Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PEMERIKSAAN URINALISA

DISUSUN OLEH:

MARIA GLORIA YEUYANAN

NIM: 144820120056

KELOMPOK: 2

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS TERAPAN
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
SORONG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang kedua
tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3
juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada
wanita dari pada laki-laki. Infeksi saluran kemih di Indonesia dan
prevalensinya masih cukup tinggi. Walaupun kesakitan dan kematian dari
infeksi saluran kemih berkaitan dengan kateter di anggap relatif rendah di
bandingkan infeksi nosokomial lainnya 1.
Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber dari air
permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi oleh unsur kalsium dan
magnesium, kadar kalsium (Ca2+) inilah diduga dapat mengakibatkan
hiperekskresi kalsium urin dan supersaturasi (kristalisasi kalsium oksalat)
yang merupakan proses awal terjadinya batu saluran kemih 2.
Batu saluran kemih yang disingkat BSK adalah terbentuknya batu
yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air
kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. Pembentukan batu saluran kemih
(BSK) ada hubungannya gangguan aliran urin, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain 3.
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara makroskopis, kimia,
dan mikroskopik. Tes makroskopis meliputi warna, kejernihan, pH, berat
jenis, bau, dan pengukuran volume. Tes mikroskopis yang diperiksa
adalah sedimen urin dengan menggunakan mikroskop, sedangkan tes
kimia dilakukan dengan menggunakan carik celup yang dilakukan secara
manual maupun dengan menggunakan alat urin analyzer. Adapun tes
khusus meliputi tes biakan urin, protein kualitatif 24 jam, hemosiderin
urin, oval fat bodies, dan lain – lain sesuai kebutuhan khusus 4.
Pengamatan makroskopis urin adalah salah satu parameter
pemeriksaan urinalisis untuk mengukur volume, mengamati warna dan
kejernihan, bau, glukosa, protein, serta berat jenis pada urin. Sedangkan
pemeriksaan mikroskopis urin atau sedimen urin merupakan parameter
pemeriksaan urinalisis yang diperuntukkan guna mengidentifikasi kelainan
ginjal dan saluran kemih serta memantau hasil pengobatan 5. Pemeriksaan
mikroskopis juga diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk
partikel lainnya 6.
Pemeriksaan mikroskopis atau pemeriksaan sedimen urine bertujuan
untuk mendeteksi dan identifikasi bahan yang tak larut dalam urine.
Darah, ginjal, saluran genitourinaria bawah dan kontaminasi eksternal
dapat memicu munculnya sedimen dalam urine seperti leukosit, eritrosit,
sel epitel, silinder, bakteri, dan kristal non organik lainnya. Pemeriksaan
mikroskopis urine memberikan manfaat untuk mendeteksi kelainan ginjal
dan saluran kemih serta memantau hasil pengobatan 7.
Pada kondisi basa, pH dalam urine akan meningkat. Hal ini dapat
mempengaruhi komponen sedimen dalam urine menjadi cepat lisis
sehingga jumlahnya akan berkurang 8.
Formalin yang umum digunakan sebagai pengawet urine adalah
formalin 40%, khusus dipakai untuk mengawetkan sedimen urine penting
sekali bila hendak mengadakan penilaian kuantitatif atas unsur - unsur
dalam sedimen. Akan tetapi formalin yang dipasaran hanya terdapat
formalin dengan konsentrasi 37% sehingga untuk pemakaian pengawet
formalin perlu diturunkan konsentrasinya. Pemakaian formalin yang
berlebihan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan urine terhadap jenis
dan jumlah sedimen urine oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk
mencari konsentrasi pengawet formalin yang baik dan tidak berpengaruh
terhadap hasil pemeriksaan sedimen urine 9.
I.2. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengeluaran urine
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan warna, bau, dan kejernihan
urine
I.3. Manfaat Praktikum
1. Mengetahui berapa banyak volume pengeluaran urine
2. Mengetahui warna,bau, dan kejernihan urine
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum


A. Urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang dieksresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan unutk membuanga molekul-
molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh 10.
Urine adalah hasil pembuangan dari metabolisme tubuh melalui
gunjal. Pada keadaan normal, urine yang keluar antara 900 – 1,500 ml per
24 jam (bervariasi dengan asupan cairan dan jumlah kehilangan cairan
melalui rute lain). Komposisi urin terdiri dari air, amonia, urea (20-3- g/24
jam), natrium klorida, asam urat (0,6 g/24 jam), kreatinin (1-2 g/24 jam),
kalium sulfat, dan fosfat 11.
Sistem perkemihan adalah suatu system yang didalamnya terjadi
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh. Zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh akan
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) Dan zat-zat yang
diperlukan tubuh akan beredar kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh
kapiler darah ginjal, masuk ke dalam pembuluh darah dan selanjutnya
beredar ke seluruh tubuh 12.
Organ yang berperan dalam pembentukan urine yaitu ginjal. Di dalam
ginjal, zat sisa metabolisme akan dipilah-pilah kembali. Hasil pemilahan
tersebut berupa zat yang sudah tidak berguna dan zat yang masih bisa
dipergunakan kembali. Zat yang tidak berguna tersebut akan dikeluarkan
dari tubuh, sedangkan zat-zat yang masih dapat dipergunakan lagi akan
dikembalikan ke sirkulasi 6.
Proses pembentukan urine adalah darah dari aorta lalu ke arteri renalis
menuju ke afferent renalis dan masuk ke glomerulus, didalam glomelurus
terbentuk filtrat glomerulus (170 liter/24 jam) komposisi: darah, sel-sel
darah dan protein). Sel darah dan protein tidak dapat melewati membran
glomerulus kemudian masuk ke tubulus renalis terjadi proses sekresi dan
reabsorbsi air, elektrolit dll. Tubuh memilih mana yang perlu dibuang dan
perlu diambil kembali. Urea dikeluarkan, protein dan glukosa direabsorbsi
kembali sehingga tidak terdapat protein dan glukosa didalam urin sehingga
membentuk urine (1,5 liter/24 jam) 12.
Pembentukan urine yaitu ginjal memproduksi urine yang mengandung
zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh tubuh melalui tiga
proses utama filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam
urin terkandung bermacam – macam zat, antara lain (1) zat sisa
pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat
warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3) garam,
terutama NaCl, dan (4) zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya
vitamin C, dan obat – obatan serta juga kelebihan zat yang yang
diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon 13.
Urin mengandung bermacam-macam zat, antara lain : urea, asam urea,
amoniak, dan zat-zat lain yang merupakan hasil pembongkaran protein.
Garam-garam terutama garam dapur. Pada rang yang melakukan diet yang
rata-rata berisi 80-100 gram protein dalam 24 jam, kadar air dan zat padat
dalam air kemih adalah sebagai berikut : air 96%, zat padat 4% (terdiri atas
urea 2% dan hasil metabolisme lainnya 2%) 14.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan urine adalah Hormon
ADH, Aldosteron Hormon, Prostaglandin dan Gukokortikoid Secara
umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan
berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia, pH urin
berkisar antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi
banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml 15.
B. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan urine (air seni untuk mendeteksi dan
mengukur berbagai macam zat yang keluar melalui urin. Bentuknya bisa
berupa urinalisis rutin (wet urinalysis), urinalisis khusus (sitologi) atau
reagen disptick. Tes yang dilakukan pada sampel untuk tujuan diagnosa
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus
dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dab skrining terhadap status
kesehatan umum 16.
Warna urin normal adalah kuning muda atau kuning jerami, jernih.
Pada produksi urin yang banyak, berat jenisnya antara 1,015-1,030
tergantung pada konsentrasi bahan solid yang larut dalam urin. Bila
produksi urin sedikit, urin itu pekat dan berat jenisnya naik sedangkan
warnanya tetap lebih gelap 17.
Apabila dibiarkan beberapa lama urin akan menjadi berbau pesing
karena terbentuk amoniak (NH3). Urin bersifat asam (pH<7) karena
makanan yang mengandung banyak protein akan menurunkan pH urin.
Sedangkan makanan yang banyak mengandung sayuran menaikkan pH
urin.pH normal urin 4,5-8,00. Volume urin yang normal ialah 900-2100 cc
per hari 14.

C. Jenis Urine
Ada beberapa jenis urine berdasarkan waktu pengumpulannya yang
digunakan untuk diagnosis maupun penunjang suatu diagnosis penyakit.
Jenis urine tersebut meliputi : urine sewaktu, urine pagi, urine
postprandial, urine 24 jam, urine 3 gelas dan urine 2 gelas pada orang
lelaki, urine porsi tengah, dan urine terminal 9.
D. Wadah Spesimen Urine
Botol penampung urine harus bersih dan kering. Adanya air dan
kotoran dalam wadah berarti adanya kuman-kuman yang kelak
berkembang biak dalam urine dan mengubah susunannya. Wadah urine
yang terbaik adalah yang berupa gelas dengan mulut lebar yang dapat
disumbat rapat dan sebaiknya urine dikeluarkan langsung ke wadah
tersebut. Jika hendak memindahkan urine dari wadah ke wadah lain,
kocoklah terlebih dahulu, supaya endapan ikut terpisah. Berikan
keterangan yang lengkap tentang identitas sampel pada wadah specimen 9.

E. Identitas Spesimen
Identitas spesimen ditulis dalam wadah yang mudah dibaca. Label ini
memuat setidaknya nama pasien dan nomor identifikasi, tanggal dan waktu
pengumpulan, dan informasi tambahan seperti usia pasien dan lokasi dan
dokter, seperti yang dipersyaratkan oleh protokoler institusional 18.

F. Pengiriman Spesimen Urine


Pemeriksaan urinalisis yang baik harus dilakukan pada saat urine
masih segar (kurang dari 1 jam), atau selambat-lambatnya dalam waktu 2
jam setelah dikemihkan. Penundaan ketika berkemih dan pemeriksaan
urine dapat mempengaruhi stabilitas spesimen dan validitas hasil
pemeriksaan. Spesimen urine yang tidak dapat dikirim dan diuji dalam
waktu 2 jam harus didinginkan atau diberi bahan pengawet yang tepat 6.

G. Penanganan Sampel
Fakta bahwa spesimen urine begitu mudah diperoleh atau
dikumpulkan sering menyebabkan penanganan spesimen setelah
pengumpulan menjadi kelemahan dalam urinalisis. Perubahan komposisi
urine terjadi tidak hanya invivo tetapi juga invitro, sehingga membutuhkan
prosedur penanganan yang benar. Penanganan specimen meliputi prosedur
penampungan urine dalam wadah spesimen, pemberian identitas spesimen,
pengiriman atau penyimpanan spesimen. Penanganan yang tidak tepat
dapat menyebabkan hasil pemeriksaan yang keliru 6.
Metode yang paling rutin digunakan untuk pengawetan specimen
urine adalah pendinginan 2-8°C yang dapat mengurangi pertumbuhan dan
metabolisme bakteri. Urine akan dilakukan uji biakan kuman harus
didinginkan selama transit dan didinginkan sampai dilakukan kultur
hingga 24 jam. Perlu diperhatikan bahwa pendinginan dapat meningkatkan
berat jenis bila diukur dengan urinometer. Pendinginan juga akan
mengakibatkan pengendapan fosfat amorf dan urat yang akan
mengaburkan analisis sedimen mikroskopis. Spesimen harus dikembalikan
di suhu kamar sebelum pengujian kimia dengan strip reagen. Upaya ini
dapat mengoreksi berat jenis dan dapat melarutkan amorf urat 18.

H. Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan penyaring, yaitu beberapa
macam, pemeriksaan yang dianggap sebagai dasar bagi pemeriksaan
selanjutnya dan yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus
(Gandasoebrata, 2013). Pemeriksaan rutin mencakup pemeriksaan : a.
fisik/ maksroskopik, seperti warna, kejernihan dan berat jenis; b. kimia,
meliputi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, darah, keton, nitrit,
dan leukosit esterase; dan c. mikroskopis struktur dalam sedimen. Sampel
yang digunakan untuk urinalisis rutin setidaknya harus 15 mL 6.

I. Metode Pemeriksaan Kimia


Dalam pemeriksaan zat terlarut dalam urine, bisa dilakukan dengan
dua metode. Yaitu metode kimia basah dan carik celup.
1) Kimia Basah
Pemeriksaan kimia basah meliputi pemeriksaan glukosa dan zat
pereduksi lain (galaktosa, laktosa, pentosa, fruktosa, dan maltosa),
protein (termasuk protein Bence Jones, dan mikroalbumin),
bilirubin, urobilinogen dan benda keton. Volume sampel yang
dibutuhkan lebih besar daripada pemeriksaan yang menggunakan
strip reagen 6.

2) Carik Celup (Strip)


Tes kimia dengan metode strip reagen saat ini begitu sederhana,
cepat, dan hemat biaya (dalam hal reagen, personel) dengan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan tidak memerlukan urine
dalam jumlah yang besar untuk pengujian. Reaksi yang terlibat
dalam uji strip sebagian besar berdasarkan pada prinsipprinsip yang
sama seperti pada pemeriksaan kimia basah 5.
Reaksi diinterpretasikan dengan membandingkan warna yang
dihasilkan pada strip reagen dengan bagan warna yang disediakan
oleh produsen. Kuat/lemahnya warna yang dihasilkan berhubungan
dengan konsentrasi zat dalam urine. Tergantung pada tes yang
dilakukan, hasilnya dilaporkan sebagai 1) konsentrasi (miligram
perdesiliter); 2) kecil/sedikit/trace, sedang, atau besar; 3)
menggunakan sistem plus (1+, 2+, 3+, 4+); atau 4) positif, negatif,
atau normal. Berat jenis dan pH adalah pengecualian, hasilnya
dilaporkan dalam satuan masing-masing (18). Menurut panduan
dari CLSI, pemeriksaan kimia rutin untuk urine mencakup
pemeriksaan glukosa, protein (albumin), bilirubin, urobilinogen,
pH, berat jenis, darah/ hemoglobin, benda keton (asam asetoasetat
dan/atau aseton), nitrit, dan leukosit esterase.

J. Urine Anaylzer
Urine analyzer merupakan alat laboratorium yang berfungsi untuk
membantu analisis sampel urine dari pasien, yang dibutuhkan dokter
dalam proses diagnosis. Pemeriksaan kimia urine dan pemeriksaaan
endapan urine merupakan pemeriksaan urine rutin yang befungsi untuk
membantu diagnosis dari suatu penyakit yang ada dalam tubuh.
Pemeriksaan endapan pada dasarnya adalah memeriksa kandungan
endapan yang ada pada urine, sedangkan pemeriksaan kimia urine adalah
pemeriksaan berdasarkan reaksi biokimia antara dengan bahan- bahan
kimia.
Pemeriksaan kimia urine dapat dilakukan dengan menggunakan
urinetest strips. Pada setiap strip, terkandung bahan kimia yang berbeda-
beda, dimana perubahan warna pada setiap strip akan mengindikasikan ada
atau tidaknya bahan kimia tertentu dalam urine. Alat yang dapat
membantu menganalisis atau membantu pembacaan hasil urine test strips
adalah urine chemistry analyzer. Urine chemistry analyzer dapat
digunakan untuk menganalisis berat jenis urine, pH, leukosit, nitrit,
protein, glukosa, keton, urobilinogen, bilirubin, dan eritrosit yang
terkandung dalam urine. Pengukuran alat ini dapat diset menggunakan
satuan konvensional maupun satuan internasional. Pada urine chemistry
analyzer terdapat memori yang digunakan untuk menyimpan sementara
hasil analisis dan thermal printer yang digunakan untuk mencetak hasil
analisis.
Prinsip kerja dari urine chemistry analyzer adalah reflectance
photometry (pengukuran pantulan cahaya) dimana alat mengukur
intensitas cahaya dari pantulan sinar pada setiap bagian urine test strips
yang disinari oleh sinar LED dengan panjang gelombang yang sudah
ditentukan.
Sebuah LED memancarkan sinar dengan panjang gelombang yang
telah ditentukan ke permukaan test pad dengan susut maksimum, sehingga
permukaan dari setiap bagian urine test strips tersinari oleh LED. Sinar
yang terpantul dari urine test strips akan diterima oleh detektor. Waktu
pemeriksaan dari mulai mencelupkan urine test strips hingga selesai
mencetak adalah 55- 65 detik. Sinyal analog yang diterima oleh detektor
akan dikirim ke ADC (Analog to Digital Converter) untuk diubah menjadi
sinyal digital agar bisa diproses oleh mikroprosesor. Pada mikroprosesor,
data hasil pembacaan setiap dari urine test strips akan dikonversi menjadi
nilai reflektansi relatif yang mengacu pada standar kalibrasi. Hasil
pengolahan mikroprosesor akan disimpan dalam memori, dikirim ke
komputer atau langsung dicetak 19.

K. Analisis Darah Dalam Urine


Setiap jumlah eritrosit yang lebih dari 5 sel per mikroliter urine
dianggap bermakna secara klinis, maka pemeriksaan visual terhadap warna
tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan darah. Pemeriksaan
mikrsokopis dari sedimen urine menunjukan eritrosit utuh (intact), namun
hemoglobin bebas yang dihasilkan baik oleh gangguan hemolitik atau
lisisnya eritrosit tidak terdeteksi 6
Pemeriksaan dengan strip reagen (dipstik) mendeteksi eritrosit,
hemoglobin bebas, maupun mioglobin, namun reaksi lebih sensitive
terhadap hemoglobin dan mioglobin daripada eritrosit. Prinsip
pemeriksaan darah dalam urine adalah dengan menggunakan
pseudoperoksidase dari hemoglobin untuk mempercepat reaksi antara
hidrogen peroksidase dan kromogen tetramethylbenzidine untuk
menghasilkan kromogen teroksidasi yang berwarna hijau kebiruan 20.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil uji darah dalam urine
menurut Riswanto dan Rizki dijelaskan sebagai berikut :
a) Hasil positif palsu disebabkan oleh :
1. Oksidator kuat, seperti natrium hipoklorid atau hydrogen peroksida
dari deterjen yang digunakan untuk membersihkan wadah
spesimen, yang secara langsung mengoksidasi kromogen.
2. Peroksidase oleh bakteri (misalnya, Eschericia Coli) yang berasal
dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan bakteri dalam
urine yang terkontaminasi atau yang disimpan terlalu lama.
Peroksidase ini dapat mengkatalisis reaksi tanpa adanya
pseudoperoksidase hemoglobin.
3. Kontaminasi darah menstruasi
4. Kontaminasi povidone-iodine
b) Hasil negatif palsu disebabkan oleh :
1. Asam askorbat (vitamin C) kadar tinggi. Asam askorbat merupakan
zat pereduksi kuat yang bereaksi langsung dengan peroksida
(H₂O₂) yang diserapkan pada pad reagen darah dan mencegah
oksidasi kromogen. Jika perlu, pemeriksaan harus diulang
setidaknya 24 jam setelah dosis terakhir vitamin C.
2. Urine dengan berat jenis tinggi mengandung eritrosit terkrenasi
yang tidak lisis ketika kontak dengan pad reagen.
3. Kadar nitrit tinggi (10 mg/dL), atau protein yang tinggi
4. Formalin yang digunakan sebagai pengawet urine
5. Obat hipertensi, kaptopril
6. Jika sampel urine tidak dicampur dengan baik sebelum pengujian,
hasil negatif palsu dapat terjadi karena eritrosit cenderung untuk
mengendap di bagian bawah wadah
BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat Dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Gelas ukur,
kertas lakmus, Pipet Pasteur/pipet tetes, Rak tabung, Tabung reaksi
dan Wadah/pot urine.
b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Urine sewaktu.

III.2. Cara Kerja


a. Pengukuran volume urine
1. Siapakan alat dan bahan.
2. Masukkan urine seluruhnya kedalam gelas ukur.
3. Lakukan pembacaan pada skala miniskus bawah.
b. Pemeriksaan warna dan kejernihan urine
1. Masukkan urine kedalam tabung sampai ¾ bagian.
2. Lakukan pengamatan kejernihan urine pada posisi tabung serong
dengan latar belakang kertas putih atau cahaya.
3. Amati warna urine dengan posisi tabung tegak lurus , latar
belakang kertas putih atau cahaya.
DAFTAR PUSTAKA

(1).Kausuhe, J., Pangemanan, D. H. and Onibala, F. (2017) ‘Hubungan


Pemasangan Kateter Urine dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di RSU
GMIM Pancaran Kasih Manado’, Jurnal Keperawatan, 5(2).
(2).Umboh, A., & Valentine Umboh. 2016. Perbandingan Jenis Konsumsi Air
Minum Dengan Kristaluria Pada Anak. Jurnal Kedokteran Klinik (JKK). 1(2).
(3).Farizal, J. 2018. Hubungan Kebiasaan Lama DudukTerhadap Proses
Terbentuknya Kristal Urin Pada Penjahit Di Wilayah Kota Bengkulu. Journal
of Nursing and Public Health. 6(1):36-40.
(4).Hardjoeno, H. dan Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh. Makasar :
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
(5).Brunzel, Nancy A. 2013. Fundamentals of Urine & Body Fluid
Analysis.Philadelphia: Elsevier Saunders.
(6).Riswanto., dan Rizki, M. 2015. Menerjemahkan Pesan Klinis Urine.
Yogyakarta. Pustaka Rasmedia.
(7).Hasan, Z. A., & Rafika, R. (2021). Profil pemeriksaan pada sedimen urin
pasien infeksi saluran kemih menggunakan alat dirui fus-100. Jurnal Media
Analis Kesehatan, 12(1), 41. https://doi.org/10.32382/mak.v12i1.2077.
(8).Zahrin, I., 2014. PengaruhPenundaan dan Pemeriksaan Serta Suhu
Penyimpanan Terhadap Ph dan Eritrosit Urine.Karya Tulis Ilmiah. STIKes
Wira Medika Bali.
(9).Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis.Edisi 15. Dian
Rakyat.Jakarta.
(10). Solihin, Ismail. 2012. Manajemen Strategik. Jakarta:Penerbit Erlangga.
(11). Adi Permadi. 2006. Tanaman obat Pelancar Air Seni. Depok: Penebar
Swadaya. p5-15, 23-24.
(12). Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Cetakan Pertama.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
(13). Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
(14). Agus, Irianto. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta: Penebar
Swadaya.
(15). A.A & Uliyah, M. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: buku
kedokteran EGC.
(16). Nuari, N & Widayati, D. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
penata laksanaan keperawatan. Yogyakarta: Deepublisher.
(17). Djojodibroto, R., 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (General
Medical Check Up) Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Pustaka Populer Obor,
Jakarta.
(18). Strasinger S.K. and Di Lorenzo M.S., 2008. Urinalysis and Body Fluids.
F.A. Davis Company.
(19). Andi Novianto, (2013). Dasar Desain Grafis. ERLANGGA.
(20). Mundt, L.A. dan Shanahan, K. 2011. Graff’s Textbook of Routine
Urinalysis and Body Fluids. Philadelphia: Wolters Kluwer-Lippincott
Williams & Wilkins Health.

Anda mungkin juga menyukai