Disusun Oleh:
Sesita Nadila R 11180700000128
Ratu Melinda Billyandrian 11180700000138
Dhea Alvi Savera 11180700000203
Shafa Sabila F 11180700000206
Kelas 3D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat meyelesaikan makalah mata kuliah Psikologi Faal dengan
judul “Olfactory, Gustatory, Somatosensory”.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu ibu Neneng Tati
Sumiati, M.Si.Psi. yang telah memberi tugas dan membimbing agar tugas makalah
kami tersusun dengan rapi dan sistematis. Tak lupa juga terima kasih kami ucapkan
kepada kawan-kawan yang telah membantu kelancaran penulisan makalah ini.
Tentunya penulisan makalah ini tak luput dari kesalahan dan kekhilafan kami.
Maka dari itu, kami sangat menghargai apabila pembaca yang terhormat memberikan
saran maupun kritik yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Penyusun
BAB I
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari sistem olfactory dan pusat olfactory di
otak?
2. Apa reseptor gustatory dan bagimana mekanisme gustatory?
3. Bagaimana anatomi kulit dan mekanisme somatosensorik?
C. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui anatomi dari sistem olfactory dan pusat
olfactory di otak?
2. Untuk mengetahui reseptor gustatory dan bagimana mekanisme
gustatory?
3. Untuk mengetahui anatomi kulit dan mekanisme
somatosensorik?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Olfaktori
Indera penciuman adalah rasa primal bagi manusia maupun hewan. Dari sudut
pandang evolusi itu adalah salah satu yang paling kuno indera. Penciuman,
merupakan respons terhadap bahan kimia yang terhubung dengan selaput di dalam
hidung (Kalat, 2017: 216). Hal senada dikatakan oleh Pinel (2009) penciuman adalah
respons system olfaktori terhadap bahan-bahan kimia yang ada di udara yang ditarik
dengan menghidup nafas melalui reseptor-reseptor dalam saluran-saluran nasal.
Penciuman ini membantu kita dalam mengidentifikasi makanan serta menghindari
makanan yang sudah busuk dan tidak layak untuk dimakan. Penciuman ini pula
membantu sebagian spesies untuk melacak mangsa atau mendeteksi pemangsa dan
untuk mengidentifikasi teman, musuh, dan pasangan. (Carlson, 2017: 240).
Sel-sel reseptor olfaktori berbeda dengan sel-sel reseptor system sensori lain
dalam sebuah aspek penting. Sel-sel reseptor olfaktori baru diciptakan disepanjang
hidup seseorang, untuk menggantikan yang telah memburuk (Doti dalam Pinel, 2009).
Begitu diciptakan, sel reseptor baru itu mengembangkan akson, yang tumbuh sampai
mereka mencapai tepat yang tepat di bulbus olfaktori. Setiap sel reseptor olfaktori
baru hanya bertahan hidup selama beberapa minggu sebelum akhirnya digantikan
(Pinel, 2009).
Dalam Kalat (2007) reseptor olfaktori ini memiliki waktu kesintasan hanya
selama sebulan. Hal ini terjadi karena reseptor olfaktori sangat rentan terhadap
kerusakan, karena mereka terpapar terhadap apapun yang ada di dalam udara. Tidak
seperti reseptor penglihatan dan pendengaran yang bertahan seumur hidup. Tetapi
apabila seluruh permukaan olfaktori memang mengalami kerusakan pada saat yang
bersamaan karena ledakan gas beracun, sehingga sel penciuman harus mengganti
semua reseptor pada saat yang bersamaan, maka terdapat banyak reseptor baru yang
gagal membentuk hubungan yang benar dan pengalaman olfaktori tidak pulih secara
normal (Iwema, Fang, Kurtz, Youngentob, dan Schwob).
B. Sistem Olfaktori
1. Anosmia
Faktor kedua yang menyebabkan anosmia yaitu karena adanya iritasi pada
selaput lendir yang melapisi hidung. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
penyabab yaitu influenza, sinus, masuk angin, atau juga merokok. Namun bila
anosmia disebabkan oleh hal ini, dapat hilang dengan sendirinya. Ketiga, karena
adanya penyumbatan saluran hidung yang menyebabkan udara sulit masuk ke
dalam, hal ini biasanya disebabkan oleh polip hidung, tumor, hingga kelainan
tulang dalam hidung
2. Gustatorius
Gustatorius merukapan salah satu alat indera yang dimiliki manusia yang berfungsi
untuk mengenali rasa makanan (indera pengecap).
A. Struktur
Bagian bagian lidah terdiri atas pangkal lidah (radiks lingua) punggung lidah
(dorsum lingua) dan ujung lidah (apeks lingua). Bila lidah digulung kebelakang
tampak permukaan bawah yang disebut renulum lungua, sebuah struktur legamen
yang halus yang mengatkan bagian posterior lidah pada dasar mulut.
Permukaan atas lidah seperti bludru yang ditutupi papil-papil yang terdiri atas tiga
jenis papil, yaitu
Papil sirkumvalatae yang terletak pada pangkal lidah atau dasar lidah
Papila fungiformis yang menyebar pada permukaan ujung sisi lidah dan berbentuk
jamur
Papila filiformis yang menyebar diseluruh permukaan lidah dan lebih berfungsi untuk
menerima rasa sentuhan dari pada rasa pengecapan yang sebenarnya.
Lidah memiliki sensifitas terhadap 4 rasa dasar yang masing-masing berada pada
okasi yang berbeda yaitu
Reseptor rasa
Reseptor rasa, reseptor untuk rasa tidak benar neuron tetapi sel kulit dimodifikasi.
Seperti neuron, reseptor rasa memiliki membran bersemangat dan rilis
neurotransmiter untuk menggairahkan neuron tetangga, yang pada gilirannya
mengirimkan informasi ke otak. Seperti sel kulit, bagaimanapun, reseptor rasa secara
bertahap sloughed off dan diganti, masing-masing berlangsung sekitar 10 sampai 14
hari (Kinnamon, 1987). Reseptor rasa mamalia berada di kuncup yang terletak di
papila pada permukaan lidah. Sebuah papila tertentu dapat berisi hingga 10 atau lebih
Taste buds (Arvidson & Friberg, 1980), dan setiap kuncup rasa berisi sekitar 50
reseptor sel. Pada manusia dewasa, selera terletak di sepanjang tepi lidah.
Lima-primer kuno pengolahan komponen teori rasa tersirat bahwa setiap gustatory
reseptor dan neuron secara luas disetel (merespon berbagai selera). Namun, cepat
mengumpulkan daftar reseptor m olecules dan mekanisme menunjukkan bahwa setiap
reseptor gustatory sempit disetel (merespon hanya satu rasa, atau setidaknya untuk
sangat sedikit dari mereka). Memang, mayoritas sel reseptor telah ditemukan sempit
disetel, yang konsisten dengan fakta bahwa setiap sel memiliki hanya satu jenis
molekul protein reseptor.
Salah satu dari kelainan indera pengecap adalah hipogeusia yaitu penurunan sensasi
pengecapan. Hipogeusia dapat mengenai semua jenis rasa atau hanya rasa-rasa
tertentu. Kelainan ini mengidentifikasi adanya kerusakan pada salah satu saraf
kranialis yang mempersarafi lidah, gangguan ini dapat terjadi akibat pemberian obat-
obatan tertentu atau disfungsi hati.
3. SOMATOSENSORY
Somatosensori adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai proses
yang sedang terjadi di permukaan tubuh dan di dalamnya. Sentuhan, tekanan, suhu,
rasa sakit, posisi persendian seperti postur, gerakan, propriosepsi dan viseral adalah
pengalaman indera yang dideteksi oleh sistem somatosensori. Propriosepsi
berhubungan dengan persepsi posisi dan postur tubuh, sedangkang visera
berhubungan dengan informasi indera dari dalam tubuh. Sistem somatosensori
bergantung pada beragam reseptor yang sensitif terhadap stimulasi yang berbeda pada
kulit dan jaringan internal. Informasi sensori yang didapat akan diproses oleh sistes
somatosensori melewati jalur tertentu tergantung pada informasi yang dibawa.
Stimulus
sharp cutting
Neospinothalamic
pain
dull burning
Pain Paleospinothalamic
pain
itch/tickle &
Paleospinothalamic
crude touch
vibration
Proprioception muscle
length
joint
pressure
Movement: muscle
length
muscle
Dynamic tension
Forces joint
pressure
joint angle
B. Anatomi Kulit
1. Lapisan Epidermis
Lapisan terluar kulit disebut dengan lapisan epidermis. Lapisan epidermis
terdiri atas epitel berlapis gepeng. Epitel berlapis gepeng ini tersusun oleh
banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Epidermis tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limf, sehingga semua nutrient dan oksigen
diperoleh dari lapisan dermis. Pada umungnya, fungsi lapisan epidermis
adalah
a. Stratum Korneum
Lapisan terluar dan lapisan ini terdiri atas banyak sel-sel mati, pipih
dan tidak berinti. Sel yang paling luar (di permukaan) merupakan sisik
zat tanduk yang terdehidrasi dan selalu terkelupas.
b. Stratum Lusidum (Lapisan Bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya.
c. Stratum Granulosum (Lapisan Berbutir)
Lapisan ini terdiri dari 2-4 lapisan sel gepeng yang mengandung
banyak granula.
d. Stratum Spinosum (Lapisan Taju)
Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis sel dengan inti lonjong. Jika
dilakukan pengamatan, pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di
sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel
yang satu dengan yang lainnya.
e. Stratum Basal
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapisan yang
tersusun di atas membran basal dan melekat pada dermis. Sel-sel ini
bergerak ke arah permukaan kulit untuk memasok lapisan yang lebih
superfisial. Pergerakan ini dipercepat jika ada luka.
Sel-sel Epidermis
a. Keratinosit
Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan
lapisan kepad air dan perisai pelindung tubuh. Keratinosit
merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya.
b. Melanosit
Memproduksi melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet.
c. Sel Langerhaans
Berperan dalam respon imun kulit.
d. Sel Merkel
Reseptor sentuhan
2. Dermis
Lapisan di tengah epidermis dan hypodermis. Terdiri dari stratum papilaris
dan stratum retikularis. Batas kedua stratum tidak tegas, serat antara
keduanya saling menjalin.
a. Stratum Papilaris
Mengandung papilla-papila. Jumlah papilla terbanyak dan lebih dalam
pada daerah di mana terjadi tekanan besar, seperti pada telapak kaki.
b. Stratum Retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Lapisan retikularis menyatu dengan
hypodermis di bawahnya.
Sel-sel Dermis
Jumlah sel dalam lapisan dermis relatif sedikit. Sel-sel pada dermis
merupakan sel-sel jaringan ikat seperti firoblas, sel lemak, sedikit
makrofag dan sel mast.
1. Sentuhan
Stimulus yang menyebabkan getaran di kulit atau perubahan tekanan
dideteksi oleh mekanoreseptor–reseptor terselubuh kapsul dan beberapa
jenis ujung saraf bebas yang merespons stimulus mekanis. Sebagian besar
informasi mengenai stimulasi taktil terletak secara persis. Dengan kata
lain, kita dapat mempersepsi lokasi kulit tempat kita disentuh.
2. Suhu
Perasaan panas dan dingin adalah relatif, tidak mutlak, kecuali bila
ekstrem. Ada tingkat suhu yang pada wilayah tertentu di kulit akan
menghasilkan sensasi netralis suhu–tidak panas ataupun dingin. Titik
netral tidak mutlak, melainkan bergantung pada riwayat stimulasi suhu
sebelumnya di daerah itu. Bila suhu suatu wilayah kulit dinaikkan
beberapa derajat, perasaan panas di awal lantas tergantikan oleh perasaan
netral. Bila suhu kulit diturunkan ke nilai awalnya, sekarang rasanya
dingin. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, peningkatan suhu
menurunkan kepekaan reseptor panas dan menaikkan kepekaan reseptor
dingin. Hal sebaliknya berlaku untuk penurunan suhu.
Ada dua kategori reseptor suhu, yang merespon panas dan yang
merespon dingin. Sensor dingin pada kulit terletak tepat di bawa
epidermis, sedangkan sensor panas terletak lebih dalam di kulit.
3. Nyeri
Penjelasan untuk nyeri berbeda dari penjelasan untuk suhu dan
tekanan, nyeri adalah sensasi yang sangat kompleks. Kewaspadaan kita akan
nyeri dan reaksi emosional kita terhadapnya dikontrol oleh mekanisme-
mekanisme dalam otak. Misalnya, saat gigi kita dicabut tanpa rasa nyeri
apabila kita dihipnotis yang tidak berefek pada kepekaan reseptor nyeri.
Stimulus menimbulkan kepekaan reseptor nyeri. Stimulus yang menimbulkan
nyeri juga cenderung memicu respons pelarian diri dan penarikan diri khas-
spesies. Secara subjektif, stimulus-stimulus ini melukai, dan kita berusaha
keras untuk menghindari atau kabur dari stimulus-stimulus tersebut. Akan
tetapi, terkadang kita lebih baik mengabaikan nyeri dan terus melakukan
tugas-tugas penting. Bahkan, otak kita memiliki berbagai mekanisme yang
dapat mengurangi nyeri, sebagian melalui kerja opioid-opioid endogenous.
4. Gatal-Gatal
Gatal-gatal (atau formalnya pruritus) didefinisikan oleh seorang dokter
Jerman abad ke-17 sebagai sensasi tidak menyenangkan yang memicu
keinginan atau refleks untuk menggaruk. Bila seorang dewasa melihat anak-
anak menggaruk-garuk bekas gigitan serangga atau bentuk lain iritasi kulit,
sang orang dewasa kemungkinan akan berkata “Stop, nanti malah tambah
gatal!”. Garuk-garuk itu mungkin memang membuat iritasi bertambah parah,
tetapi efek langsung menggaruk adalah mengurangi gatal. Davidson (2009)
menemukan bahwa menggaruk menghambat aktivitas neuron-neuron di
saluran spinotalamus yang meneruskan sensasi gatal ke otak pada monyet.
Respons menggaruk terhadap stimulus yang menyebabkan gatal-gatal
membantu membersihkan kulit dari sisa jaringan rusak atau parasite yang
mengiritasi. Menggaruk mengurangi gatal karena rasa nyeri menekan rasa
gatal (dan ironisnya, rasa gatal mengurangi rasa nyeri). Histamine dan zat-zat
kimia lainnya yang dilepaskan oleh iritasi kulit dan reaksi alergi merupakan
sumber penting gatal. Berbagai percobaan telah menunjukkan bahwa stimulus
nyeri seperti panas dan sengatan listrik dapat mengurangi sensasi gatal-gatal
yang dihasilkan oleh suntikan histamin ke kulit, bahkan ketika stimulus nyeri
diberikan sampai 10 cm jauhnya dari tempat iritasi. Di sisi lain, pemberian
opiate ke rongga epidural di sekeliling urat saraf tulang belakang mengurangi
nyeri, tetapi kerap kali menimbulkan gatal sebagai efek samping tidak
menyenangkan. Nalokson, sejenis obat yang memblokir reseptor opiate,
digunakan untuk mengurangi pruritus kolestatik, suatu kondisi gatal-gatal
yang terkadang menyertai kehamilan.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai reseptor-reseptor yang
bertanggung jawab atas sensasi gatal, tetapi setidaknya ada dua jenis neuron
yang meneruskan informasi terkait gatal ke SSP. Johanek (2007) dalam
penelitiannya menimbulkan gatal-gatal histamin ke dalam kuit dan pengolesan
spikula cowhage—serat-serat mungil serupa jarum pada tumbuhan yang
mengandung sejenis enzim yang menguraikan protein di kulit. Kedua
perlakuan itu menimbulkan gatal-gatal hebat, tetapi hanya histamin yang
menimbulkan pelebaran pembuluh darah (vasosilasi) setempat. Pra-perlakuan
pada sepetak kulit dengan antihistamin oles mencegah histamin menimbulkan
gatal-gatal pada titik itu, tetapi tidak berefek terhadap gatal-gatal yang
ditimbulkan oleh cowhage. Sebailknya pra-perlakuan pada sepetak kulit
dengan kapsaisin mencegah gatal-gatal yang dipicu cowhage, tetapi tidak
berpengaruh pada gatal-gatal yang dipicu histamin.
G. Rasa Sakit
Stimulus rasa sakit secara khusus itu tidak ada. Sakit merupakan respons
terhadap berbagai macam stimulasi apapun yang secara potensial membahayakan.
Terdapat tiga paradoks tentang rasa sakit, yaitu :
1. Sakit merupakan hal yang buruk, padahal di satu sisi sakit yang dirasakan bisa saja
penting bagi keselamatan hidup manusia. Sakit memperingatkan kita untuk
menghentikan keterlibatan kita dalam berbagai kegiatan yang secara potensial
membahayakan atau memperingatkan kita untuk mencari penanganan.
Contohnya : gerak refleks melepaskan pisau yang melukai tangan saat memasak. Hal
ini disebabkan oleh sensor rasa nyeri memberi peringatan terhadap bahaya yang
mengancam tubuh. Otak mengirimkan pesan ke sistem saraf motoric untuk menarik
tangan melepaskan pisau.
2. Tidak memiliki representasi kortikal yang jelas. Stimuli sakit mengaktifkan banyak
korteks, tetapi setelah diteliti tidak ada satu pun daerah kortek yang mengatur persepsi
rasa sakit.
3. Rasa sakit dapat ditekan secara efektif dengan faktor kognitif serta emosional
Contohnya : rasa sakit yang dialami para prajurit dianggap biasa dalam medan
pertempuran
Terdapat gate control theory dari Melzake dan Wall pada tahun 1965 (Pinel, 2009)
yang menjelaskan bahwa faktor kogntif dan emosional dapat memblokir rasa sakit.
Teori mengatakan bahwa sinyal-sinyal yang turun dari otak akan mengaktifkan
sirkuit-sirkuit gerbang neural di sumsum tulang belakang untuk memblokir rasa sakit
yang datang.
Terdapat jenis rasa sakit yang disebut rasa sakit neuroplastis, yaitu rasa sakit kronis
berat tanpa stimulus rasa sakit yang jelas. Contohnya seseorang yang mengalami
kecelakaan dan luka-luka, setelah dirawat luka-luka sembuh dan tidak terlihat seperti
orang sakit lagi, tetapi kenyataannya orang tersebut masih merasa sakit yang
menyiksa dan tidak diketahui sumbernya. Rasa sakit lebih dipicu oleh stimulus yang
tidak merusak seperti angina ataupun sentuhan. Hal ini diperkirakan ada patologis
pada sistem saraf yang tidak diketahui sebabnya.
Prefrontal Lobotomy adalah bagian otak yang mampu mengontrol sebab-sebab
emosional yang ditimbulkan oleh rasa sakit, tetapi nilai rasa sakit ini berbeda-beda
antara orang yang satu dengan yang lain karena ambang rasa sakit setiap orang sangat
bervariasi.
Diantara cerebral aquaduct, terdapat bagian berwarna abu-abu (gray matter) yang
memiliki efek analgesic (pengurang rasa sakit, tepatnya bagian periaqueductal gray
matter (PAG)). Stimulasi terhadap PAG dapat mengurangi sensitivitas sensasi
somatic yang lain. Dalam PAG juga terdapat neuron-neuron yang peka terhadap
substansi yang menurunkan aktivitas (menenangkan), yaitu neuron-neuron
serotonergic di bagian batang medulla yang disebut raphe nuclei.
H. Persepsi Nyeri
Nyeri adalah fenomena yang membuat penasaran. Nyeri bukan sekadar
sensasi; nyeri dapat didefinisikan hanya oleh suatu reaksi menarik diri atau pada
manusia, oleh ucapan. Nyeri dapat dimodifikasi oleh opiate, hypnosis, pemberian pil-
pil gula yang tak berpengaruh serta farmakologis, oleh emosi, dan bahkan oleh
bentuk-bentuk lain stimulasi, misalnya akupuntur. Upaya-upaya penelitian terbaru
telah menghasilkan kemajuan luar biasa dalam menemukan dasar fisiologis
fenomena-fenomena ini.
Nyeri memiliki tiga efek perseptual dan perilaku berbeda (Price, 2002).
Pertama adalah komponen sensoris-persepsi murni intensitas stimulus yang
menimbulkan nyeri. Komponen kedua adalah konsekuensi emosional langsung dan
nyeri—rasa tidak menyenangkan atau tingka terganggunya orang akibat stimulus
yang menimbulkan nyeri itu. Komponen ketiga adalah implikasi emosional jangka
panjang dari rasa nyeri kronis—ancaman yang dihadirkan nyeri semacam itu terhadap
kenyamanan dan kesejahteraan seseorang di masa depan.
Ketiga komponen nyeri ini melibatkan mekanisme otak yang berbeda-beda.
Komponen sensoris murni nyeri diperantai oleh sebuah jalur dari urat saraf tulang
belakang ke thalamus posterolateral ventral terus ke korteks somatosensoris primer
dan sekunder. Komponen emosional langsung nyeri diperantai oleh jalur-jalur yang
mencapai korteks singulata anterior (anterior singulata cortex, ACC) dan korteks
insular. Komponen emosional jangka-panjang diperantai oleh jalur-jalur yang
mencapai korteks prefrontal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan