FISIOLOGI HEWAN
ACARA I SISTEM SENSORI
Disusun oleh :
Nama : Bima Surya Pratama
NIM : 20104070001
Kelompok :1
III. Metode
A. Alat dan Bahan
1. Pengecap
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cotton bud, palete cat air,
gelas, gelas kimia, tissue/kapas.
Bahan yang dibutuhkan adalah larutan garam, larutan cuka, larutan gula, larutan
kina, larutan MSG, es batu, dan air putih.
2. Pembau
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol flakon dan stopwatch.
Bahan yang dibutuhkan adalah minyak angin dan parfum.
3. Reseptor pada Kulit
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, pulpen/pensil,
jarum pentul, jangka, dan gelas kimia.
Bahan yang dibutuhkan adalah air panas dan air dingin.
4. Refleks Pupil pada Mata
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, senter, dan
stopwatch.
B. Cara Kerja
1. Pengecap
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibersihkannya gusi dan lidah
terlebih dahulu (berkumur) kemudian dikeringkan dengan tissue atau kapas.
Palete cat air yang sudah disiapkan sebelumnya dituangkan cairan lalu cotton
bud direndam dalam setiap larutan.
Setelah mata praktikan ditutup, cotton bud disentuhkan pada beberapa
daerah lidahnya lalu ditanyakan rasa apa yang dirasakan. Bila jawaban
praktikan sesuai dengan larutan yang dicobakan, diberikan tanda + pada gambar
lidah dan bila tidak sesuai diberikan tanda -. Kemudian intensitas rasa pada
setiap daerah lidah yang diuji ditentukan dengan tanda – (tidak terasa), +
(kurang terasa), ++ (terasa), dan +++ (sangat terasa).
Percobaan ini diulangi dengan cotton bud yang lain sesuai larutannya
(setiap pergantian larutan, praktikan harus berkumur terlebih dahulu) dan ulangi
percobaan dengan praktikan mengulum es batu kemudian dibandingkan
hasilnya. Berdasarkan hasil percobaan, dibuatkan peta penyebaran reseptor rasa
pada lidah.
2. Pembau
Percobaan kali ini dilakukan dengan dituangkannya bahan uji pada botol
flakon secukupnya. Langkah selanjutnya adalah lubang hidung sebelah kiri
praktikan ditutup dan bahan ditempatkan kurang-lebih 15 cm dari hidung
praktikan. Kemudian tutup botol flakon dibuka dan dikibaskan dengan tangan.
Saat membaui bahan uji, mulut praktikan harus dalam keadaan tertutup.
Kemudian waktu sejak mulainya proses membaui hingga bau bahan tersebut
tidak terasa lagi (Olfactory Fatigue Times (OFT)) dicatat dan botol flakon
ditutup lalu diulangi untuk bahan lainnya segera setelah OFT untuk bahan
pertama tercapai.
Percobaan diulangi sebanyak tiga kali untuk dihitung nilai rata-rata
OFT-nya. Setelah OFT tercapai untuk semua bahan, praktikan diminta untuk
membuka lubang hidungnya. Kemudian, secara berurutan dari bahan pertama
hingga kedua, dikibaskan dan ditanyakan apakah praktikan kesulitan untuk
mencium bau lalu dicatat hasil pengamatannya.
3. Reseptor pada Kulit
a. Reseptor panas dan dingin
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibuatkannya kotak berukuran 2,8
x 2,8 cm pada tangan bagian dorsal lalu dibagi menjadi 64 kotak. Langkah
selanjutnya dilakukan dengan dimasukkannya jarum ke dalam gelas kimia
yang berisi air panas dan jarum lain pada air dingin.
Setelah lima menit, masing-masing jarum tersebut disentuhkan sebentar
ke dalam kotak bujur sangkar pada praktikan secara berurutan lalu dicatat
hasilnya dengan diberikan tanda + untuk kotak yang merasakan dan tanda –
untuk kotak yang tidak merasakan.
b. Reseptor sentuhan
Percobaan ini dilakukan dengan ditutupnya mata praktikan dengan salah
satu lengannya diletakkan di atas meja dan diletakkannya kaki jangka pada
jarak 3 cm lalu disentuhkan dengan tekanan ringan kedua kaki jangka secara
bersama-sama pada bagian ventral lengan bawah praktikan.
Jika praktikan merasakan dua titik, jarak antara kedua kaki jangka
diperkecil, dan jika praktikan merasakan satu titik, jarak antara kedua kaki
jangka diperbesar. Jarak antara kedua kaki jangka diperkecil sedikit demi
sedikit hingga diperolah jarak terpendek yang masih dirasakan dua titik oleh
praktikan kemudian dicatat hasilnya.
Setelah dilakukan, semua langkah tersebut diulangi pada lengan bawah
dorsal, telapak tangan ventral dan dorsal, ujung jari tangan kanan dan tangan
kiri, dahi, pipi, tengkuk, serta bibir.
4. Refleks Pupil pada Mata
a. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Percobaan kali ini dilakukan dengan diletakkannya penggaris di bawah
salah satu mata praktikan pada ruangan terang untuk diukur diameter
pupilnya dan dicatat. Setelah itu, praktikan diminta untuk menutup matanya.
Secara mendadak, praktikan diminta untuk membuka matanya kembali lalu
diukur diameter pupilnya dan dicatat waktu yang diperlukan untuk
terjadinya refleks pupil.
Pada keadaan gelap, praktikan diminta untuk menutup kembali matanya
dengan penggaris diposisikan dibawah salah satu matanya. Langkah
selanjutnya dilakukan dengan diberikannya tanda kepada praktikan untuk
membuka matanya lalu diterangi matanya dengan senter secara bersamaan
dan diukur diameter pupilnya serta dicatat waktu yang diperlukan untuk
refleks pupil kemudian dibandingkan dengan hasil percobaan sebelumnya.
b. Refleks pupil terhadap akomondasi mata
Percobaan ini dilakukan dengan diukurnya diameter pupil praktikan
pada keadaan normal dengan diletakkannya penggaris di bawah salah satu
matanya. Langkah berikutnya yaitu paraktikan diminta untuk melihat benda-
benda yang jauh letaknya dan diukur diameter pupilnya.
Setelah dilakukan, praktikan diminta kembali untuk melihat benda-
benda yang dekat letaknya lalu diukur diameter pupilnya. Pada jarak yang
sama, langkah percobaan di atas diulangi pada praktikan yang memiliki
mata minus tanpa menggunakan kacamata dan dibandingkan hasilnya.
Keterangan :
UL : ujung lidah
TLD : tepi lidah depan
TLB : tepi lidah belakang
PL : pangkal lidah
LT : lidah tengah
B. Pembau
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan seseorang
terhadap rangsangan bau dan untuk mengetahui waktu adaptasi reseptor pada indera
pembau. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan dikibaskannya botol
flakon yang berisi bahan uji kea rah lubang hidung dengan perlakuan dibuka salah
satu atau kedua lubang hidung probandus. Setelah praktikan melakukan percobaan
ini, didapatkan hasil sebagai berikut :
Percobaan 1 lubang hidung 2 lubang hidung
Minyak angin Parfum Minyak angin Parfum
I 2,23 4,5 3,20 5
II 2,31 3,8 3,25 4,5
III 2,24 3,87 3,22 4,7
Total 6,78 12,17 9,67 14,5
Rata-rata 2,26 4,05 3,2 4,73
Berdasarkan data di atas juga dapat dilihat adanya perbedaan OFT antara
perlakuan ditutupnya satu lubang hidung dengan yang terbuka semua. Menurut
Irianto (2012), dalam keadaan satu lubang tertutup, sel-sel saraf penciuman tidak
dapat berfungsi secara sempurna sehingga kepekaan terhadap rangsangan bau
menjadi lebih rendah. Sedangkan pada keadaan terbuka dua-duanya, sel-sel saraf
olfaktori dapat berfungsi secara sempurna sehingga tingkat kepekaan seseorang pun
akan menjadi lebih tinggi. Namun, dalam percobaan ini, praktikan tidak
menghitung ORT setiap probandus, sehingga perbedaaan tingkat kepekaan untuk
tiap perlakuan pun belum dapat disimpulkan sesuai dengan teori yang ada atau
tidak.
ORT merupakan nilai yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat membaui suatu zat (peka), sedangkan OFT merupakan nilai yang
menunjukkan waktu yang dibutuhkan (adaptasi atau densisitas) seseorang hingga
kehilangan bau zat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan wanita pada umumnya
memiliki tingkat kepekaan dan daya tahan pembau yang lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (Ganong, 1998).
Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori aslinya ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti kelainan pembau yang mungkin dialami oleh probandus
wanita seperti hiposmia (berkurangnya kepekaan menghidung) akibat sakit atau
pilek, bagian rongga hidung yang mengandung reseptor penciuman kurang
mengalami ventilasi, dsb.
C. Reseptor pada Kulit
1) Reseptor Panas dan Dingin
No Bahan Percoban
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Air panas + + + + - - - -
(32) + + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
2. Air dingin + + + - + + + -
(40) - - - - - + + -
- + + + + + + +
- - - + + + + +
- + + + + + + +
+ - - - + + + +
- - - + + + + +
- - - + + + - -
2) Reseptor Sentuhan
No Bagian tubuh
LBV LBD TTV TTD UTKI UTKA DA PI TENG BI
1. 1,2 0,8 1,5 1 1,4 1,9 1,5 0,1 2 0,1
Keterangan :
LBV : lengan bawah ventral UTKA : ujung jari tangan kanan
LBD : lengan bawah dorsal DA : dahi
TTV : telapak tangan ventral PI : pipi
TTD : telapak tangan dorsal TENG : tengkuk
UTKI : ujung jari tangan kiri BI : bibir
Berdasarkan kedua tabel di atas, untuk tabel pertama dapat dismpulkan bahwa
tangan bagian dorsal memiliki reseptor panas dan juga reseptor dingin. Sedangkan
pada tabel yang kedua, bagian tubuh yang memiliki sensivitas terkecil adalah
lengan bawah bagian dorsal dan yang memiliki sensivitas terbesar adalah ujung
tangan kanan.
Menurut Irianto (2012), penyebaran reseptor panas paling banyak terdapat pada
tubuh bagian dorsal dan reseptor rasa dingin terletak pada tubuh bagian ventral. Hal
ini disebabkan pada bagian dorsal terdapat lebih banyak badan Ruffini. Menurut
Fox (2008), bagian tubuh yang paling sensitif terhadap sentuhan dari sepuluh
bagian pada percobaan kedua di atas adalah ujung jari kanan sedangkan yang paling
kurang peka adalah pada bagian dahi. Hal ini disebabkan pada ujung jari lebih
banyak terdapat badan meissner dibandingkan bagian lainnya terlebih pada dahi.
Berdasarkan tabel pengamatan pertama, praktikan mendapatkan data yang
sesuai dengan teori namun ada penyimpangan terhadap rasa dingin. Seharusnya,
reseptor rasa dingin (+) pada tangan dorsal harus lebih sedikit dibandingkan yang
(-). Begitu juga pada hasil pengamatan yang kedua. Praktikan menemukan
penyimpangan bahwa lengan bawah bagian dorsal memiliki sensivitas yang lebih
kecil dibandingkan dahi. Namun, pada teori sebelumnya telah dijelaskan bahwa
dahi memiliki reseptor sentuhan terkecil dibandingkan bagian lainnya.
Perbedaan ini menurut Irianto (2012) dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti, probandus sedang mengalami gangguan psikis, adanya perubahan pada
tekstur kulit akibat kosmetik ataupun obat oles, dan jumlah reseptor panas, dingin,
serta sentuhan yang berbeda pula penyebarannya pada setiap orang.
D. Refleks Pupil pada Mata
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui refleks pupil terhadap intensitas
cahaya dan untuk mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata. Adapun
percobaan ini dibagi menjadi dua macam, yaitu refleks pupil terhadap intensitas
cahaya dan refleks pupil terhadap akomodasi mata.
Prinsip kerja percobaan pertama adalah dengan diukurnya diameter pupil
probandus pada saat di ruang terang dan gelap dengan perlakuan berupa pemberian
cahaya senter dan dicatatkan waktu refleks pupil yang terjadi. Sedangkan prinsip
kerja percobaan kedua yaitu dengan diukurnya diameter pupil probandus dengan
perlakuan berupa pengaturan jarak benda yang dilihat (dekat dan jauh) untuk
mengatur daya akomodasi yang terjadi. Setelah praktikan melakukan kedua
percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut :
1) Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Praktikan Ulangan Diameter pupil (cm) Waktu refleks pupil
Awal Setelah tutup mata (s)
Ruangan 1 0,5 0,4 05,34 s
terang 2 0,4 0,3 03.09 s
3 0,3 0,2 03.35 s
Rata-rata 0,4 0,3
Ruangan 1 0,5 0,6 03,81 s
gelap 2 0,4 0,5 02,62 s
3 0,5 0,6 03,15 s
Rata-rata 0,47 0,57
Ganong, W.F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
UGC.
Jalmo, Tri. 2007. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Bandar Lampung: Unila
Kimber, D.C. 1949. Textbook of Anatomy and Physiology. 12th ed. New York: The
MacMillan Company