan di dapatkan hasilLarutan pada uji

kalsium ditambahkan larutan HNO3 dan Ammonium molibdat akan


menghasilkan larutan berwarna kuning jernih atau endapan yang

menunjukkan adanya fosfat dalam urine.

Pada prinsipnya phosfat organic akan mudah diendapkan dengan

Ca dan Mg. Awalnya urin ditambahkan dengan MgSO4 membuat

posphatnya lepas dan berikatan dengan Mg membentuk Mg-phosphat

yang mengendap. Endapan itu lalu disaring untuk spesifikasi percobaan

selanjutnya. Lalu Mg-phosfat akan ditambahkan asam acetat panas

(CH3COOH) dan tebentuk Mg-Acetat dan phosfat organic lepas. Dengan

penambahan HNO3 posphat organik akan di ubah menjadi phosfat

inorganic. Kemudian phosfat inorganic ini oleh ammonium molibdate

akan dibentuk endapan berwarna kuning yang disebut ammonium

fosfomolibdate. Adanya zat ini menunjukkan di substrat uji mengandung

fosfat. Phosfat pada urin manusia dihasilkan sekitar 1,2 g/day (3).

Fosfor adalah zat yang paling banyak terdapat di semua jarinagan

dalam tubuh dan terlibat dalam sejumlah besar proses biologis yang

terpenting seperti kalsium (3).

Fosfor adlah suatu komponen yang penting di tulang dan gigi dan

merupakan suatu zat fosfolipid penting yang merupakan komponen

membra sel (3).

Fosfor adalah anion primer dalam cairan intarasel (ICF) dan

berperan penting dalam metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat (3).

Tentu saja semua proses metabolisme membutuhkan fosfor,

termasuk kebutuhan fosfat berenergi tinggi untuk berikatan dalam bentuk

adenosin trifosfat (ATP). Fosfor memainkan peranann penting dalam


fungsi otot, neorulogis dan pembentukan 2,3-di fosfogliserat dalam

eritrosit, yang membantu penghantaran oksigen ke jaringan. Fosfor dalam

bentuk fosfat anorganik memainkan peranan utama dalam

mempertahankan keseimbangan asam-basa melalui kerjanya sebagai

buffer urine dalam mengeksresikan sejumlah besar beban asam harian (3).

Dari sekita 700 g fosfor dalam tubuh, 85% berada dalam tulang

dan 0,1% dalam ECF. Fosfar plasma kebanyakan di jumpai sebagai ion

Fosfat anorganik (HPO4= dan H2PO4-) dengan terdifusi secara bebas dan

dalam keseimbangan fosfor tulang dan intrasel. Normalnya kadar kadar

hingga 2,6 mEq/L) pada orang dewasa. Fosfor serum sesuai dengan usia,

bayi dan anak yang berusia muda memiliki kadar yang lebih tinggi di

bandingkan dengan dewasa karena adanya pengaruh hormon

pertumbuhan dan peningkatan laju pertumbuhan skeletal (3).

Diet rata-rata mengandung 1000 hingga 1600 mg fosfor, dan

fosfor terdapat dalam beragam makanan sehingga konsumsi yang kurang

dari keperluan hampir tidak mungkin terjadi. Absorpsi fosfat terutama

terjadi di jejenum melalui difusi pasif dan melalui transfort aktif sibawah

pengaruh (1,25 (OH)2 D3), absorpsi usus bervariasi sesuai dengan

asupannya,tetapi dapat mengalami gangguan oleh beberapa obat tertentu

seperti antasid terikat-fosfat dan oleh sindrom malabsorpsi. Jalur utama

eksresi fosfat adalah ginjal (90%) dibawah pengaruh PTH. PTH

menyebabkan reabsopsi kalsium ginjal yang meningkat dan penurunan

reabsopsi fosfat. Kalsium dan fosfat berinteraksi dalam hubungan


resiprokal, sehingga eksresi fosfat dalam urine meningkat dan menurun

dalm proporsi yang berlawanan terhadap kadar kalsium serum (3).

Dari teori di atas sehingga membuktikan bahwaLarutan pada uji

kalsium ditambahkan larutan HNO3 dan Ammonium molibdat akan

menghasilkan larutan berwarna kuning jernih atau endapan yang

menunjukkan adanya fosfat dalam urine.

3. Uji Sulfat

Setelah di lakukan percobaan didapatkan hasil Sebanyak 2 ml

urine ditambahkan 1 ml larutan HCl dan 2 ml larutan BaCl2. Hasilnya

akan terjadi endapan berwarna putih menunjukkan adanya sulfat dalam

urine.

Sulfat diekresi memalui urin dalam bentuk sulfur yang tak

teroksidasi atau sulfur netral seperti; sistein, sistin, hidrogen sulfide, dll.

Sulfur teroksidari seperti sulfat dari Na, K, Mg, Ca dan dalam jumlah

kecil sebagai sulfat etrial yaitu dalam bentuk kombinasi senyawa aromatik

seperti; phenol, indol, skatol, dll. Dalam keadaan patologis ekresi sulfat

meningkat, seperti pada demam akut dan penyakit – penyakit lain yang

disebabkan oleh stumulasi metabolisme. Ekresi sulfat menurun pada

penyakit yang disertai dengan penurunan nafsu makan dan pada aktivitas

metabolisme yang menurun. Sulfat merupakan mineral anorganik urin

dari sisa metabolisme dalam tubuh. Adanya ion sulfat dapat di uji dengan

menambahkan larutan barium klorida akan membentuk endapan putih

yang tidak larut dalm HCl. Sulfat juga dapat diuji dengan mereaksikan
larutan timbal asetat yang akan menghasilkan endapan putih timbal sulfat

yang larut dalam asam asetat (3).

Sekitar 80% nya ialah sulfat anorganic. Dalam percobaan ini

dimulai dari urin yangbereaksi dengan asam acetat membuat sulfat mudah

bereaksi dan terurai dari ikatannya. Bersama dengan Ba2+ yang diperoleh

dari ionisasi BaCl2 dibentuklah BaSO4 dimana akan menimbulkan keruh

(3),

BaSO4 yang dihasilkan merupakan senyawa yang sukar larut air

sehingga ia menjadi keruh. Kekeruhan ini menunjukkan dalam urin

terkandung sulfat. Normalnya sulfat terkandung dalam urin sekitar 1

gram/day (3).

Dari teori di atas sehingga membuktikan bahwa 2 ml urine

ditambahkan 1 ml larutan HCl dan 2 ml larutan BaCl2. Hasilnya akan

terjadi endapan berwarna putih menunjukkan adanya sulfat dalam urine.

4. Uji Amoniak

Setelah di lakukan percobaan didapatkan hasilurine murni

ditambahkan larutan fenolptalin dan NaOH menghasilkan larutan

berwarna merah muda menunjukkan adanya amoniak dalam urin.

Sementara itu ambil 1 tabung reaksi kosong dan diolesi pada

bagian luar tabung larutan fenolptalin. Dan letakkan di atas tabung yang

dipanaskan, kasih jarak. Lapisan tipis pada tabung menunjukkan warna

merah muda disebabkan adanya kontak uap amoniak (dalam urin) dengan

fenolptalin. Sedangkan larutan yang mendidih akan berwarna merah muda

menunjukkan adanya amoniak dalam urin.


Ion amonium berasal dari penguraian urea, CO(NH2)2 menjadi

amonium bikarbonat, oleh enzim urease. Uji ion amonium dapat

dilakukan dengan cara yang sangat sederhana 3,5 ml urine ditambahkan 4

tetes fenolpetalin. Kemudian ditambahkan NaOH sebanyak 5 tetes

didihkan urin, ambil tabung lain yang sudah diberi fenolpetalin pada

bagian luarnya letakkan diatas uap urin yang didihkan tadi. Lapiran tipis

pada tabung menunjukkan warna merah muda disebabkan adanya kontak

uap amoniak (dalam urin) dengan fenolpetalin. Saat memanaskan tadi

tidak di perkenankan mengarah pada orang lain karena reaksi ini

menyebabkan bau yang sangat khas dari ion amonium. Bau busuk dan

menyengat ini berbahaya dan akan menggangguu sistem pernapasan (3).

Reaksi utama yang menghasilkan amoniaadalah perubahan

glutamin menjadi glutamat. Reaksi ini di katalisis oleh enzim

glutaminase, yang banyak terdapat di sel tubulus ginjal.

Glutamatdehidrogenasi mengkatalisis perubahan glutamat menjadi α –

ketoglutarat, dengan menghasilkan lebih banyak lagi amoniak. Pada

asidosis kronis jumlah amoniak yang diekresikan pada sembarang nilai

pH urin juga meningkat, karena NH3 yang masuk ke urin tubulus lebuh

banyak. Pengaruh sekresi NH3 ini, yang penyebabnya belum diketahui

adalah terjadinya perpindahan H+ lebih lanjut dari cairan tubulus dan

akibatnya terjadi peningkatan sekresi H+. Amonia merupakan hasil utama

kedua pemecahan protein yang mengandung Nitrogen. Dia berfungsi

sebagai pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Amonia dalam urin

dari 2,5-4,5 % nitrogen dan rata-rata produksinya 0,7 g/day (3).


Dalam urin selain terkandung urea juga terdapat garam

ammonium pemecahangaram ammonium nantinya akan melepas gas

NH3. Amonia ini dihasilkan oleh aktivitas bakteri sehingga pada urine

baru tidak diketemukan ammonia (3).

Pada dasarnya, urine tersusun atas 96 % air, 2 % urea, dan

selebihnya adalah produk metabolik lain. Urea [CO(NH2)2] berasal dari

pemecahan asam amino. Oleh hati, asam amino dipecak menjadi ureum,

asam urine, hingga akhirnya terbentuk amoniak. Jadi amoniak dapat

dikatakan sebagai sampah hasil sisa metabolisme tubuh. Oleh karena itu,

keberadaannya dalam urine untuk dibuang adalah suatu hal yang normal.

Untuk mengetahui adanya amoniak dalam urine, urine cukup didiamkan

atau dipanaskan. Bila didiamkan, butuh waktu yang relatif lama untuk

urea dapat diurai menjadi ammonia. Oleh karena itu, pemanasan

dilakukan untuk mempercepat hidrolisis urea (3).

Amonia merupakan senyawa yang ada di dalam urin, yang bersifat

basa dan bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat.

Bau amonia tersebut berasal dari peruraian urea sebagai komponen bahan

organik terbanyak dalam urin oleh jasad renik menjadi energi dan gas

NH3 (3).

Amonia tidak memiliki muatan, sehingga dapat berdifusi melalui

membran ke dalam urin di dalam ginjal. Amonia akan mengikat proton

dari urin yang asam dan menjadi ion-ion amonium. Pengeluaran amonia

dapat terbatas pada situasi metabolisme tertentu atau meningkat kuat dan

ditentukan oleh pH plasma. pH plasma pada keadaan normal berada pada


pH 7.4, bila terjadi pergeseran pH ke arah asam akan dikeluarkan proton-

proton dan amonia dalam jumlah yang lebih banyak. Biasanya senyawa

ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi

di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak

kesehatan (3).

Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik. Salisilat dan

sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga

disekresi oleh difusi non ionik. Ion ammonium berasal dari makanan,

obat-obatan dan hasil hidrolisa urea (3).

Dari teori di atas sehingga membuktikan bahwaurine murni

ditambahkan larutan fenolptalin dan NaOH menghasilkan larutan

berwarna merah muda menunjukkan adanya amoniak dalam urin.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang dilakukan, dapat diambil simpulan bahwa:

1. Uji Kalsium

Urine yang dicampur dengan larutan NH3 dan dididihkan

kemudian endapannya dicampur larutan asam asetat akan menghasilkan

endapan berwarna putih yang menunjukkan adanya kalsium dalam urine.

2. Uji Fosfat

Larutan pada uji kalsium ditambahkan larutan HNO3 dan

Ammonium molibdat akan menghasilkan larutan berwarna kuning jernih

atau endapan yang menunjukkan adanya fosfat dalam urine.

3. Uji Sulfat

Urine ditambahkan larutan HCl dan BaCl2 menghasilkan endapan

berwarna putih menunjukkan adanya sulfat dalam urine.

B. Saran

Diharapkan agar mahasiswa mendapatkan bimbingan yang lebih

mendalam tentang pemeriksaa kualitatif khususnya tentang urin, sehingga

mahasiswa mengerti dan memahami tentang pemeriksan urin. Dan dari

praktikum yang telah dilakukan diharapkan alat dan bahan ditambah kualitas

dan kuantitasnya. Sehingga setiap praktikan memiliki kesempatan yang sama

untuk melakukan praktiku.


DAFTAR PUSTAKA

1. Prijanti, Ani Retno. 2000. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk

Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

2. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brinner & Suddarth. Jakarta: EGC

3. Price, Anderson Sylvia.2003. Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.


Banjarbaru, Oktober 2015

Asisten Praktikan Praktikan

Nelna Rezkiawati Muhriati Ariska


Nim : I1B113224 Nim. I1B115613
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai