Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
ACARA I SISTEM SENSORI

Disusun oleh :
Nama : Bima Surya Pratama
NIM : 20104070001
Kelompok :1

Program Studi Pendidikan Biologi


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2022
I. Tujuan Percobaan
A. Pengecap
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan indera pengecap.
B. Pembau
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan indera pembau.
C. Reseptor pada Kulit
1. Mengetahui gambaran reseptor suhu pada kulit.
2. Mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap reseptor suhu pada kulit.
D. Refleks Pupil pada Mata
Mengetahui pengaruh intensitas cahaya dan akomondasi mata terhadap refleks
pupil.
II. Dasar Teori
Perspesi yang ada di dunia yaitu tekstur, warna, suara, hangat, bau, dan rasa
ditimbulkan oleh otak akibat adanya impuls elektrokimiawi pada sel saraf yang
dihantarkan ke otak dari reseptor sensori. Reseptor ini mengubah (mentransduksi)
berbagai energi yang ada di dunia nyata menjadi energi impuls untuk dihantarkan ke
sistem saraf pusat oleh sel-sel saraf sensori (Fox, 2008).
Menurut Fox (2008), reseptor sensori dapat dibagi menjadi empat macam
menurut tipe energi stimulus yang ditransduksinya. Pembagian ini meliputi:
1) Kemoreseptor, merupakan reseptor stimulus berupa zat-zat kimia yang ada di
lingkungan atau darah ( papil pengecap, epitel olfaktori, aorta, dan badan carotid).
2) Fotoreseptor, meliputi sel-sel kerucut dan sel-sel batang pada retina mata.
3) Termoreseptor, yang peka terhadap kondisi panas dan dingin (badan Crausse dan
badan Ruffini pada kulit).
4) Mekanoreseptor, yang distimulasi oleh adanya perubahan bentuk mekanik dari
reseptor membran sel (reseptor sentuhan dan tekanan pada kuli serta sel rambut
pada bagian dalam telinga)
Reseptor juga dapat dibagi menjadi dua macam menurut tipe informasi dalam
sel saraf sensori yang dihantarkan ke otak. Proprioreceptor merupakan reseptor yang
peka terhadap posisi badan dan pergerakann tulang (gelendong otot, tendon, dan
reseptor tulang sendi). Jenis kedua adalah Cutaneous receptor meliputi reseptor
sentuhan dan tekanan, reseptor panas dan dingin, dan reseptor sakit (Fox, 2008).
1. Lidah
Sensasi merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam otak sebagai akibat
dari impuls saraf yang berasal dari reseptor. Sensasi tidak hanya diteruskan oleh
reaksi motoris tetapi juga disimpan sebagai memori yang sewaktu-waktu dapat
dikeluarkan (Kimber, 1949)
Pengecapan merupakan fungsi putting pengecap pada mulut. Berdasarkan
penelitian fisiologis, terdapat empat kesan pengecapan primer yaitu asam, asin,
manis, dan pahit. Seseorang dapat menerima berbagai macam rasa secara harafiah
yang di duga berasal dari gabungan empat rasa primer tersebut (Ganong, 1998)
Pada manusia dan mamalia lain, lidahnya mengandung kuncup-kuncup
pengecap yang merupakan reseptor untuk rasa. Kuncup pengecap tersebut
berbentuk seperti bawang kecil, terletak pada permukaan epithelium dan pada
tonjolan-tonjolan kecil (papilla) pada permukaan atas lidah. Kuncup pengecap juga
dijumpai meskipun sedikit sekali pada langit-langit rongga mulut, pada faring dan
laring (Soewolo, 2005)
Lidah terbagi menjadi Radiks lingua (pangkal lidah), Dorsum lingua (punggung
lidah) dan Apeks lingua (ujung lidah). Bagian lidah kaitannya dengan macam
pengecapan, yaitu : rasa pahit terdapat pada pangkal lidah, rasa manis terdapat pada
ujung lidah, rasa asin terdapat pada ujung samping kiri dan kanan, rasa asam terletak
pada samping kiri dan kanan belakang lidah (Syaifuddin, 2006).
Menurut Irianto (2012), permukaan atas lidah ditutupi papilla-papila yang
mempunyai kepekaaan sendiri-sendiri dan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Papila sirkumvalata, ada delapan hingga dua belas dari jenis ini yang terletak
pada bagian dasar lidah. Papila ini adalah jenis papilla yang terbesar dan
masing-masing dikelilingi semacam lekukan seperti parit.
b. Papila fungiformis, menyebar pada permukaan ujung dan sisi lidah serta
berbentuk seperti jamur.
c. Papila filiformis adalah yang terbanyak dan menyebar pada seluruh permukaan
lidah.
2. Hidung
Penciuman (Hidung) dan pengecap (Lidah) secara umum diklasifikasikan
sebagai indera visceral karena kaitannya yang erat dengan fungsi saluran cerna.
Secara fisiologis keduanya berkaitan satu sama lain sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Namun, kedua indera ini secara anatomis agak berbeda.
Reseptor penciuman merupakan reseptor jarak jauh (telesepator), jalur
penciumannya tidak memiliki penyambung di thalamus, dan tidak terdapat daerah
proyeksi neokorteks untuk penciuman. Sedangkan pada lidah, jalur pengecapannya
berjalan melewati batang otak ke thalamus dan berproyeksi ke girus postsentralis
bersama dengan jalur untuk sensibilitas sentuh dan tekan dari mulut (Ganong,
1998).
Menurut Fox (2008), reseptor yang bertanggung jawab terhadap olfaksi atau
sensasi bau terletak pada epitel olfaktori. Apparatus olfaktori terdiri atas sel-sel
reseptor (sel saraf bipolar), sel-sel tiang, dan sel-sel batang. Sel-sel batang akan
berdegenerasi untuk membentuk sel-sel reseptor baru setiap satu atau dua bulan
untuk menggantikan sel saraf yang rusak akibat terbukanya dan bersentuhan dengan
udara dingin dari lingkungan. Sel-sel tiang merupakan sel epitel yang kaya akan
enzim untuk terjadinya oksidasi hidropobik.
Setiap sel saraf bipolar memiliki satu dendrit yang menembus masuk ke rongga
hidung dan terdapat knob yang bersilia di ujungnya. Dendrit pada sel saraf sensori
ini memiliki protein reseptor olfaktori pada silianya yang berfungsi untuk mengikat
dan menangkap molekul bau yang berupa uap (Fox, 2008).
Fungsi hidung adalah untuk menerima rangsangan bau-bauan yang dirangsang
oleh gas yang terhirup. Rasa pembauan ini sangat peka dan kepekaannya mudah
hilang bila dihadapkan pada suatu bau yang sama dalam waktu yang cukup lama.
Rasa pembauan ini juga dapat diperlemah bila selaput lendir sangat kering, sangat
basah dan membengkak (pilek atau flu). Bau-bauan dilukiskan sebagai bau harum
dan bau busuk (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), adaptasi terhadap bau-bauan mula-mula berjalan cepat
dalam 2-3 detik kemudian adaptasi berjalan lambat. Suatu hal yang istimewa dalam
pembauan manusia adalah bahwa kita dapat membaui sesuatu walau kadar zat
tersebut dalam udara sangat sedikit. Beberapa hewan memiliki indera pembauan
yang sangat hebat karena terdapat banyak sekali reseptor pembau yang sensitif pada
hidungnya (Irianto, 2012).
3. Kulit
Kulit atau kutis merupakan salah satu organ yang paling luas permukaannya dan
sangat penting bagi tubuh, yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga
memiliki banyak fungsi yaitu sebagai alat pengeluaran, pelindung tubuh terhadap
air, cuaca dan keadaan lingkungan lain, sebagai pengatur panas, sebagai alat
pertahanan tubuh, sebagai alat indera untuk perasa dan peraba (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), di dalam kulit terdapat sejumlah reseptor untuk
berbagai jenis rangsangan, dan paling sedikit terdiri atas lima jenis penginderaan,
yaitu rabaan (sentuhan), tekanan, panas, dingin, dan sakit (nyeri). Reseptor-reseptor
tersebut tidak secara merata tersebar di kulit tubuh, demikian pula perbandingan
jumlah untuk masing-masing reseptor tidak sama. Jumlah reseptor untuk rasa sakit
hampir 27 kali lebih banyak daripada reseptor untuk dingin, sedang reseptor dingin
berjumlah 10 kali lebih banyak daripada reseptor untuk panas.
Sensasi pada kulit seperti yang telah disebutkan di atas ditangkap oleh dendrit
yang terdapat di ujung berbagai sel saraf sensori yang berbeda pula. Reseptor rasa
panas, dingin, dan sakit merupakan ujung dari sel saraf sensori yang naked
(telanjang). Sensasi rasa sentuh difasilitasi oleh adanya dendrit yang mengelilingi
folikel rambut dan diperluas oleh ujung dendrite yang disebut badan Ruffini dan
piringan Merkels. Sensasi rasa sentuh dan tekanan juga difasilitasi oleh dendrit yang
dibungkus dalam struktur yang bervariasi seperti badan Meissner dan badan Pacini
(Fox, 2008).
Menurut Irianto (2012), untuk rangsangan mekanik diperlukan beberapa
reseptor khusus, ujung cabang-cabang halus serabut saraf yang berada di antara sel-
sel epidermis dan berfungsi untuk rangsangan berbentuk sentuhan halus, sedang
untuk rabaan yang agak kasar diperlukan reseptor yang berada di antara epidermis
dan dermis. Untuk rabaan yang lebih kasar berupa tekanan pada kulit diperlukan
reseptor khusus yang berbentuk seperti bawang yang terletak dalam dermis lebih
dalam. Pada kulit telapak tangan, khususnya di ujung-ujung jari banyak ditemukan
reseptor untuk sentuhan dan rabaan.
Reseptor untuk rangsangan sakit (nyeri) dijumpai pada ujung-ujung
percabangan serabut saraf yang menyebar pada dermis kulit secara meluas.
Walaupun suhu merupakan rangsangan dalam satu kelompok, namun untuk
merasakan perbedaan suhu, kulit dilengkapi dengan reseptor khusus yang berbeda
strukturnya antara reseptor untuk suhu dingin dan suhu panas (Irianto, 2012).
4. Mata
Mata adalah organ indera yang kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik
peka sinar yang primitif pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya yang
protektif, setiap mata memiliki sebuah lapisan reseptor-reseptor, sebuah lensa yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, dan sebuah sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Ganong, 1998).
Struktur bola mata terdiri atas sklera, yaitu lapisan paling luar dari mata yang
keras dan terdiri dari jaringan konektif dan jika dilihat dari luar merupakan bagian
yang berwarna putih. Jaringan sklera berhubungan dengan kornea yang
transparan.Cahaya masuk melewati kornea menuju ruang anterior mata. Kemudian
cahaya melewati sebuah celah yaitu pupil yang dikelilingi oleh serabut otot
berpigmen yang dikenal dengan iris. Setelah melewati pupil, cahaya masuk melalui
lensa (Fox, 2008).
Menurut Kimball (1983), mata manusia terdiri atas tiga lapisan, yaitu: Lapisan
luar atau lapisan sklera yang sangat kuat. Lapisan ini membentuk kornea yang
bening yang menerima cahaya masuk ke bagian dalam mata dan membelokkan
berkas cahaya sedemikian rupa sehingga dapat difokuskan. Permukaan kornea tetap
basah dan bebas debu karena sekresi dari kelenjar air mata. Lapisan tengah mata,
yaitu lapisan koroid, amat berpigmen dengan melanin dan sangat banyak pembuluh
darah. Lapisan ini sangat berfungsi untuk menghentikan refleksi berkas cahaya
yang menyimpang di dalam mata. Di bagian depan mata, lapisan koroid membentuk
iris. Iris juga dapat berpigmen dan bertanggung jawab terhadap warna mata. Suatu
bukaan, yaitu pupil (biji mata) ada di tengah iris. Besarnya bukaan ini bermacam-
macam dan dikendalikan secara otomatis (Kimball, 1983).
Menurut Kimball (1983), pada saat cahaya suram (saat ada bahaya), pupil
membesar agar cahaya yang masuk ke mata menjadi lebih banyak. Pada cahay
terang, pupil mengecil. Hal ini tidak saja melindungi bagian dalam mata dari
penerangan yang berlebihan, tetapi juga memperbaiki kemampuan pembentukan
bayangan dari kedalaman medan. Lapisan dalam mata adalah retina. Retina terdiri
atas reseptor cahaya yang sesungguhnya, yaitu sel batang dan sel kerucut yang
tersusun rapat tepat di bawah permukaan retina.
Sel batang, kira-kira ada 100 juta batang dalam setiap mata. Sel batang terutama
dipakai untuk penglihatan dalam cahaya suram dan teramat peka terhadap cahaya.
Akan tetapi, bayangan yang dibentuk batang-batang ini tidak tajam. Batang
berfungsi dalam kelompok. Dengan kata lain, sejumlah batang berbagi satu
rangkaian saraf ke otak. Satu batang dapat mengawali impuls dalam rangkaian
tersebut tetapi otak tidak mungkin untuk menentukan batang mana dalam kumpulan
itu yang terlibat. Agar cahaya dapat diserap, harus ada bahan penyerap cahaya, yaitu
suatu pigmen pada batang yaitu rodopsin, suatu protein terkonjugasi (Kimball,
1983).
Sel kerucut, kira-kira sekitar 15.000 pada setiap millimeter persegi di satu
daerah retina, yaitu fovea, suatu daerah tepat di seberang lensa. Berbeda dari batang,
kerucut hanya bekerja dalam cahaya terang yang membuat kita dapat melihat
warna-warna. Setiap macam kerucut mengandung suatu pigmen yang paling baik
menyerap salah satu di antara ketiga warna utama, merah, hijau, dan biru. Secara
teori, otak dapat mencampurkan tiga sensasi warna utama untuk membentuk satu
dari 17.000 lebih berbagai corak warna yang dapat dibedakan oleh mata yang
terlatih dengan baik (Kimball, 1983).

III. Metode
A. Alat dan Bahan
1. Pengecap
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cotton bud, palete cat air,
gelas, gelas kimia, tissue/kapas.
Bahan yang dibutuhkan adalah larutan garam, larutan cuka, larutan gula, larutan
kina, larutan MSG, es batu, dan air putih.
2. Pembau
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol flakon dan stopwatch.
Bahan yang dibutuhkan adalah minyak angin dan parfum.
3. Reseptor pada Kulit
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, pulpen/pensil,
jarum pentul, jangka, dan gelas kimia.
Bahan yang dibutuhkan adalah air panas dan air dingin.
4. Refleks Pupil pada Mata
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, senter, dan
stopwatch.
B. Cara Kerja
1. Pengecap
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibersihkannya gusi dan lidah
terlebih dahulu (berkumur) kemudian dikeringkan dengan tissue atau kapas.
Palete cat air yang sudah disiapkan sebelumnya dituangkan cairan lalu cotton
bud direndam dalam setiap larutan.
Setelah mata praktikan ditutup, cotton bud disentuhkan pada beberapa
daerah lidahnya lalu ditanyakan rasa apa yang dirasakan. Bila jawaban
praktikan sesuai dengan larutan yang dicobakan, diberikan tanda + pada gambar
lidah dan bila tidak sesuai diberikan tanda -. Kemudian intensitas rasa pada
setiap daerah lidah yang diuji ditentukan dengan tanda – (tidak terasa), +
(kurang terasa), ++ (terasa), dan +++ (sangat terasa).
Percobaan ini diulangi dengan cotton bud yang lain sesuai larutannya
(setiap pergantian larutan, praktikan harus berkumur terlebih dahulu) dan ulangi
percobaan dengan praktikan mengulum es batu kemudian dibandingkan
hasilnya. Berdasarkan hasil percobaan, dibuatkan peta penyebaran reseptor rasa
pada lidah.
2. Pembau
Percobaan kali ini dilakukan dengan dituangkannya bahan uji pada botol
flakon secukupnya. Langkah selanjutnya adalah lubang hidung sebelah kiri
praktikan ditutup dan bahan ditempatkan kurang-lebih 15 cm dari hidung
praktikan. Kemudian tutup botol flakon dibuka dan dikibaskan dengan tangan.
Saat membaui bahan uji, mulut praktikan harus dalam keadaan tertutup.
Kemudian waktu sejak mulainya proses membaui hingga bau bahan tersebut
tidak terasa lagi (Olfactory Fatigue Times (OFT)) dicatat dan botol flakon
ditutup lalu diulangi untuk bahan lainnya segera setelah OFT untuk bahan
pertama tercapai.
Percobaan diulangi sebanyak tiga kali untuk dihitung nilai rata-rata
OFT-nya. Setelah OFT tercapai untuk semua bahan, praktikan diminta untuk
membuka lubang hidungnya. Kemudian, secara berurutan dari bahan pertama
hingga kedua, dikibaskan dan ditanyakan apakah praktikan kesulitan untuk
mencium bau lalu dicatat hasil pengamatannya.
3. Reseptor pada Kulit
a. Reseptor panas dan dingin
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibuatkannya kotak berukuran 2,8
x 2,8 cm pada tangan bagian dorsal lalu dibagi menjadi 64 kotak. Langkah
selanjutnya dilakukan dengan dimasukkannya jarum ke dalam gelas kimia
yang berisi air panas dan jarum lain pada air dingin.
Setelah lima menit, masing-masing jarum tersebut disentuhkan sebentar
ke dalam kotak bujur sangkar pada praktikan secara berurutan lalu dicatat
hasilnya dengan diberikan tanda + untuk kotak yang merasakan dan tanda –
untuk kotak yang tidak merasakan.
b. Reseptor sentuhan
Percobaan ini dilakukan dengan ditutupnya mata praktikan dengan salah
satu lengannya diletakkan di atas meja dan diletakkannya kaki jangka pada
jarak 3 cm lalu disentuhkan dengan tekanan ringan kedua kaki jangka secara
bersama-sama pada bagian ventral lengan bawah praktikan.
Jika praktikan merasakan dua titik, jarak antara kedua kaki jangka
diperkecil, dan jika praktikan merasakan satu titik, jarak antara kedua kaki
jangka diperbesar. Jarak antara kedua kaki jangka diperkecil sedikit demi
sedikit hingga diperolah jarak terpendek yang masih dirasakan dua titik oleh
praktikan kemudian dicatat hasilnya.
Setelah dilakukan, semua langkah tersebut diulangi pada lengan bawah
dorsal, telapak tangan ventral dan dorsal, ujung jari tangan kanan dan tangan
kiri, dahi, pipi, tengkuk, serta bibir.
4. Refleks Pupil pada Mata
a. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Percobaan kali ini dilakukan dengan diletakkannya penggaris di bawah
salah satu mata praktikan pada ruangan terang untuk diukur diameter
pupilnya dan dicatat. Setelah itu, praktikan diminta untuk menutup matanya.
Secara mendadak, praktikan diminta untuk membuka matanya kembali lalu
diukur diameter pupilnya dan dicatat waktu yang diperlukan untuk
terjadinya refleks pupil.
Pada keadaan gelap, praktikan diminta untuk menutup kembali matanya
dengan penggaris diposisikan dibawah salah satu matanya. Langkah
selanjutnya dilakukan dengan diberikannya tanda kepada praktikan untuk
membuka matanya lalu diterangi matanya dengan senter secara bersamaan
dan diukur diameter pupilnya serta dicatat waktu yang diperlukan untuk
refleks pupil kemudian dibandingkan dengan hasil percobaan sebelumnya.
b. Refleks pupil terhadap akomondasi mata
Percobaan ini dilakukan dengan diukurnya diameter pupil praktikan
pada keadaan normal dengan diletakkannya penggaris di bawah salah satu
matanya. Langkah berikutnya yaitu paraktikan diminta untuk melihat benda-
benda yang jauh letaknya dan diukur diameter pupilnya.
Setelah dilakukan, praktikan diminta kembali untuk melihat benda-
benda yang dekat letaknya lalu diukur diameter pupilnya. Pada jarak yang
sama, langkah percobaan di atas diulangi pada praktikan yang memiliki
mata minus tanpa menggunakan kacamata dan dibandingkan hasilnya.

IV. Hasil dan Pembahasan


A. Pengecap

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan daerah penyebaran reseptor rasa


pada lidah dan untuk menentukan tingkat kepekaan berbagai daerah di lidah
terhadap setiap rasa. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan
menyentuhkan cotton bud yang telah direndam pada berbagai larutan ke setiap
bagian lidah untuk berikutnya ditandai dan dijadikan data pengamatan. Setelah
praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut :

Rasa Sebelum es batu Sesudah es batu


UL TLD TLB PL LT UL TLD TLB PL LT
Manis (gula) +++ + + + ++ ++ - - - -
Asin (garam) + +++ ++ + + - ++ - - -
Masam (cuka) ++ ++ +++ + + + ++ ++ - +
Pahit (kina) - + + +++ ++ - + + ++ +
Gurih (MSG) ++ ++ + + +++ - - - - +

Keterangan :
UL : ujung lidah
TLD : tepi lidah depan
TLB : tepi lidah belakang
PL : pangkal lidah
LT : lidah tengah

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa puting pengecap untuk


reseptor rasa manis banyak terdapat di bagian ujung lidah, reseptor rasa pahit banyak
terdapat di bagian pangkal lidah, reseptor rasa umami banyak terdapat di bagian
tengah lidah, reseptor rasa asin banyak terdapat dibagian tepi depan lidah, dan
reseptor rasa asam banyak terdapat di bagian tepi belakang, sehingga dapat dikatakan
sesuai dengan teori.
Tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepekaan rasa antar
larutan pada berbagai daerah di lidah. Menurut Irianto (2012), perbedaan yang
mendasari kualitas rasa tersebut adalah terletak pada mekanisme jalur biokimia yang
terjadi untuk setiap rasa. Senyawa kimia yang memberikan rasa asin, asam, dan gurih
secara langsung akan bergerak melalui kanal ion, sedangkan pada rasa pahit dan
manis perlu pengikatan senyawa kimia dengan permukaan reseptor rasa terlebih
dahulu sehingga kualitas kepekaannya lebih rendah dibandingkan ketiga rasa
lainnya.

Berdasarkan perbedaan perlakuan dengan es batu diperoleh kesimpulan bahwa


ketika praktikan mengulum es terlebih dahulu maka kepekaan rasa pada lidah
menjadi kurang sensitivitas. Menurut (Jalmo, 2007) hal ini dipengaruhi oleh faktor
suhu. Dimana suhu kurang dari 20˚C atau lebih dari 30˚C akan mempengaruhi
sensitifitas kuncup rasa (taste bud). Suhu yang terlalu panas akan merusak sel-sel
pada kuncup rasa sehingga sensitifitas berkurang, namun keadaan ini cenderung
berlangsung cepat karena sel yang rusak akan cepat diperbaiki dalam beberapa hari.
Sedangkan suhu yang terlalu dingin akan membius kuncup lidah sehingga
sensitifitas berkurang.

B. Pembau
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan seseorang
terhadap rangsangan bau dan untuk mengetahui waktu adaptasi reseptor pada indera
pembau. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan dikibaskannya botol
flakon yang berisi bahan uji kea rah lubang hidung dengan perlakuan dibuka salah
satu atau kedua lubang hidung probandus. Setelah praktikan melakukan percobaan
ini, didapatkan hasil sebagai berikut :
Percobaan 1 lubang hidung 2 lubang hidung
Minyak angin Parfum Minyak angin Parfum
I 2,23 4,5 3,20 5
II 2,31 3,8 3,25 4,5
III 2,24 3,87 3,22 4,7
Total 6,78 12,17 9,67 14,5
Rata-rata 2,26 4,05 3,2 4,73
Berdasarkan data di atas juga dapat dilihat adanya perbedaan OFT antara
perlakuan ditutupnya satu lubang hidung dengan yang terbuka semua. Menurut
Irianto (2012), dalam keadaan satu lubang tertutup, sel-sel saraf penciuman tidak
dapat berfungsi secara sempurna sehingga kepekaan terhadap rangsangan bau
menjadi lebih rendah. Sedangkan pada keadaan terbuka dua-duanya, sel-sel saraf
olfaktori dapat berfungsi secara sempurna sehingga tingkat kepekaan seseorang pun
akan menjadi lebih tinggi. Namun, dalam percobaan ini, praktikan tidak
menghitung ORT setiap probandus, sehingga perbedaaan tingkat kepekaan untuk
tiap perlakuan pun belum dapat disimpulkan sesuai dengan teori yang ada atau
tidak.
ORT merupakan nilai yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat membaui suatu zat (peka), sedangkan OFT merupakan nilai yang
menunjukkan waktu yang dibutuhkan (adaptasi atau densisitas) seseorang hingga
kehilangan bau zat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan wanita pada umumnya
memiliki tingkat kepekaan dan daya tahan pembau yang lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (Ganong, 1998).
Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori aslinya ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti kelainan pembau yang mungkin dialami oleh probandus
wanita seperti hiposmia (berkurangnya kepekaan menghidung) akibat sakit atau
pilek, bagian rongga hidung yang mengandung reseptor penciuman kurang
mengalami ventilasi, dsb.
C. Reseptor pada Kulit
1) Reseptor Panas dan Dingin
No Bahan Percoban
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Air panas + + + + - - - -
(32) + + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
+ + + + - - - -
2. Air dingin + + + - + + + -
(40) - - - - - + + -
- + + + + + + +
- - - + + + + +
- + + + + + + +
+ - - - + + + +
- - - + + + + +
- - - + + + - -
2) Reseptor Sentuhan
No Bagian tubuh
LBV LBD TTV TTD UTKI UTKA DA PI TENG BI
1. 1,2 0,8 1,5 1 1,4 1,9 1,5 0,1 2 0,1

Keterangan :
LBV : lengan bawah ventral UTKA : ujung jari tangan kanan
LBD : lengan bawah dorsal DA : dahi
TTV : telapak tangan ventral PI : pipi
TTD : telapak tangan dorsal TENG : tengkuk
UTKI : ujung jari tangan kiri BI : bibir
Berdasarkan kedua tabel di atas, untuk tabel pertama dapat dismpulkan bahwa
tangan bagian dorsal memiliki reseptor panas dan juga reseptor dingin. Sedangkan
pada tabel yang kedua, bagian tubuh yang memiliki sensivitas terkecil adalah
lengan bawah bagian dorsal dan yang memiliki sensivitas terbesar adalah ujung
tangan kanan.
Menurut Irianto (2012), penyebaran reseptor panas paling banyak terdapat pada
tubuh bagian dorsal dan reseptor rasa dingin terletak pada tubuh bagian ventral. Hal
ini disebabkan pada bagian dorsal terdapat lebih banyak badan Ruffini. Menurut
Fox (2008), bagian tubuh yang paling sensitif terhadap sentuhan dari sepuluh
bagian pada percobaan kedua di atas adalah ujung jari kanan sedangkan yang paling
kurang peka adalah pada bagian dahi. Hal ini disebabkan pada ujung jari lebih
banyak terdapat badan meissner dibandingkan bagian lainnya terlebih pada dahi.
Berdasarkan tabel pengamatan pertama, praktikan mendapatkan data yang
sesuai dengan teori namun ada penyimpangan terhadap rasa dingin. Seharusnya,
reseptor rasa dingin (+) pada tangan dorsal harus lebih sedikit dibandingkan yang
(-). Begitu juga pada hasil pengamatan yang kedua. Praktikan menemukan
penyimpangan bahwa lengan bawah bagian dorsal memiliki sensivitas yang lebih
kecil dibandingkan dahi. Namun, pada teori sebelumnya telah dijelaskan bahwa
dahi memiliki reseptor sentuhan terkecil dibandingkan bagian lainnya.
Perbedaan ini menurut Irianto (2012) dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti, probandus sedang mengalami gangguan psikis, adanya perubahan pada
tekstur kulit akibat kosmetik ataupun obat oles, dan jumlah reseptor panas, dingin,
serta sentuhan yang berbeda pula penyebarannya pada setiap orang.
D. Refleks Pupil pada Mata
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui refleks pupil terhadap intensitas
cahaya dan untuk mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata. Adapun
percobaan ini dibagi menjadi dua macam, yaitu refleks pupil terhadap intensitas
cahaya dan refleks pupil terhadap akomodasi mata.
Prinsip kerja percobaan pertama adalah dengan diukurnya diameter pupil
probandus pada saat di ruang terang dan gelap dengan perlakuan berupa pemberian
cahaya senter dan dicatatkan waktu refleks pupil yang terjadi. Sedangkan prinsip
kerja percobaan kedua yaitu dengan diukurnya diameter pupil probandus dengan
perlakuan berupa pengaturan jarak benda yang dilihat (dekat dan jauh) untuk
mengatur daya akomodasi yang terjadi. Setelah praktikan melakukan kedua
percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut :
1) Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Praktikan Ulangan Diameter pupil (cm) Waktu refleks pupil
Awal Setelah tutup mata (s)
Ruangan 1 0,5 0,4 05,34 s
terang 2 0,4 0,3 03.09 s
3 0,3 0,2 03.35 s
Rata-rata 0,4 0,3
Ruangan 1 0,5 0,6 03,81 s
gelap 2 0,4 0,5 02,62 s
3 0,5 0,6 03,15 s
Rata-rata 0,47 0,57

2) Refleks mata terhadap akomondasi mata


Praktikan Ulangan Jarak dekat (cm) Jarak jauh (cm)
Normal Miopi Normal Miopi
Ruang terang 1 0,4 0,2 0,3 0,4
2 0,3 0,2 0,5 0,3
3 0,3 0,1 0,3 0,3
Rata-rata 0,3 0,17 0,37 0,3
Ruang gelap 1 0,4 0,3 0,6 0,5
2 0,3 0,2 0,5 0,4
3 0,5 0,2 0,6 0,4
Rata-rata 0,4 0,23 0,57 0,43

Berdasarkan kedua tabel di atas dapat disimpulkan bahwa diameter pupil


terkecil terjadi ketika probandus membuka mata dan terkena cahaya secara
mendadak. Sedangkan diameter terbesar terjadi ketika probandus berada dalam
ruang gelap. Selain itu, saat probandus melihat benda-benda yang dekat, maka
diameter pupilnya akan mengecil dan akan membesar ketika melihat benda-benda
yang jaraknya lebih jauh.
Hasil pengamatan ini sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan di bagian
depan. Alasan pupil mengecil ketika melihat benda dekat ataupun berada dalam
kondisi yang terang adalah karena adanya pengaruh refleks pupil dan daya
akomodasi mata yan berfungsi untuk membatasi jumlah cahaya yang masuk agar
tidak terlalu banyak dan untuk mengatur kecembungan lensa mata saat melihat
sumber cahaya (benda) yang dekat (Kimball, 1983).

Pada tabel pengamatan percobaan yang kedua, terdapat perbedaan antara


diameter pupil probandus bermata normal dengan yang rabun jauh (miopi). Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa diameter pupil mata normal adalah lebih besar
dibandingkan mata minus. Hal ini menurut Ganong (1998), dikarenakan mata
seorang penderita miopi memiliki lensa yang terlalu mencembung sehingga cahaya
yang diteruskan menjadi lebih banyak menyebabkan pupil lebih mengecil dari
keadaan normalnya.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyebaran reseptor rasa di berbagai daerah pada lidah menentukan tingkat
kepekaan tiap daerahnya terhadap setiap rasa. Bagian ujung lidah peka terhadap
rasa manis, bagian tepi lidah depan rasa asin, bagian tepi lidah belakang rasa asam,
bagian pangkal lidah rasa pahit dan bagian tengah lidah rasa umami (gurih). Hal ini
sesuai dengan teori yang disampaikan diatas.
2. Tingkat kepekaan (ORT) dan waktu adaptasi (OFT) seseorang terhadap rangsangan
bau ditentukan beberapa faktor salah satunya oleh jumlah reseptor olfaktori yang
terdapat dalam indera penciumannya. Semakin banyak reseptor olfaktori, semakin
tinggi kepekaan terhadap pembau.
3. Jumlah dan persebaran reseptor panas, dingin, dan sentuhan adalah berbeda pada
setiap bagian tubuh manusia. Dalam data terdapat penyimpangan terhadap rasa
dingin yang seharusnya lebih sedikit di bagian tangan dorsal dan penyimpangan
bahwa lengan bawah bagian dorsal memiliki sensivitas yang lebih kecil
dibandingkan dahi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti probandus
sedang mengalami gangguan psikis, adanya perubahan pada tekstur kulit akibat
kosmetik ataupun obat oles, dan jumlah reseptor panas, dingin, serta sentuhan yang
berbeda pula penyebarannya pada setiap orang.
4. Jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta mata kanan adalah relatif
sama dengan mata kiri. Refleks dan diameter pupil seseorang dapat dipengaruhi
oleh adanya perbedaan intensitas cahaya dan daya akomodasi matanya. Pada
perbedaan intensitas cahaya diameter pupil menjadi terkecil, sedangkan saat
ruangan gelap diameter diameter pupil menjadi besar. Pada perbedaan daya
akomodasi diameter pupil mata normal adalah lebih besar dibandingkan mata
minus. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah di jelaskan diatas.
VI. Daftar Pustaka
Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.

Ganong, W.F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
UGC.

Guyton, A.C. (2006). Text Book of Medical Physiology. Misisipi: Department of


Physiology and Biophysics University of Misisipi Medical.

Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.

Jalmo, Tri. 2007. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Bandar Lampung: Unila

Kimball, J.W. (1983). Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Kimber, D.C. 1949. Textbook of Anatomy and Physiology. 12th ed. New York: The
MacMillan Company

Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UNM

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC


Lampiran

Anda mungkin juga menyukai