Anda di halaman 1dari 51

Laporan Praktikum Hari,Tanggal : Rabu, 03 Juli 2019

Kimia Klinik Waktu : 11.00 – 14.00 WIB


Dosen : Julianti Isma Sari Usman, S.ST.,M.T

KIMIA KLINIK

INTAN FEBRIYANTI (NIM 061711057)

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BINAWAN

2019/2020
PENDAHULUAN

Salah satu komponen penting yang terdapat dalam tubuh yaitu cairan tubuh.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok, yaitu cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel-sel tubuh,
sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok, yaitu cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
traseluler. Komposisi cairan intra dan ekstrasel memiliki perbandingan sebesar 40 L
adalah 25 L untuk volume intra dan : 15 L untuk volume ekstra. Cairan intrasel
banyak mengandung ion K+, Mg2+, dan HPO42-, sedangkan cairan intrasel bersifat
tidak homogen dalam tubuh dan mewakili kesatuan cairan dari seluruh sel berbeda.
Cairan intraseluler mengandung enzim yang berperan dalam mendegradasi senyawa
ROS, seperti enzim superoksida dismutase, enzim katalase dan glutation peroksidase.
Cairan ekstrasel banyak mengandung ion Na+, Cl- dan HCO3-. Salah satu contoh
cairan ektraseluler adalah urin (Tangkin et al. 2016).
Urinalisis adalah pemeriksaan atau analisa yang dilakukan untuk mengetahui
adanya infeksi pada saluran kemih (ISK). Metode ini juga ditujukan untuk
mengetahui bahan-bahan atau zat-zat yang terkandung dalam urine. Urine adalah
cairan hasil metabolisme yang diekskreasikan oleh ginjal dan dikeluarkan oleh tubuh
melalui proses urinalisasi. Peranan urin sangat penting karena sebagian pembuangan
cairan oleh tubuh melalui eksresi urin dapat mempertahankan homeostatis tubuh.
Komposisi zat dalm urin bervariasi, tergantung pada jenis makanan serta air yang
diminum. Urin normal manusia mengandung air, urea, asam urat, amoniak, kreatin,
asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida dan garam NaCl serta zat yang
berlebihan dalam darah, seperti vitamin C dan obat-obatan (Whiting 2006). Urin
diproduksi oleh tubuh melalui beberapa tahap yaitu filtrasi, rearbsorbsi, dan
augmentasi (Mutalazimah et al. 2013).
Pemeriksaan terhadap urine merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kondisi kesehatan seseorang, yang dilakukan dengan menganalisis kandungan kimia
yang terdapat pada urin, diantaranya kandungan darah, protein, glukosa, leukosit,
nitrit, keton, urobilin, bilirubin, berat jenis dan pH kemih. Manfaat dari urinalisis
adalah dapat digunkan untuk mengetahui adanya potensi gangguan hati, diabetes
mellitus, infeksi ginjal, atau saluran kemih (Izzah et al. 2013). Penyakit ginjal kronik
(PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gangguan pada ginjal juga dapat berupa uremia yang merupakan suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang dapat terjadi pada semua organ karena penurunan fungsi ginjal,
dimana terjadi retensi sisa pembuangan metabolisme protein, di tandai oleh
homeostasis cairan yang abnormal dan elektrolit dengan kekacauan metabolik dan
endokrin (Loho et al. 2016).
Kelainan lain pada ginjal lainnya yaitu Acute Kidney Injury (AKI) yang
merupakan kelainan fungsional dan struktural pada ginjal termasuk kelainan pada
darh, urin atau jaringan sekitar ginjal (Leung et al. 2013). Kelainan pada ginjal
tersebut dapat diminimalisir dengan mengetahui jumlah zat terlarut dalam urin.
Kondisi urin dapat diketahui salah satunya dengan menggunakan tes celup (dipstick).
Dipstick merupakan alat diagnostik yang praktis untuk mendeteksi adanya bakteriuria
dibandingkan kultur urin, dengan sensitivitas 75% dan spesifisitas 82%. Alat ini dapat
digunakan untuk menilai kadar pH, adanya protein, nitrit dan leukosite esterase pada
urin dengan menggunakan dasar reaksi kimia yang dideteksi dengan perubahan warna
pada panel pemeriksaan. Adanya infeksi pada saluran kemih ditandai dengan hasil
leukosite esterase dan nitrit yang positif (Munzila dan Wiknjosastro 2007).
Sistem perkemihan ini merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari
ginjal, ureter, veskia urinaria dan uretra dengan organ fungsi sebagai berikut :
(Setiadi, 2007).
a. Ginjal, membuat urine.
b. Ureter, menyalurkan urine dari ginjal kekandung kencing.
c. Kandung kencing (vesika urinaria), bekerja sebagai penampung
d. Uretra, menyalurkan urine dari kandung kencing.
Proses pembentukan urine adalah darah dari aorta lalu ke arteri renalis menuju
ke afferent renalis dan masuk ke glomerulus, didalam glomelurus terbentuk filtrat
glomerulus (170 liter/24 jam) komposisi: darah, sel-sel darah dan protein). Sel darah
dan protein tidak dapat melewati membran glomerulus kemudian masuk ke tubulus
renalis terjadi proses sekresi dan reabsorbsi air, elektrolit dll. Tubuh memilih mana
yang perlu dibuang dan perlu diambil kembali. Urea dikeluarkan, protein dan glukosa
direabsorbsi kembali sehingga tidak terdapat protein dan glukosa didalam urin
sehingga membentuk urine (1,5 liter/24 jam) (Setiadi,2007).
Pembentukan urine yaitu ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa
metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh tubuh melalui tiga proses utama
filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus Komposisi urin terdiri dari
95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam – macam
zat, antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan
amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3)
garam, terutama NaCl, dan (4) zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya
vitamin C, dan obat – obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri
oleh tubuh misalnya hormon (Sloane, 2003).
Urin mempunyai Ph yang bersifat asam , yakni rata-rata 5,5- 6,5. jika
didapatkan Ph yang relative basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah
urea , sedangkan jika Ph yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis pada
tubulus ginjal atau ada batu asam urat. (Purnomo.2009)
Urin mengandung bermacam-macam zat, antara lain : urea, asam urea, amoniak,
dan zat-zat lain yang merupakan hasil pembongkaran protein. Garam-garam terutama
garam dapur. Pada rang yang melakukan diet yang rata-rata berisi 80-100 gram
protein dalam 24 jam, kadar air dan zat padat dalam air kemih adalah sebagai berikut :
air 96%, zat padat 4% (terdiri atas urea 2% dan hasil metabolism lainnya 2%) (Irinto,
2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan urine adalah Hormon ADH,
Aldosteron Hormon, Prostaglandin dan Gukokortikoid Secara umum urin berwarna
kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau
khas yaitu berbau ammonia, pH urin berkisar antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih
asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika
mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml (Uliyah,
2008)
Pemeriksaan ini meliputi uji : (Purnomo.2009)
1. Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis urin
2. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasamaan/pH , protein dan gula dalam urin.
3. Mikroskopik mecari kemungkinan adanya sel-sel, cast (slinder) atau bentukan lain di
dalam urine.
Urinalisis adalah pemeriksaan urine (air seni0 untuk mendeteksi dan mengukur
berbagai macam zat yang keluar melalui urin. Bentuknya bisa berupa urinalisis rutin
(wet urinalysis), urinalisis khusus (sitologi) atau reagen disptick. Tes yang dilakukan
pada sampel untuk tujuan diagnosa infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan
evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti
diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dab skrining terhadap status
kesehatan umum.
Warna urin normal adalah kuning muda atau kuning jerami, jernih. Pada
produksi urin yang banyak, berat jenisnya antara 1,015-1,030 tergantung pada
konsentrasi bahan solid yang larut dalam urin. Bila produksi urin sedikit, urin itu
pekat dan berat jenisnya naik sedangkan warnanya tetap lebih gelap (Djojobroto,
2001).
Apabila dibiarkan beberapa lama urin akan menjadi berbau pesing karena
terbentuk amoniak (NH3). Urin bersifat asam (pH<7) karena makanan yang
mengandung banyak protein akan menurunkan pH urin. Sedangkan makanan yang
banyak mengandung sayuran menaikkan pH urin.pH normal urin 4,5-8,00. Volume
urin yang normal ialah 900-2100 cc per hari (Irianto,2004).
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan
saluran urin, tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam tubuh, maka sangat
penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan
(Gandasoebrata, 2006) :
1. Urin sewaktu
urin sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan
dengan khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang
menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
2. Urin Pagi
Yang dimaksudkan dengan urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan
pada pagi hari setelah bangun tidur.
3. Urin Postprandial
Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria ; ia merupakan
urin yang pertama kali dilepaskan 1½ - 3 jam sehabis makan.
4. Urin 24 Jam
Cara pengumpulkan umpamanya sebagai berikut ; jam 7 pagi penderita
mengeluarkan urinnya ; urin dibuang . semua Urin yang dikeluarkan kemudian,
termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya, harus ditampung dalam botol urin yang
tersedia dan isinya dicampur. Tinjauan klinis pemeriksaan bobot Jenis urin Dewasa :
1,015 - 1,025 g/mL.Bayi baru lahir : 1,001-1,020 g/mL. Anak : 1,005-1,030 g/mL.
Pemeriksaan pH dewasa : 4,8-7,4. Bayi baru lahir : 5,0-7,0. Anak : 4,5-8,03.
Pemeriksaan Glukosa pada Urin Negatif (-) : tidak ada perubahan warna, tetap biru
sedikit kehijauan(tidak ada glukosa). Positif 1 (+) : warna hijau kekuningan dan
keruh ( terdapat 0, 51% glukosa). Positif 2 (++) : warna kuning keruh ( terdapat 1-
1,5% glukosa). Positif3 (+++) : warna jingga, seperti lumpur keruh ( 2 - 3,5%
glukosa). Positif 4 (++++) : merah keruh (> 3,5% glukosa).
PRAKTIKUM 1
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK UNRIN
(Warna, Bau, dan Kejernihan)

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu makroskopik. Karena kita
mengamati secara langsung mengenai warna, bau dan kejernihan melaui indra penglihatan
dan penciuman kita.

Prinsip Pemeriksaan
Adanya kelainan pada ginjal dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan urin
secara makroskopis.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pemeriksaan makroskopik ini yaitu tabung reaksi besar
beserta rak tabungnya, pipet tetes, dan latar belakang bewarna putih. Bahan yang digunakan
yaitu urin sewaktu dari 2 sampel yang berbeda. Yaitu sampel milik Ny.Hastuti dan Tn.
Suhada

Prosedur
Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu, kemudian urin dipipet ¾ tabung, lalu
diamati warna, kejernihan, dan bau urin pada latar belakang bewarna putih. Kemudian hasil
dicatat dan didokumentasikan.

Hasil dan Pembahasan

Sampel Urin
Pemeriksaan Warna dan Kejernihan

Tabel 1 Pemeriksaan fisik urin


Hasil
Parameter
Urin Ny. Hastuti Urin Tn. Suhada
Warna Kuning Kuning
Bau Aromatik Aromatik lemah
Volume - -
Kejernihan Jernih Agak Keruh

1. Warna Urin
Warna urin normal berkisar antara kuning muda sampai kuning tua. Selain
oleh pigmen normal (urokrom, dan urobilin) warna urin ini juga dipengaruhi oleh
kompone-komponen lain, misal: konsentrasi, pewarna makanan, darah, dan lain-lain.
Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi urin, dimana urin encer hampir
tidak bewarna/pucat, sedangkan urin pekat akan bewarna kuning tua sampai sawo
matang/cenderung bewarna lebih gelap.
Perubahan warna urin pada beberapa penyakit dapat menyatakan adanya zat
atau seyawa yang seharusnya tidak muncul pada kondisi normal. Pigmen empedu
mungkin menimbulkan warna kuning pekat sampai kuning-cokelat atau kehijauan;
porifirin membentuk warna coklat-merah gelap. Alkaptonuria juga dapat
diidentifikasi dengan adanya warna coklat tua atau kehitaman. Warna urin juga
bervariasi tergantung kepada hasil pencernaan makanan, at warna, atau obat-obatan
tertentu. Dari hasil praktikum diatas didapatkan kesimpulan bahwa urin Ny. Hastuti
bewarna kuning muda dan urin Tn. Suhada bewarna kuning.
2. Kejernihan Urin
Urin normal akan nampak jernih dan transparan, atau sedikit keruh (biasanya
disebabkan oleh fosfat atau urin karbonat pada urin alkalis). Kekeruhan seperti ini
akan hilang jika urin “diasamkan”. Kekeruhan dapat juga disebabkan oleh unsur
organik berlebih atau proteinuria.
Kelainan warna pada kejernihan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya
infeksi, dehidrasi, hematuria, penyakit hati dan kerusakan otot atau eritrosit dalam
tubuh. Obat-obatan tertentu juga apat mengubah warna urin dan adanya busa yang
berlebih dan sulit hilang mungkin mengindikasikan adanya proteinuria. Dari uji
praktikum diatas, didapatkan hasil bahwa urin Ny. Hastuti terblang jernih sedangkan
urin Tn. Suhada terbilang agak keruh.
3. Bau / Aroma Urin
Urin normal memiliki aroma yang “khas”, diduga karena adanya asam-asam
volatil. Urin yang terlalu lama dibiarkan akan beraroma kuat, disebabkan oleh
penguraian unsur-unsur dalam urin yang menghasilkan amoniak.
Pada penderita diabetes melitus, sering ditemukan adanya aseton, sedangkan
urin pada penderita infeksi saluran kemih kadang beraroma busuk, apalagi jika infeksi
yang disebabkan oleh bakteri “coliform”. Tetapi, walau terkadang membantu, tidak
dianjurkan untuk menegakkan diagnosa berdasarkan bau urin semata.

Kesimpulan
Dari hasil praktikum didapatkan hasil yang normal pada kedua urin tersebut. Tidak
ditemukan adanya kelainan pada sistem urinaria.
PRAKTIKUM 2
PEMERIKSAAN KIMIAWI URIN

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu carik celup. Karena selain
harganya yang cukup murah, metode ini mempersingkat waktu dan semi kuantitatif.

Prinsip pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan urin metode carik celup sesuai dengan masing-masing
parameternya yaitu:
a. Leukosit
Berdasarkan prinsip leukosit esterase dalam urine yang dapat
menghidrolisa suatu ester (indoxyl ester) menjadi alcohol dan asma.
Cincin aromatic dalam alcohol (indoxyl) akan berpasangan dengan garam
diazonium membentuk zat warna diazo.
b. Nitrit
Nitrit akan bereaksi dengan benzokinolin pada pH asam menghasilkan
warna merah azo.
c. Urobilinogen
Berdasarkan pada reaksi Ahrlich. Aldehid atau pembentukan warna merah
azo dari senyawa diazonium.
d. Protein
Indikator yang digunakan tetrabromfenol biru didapar dengan asam sampai
pH 3 atau tetraklorofenol tetrabromosulfoftalein. Daerah ini berwarna
kuning jika protein negatif tetapi akan berubah menjadi hijau tergantung
pada konsentrasi protein yang ada.
e. pH
Berdasarkan prinsip double indicator yang mengandung metal merah dan
bromtimol biru sehingga memungkinkan perubahan warna dari jingga,
hijau sampai biru pada daerah 5-9.
f. Blood
Berdasarkan aktivitas pseudoperoxidatif hemoglobin yang mana katalisis
reaksi dari dispropil benzene dihidroperoksid dan 3,3’,5,5’-
tetrametilbenzidin, hasilnya mulai dari orange sampai hijau.
g. Berat Jenis
Berdasarkan pada perubahan warna reagen dari biru hijau ke hijau
kekuningan tergantung pada konsentrasi ion dalam urin.
h. Keton
Pemeriksaan keton dengan pereaksi nitroprussida berdasarkan prinsip tes
lugol, yaitu dalam suasana basa, asam asetoasetat akan bereaksi dengan
Na. nitroprussida menghasilkan warna ungu.
i. Bilirubin
Berdasarkan reaksi diazo antara bilirubin dengan garam diazonium dalam
suasana asam membentuk warna azobilirubin.
j. Glukosa
Untuk mengukur glukosa urin, reagent strip diberi enzim glukosa oksidase
(GOD), peroksidase (POD), dan zat warna.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam uji kimiawi urin adalah 1 buah tabung reaksi besar dan
strip urin carik celup. Bahan yang digunakan adalah urin sewaktu Ny. Hastuti dan Tn.
Suhada.dan tisu kering.

Prosedur
Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu kemudian urin yang sudah dilakukan uji
makroskopis tadi, dimasukkan strip carik celup. Lalu di tiriskan diatas tisu dan
dibandingkan dengan standar warna yang terletak pada botol carik celup. Hasil dicatat
dan didokumentasikan.
Hasil dan pembahasan

Parameter pemeriksaan carik celup

Hasil pemeriksaan carik celup


Tabel 2 Hasil pemeriksaan kimiawi urin metode carik celup
Hasil
Parameter
Urin Ny.Hastuti Urin Tn.Suhada
Leukosit (-)/Negatif (-)/Negatif
Nitrit (-)/Negatif (-)/Negatif
Urobilinogen 0.2 (-)/Negatif
Protein (-)/Negatif (-)/Negatif
pH 6.0 7.0
Blood (-)/Negatif (-)/Negatif
BJ 1.020 1.020
Keton (-)/Negatif (-)/Negatif
Bilirubin (-)/ Negatif (-)/ Negatif
Glukosa (-)/ Negatif (-)/ Negatif

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan analisis pendahuluan sampel urin
secara kimia menggunakan reagent strip. Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini
adalah untuk mengevaluasi fungsi ginjal dengan cara urinalisis dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Urinalisis adalah tes yang
dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu
ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan
penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining
terhadap status kesehatan umum.
Ginjal mempunyai kemampuan memilih dan menahan zat-zat esensial pada
saat mengekskresikan produk akhir metabolisme dan kelebihan zat dari makanan.
Maka untuk mengetahui fungsi ginjal diantaranya dapat dilkakukan dengan cara
skrining pada urin dengan metode urinalisis.
Pada urinalisis, banyak metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-
zat yang terkandung di dalam urin. Analisis urin sebagai uji pendahuluan meliputi
analisis fisik, analisis kimiawi dan analisis secara mikroskopik.
Sampel urin yang digunakan adalah urin dari wanita dan pria. Sampel urin
yang digunakan untuk uji haruslah dalam keadaan segar. Artinya, reagent
strip langsung dicelupkan ke dalam urin yang baru keluar dari tubuh. Alasannya
karena ada kemungkinan urin mengalami perubahan jika tidak segera dilakukan
pengujian. Dimana perubahan ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan urin dengan menggunakan reagent strip mempunyai beberapa
keuntungan yaitu mudah dilakukan, cepat dan biaya relatif murah. Akan
tetapi, reagent strip tidak dapat dijadikan informasi yang akurat tentang adanya
kelainan karena analisis urin reagent strip ini merupakan tes secara kualitatif. Untuk
membuktikan adanya kelainan harus dilakukan tes lebih lanjut lagi.
Reagent strip merupakan strip plastik kecil yang memiliki beberapa kotak
berwarna yang melekat padanya. Pada masing-masing kotak merupakan komponen
dari uji yang digunakan untuk menafsirkan urinalisis berdasarkan nilai referensi
urin. Uji kimia yang tersedia pada reagent strip umumnya adalah specific
gravity (SG)/ berat jenis, pH, leukosit, nitrogen, protein, glukosa, keton,
urobilinogen, bilirubin, eritrosit dan Hb.
Cara analisis urin yaitu strip dicelupkan ke dalam sampel urin setelah itu
dilihat perubahan warna pada kotak-kotak kecil tersebut. Setiap perubahan pada kotak
kecil tersebut harus selalu diperhatikan dengan cermat dan dicatat karena warna
pada reagent strip mudah berubah. Perubahan warna ini terjadi setelah beberapa detik
hingga beberapa menit dari mencelupkan strip. Pembacaan tidak boleh terlalu cepat
atau terlalu lama agar didapat hasil yang akurat. Setiap perubahan warna pada kotak
tertentu mungkin menunjukkan kelainan tertentu dalam sampel urin yang disebabkan
oleh reaksi kimia tertentu. Acuan perubahan warna terdapat pada wadah botol
plastik strip tes urine, sehingga perubahan warna-warna tersebut dapat
diinterpretasikan.
Ada beberapa prosedur yang harus diperhatikan saat pengujian
menggunakan reagent strip dalam pengujian spesimen urin. Sampel urin harus diuji
setelah 2 jam, kecuali untuk pengujian bilirubin dan urobilinogen harus segera
dilakukan pengujian. Jika tidak, maka hasil pengujian bisa eror. Penyimpanan sampel
urin dalam lemari pendingin dapat meningkatkan specific gravity dan mengganggu
proses pengujian dengan reagent strip. Sebaiknya sampel urin yang digunakan adalah
sampel yang disimpan pada suhu ruangan.

Spesific Gravity (Berat jenis)


Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur
konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan urin serta dipakai untuk menilai
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. BJ urine yang rendah
persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Untuk mengukur berat
jenis urine dapat menggunakan urometer, refraktometer dan carik celup. Pemeriksaan
berat jenis dalam urine berdasarkan pada perubahan pKa (konstanta disosiasi) dari
polielektrolit (methylvinyl ether/maleic anhydride). Polielektrolit terdapat pada carik
celup akan mengalami ionisasi, menghasilkan ion hydrogen (H+). Ion H+ yang
dihasilkan tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine. Pada urine dengan
berat jenis yang rendah, ion H+ yang dihasilkan sedikit sehingga pH lebih ke arah
alkalis. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh spesific gravity pada laki-laki sebesar
1,005 dan pada perempuan sebesar 1,01.

Bila dibandingkan dengan berat jenis urin normal yaitu antara 1,003-1,030,
maka sampel urin masih dalam batas normal. Hal ini menandakan tidak terjadi
gangguan fungsi reabsorpsi tubulus. Selain itu, Berat jenis urin herhubungan erat
dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya.
Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal
pemekat ginjal. Urin yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan
bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan
demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan
oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang
menahun. Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum, udara
dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang tinggi disebabkan oleh dehidrasi,
proteinuria, dan diabetes mellitus.

pH
pH urine normal berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Pembacaan pH
hendaknya segera dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang lama
cenderung menjadi alkalis (karena perubahan ureum menjadi amonia). Penentuan pH
dapat dilakukan dengan menggunakan : kertas lakmus, nitrazin paper, pH-meter, dan
dengan tes Carik Celup. Pemeriksaan pH urine segar dapat memberi petunjuk kearah
infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam,
sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak
menyebabkan urine menjadi basa. Filtrat glomerular plasma darah biasanya
diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di
final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari
4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat
basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan
berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan
tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat mempengaruhi
pH urin. Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urin :
a) pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran
kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan
ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
b) pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),
asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis
respiratorik atau metabolik memicu pengasaman urine dan meningkatkan
ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indicator ganda (methyl red dan
bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai pH yang berkisar dari
jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan. Rentang pemeriksaan pH meliputi
pH 5,0 sampai 8,5.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pH pada Ny. Hastuti yaitu 6.0 dan pH pada
Tn.Suhada yaitu 7.0

Leukosit
Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan enzim
pada granula azurofil atau granula primer dari granulosit dan monosit. Esterase akan
menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama dengan garam
diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari coklat muda menjadi warna
ungu. Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung jumlah leukosit di
dalam urine. Leukosit neutrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara
kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit
(granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki
memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini
memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urin tinggi
(>500mg/dl), protein urin tinggi (>300mg/dl), berat jenis urin tinggi, kadar asam
oksalat tinggi, dan urin mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan
positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid.
Apabila urine tidak segar, pH urine menjadi alkalis, neutrofil mudah lisis
sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai dalam sedimen urine berkurang
dibandingkan dengan derajat positifitas pemeriksaan esterase leukosit. jika terdapat
glukosa dan protein dalam konsentrasi tinggi atau pad urine dengan berat jenis tinggi,
dapat terjadi hasil negative palsu, karena leukosit mengkerut dan menghalangi
penglepasan esterase. Kehadiran esterase leukosit di urin merupakan pertanda
peradangan, yang umumnya disebabkan oleh infeksi saluran kemih.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan hasil 1+ pada urine laki-laki dan


perempuan. Hasil ini bukan berarti terjadi infeksi saluran kemih. Hasil ini masih
menunjukkan nilai normal meskipun hasilnya positif, karena hanya menunjukkan
angka 1

Nitrogen
Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri
penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Di dalam urin
orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika
terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli,
Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase,
akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam
kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negatif bukan berarti pasti tidak terdapat
bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urin memang
tidak mengandung nitrat, atau urin berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam.
Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi
nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen. Spesimen terbaik untuk
pemeriksaan nitrit adalah urin pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab
penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar
saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit. Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium :
a. Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri invitro apabila pemeriksaan tertunda,
urin merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
b. Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah
cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organisme
penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak
dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urin tinggi.
Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40 detik menjadi merah atau
kemerahan yang berarti air kemih dianggap mengandung lebih dari 105kuman per ml.
negative bila tidak terdapat nitrit maka warna tidak berubah. Warna yang terbentuk
tidaklah sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah
0,075 mg/dl nitrit.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pada laki-laki dan perempuan keduanya positif


mengandung nitrogen, yang berarti terdapat kandungan nitrit dalam urine. Hasil ini
mengindikasi terdapat bakteri yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, atau sampel
urine yang diambil telah berada di kandung kemih selama 4 jam atau lebih.

Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan
spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi
menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi
150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai
proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan
daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas
juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan
proteinuria selama usia 3 hari pertama.
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein dalam
urin berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan ph oleh adanya protein. Sebagai
indikator digunakan tetrabromphenol blue yang dalam suatu sistem buffer akan
menyebabkan ph tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan oleh adanya protein, urin
yang mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan
warna hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif terhadap
albumin. Perubahan warna terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai
negatif, +1 (30 mg/dl), +2(100 mg/dl), +3(300 mg/dl), +4(2000 mg/dl). Adapun nilai
rujukan adalah urin acak : negatif (≤15 mg/dl).
Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang
memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang
sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥ +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya
menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil ≥
+1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah
melakukan aktivitas.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin
merupakan pertanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena
penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi
globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa
tipe penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein
dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam
digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah
(kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide,
sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium
bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida,
toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut,
preeklampsia. Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.
Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi
molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat, pencemaran urine oleh
senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang sangat basa
(pH > 8). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine
sangat asam (pH di bawah 3).

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan perubahan warna pada kotak uji


protein pada sampel urin wanita adalah kunig terang yang jika dibandingkan dengan
skala warna di atas, maka hasilnya adalah negatif. Hal ini juga serupa dengan sampel
urin pria. Artinya sampel urin pria maupun wanita dinyatakan tidak mengandung
protein(tidak proteinuria).

Glukosa
Reagent strip untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD)
dan peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan
berubah warna biru jika teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan adalah iodide yang
akan berubah warna coklat jika teroksidasi.
Pemeriksaan glukosa dalam urin berdasarkan pada glukosa oksidase yang akan
menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Kemudian
hidrogen peroksida ini dengan adanya peroksidase akan mengkatalisis reaksi antara
kalium iodida dengan hidrogen proksidase menghasilkan H2O dan On (O nascens). O
nascens akan mengoksidasi zat warna kalium iodida dalam waktu 10 detik membentuk
warna biru muda, hijau sampai coklat.
Pada uji dengan strip hasil yang diperoleh berupa: negatif, trace(100 mg/dl),
+1(250 mg/dl), +2(500 mg/dl), +3(1000 mg/dl), +4(<2000 mg/dl). Hasil negatif palsu
pada pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh bahan reduktor dalam urin seperti vitamin
C (>40 mg/dl), asam homogentisat, aspirin serta bahan yang mengganggu reaksi
enzimatik seperti levodova, gluthation dan obat-obatan seperti dyhyrone., berat jenis
urin>1,020 dan terutama bila disertai dengan ph urin yang tinggi, adanya badan keton
dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi bakteri. Hasil uji positif palsu dapat
disebabkan oleh bahan pengoksidasi (hidrogen peroksida, hipoklorit atau klorin) dalam
wadah sampel urin atau urin yang sangat asam(pH di bawah 4). Adapun uji glukosa
normal adalah negatif (<50 mg/dl).

Berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada kotak uji(pads) reagent strip,
yaitu terbentuk warna kuning pada kedua sampel urin Tn. Suhada dan Ny. Hastuti,
maka dapat disimpulkan bahwa sampel urin kedua-duanya tidak mengandung glukosa
dengan membandingkan warna pada pads dengan skala warna di atas.

Keton
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang
berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat
(misalnya diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat
(kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga
tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.
Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat
menghabiskan cadangan basa (misalnya bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan
menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga
mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat
diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada
plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat
ketosis. Benda keton yang dijumpai di urin terutama adalah aseton dan asam
asetoasetat.
Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih
sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Berdasarkan reaksi antara asam
asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda
bila tidak terjadi reaksi, dan warna ungu untuk hasil yang positif.
Hasil yang diperoleh berupa negatif, trace(5 mg/dl), +1(15 mg/dl), +2(40
mg/dl), +3(80 mg/dl), +4(160 mg/dl). Hasil positif palsu dapat terjadi apabila urin
banyak mengandung pigmen atau metabolit levodopa serta fenilketon. Urin yang
mempunyai berat jenis tinggi, ph yang rendah dapat memberikan reaksi hingga terbaca
hasil yang sangat sedikit (5 mg/dl). Untuk dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang
dari15 mg/dl).
Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis),
kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat,
pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa
levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan
untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein). Diet rendah karbohidrat
atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. Urin yang disimpan pada
suhu ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu serta
adanya dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat. Anak penderita
diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.

Pada percobaan kali dengan uji keton pada sampel urin dengan
menggunakan reagent strip, diperoleh perubahan warna pads pada strip uji keton yaitu
menjadi berwarna kuning pucat. Jika warna yang terbentuk pada pads dibandingkan
dengan skala warna di atas, maka warna pada pads masuk kategori negatif. Maka dapat
disimpulkan bahwa pada sampel urin pria dan wanita tidak ditemukan adanya keton.

Urobilinogen
Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai
area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sejumlah besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-
kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Ekskresi
mencapai kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan
pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut. Adapun nilai rujukan adalah
sebagai berikut:
a. Urin acak : negatif (kurang dari 2mg/dl>
b. Urin 2 jam : 0.3 – 1.0 unit Erlich
c. Urin 24 jam : 0.5 – 4.0 unit Erlich/24jam, atau 0,09 – 4,23 µmol/24
jam (satuan SI)
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang
melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi
dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan
sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik
obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan
hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Pemeriksaan urobilinogen dalam urin berdasarkan reaksi antara urobilinogen
dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehiyde serta buffer asam).
Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60
detik. Warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urin.
Urin yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi,
sedangkan urin yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah
dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negatif palsu.

Perubahan warna terjadi pada uribilinogen untuk urin pria dan wanita.
Keduanya setelah dilihat pada skala warna menunjukkan nilai normal. Hal tersebut
berarti tidak ada indikasi gangguan hati/hepatitis.

Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu
sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel
membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah
harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam
hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat
sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke
saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan
bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas
yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut
lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin
tidak langsung.
Jadi bila dalam urine ditemukan adanya peningkatan kadar bilirubin yang
berlebih, dapat diduga pasien tersebut menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor).

Eritrosit
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya
darah pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan
pada seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Tiap-tiap sel darah
merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin.
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak
di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan
biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.
Oleh karena itu, bila di dalam urine terdapat kandungan erytrosit adalah wajar,
karena memang tubuh membuang sel-sel darah merah yang sudah mati keluar dari
tubuh salah satunya melalui urine. Namun, bila jumlahnya sangat banyak diatas batas
normal maka bisa saja pasien memiliki kerusakan pada bagian glomerulus di ginjal
yang berfungi untuk menyaring zat-zat penting dari dalam darah.

Kesimpulan

Dari hasil praktikum didapatkan hasil yang normal pada kedua urin tersebut, karena hasil
menunjukan negative semua. Tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem urinaria.
PRAKTIKUM 3
PEMERIKSAAN SEDIMEN URIN

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu mikroskopik. Karena kita
mengamati unsur-unsur yang ada dalam urin menggunakan mikroskop.

Prinsip pemeriksaan
Unsur-unsur mikroskopis dalam urine dipisahkan dengan proses sentrifugasi dengan
kecepatan dan waktu tertentu . Endapan yang terbentuk diperiksa secara mikroskopis
dengan perbesaran 10-40x.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu pot urin, rak tabung, tabung
centrifuge, centrifuge, objek glass, cover glass, dan mikroskop.

Prosedur

Urine dicampurkan agar homogen, lalu dimasukkan kurang lebih 7-8 ml kedalam
tabung sentrifuge. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1500-3000 rpm selama
10-15 menit. Dan setelah di sentrifuge supernatant dibuang dengan gerakan cepat
sehingga hanya sedimen saja yang tertinggal pada dasar tabung.

Sedimen urine yang telah didapat dihomogenkan , lalu diletakkan satu tetes sedimen
diatas objek glass yang bersih dan kering dan ditutup dengan deck glass. Kemudian
diamati pada mikroskop perbesaran 10-40x dan catat hasilnya.
Hasil dan pembahasan

Hasil pemeriksaan sedimen urin


Tabel 3 Hasil pemeriksaan sedimen urin metode mikroskopik
Hasil
Parameter
Urin Ny. Hastuti Urin Tn. Suhada
Epitel (-)/negatif (+)/positif 1
Leukosit 0 0
Eritrosit 0 0

Unsur-unsur sedimen dalam urin terdiri dari :

1. Eritrosit

Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.
Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine
normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah
eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran
kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis
tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll.

Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross hematuria) dan


hematuria mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan
perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan hematuria
mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus.
Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih dari 5
eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik,
hipertensi, dan ginjal polikistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten,
berulang atau sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria
persisten banyak dijumpai pada perdarahan glomerulus ginjal.

Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi, mengecil,


shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis
1,010-1,020, eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir
tidak berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang
pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali. Selain itu, kadang-kadang
eritrosit tampak seperti ragi.

Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen, hipokromik,


terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di
membran sel. Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui
struktur glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit dismorfik dalam urin
menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefritis.

2. Leukosit

Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali


eritrosit. Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN).
Lekosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.

Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal.


Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya
menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis,
pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada
febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena
kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya
perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada
kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter
merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma.
Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok.
Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran
urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada
laki-laki.

3. Sel Epitel

- Sel Epitel Tubulus

Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin
dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang
mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel
tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan
adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis,
nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal,
keracunan salisilat.

Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam
lumen tubulus (lipoprotein yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut
oval fat bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies
menunjukkan adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran plasma ke
dalam urin dan kematian sel epitel tubulus. Oval fat bodies dapat dijumpai pada
sindrom nefrotik, diabetes mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat
karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain sel epitel tubulus, oval fat bodies
juga dapat berupa makrofag atau hisiosit.

Sel epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant


cells) dapat dijumpai pada infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi
saluran kemih adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV)
tipe 1 maupun tipe 2.

- Sel epitel transisional

Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau
uretra, lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel
skuamosa. Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong dan sering
mempunyai tonjolan. Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari
bagian saluran kemih yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel
terbesar yang terlihat pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti
bulat kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok
dengan ukuran bervariasi.

- Sel skuamosa

Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari
permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai
indikator kontaminasi.

4. Silinder

Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di


tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam
tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal
dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi
berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung
pembentukan silinder adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi,
volume urine yang rendah, dan pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan
precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-
Horsfall adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein yang
dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel atau sel yang terdapat
dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada matriks protein yang lengket.

Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit,


leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan
disintegrasi. Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak,
silinder tersebut dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular
mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya
disebut sebagai silinder granular.

- Silinder hialin

Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein
Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen
(tanpa struktur), tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya
membulat. Sekresi protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di
saluran pengumpul.

Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat
dilihat bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1
silinder hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan
proteinuria ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya,
overflow proteinuria seperti dalam myeloma).

Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan


lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid (cylindroids).

- Silinder Eritrosit

Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan


eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat
diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan
kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel
eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan
membentuk silinder eritrosit.

- Silinder Leukosit

Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam
matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena
silinder tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling
khas untuk pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit
glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan
menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan
bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat
berjalan tanpa keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.

- Silinder Granular

Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi.


Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan
perubahan membran sel, fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma. Hasil
disintegrasi awalnya granular kasar, kemudian menjadi butiran halus.
- Silinder Lilin (Waxy Cast)

Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang mengalami
perubahan degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron
untuk beberapa waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel
dapat berubah menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder
granular halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy).
Silinder lilin umumnya terkait dengan penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal.
Kemunculan mereka menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan
karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal kronis.

Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit,
leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih
sama-sama berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary
sediment adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi ganas 3) diabetes
glomerulosclerosis, dan 4) glomerulonefritis progresif cepat. Pada tahap akhir
penyakit ginjal dari setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi
sangat kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.

5. Bakteri

Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya mikroba flora
normal vagina atau meatus uretra eksternal dan karena kemampuan mereka untuk
cepat berkembang biak di urine pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh
kontaminan dalam wadah pengumpul, kontaminasi tinja, dalam urine yang dibiarkan
lama (basi), atau memang dari infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu pengumpulan
urine harus dilakukan dengan benar (lihat pengumpulan specimen urine). Diagnosis
bakteriuria dalam kasus yang dicurigai infeksi saluran kemih memerlukan tes biakan
kuman (kultur). Hitung koloni juga dapat dilakukan untuk melihat apakah jumlah
bakteri yang hadir signifikan. Umumnya, lebih dari 100.000 / ml dari satu organisme
mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme mencerminkan
kontaminasi. Namun demikian, keberadaan setiap organisme dalam spesimen
kateterisasi atau suprapubik harus dianggap signifikan.

6. Ragi
Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi jamur sejati. Mereka
sering sulit dibedakan dari sel darah merah dan kristal amorf, membedakannya adalah
bahwa ragi memiliki kecenderungan bertunas. Paling sering adalah Candida, yang
dapat menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.

7. Kristal

Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate,
asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang penting.
Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi,
memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-
saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran kemih, menimbulkan jejas, dan
dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai
kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai pembentukan batu.

- Kalsium Oksalat

Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang
sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam.
Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-
oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter.
Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi makanan tertentu
(mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + )
kristal Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih
dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.

- Triple Fosfat

Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada
orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti
tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan
larut dalam asam cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam setiap pH,
pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat muncul di
urin setelah konsumsi makan tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih
dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus vulgaris) dapat mendukung
pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan meningkatkan pH urin dan
meningkatkan amonia bebas.
- Asam Urat

Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat
(kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka,
penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi
lebih merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis
makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin.
Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan
limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau
meningkatkan konsentrasi asam urat.

- Sistin (Cystine)

Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin sebagai
akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin
dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan
ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat.
Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan
kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal
tertentu termasuk asam amino sistin.

- Leusin dan Tirosin

Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-sama
dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun
sebagai berkas atau mawar dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola
dengan radial dan konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola
kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan
sel-sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin
dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada
beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup".
Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit
hati berat (sering terminal).

- Kristal Kolesterol
Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai
pelat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi
memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga
memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat
jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.

- Kristal lain

Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam sedimen urin
misalnya adalah :

Kristal dalam urin asam :

a) Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul, berkumpul


membentuk roset.

b) Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran,


berkumpul.

Kristal dalam urin basa :


a) Amonium urat : warna kuning coklat, bentuk bulat tidak teratur
b) Ca-fosfat : tidak berwarna, bentuk batang panjang
c) Amorf fosfat : tidak berwarna, bentuk butir-butiran
d) Ca-karbonat : tidak berwarna, bentuk bulat kecil

Kesimpulan
Pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan hasil yang normal.
PRAKTIKUM 4
PEMERIKSAAN PROTEIN URIN

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu asam asetat.

Prinsip pemeriksaan
Protein dalam urin didenaturasi dengan pemanasan dan penambahan asam. Derajat kekeruhan
berbanding lurus dengan konsentrasi protein dalam urin.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu api spirtus, penjepit, tabung reaksi, rak
tabung, pipet volume, pipet tetes dan bulp. Reagen yang digunakan pada saat praktikum yaitu
reagen Asam asetat 6%.

Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu urin sewaktu

Prosedur

Siapkan alat dan bahan yang diperlukan, lalu siapkan dua tabung reaksi dan diisi 2 ml urin,
tabung pertama untuk tes dan dipanaskan sedangkan tabung ke dua untuk kontrol dan tidak
dipanaskan, kemudian perhatikan adanya kekeruhan, apabila terjadi kekeruhan mungkin dapat
disebabkan oleh protein, mungkin juga oleh Ca karbonat.
Setelah itu, teteskan kedalam urin yang panas 3-5 tetes larutan Asam asetat 6%. Jika
penambahan Asam asetat kekeruhan hilang, kekeruhan sebelumnya mungkin disebabkan oeh
kalsium karbonat. Jika kekeruhan tetap ada, lakukan tes terhadap protein (+). Panaskan lagi
lapisan itu sampai mendidih kemudian beri penilaian semi kuantitatif pada hasilnya.
Hasil dan pembahasan

Hasil pemeriksaan protein pada urin


Tabel 4 Hasil pemeriksaan protein urin
Hasil
Parameter
Urin Ny. Hastuti Urin Tn. Suhada
Protein Urin (-)/Negatif (-)/Negatif

Protein urin adalah adanya protein dalam urin yang melebihi batas normal. Protein
dalam urin normal sangatlah kecil yaitu kurang dari 150 mg protein perhari, dan dua per tiga
dari jumlah tersebut adalah protein yang dikeluarkan oleh tubulus (Bandiyah,
2009).Terjadinya protein urin (proteinuria) mungkin adalah indikator tunggal terbaik dari
kelainan ginjal. Untuk alasan ini, uji kualitatif untuk protein adalah prosedur skrining yang
berguna untuk mendeteksi kelainan ginjal (Kiswari Rukman, 2014).
Kadar protein dalam urin lebih dari 150 mg dapat dijumpai pada kerusakan-kerusakan
membran kapiler glomerulus atau karena gangguan mekanisme reabsorbsi tubulus atau
kerusakan-kerusakan pada kedua mekanisme tersebut. Protein ini dapat terjadi karena GFR
(Glomerulus Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus yang meningkat karena kelainan
basal membran glomerulus. Kelainan tubulus atau karena perubahan protein sehingga mudah
difiltrasi misalnya pada multiple meloma.

Mekanisme Terjadinya Protein Urin


1. Perubahan permeabilitas membran glomerulus
Penyakit ginjal tergantung penambahan permeabilitas pada membran glomerulus,
sehingga terjadi penambahan protein yang dikeluarkan.
2. Perubahan muatan listrik pada molekul
Albumin adalah molekul bermuatan negatif ini sangat sedikit difiltrasi, tetapi
dextran yang mempunyai berat molekul sama dengan albumin tetapi mempunyai
muatan netral dapat difiltrasi dua puluh kali lebih banyak dari albumin. Efek hambat
dari muatan ini, mungkin akibat dari penolakan efek elektrostatik dari protein yang
bermuatan negatif yang terdapat pada dinding kapiler, ini disebut polyanion.
Dikatakan bahwa penambahan filtrasi dari albumin pada penyakit-penyakit
glomerulus terutama disebabkan kerena hilangnya polyanion ini disamping juga
terdapat penambahan kenaikan besar pori-pori pada membran glomerulus.
3. Perubahan Hemodinamika
Ginjal dibuat iskemik dengan menginfuskan norepineprin atau angiotensin II
maka akan terjadi kenaikan filtrasi dari protein, hal ini terutama akibat dari terjadinya
perubahan hemodinamika. Pada percobaan ini akan terjadi kekuranganRenal Plasma
Flow (RPF) sedangkan Glomerulus Filtration (GFR) tetap. Dengan demikian terjadi
kenaikan fraksi filtrasi, maka mengakibatkan terjadinya kenaikan dari kadar protein di
dalam glomerulus, dengan demikian akan menambah filtrasi protein secara pasif
dengan terdapatnya kenaikan konsentrasi gradien.Hal-hal yang dapat menyebabkan
perubahan hemodinamika diantaranya ialah olahraga, demam dan kegagalan jantung.

Pemeriksaan terhadap protein urin termasuk pemeriksaan kimiawi yang merupakan


sebagian sari pemeriksaan urin rutin. Pada pemeriksaan protein kebanyakan cara rutin.
Pemeriksaan protein kebanyakan cara rutin untuk menyatakan adanya protein dalam urin
berdasarkan pada timbulnya kekeruhan karena padatnya atau kasarnya kekeruhan menjadi
satu ukuran untuk jumlah protein yang ada. Keberadaan protein dalam urin menandakan ada
kebocoran pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian nefron yang berfungsi memfilter
berbagai zat sisa metabolisme. Dalam kondisi normal protein tidak akan melewati glomerulus
melainkan akan langsung menuju arteri efferent dan kembali ke jantung. Kebocoran dan
kerusakan glomerulus akan memnyebabkan beberapa zat yang masih berguna bagi tubuh
akan ikut terbuang salah satunya adalah protein. Keberadaan protein dalam urin secara
sederhana dapat di deteksi menggunakan uji asam asetat. Hasil pengujian ini akan
menunjukkan secara jelas keberdaan dan kadar protein urin secara kualitatif.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Protein Urine
- Kerusakan Ginjal
Protein dalam urin dihasilkan dari kerusakan ginjal. Ketika ginjal bekerja dengan
benar, mereka menyaring produk limbah keluar dari darah akan tetapi tetap menyimpan
unsur penting termasuk albumin. Albumin adalah protein yang membantu dalam
mencegah air bocor keluar dari darah ke jaringan lain. Protein plasma adalah komponen
penting dari setiap mahkluk hidup. Ginjal berperan sangat penting dalam retensi protein
plasma dengan tubulus ginjal yang berfungsi mereabsorpsi protein melewati penghalang
filtrasi glomerulus (Bandiyah, 2009).
- Stress
Sesorang yang stress juga bisa memicu terjadinya hipertensi. Hal tersebut dikarenakan
kinerja kreatinin sebagai pengatur kadar protein urine akan tidak stabil, sehingga
mengakibatkan fungsi ginjal kesusahan untuk menetralkan protein urine. Untuk
menghindari stress bias dilakukan dengan berbagi masalah kepada sahabat atau orang-
orang terdekat (Bandiyah, 2009).
- Preeklampsia
Suatu kondisi yang dapat mempengaruhi wanita hamil, termasuk tekanan darah yang
sangat tinggi dan merupakan salah satu penyebab potensial dari protein dalam urine.
- Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan adalah suatu penyakit yang sering dijumpai pada wanita
hamil, di situ ditemukan adanya kelainan berupa peningkatan tekanan darah pada
pemeriksaan ibu hamil. Pengukuran tekanan darah sistolik dan diastole berada diatas
140/90 mmHg, pengukuran sekurang-kurangnya dilakukan dua kali dengan selang waktu
pengukuran 4 jam. Kejadian hipertensi dLm kehamilan cukup tinggi ialah 5-15%,
merupakan satu diantara tiga penyebab mortalitas (kematian) dan morbiditas (kejadian)
ibu bersalin selain infeksi dan pendarahan.
- Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi ginjal seperti toksisitas obat
aminoglikosida dan toksisitas bahan kimia.

Tanda-tanda Protein Urine


a) Urin dapat menjadi berbuih dan seseorang dapat memiliki nafsu makan yang buruk.
b) Pembekakan pada wajah, tangan, perut, dan kaki.
c) Kelelahan dan penambahan berat badan karena retensi air.
d) Retensi air disekitar paru-paru dapat menyebabkan sesak nafas.
e) Proteinuria parah dapat menyebabkan gejala yang mengancam jiwa seperti nyeri
dada.
f) Tanda-tanda serius lainnya termasuk kebingungan, kehilangan kesadaran, dan susah
untuk buang air kecil.

Pada pemeriksaan protein kali ini menggunakan metode asam asetat. Pada pemeriksaan
protein urine dengan metode asam asetat ini protein yang ada dalam koloid dipresipitasikan.
Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik isoelektrik protein,
pemanasan selanjutnya untuk mengadakan denaturasi sehingga terjadi presipitasi. Proses
presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang telah ada dalam urine atau yang sengaja
ditambahkan ke dalam urine (Gandasoebrata, 2007). Percobaan asam asetat ini cukup peka
untuk klinik, yaitu sebanyak 0,004% protein dapat dinyatakan dengan tes ini. Asam asetat
yang dipakai tidak penting konsentrasinya tiap konsentrasi antara 3-6% boleh dipakai, yang
penting ialah pH yang yang dicapai dengan pemberian asam asetat, oleh karena itu ada yang
lebih suka memakai larutan penyangga pH 4,5 sebagai pengganti larutan asam asetat,
sehingga dengan reagen ini adanya garam-garam untuk mempresipitasikan protein dengan
sendirinya terjamin (Gandasoebrata, 2007).
Metode Rebus dengan Asam Asetat 6% memilikki sensitifitas pemeriksaan 5-10
mg/dl. Pemeriksaan ini lebih sensitif jika untuk memeriksa albumin, pepton dan protein
bence jones.Pemeriksaan protein urin metode rebus dengan asam asetat 6% memiliki
kelebihan yaitu cukup sensitif karena protein sebanyak 0,004% protein dapat dinyatakan
menggunakan metode ini, namun terdapat kekurangan yaitu apabila urin encer yang
mempunyai berat jenis rendah tidak dapat diperiksa menggunakan metode ini karena
menyebabkan hasil negatif palsu (Gandasoebrata R, 2007).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Secara Laboratorium


a) Pra Analitik
Tahap pra analitik meliputi persiapan pasien, pengambilan sampel, dan
pengiriman sampel ke laboratorium pemeriksaan atau rujukan, serta penyimpanan
sampel. Semua faktor perlu dilakukan agar hasil pemeriksaan dapat diiterprestasi
secara baik dan berguna.
b) Analitik
Tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil pemeriksaan.
Sebelum melakukan pemeriksaan harus memperhatikan sampel dahulu. Jika
didapatkan hasil pemeriksaan positif palsu disebabkan oleh hematuria, timgginya
substansi molekuler, infus polivinil pirolidon (pengganti darah), dan pengaruh obat.
Jika didapatkan negatif palsu disebabkan oleh urine yang sangat encer.
c) Pasca Analitik
Tahap pencatatan dan pealaporan di labiratorium harus dilaksanakan dengan
cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat
mengakibatkan kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan.

Kesimpulan
Pada pemeriksaan protein urin didapatkan hasilnya negative, karena tidak terjadi kekeruhan
pada urine.
PRAKTIKUM 4
PEMERIKSAAN PROTEIN URIN

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu metode benedict.

Prinsip pemeriksaan
Gugus aldehid pada glukosa dalam urin akan mereduksi ion cupri sulfat yang bewarna biru
menjadi ion cura yang bewarna merah dalam suasa alkali
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu api spirtus, penjepit, tabung reaksi, rak tabung,
pipet volume, pipet tetes dan bulp. Reagen yang digunakan pada saat praktikum yaitu reagen
Benedict.

Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu urin sewaktu

Prosedur

Siapkan alat dan bahan yang diperlukan, kamudian masukkan 5 ml reagen Benedict dan 8 tetes
urine (2,5 ml reagen Benedict dengan 4 tetes urine) ke dalam tabung reaksi lalu homogenkan,
kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api Bunsen selama 4-5 menit dan biarkan dingin,
amati perubahan warna yang terjadi.

Hasil dan pembahasan

Hasil pemeriksaan glukosa urin


Tabel 5 Hasil pemeriksaan glukosa urin
Hasil
Parameter
Urin Ny. Hastuti Urin Tn. Suhada
Glukosa Urin (-)/Negatif (-)/Negatif

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi.
Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa
dan maltosa.

Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley Rossiter
Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan studi di
University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk mendalami
Physiology dan metabolisme di Department of Physiological Chemistry.
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid
dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa
bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa
akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil
positif dengan pereaksi benedict.

Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine
yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine
diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan
jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan
penyakit diabetes.

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang
penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang
sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring.
Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-
beda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen
yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan
reagen fehling yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung
garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim glukosa oxidase.
Hiperglikemia adalah istilah medis untuk keadaan kadar glukosa yang berlebihan
dalam plasma darah yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin oleh pankreas atau
berkurangnya sensitifitas jaringan terhadap insulin. Normalnya kadar glukosa di dalam darah
berkisar antara 70-120 mg/dL pada saat puasa, < 140 mg/dL 2 jam setelah makan dan < 200
mg/ dL pada pengukuran sewaktu . Kadar glukosa akan sedikit meningkat dari nilai normal
sesaat sesudah makan, tetapi keadaan ini tidak dianggap sebagai hiperglikemia.Peningkatan
kadar glukosa di dalam darah memiliki efek langsung terhadap organ ginjal. Normalnya
glukosa tidak ditemukan di dalam urin dikarenakan proses filtrasi ginjal yang memungkinkan
glukosa direabsorbsi kembali kedalam pembuluh darah. Ambang batas toleransi ginjal
terhadap glukosa yatu 160 mg/dl - 180 mg/dl. Jika ambang batas terlampaui maka glukosa
akan diekskresikan ke dalam urin karena ginjal tidak mampu menampung
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan
dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan
dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif.
Pemeriksaan Glukosa Urin Cara Benedict merupakan salah satu pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan glukosa ini merupakan pemeriksaan penyaring. Sebenarnya ada beberapa
pemeriksaan glukosa namun yang mudah dan spesifik adalah pemeriksaan benedict dengan
menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Dengan pemeriksaan benedict jika kita
menambahkan reagen garam cupri maka reagen tersebut akan berubah sifat dan warnanya.
Glukosaria dapat dibuktikan dengan cara spesifik yang menggunakan enzim glukosa-oksida
untuk merintis seretetan reaksi dan berakhir dengan perubahan warna dalam reagen yang
digunakan.

Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat
terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum
tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus,
tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau
karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan
sindroma Fanconi .

Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang
dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa,
pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C.
Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang
terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang
mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif
dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin
sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang
ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160-180 mg %.

Kesimpulan
Pada pemeriksaan glukosa urin didapatkan hasil negative karena urin ketika dipanaskan tetap
berwarna biru dan sedikit kehijauan.
PRAKTIKUM 5
PEMERIKSAAN AMPHETAMIN

METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu imunokromatografi

Prinsip Pemeriksaan
Pada strip terdapat konjugat drugs, IgG anti narkoba, dimana substraturin yang mengandung
drugs AMP akan bereaksi dengan konjugat. Yaitu hasil (-)/negatif ditandai dengan
terbentuknya garis merah pada pad Test, dan (+)/positif pada kontrol.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu tabung urin. Dan bahan pemeriksaannya yaitu strip amphetamin
dan urin sewaktu Tn.Suhada

Prosedur
Alat dan bahan disiapkan terlebih dahuu. Lalu dibuka strip amphetamin dari bungkusnya.
Kemudian strip amphtamin dimasukkan kedalam urin sampai batas garis yag sudah
ditentukan. Setelah itu diangkat dan ditiriskan. Hasil kemudian dibaca dan didokumentasikan

Hasil dan Pembahasan


Tabel 6 Hasil pemeriksaan amphetamin urin
Hasil
Parameter
Tn. Suhada
Amphetamin (-)/Negatif

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif.


Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap,
ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja
otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dll).
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (narkotika dan bahan/obat
berbahaya) merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan
secara komprehensif. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar golongan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berkaitan sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa apakah seseorang merupakan pengguna
narkoba atau tidak bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pemeriksaan yang dimaksud
contohnya adalah pemeriksaan amphetamin, methamphetamin, morfin, ekstasi, dan lain
sebagainya.
Jenis-Jenis Narkoba
A. Golongan Amphetamin
1. Methampetamine
Salah satu turunan amphetamine adalah methamphetamin. Methamphetamine
merupakan obat perangsang yang sangat kuat. Methampetamin adalah suatu obat yang
dengan kuat mengaktifkan sistem tertentu di dalam otak. Ia berkaitan erat secara
kimiawi dengan amphemtamine namun efek methamphetamin pada sistem saraf
pusat lebih besar. Kedua obat tersebut digunakan untuk tujuan medis, khususnya
dalam pengobatan obesitas, namun penggunaan untuk terapi terbatas. Penggunaan
obat ini akan mengakibatkan suatu keadaan selalu terjaga, meningkatnya kegiatan
fisik, menurunnya nafsu makan, meningkatnya respirasi, hipotermia dan euforia. Efek
lainnya termasuk sikap mudah marah, insomnia, kebingungan, gemetar, kejang,
gelisah, paranoid dan sikap agresif.
2. MDMA (3,4–methylenedioxy-N-methylamphetamine) / Ekstasi
Turunan Amphetamin lainnya adalah MDMA (3,4–methylenedioxy-N-
methylamphetamine) juga disebut sebagai Ekstasi, XTC, Adam, dan Essence adalah
jenis mescaline dan amphetamine yang dibuat secara ilegal. MDMA dianggap sebagai
obat desainer, sebuah zat di pasar obat yang merupakan analog kimia atau variasi obat
psikoaktif lainnya. MDMA dipasarkan sebagai obat rasa senang. Para penggemarnya
mengatakan MDMA menghasilkan perasaan positif yang dalam, empati kepada orang
lain, menghilangkan kecemasan, dan relaksasi yang ekstrim. Oleh karena itu
sebutannya “hug drug” atau “love drug”. MDMA juga dikatakan menekan kebutuhan
makan, minum, tidur, memungkinkan mereka yang datang ke tempat pesta (club)
untuk mengikuti pesta sepanjang malam dan kadang-kadang pesta 2 atau 3 hari.
3. Shabu-Shabu
Shabu-shabu adalah psikotropika yang sangat berbahaya karena potensi
menimbulkan ketergantungannya kuat. Psikotropika ini berbentuk kristal bening seperti
butiran gula, tetapi ukurannya sedikit lebih besar sehingga ada yang
menyebutnya crystal meth. Shabu-shabu pada awalnya digunakan sebagai stimulan.
Pada saat Perang Dunia oleh tentara Jerman, Tentara Merah Rusia dan kamikaze
Jepang digunakan untuk menambah keberanian dan semangat perang. Dampak
menggunakan shabu-shabu adalah gelisah, tidak bisa berpikir, tidak bisa bekerja, tidak
bisa tenang, cepat lelah, mudah marah, tidak bisa beraktivitas dengan baik, tidak ada
semangat, depresi berat, rasa lelah berlebihan, dan gangguan tidur.

B. Golongan Barbiturat
Barbiturat memberikan spektrum depresi sistem saraf pusat yang luas, dari sedasi
ringan hingga koma, dan telah digunakan sebagai obat penenang, hipnotis, obat bius
(anesthetics) dan anticonvulsants (obat penghambat kejang). Perbedaan utama antara
sebagian besar produk-produk ini adalah berapa lama mereka memberikan efek dan
berapa lama efek ini berlangsung. Barbiturat diklasifikasikan sebagai sangat cepat, cepat,
sedang, dan beraksi lama.
Barbiturat yang beraksi cepat menyebabkan anesthesia dalam sekitar 1 menit
sesudah penggunaan melalui pembuluh darah. Yang saat ini digunakan untuk tujuan
medis salah satunya adalah obat methohexital (Brevital ®). Penyalahguna Barbiturat
memilih Barbiturat yang beraksi cepat dan sedang yang mencakup Amorbabital
(Amytal), Pentobarbital (Nembutal ®), Secobarbital (Seconal ®), dan Tuina (produk
kombinasi Amorbarbital dan Secobarbital). Setelah penggunaan secara oral, permulaan
aksi adalah antara 15-40 menit, dan efek berlangsung hingga 6 jam. Obat-obatan ini
terutama digunakan untuk insomnia dan sedasi sebelum operasi.
C. Golongan Benzodiazepine
Golongan ini secara terapetis untuk memberikan sedasi, membuat tidur,
mengurangi kecemasan dan ketegangan otot, dan untuk mencegah serangan penyakit
mendadak (kekambuhan penyakit). Secara umum benzodiazepine berperan sebagai
hipnotis dalam dosis tinggi, anti kegelisahan dalam dosis sedang, dan sedatif dalam
dosis rendah. Golongan benzodiazepine terdiri dari diazepam, alprazolam,
nimetazepam, bromazepam, dan chlordiazepoxide.
D. Golongan Ganja/Cannabis (Mariyuana)
Golongan Cannabis mengandung bahan-bahan kimia unik bagi suatu tanaman.
Diantara tanaman Cannabis yang disintetiskan adalah Cannabiol, Cannabidiol,
Cannabinolidic acids, Cannabiderol, dan beberapa isomer dari Tetrahydrocannabiol.
Salah satu diantaranya, delta-9 tethrydrocannabiol (THC) adalah yang menyebabkan
efek psikoaktif cannabis.
E. Golongan Opiat (Morfin, Heroin, Kodein)
1. Morfin
Morfin yaitu Alkaloida yang terdapat dalam opium, berupa serbuk putih.
Morfin adalah bahan analgesik yang kuat khasiatnya, tidak berbau, berbentuk kristal,
berwarna putih, yang berubah warnanya menjadi kecoklatan. Opium mentah
mengandung 4% sampai 21% morfin. jenis obat yang masuk ke dalam golongan
analgesik opium atau narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang
terbilang parah dan berkepanjangan atau kronis. Morfin bekerja pada saraf dan otak
sehingga tubuh tidak merasakan rasa sakit. Gejala fisik yang timbul akibat
penggunaan morfin yaitu pupil mata menyempit, denyut urat nadi makin lambat,
tekanan darah menurun, suhu badan menurun, otot menjadi lemah, kejang otot, dan
lain sebagainya. Dampak fisik penggunaan morfin dapat menyebabkan kejang
lambung, muka merah, gatal sekitar hidung, meningkatkan produksi antidiuretik
hormone sehingga produk air seni berkurang, menghambat produksi hormone
gonadotropin yang menimbulkan gangguan mentruasi serta gangguan impotensi, dan
merasa mulut kering, seluruh badan panas, serta anggota badan terasa berat.
Sedangkan dampak psikis penggunaan morfin yaitu menimbulkan rasa gembira
berlebihan, anti depresan, rileks, kesadaran menjadi kabur, menimbulkan gangguan
kosentrasi pikiran, sulit berpikir dan apatis.
2. Heroin
Heroin adalah bentuk tingkat rendah dari heroin. Heroin berasal dari bunga
opium, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersebut menghasilkan zat
lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium, morfin dan kodein. Heroin
adalah zat depresan. Obat-obatan depresan tidak langsung membuat merasa tertekan.
Zat-zat tersebut memperlambat pesan dari otak ke tubuh dan sebaliknya. Beberapa
nama lain dari zat tersebut adalah bedak, putih. Dampak dari heroin adalah
menghilangkan rasa sakit (analgesik), kesulitan bernafas, sembelit, euforia, mual,
muntah-muntah, dan memperlambat sistem saraf pusat. Sedangkan dampak jangka
panjang dari heroin yaitu pembuluh darah pecah, tetanus, masalah jantung, dada dan
cabang tenggorokan, menstruasi yang tidak teratur dan ketidaksuburan (pada wanita),
impotensi (pada pria), sembelit kronis serta tindak kekerasan dan kriminal.
3. Kodein
Kodeina atau kodein (bahasa inggris; codeine, methylmorphine) ialah asam
opia alkaloid yang dijumpai di dalam candu dalam konsentrasi antara 0,7% dan 2,5%.
Kegunaan Kodein yaitu sebagai peredam sakit ringan. Kodein selalu dibuat dalam
bentuk pil atau cairan dan bisa diambil baik secara sendirian atau gabungan dengan
kafein, aspirin, asetaminofen, atau ibuprofen. Kodein sangat berperan untuk
meredakan batuk. Efek samping kodein yaitu pusing, mual, muntah, mulut kering,
sakit kepala, berkeringat, pelebaran pembuluh darah di wajah; pada dosis terapi,
kodein lebih rendah kemungkinan daripada morfin untuk menyebabkan toleransi,
ketergantungan, euphoria, sedasi atau efek yang tidak diinginkan lainnya.

Kesimpulan
Hasil dari pemeriksaan amphetamin pada sampel urin Tn.Suhada dinyatakan
(-)/Negatif
DAFTAR PUSTAKA :

Bandiyah. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Genoritik . Yogyakarta : Nuha Medika

Djojobroto.2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Irinto. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi . Jakarta : Penebar Swadaya

Izzah, et al. 2013. Pendekatan Alogaritma Heuristik dan Neural Network Untuk Skrining Test
pada Urinalysis. Jurnal Cybermatika.1(2):29-35

Kiswari , Rukman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Erlangga

Leung, et al. 2013. Chronic Kidney Disease Following Acute Kidney Injury-Risk And
Outcomes. Nature Reviews Nephrology.9(1); 77-85

Loho, et al. 2016. Gambaran Kadar Ureum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5
Non Dialysis. Junal e-Biomedik.4(2)

Munzila, et al. 2007. Pemeriksaan Ph dan LEA vagina dengan dipstick sebagai metode
penapisan vaginosis bacterial dalam kehamilan. Maj Obstet Ginekol Indones. 31(3) : 134-
141

Mutalazimah, et al. 2013.Asupan Yodium , Ekskresi Yodium Urine dan Goiter Pada Wanita
Usia Subur Daerah Endemis Defesiensi Yodium. Jur Kes Mas Nas. 8(3):133-138.

Purnomo,H. 2009. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit yang Paling Mematikan.


Yogyakarta : Flash books

Setiadi.2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sloane,Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula.Jakarta : EGC

Tangkin CP, et al. 2016. Gambaran Urin Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa di RSUP
Prof Dr R D Kandou Manado. Jurnal e-biomedik 4(2):1-7.

Uliyah , M. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia . Jakarta : EGC


Whiting P, et al. 2006. Clinical Effectiveness and Cost-Effectiveness Of Test For The
Diagnosis And Investigation Of UrinaryTract Infection In Children. Health Technology.1-
154.

Anda mungkin juga menyukai