Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
ACARA IV ANALISIS URIN

Disusun oleh :
Nama : Bima Surya Pratama
NIM : 20104070001
Kelompok :1

Program Studi Pendidikan Biologi


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2022
I. Tujuan Percobaan
a. Mengetahui kandungan urine berdasarkan hasil pemeriksaan urin.
b. Mengetahui kondisi tubuh berdasarkan hasil pemeriksaan urin.
II. Dasar Teori
Sistem ekskresi merupakan sistem yang berperan dalam proses pembuangan
zat-zat yang sudah tidak diperlukan (zat sisa) ataupun zat-zat yang membahayakan bagi
tubuh dalam bentuk larutan. Karena adanya pembakaran (oksidasi) zat makanan dalam
tubuh dan perombakan zaat kimia, terjadilah zat yang tak berguna lagi bagi tubuh.
Apabila zat itu tetap tinggal di dalam tubuh, zat itu akan menjadi “zat racun”. Oleh
karena itu, zat racun harus dikeluarkan dari tubuh. Yang berfungsi mengangkut zat
sampah itu ialah darah, dibawanya ke paru-paru, hati, kelenjar-kelenjar keringat, dan
ginjal (Tuti, 2009).
Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya di
sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya
lebih tinggi dari ginjal kanan dan berwarna merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya
6-7,5 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm dan pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hillus (sisi dalam). Di
atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2012).
Menurut Fox (2008), ginjal memiliki fungsi primer dalam mengatur
keseimbangan cairan ekstraselluler (plasma dan cairan interstitial) di dalam tubuh.
Fungsi ini dapat dilihat dengan terbentuknya urin yang merupakan bentuk modifikasi
dari filtrate plasma darah. Menurutnya, dalam proses pembentukan urin,
ginjal berfungsi dalam mengatur hal-hal berikut :
1. Volume plasma darah (dan berpengaruh terhadap pengaturan tekanan darah).
2. Konsentrasi zat sisa di dalam darah.
3. Konsentrasi elektrolit (Na+, K+, HCO3-, dan ion lain) dalam plasma darah.
4. Mengatur pH plasma darah.
Urin atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun,
ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi
olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Wilmar, 2000).
Menurut Wilmar (2000), dari urin yang terbentuk bisa memantau penyakit
melalui perubahan warnanya. Meskipun tidak selalu bisa dijadikan pedoman namun
ada baiknya kita mengetahui hal ini untuk berjaga-jaga. Urin merupakan cairan yang
dihasilkan oleh ginjal melalui proses penyaringan darah. Oleh karena itu kelainan darah
dapat menunjukkan kelainan di dalam urin.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor".
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika
urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya
cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa
diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril (Wilmar, 2000).
Terdapat tiga proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan
urin, yaitu:
1. Filtrasi (Penyaringan)
Kapsula bowman dari dalam malphigi menyaring darah dalam glomelurus yang
mengandung air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan sel
darah) sehingga dihasilkan filtrat glomelurus (Urin Primer). Di dalam filtrat ini
terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi
tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dan garam-garam (Wiwi, 2006).
2. Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)
Dalam tubulus kontortus proksimal dalam urin primer yang masih berguna akan
direabsorpsi kembali dan yang dihasilkan oleh filtrat tubulus ini adalah urin
sekunder yang memiliki kadar urea tinggi (Wiwi, 2006).
3. Ekskresi (Pengeluaran)
Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak
dipergunakan lagi dan terjadi reabsorpsi aktif ion Na+ dan Cl- serta sekresi ion
H+ dan K+. Di tempat ini sudah terbentuk urin yang sesungguhnya yang tidak
terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus lalu menuju pelvis renalis (Wiwi, 2006).
Urin mengandung bermacam-macam zat, antara lain: urea, asam urea, amoniak,
dan zat-zat lain yang merupakan hasil pembongkaran protein. Garam-garam terutama
garam dapur. Pada orang yang melakukan diet yang rata-rata berisi 80-100 gram protein
dalam 24 jam, kadar air dan zat padat dalam 24 jam pada air kemih adalah sebagai
berikut: air 96%, zat padat 4% (terdiri atas urea 2% dan hasil metabolisme lainnya 2%
(Irianto, 2012).
1. Ureum, adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah
dipindahkan amoniaknya di dalam hati dan mencapai ginjal serta disekresikan rata-
rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap ccm
darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi
hati dalam pembentukan ureum (Irianto, 2012).
2. Asam urea, kadar normal di dalam darah adalah 2-3 mg setiap 100 cm, sedangkan
1,5-2 mg setiap hari dikeluarkan ke dalam air kemih (Irianto, 2012).
3. Keratin, adalah hasil buangan keratin dalam otot. Hasil metabolisme lain meliputi
zat-zat purin oksalat, fosfat, sulfat, dan urat (Irianto, 2012).
4. Natrium klorida (garam dapur), garam seperti natrium dan kalium klorida
dikeluarkan untuk mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut (Irianto, 2012)
Pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia
urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud dengan
pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan
pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit (Wilmar,
2000).
1. Pemeriksaan Makroskopik
Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin.
Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif
atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam
keseimbangan cairan badan (Wilmar, 2000).
Pemeriksaan Makroskopik adalah pemeriksaan yang meliputi :
a. Volume urin
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat
badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas
orang yang bersangkutan. Rata-rata di daerah tropik volume urin dalam 24 jam
antara 800--1300 mL untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama
24 jam lebih dari 2000 mL maka keadaan itu disebut poliuri (Wilmar, 2000).
Bila volume urin selama 24 jam 300-750 mL maka keadaan ini dikatakan
oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, deman
edema, nefritis menahun (Wilmar, 2000). Anuri adalah suatu keadaan dimana
jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 mL. Hal ini mungkin dijumpai pada
shock dan kegagalan ginjal (Wilmar, 2000).
b. Warna urin
Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-
kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan
tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah,
merah, coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh
kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin
berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa
macam zat warna seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin (Wilmar, 2000).
c. Berat jenis urin
Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri,
menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita' (Wilmar, 2000).
d. Bau urin
Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang
berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan
seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria (Wilmar, 2000).
e. PH urin
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa,
kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal
berkisar antar 4,5-8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat
memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya
urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat
merombak ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin bersifat basa
(Wilmar, 2000).
2. Pemeriksaan Mikroskopik
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran
kemih serta berat ringannya penyakit (Wilmar, 2000).
3. Pemeriksaan Kimia Urin
Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan
cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu
memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah
banyak beredar di Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH,
protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit (Wilmar, 2000).
a. Pemeriksaan glukosa
Dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu
penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi
cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positif palsu pada urin yang
mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa,
laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,
salisilat, vitamin C (Wilmar, 2000).
Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara
enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan
pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl (Wilmar, 2000).
b. Benda- benda keton
Dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13-hidroksi
butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar.
Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam
asetoasetat lebllh dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan
tidak bereaksi dengan asam beta hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin
didapat bila urin mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan
pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan (Wilmar, 2000).
Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada
keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada
diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda
keton dalam jumlah yang tinggi (Wilmar, 2000).
c. Pemeriksaan bilirubin
Dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin
dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam
diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate,
sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat (Wilmar, 2000).
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan
keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu
dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan
kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung
metabolit pyridium atau serenium (Wilmar, 2000).
d. Pemeriksaan urobilinogen
Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar
urobilinogen berkisar antara 0,1-1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan
ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran
empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh (Wilmar, 2000).
Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah
dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada
wanita yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-
450 ug hemoglobin per liter urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin
daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pula pemeriksaan
mikroskopik urin (Wilmar, 2000).
Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl.
Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti
hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran
kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi (Wilmar, 2000).
III. Metode
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pembakar spritus, gelas kimia 100 ml, indikator universal pH, korek api, dan
pipet.
Bahan yang dibutuhkan adalah sampel urin, reagen benedict, reagen biuret, larutan
AgNO3 1%, dan 5 ml asam nitrat pekat.
B. Cara Kerja
1. Pengambilan sampel urin
Percobaan ini dilakukan dengan diambilnya urin yang pertama kali dikeluarkan
saat bangun tidur lalu diberi label pada botol sampel tersebut.
2. Uji kandungan urin
a. Tampilan urin
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam gelas kimia,
lalu dibandingkan warna urin pada seluruh sampel lalu dicatat warna dan
tingkat kepekatan warna dari setiap sampel tersebut dengan skala + hingga
+++ untuk warna paling jernih hingga paling pekat.
b. Mengukur pH urin
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam gelas kimia
kemudian diukur pH urin dengan menggunakan indikator universal lalu
dicocokkan warna pada indikator dan dicatat pH yang terukur.
c. Menguji amonia
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 1 ml urin ke dalam tabung
reaksi kemudian dipanaskan dengan pembakar spiritus hingga mendidih lalu
dicatat bau yang ditimbulkan dari urin yang dipanaskan tersebut.
d. Menguji glukosa
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 ml urin ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes reagen benedict lalu dipanaskan.
Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi beserta
tingkat kepekatan warnanya dengan skala + hingga +++ untuk warna paling
muda hingga paling tua.
e. Menguji protein
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 ml urin ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes reagen biuret lalu dibiarkan selama 5
menit. Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi
beserta tingkat kepekatan warnanya dengan skala + hingga +++ untuk warna
paling muda hingga paling tua.
f. Menguji ion klorida
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 ml urin ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes larutan AgNO3 1% lalu dibiarkan
selama 5 menit. Selanjutnya, diamati dan dicatat terbentuknya endapan
putih dengan skala + hingga +++ untuk endapan paling sedikit hingga paling
banyak.
g. Menguji albumin
Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 5 ml asam nitrat ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes urin lalu dibiarkan selama 5
menit. Selanjutnya, diamati dan dicatat terbentuknya lapisan diatas asam
nitrat yang terdapat cincin putih diantara dua lapisan dengan skala + hingga
+++ untuk terbentuk cincin paling sedikit hingga paling banyak.
IV. Hasil dan Pembahasan
1. Tampilan urin
Tabel 1. Hasil pengamatan tampilan urin
Kelompok 1
Skala warna ++
Keterangan :
+ : bening
++ : pekat
+++ : sangat pekat
Berdasarkan tabel 1 di atas maka dapat disimpulkan bahwa urin yang
dihasilkan oleh probandus adalah berwarna kuning pekat. Urin berwarna kuning
jernih merupakan pertanda bahwa tubuh probandus tersebut sehat. Sedangkan
warna kuning tua atau pekat dan bahkan sangat pekat tersebut disebabkan karena
tubuh probandus diindikasikan mengalami kekurangan cairan (Wilmar, 2000).
Perbedaan warna urin ini ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar
dieresis, makin muda warna urin itu. Biasanya warna urin normal berkisar antara
kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat
warna, terutama urochrom dan urobilin. Oleh karena itu, meskipun
terdapat perbedaan tingkat kepekatan, sampel urin di atas dapat diindikasikan
normal karena masih berwarna kuning baik itu kuning jernih, (tua) pekat,
atau bahkan sangat pekat (Murwani, 2006).
2. Mengukur pH urin
Tabel 2. Hasil pengukuran pH urin
Kelompok 1
pH 7
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus memiliki angka pH yaitu 7. Perbedaan pH ini dipengaruhi oleh asupan
makanan dan minuman yang dikonsumsi probandus yang berbeda-beda. Selain itu,
Urin yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi
alkali karena aktifitas bakteri. Faktor inilah yang menyebabkan perbedaan pH
diantara urin tersebut (Wilmar, 2000).
Menurut teori, pH urin normal berkisar antar 4,5 - 8,0 sehingga dapat
disimpulkan bahwa urin di atas memiliki derajat keasaman yang masih tergolong
normal dan dapat diindikasikan bahwa probandus tersebut juga dalam keadaan
sehat (Wilmar, 2000).
3. Uji ammonia
Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap bau urin
Kelompok 1
Aroma ammonia +
Keterangan :
+ : berbau
- : tidak berbau
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus berbau ammonia. Perbedaan bau dan tidaknya ammonia ini dipengaruhi
oleh tingkat asupan kadar garam (makanan) yang dikonsumsi. Semakin banyak
garam maka semakin banyak pula urea yang disederhanakan membentuk ammonia.
Faktor inilah yang menyebabkan perbedaan aroma diantara urin tersebut (Wilmar,
2000).
Menurut Wilmar (2000), bau urin normal (berupa ammonia) disebabkan oleh
asam organik yang mudah menguap sedangkan bau yang merupakan indikasi
adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu. Maka dari tabel
3 tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel urin adalah normal dikarenakan
menghasilkan aroma ammonia meskipun tingkat aromanya berbeda- beda.
4. Uji glukosa
Tabel 4. Hasil pengamatan terhadap adanya glukosa pada urin
Kelompok 1
Skala warna +
Keterangan :
+ : muda
++ : tua
+++ : paling tua
Berdasarakan tabel 4 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan
oleh probandus adalah positif mengandung glukosa. Pada urin orang yang normal,
setelah pencampuran dengan reagen benedict dan dilakukan pemanasan, urin akan
berwarna hijau kebiruan bening dan tidak ada endapan (negatif glukosa). Hal ini
menunjukan bahwa dalam urin tersebut tidak mengandung bahan-bahan lain yang
masih dibutuhkan oleh tubuh (glukosa) atau sedikit sekali terhadap resiko penyakit
misalnya diabetes melitus dan yang lainnya (Wilmar, 2000).
Sebaliknya jika urin akan berwarna hijau kekuningan (positif glukosa dengan
0,5-1%). Oleh karena itu, jika dihubungkan dengan teori ini maka sampel urin dan
probandusnya dapat diindikasikan sedang berada dalam keadaan ketika kadar
gulanya cukup banyak. Dimana pada kondisi normal, glukosa akan diserap kembali
melalui ginjal untuk mempertahankan kadar gula darah. Namun, pada kasus
glikosuria ginjal tidak mampu menyerap semua gula, sehingga gula dikeluarkan
melalui urin. Kondisi yang menyebabkan terdapatnya glukosa pada urin yaitu a)
Penyakit Diabetes melitus; b) Diabetes dalam kehamilan; c) Gangguan kecemasan;
d) Meningkatnya hormon stress; e) Penyakit cushing; d) Mengkonsumsi makanan
atau minuman yang banyak mengandung gula (Wilmar, 2000).
5. Uji protein
Tabel 5. Hasil pengamatan terhadap adanya protein pada urin
Kelompok 1
Skala warna +
Keterangan :
+ : muda (negatif)
++ : tua (positif)
+++ : paling tua (positif)
Berdasarakan tabel 5 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan
oleh probandus adalah negatif mengandung protein karena tidak terjadi perubahan
warna pada sampel urin tersebut. Menurut teori, Urin yang mengandung protein
menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator
adanya protein seperti (albumin) dalam urin dapat ditandai dengan terjadinya
perubahan warna pada urin setelah diujikan menggunakan larutan biuret (Wilmar,
2000). Oleh karena itu, jika dihubungkan dengan teori ini maka sampel urin dan
probandusnya dapat diindikasikan normal dan sedang berada dalam keadaan yang
sehat.
6. Uji ion klorida
Tabel 6. Hasil pengamatan terhadap adanya ion klorida
Kelompok 1
Skala endapan +
Keterangan :
+ : sedikit endapan
++ : banyak endapan
+++ : paling banyak endapan
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus mengandung sedikit ion klorida (Cl-) (ditandai dengan terbentuknya
endapan putih). Perbedaan kandungan ion klorida ini dipengaruhi oleh tingkat
asupan kadar garam (makanan) yang dikonsumsi. Semakin banyak garam maka
semakin banyak pula ion klorida yang dihasilkan. Faktor inilah yang menyebabkan
perbedaan kandungan ion Cl- diantara urin tersebut (Wilmar, 2000).
Menurut teori, ion klorida yang terdapat dalam urin berasal dari makanan yang
mengandung garam (NaCl) dan juga terkandung dalam urin normal jadi untuk
mengetahuinya harus ditemukan klorida dengan cara mengikat ion-ion
Cl menggunakan larutan AgNO3 1% yang akan membentuk endapan putih. Oleh
karena itu, jika dihubungkan dengan hasil yang diperoleh pada tabel 6 di atas, maka
sampel urin dan probandusnya dapat diindikasikan normal dan sedang berada dalam
keadaan yang sehat (Wilmar, 2000)
7. Uji albumin
Dalam percobaan ini dilihat bagaimana urine yang memiliki albumin.Albumin
merupakan Salah satu protein utama dalam plasma manusia dammenyusun sekitar
60% dari total protein plasma. Kadar albumin normaldalam urin berkisar antara 0-
0,04 g/L/hari. Keberadaan albumin dalam airdengan jumlah yang melebihi batas
normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme
tubuh (Wilmar, 2000). Untuk percobaan ini digunakan reaksi antara urine dengan
asam nitrat pekat yang memberikan adanya cincin berwarna putih yang
menandakanadanya albumin dalam urine.
Tabel 7. Hasil pengamatan terhadap adanya albumin pada urin
Kelompok 1
Ada tidaknya cincin -
Keterangan :
- : tidak terbentuk cincin
+ : sedikit terbentuk cincin
++ : banyak terbentuk cincin
+++ : paling banyak terbentuk cincin
Berdasarkan tebel 7 di atas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus adalah negatif mengandung protein plasma (tidak terbentuknya cincin)
yang menandakan terhindar dari penyakit albuminuria. Albuminuria terjadi ketika
urine mengandung protein dalam jumlah yang terlalu banyak. Bocornya protein ke
dalam urine biasanya disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil (glomeruli)
pada ginjal, sehingga tidak dapat menyaring darah dengan baik. Oleh karena itu,
jika dihubungkan dengan hasil yang diperoleh pada tabel 7 di atas, maka sampel
urin dan probandusnya dapat diindikasikan normal dan sedang berada dalam
keadaan yang sehat (Wilmar, 2000).

V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ciri-ciri dan komposisi urin yang normal adalah: urin berwarna kuning muda
ataupun tua (pekat), memiliki pH 6-7, memiliki (atau tidak memiliki) aroma
ammonia, tidak mengandung glukosa dan protein, serta terdapat (atau tidak
terdapat) ion klorida (Cl-).
2. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, probandus dalam praktikum ini tidak mengalami
suatu kelainan apapun pada ginjal mereka atau bisa disimpulkan semuanya dalam
keadaan sehat.

VI. Daftar Pustaka


Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta
Tuti, K. (2009). Zoologi Vertebrata. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati.
Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta: Widya
Medika.
Wiwi, I. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Lampiran

Lampiran berupa foto :

Gambar 1. Sampel urin

Gambar 3. Uji amonia


Gambar 2. Urin ditabung reaksi

Lampiran berupa data :


Tabel 1. Hasil pengamatan tampilan urin
Kelompok 1
Skala warna ++
Keterangan :
+ : bening
++ : pekat
+++ : sangat pekat

Tabel 2. Hasil pengukuran pH urin


Kelompok 1
pH 7

Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap bau urin


Kelompok 1
Aroma ammonia +
Keterangan :
+ : berbau
- : tidak berbau
Tabel 4. Hasil pengamatan terhadap adanya glukosa pada urin
Kelompok 1
Skala warna +
Keterangan :
+ : muda
++ : tua
+++ : paling tua

Tabel 5. Hasil pengamatan terhadap adanya protein pada urin


Kelompok 1
Skala warna +
Keterangan :
+ : muda (negatif)
++ : tua (positif)
+++ : paling tua (positif)

Tabel 6. Hasil pengamatan terhadap adanya ion klorida


Kelompok 1
Skala endapan +
Keterangan :
+ : sedikit endapan
++ : banyak endapan
+++ : paling banyak endapan

Tabel 7. Hasil pengamatan terhadap adanya albumin pada urin


Kelompok 1
Ada tidaknya cincin -
Keterangan :
- : tidak terbentuk cincin
+ : sedikit terbentuk cincin
++ : banyak terbentuk cincin
+++ : paling banyak terbentuk cincin

Anda mungkin juga menyukai