Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PSIKOLOGI FAAL

OLFACTORY, GUSTATORY, SOMATOSENSORY

Dosen Pengampu: Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi.

Disusun Oleh:
Sesita Nadila R 11180700000128
Ratu Melinda Billyandrian 11180700000138
Dhea Alvi Savera 11180700000203
Shafa Sabila F 11180700000206

Kelas 3D

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat meyelesaikan makalah mata kuliah Psikologi Faal dengan
judul “Olfactory, Gustatory, Somatosensory”.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu ibu Neneng Tati
Sumiati, M.Si.Psi. yang telah memberi tugas dan membimbing agar tugas makalah
kami tersusun dengan rapi dan sistematis. Tak lupa juga terima kasih kami ucapkan
kepada kawan-kawan yang telah membantu kelancaran penulisan makalah ini.
Tentunya penulisan makalah ini tak luput dari kesalahan dan kekhilafan kami.
Maka dari itu, kami sangat menghargai apabila pembaca yang terhormat memberikan
saran maupun kritik yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 2 Oktober 2019

Penyusun
BAB I

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari sistem olfactory dan pusat olfactory di
otak?
2. Apa reseptor gustatory dan bagimana mekanisme gustatory?
3. Bagaimana anatomi kulit dan mekanisme somatosensorik?

C. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui anatomi dari sistem olfactory dan pusat
olfactory di otak?
2. Untuk mengetahui reseptor gustatory dan bagimana mekanisme
gustatory?
3. Untuk mengetahui anatomi kulit dan mekanisme
somatosensorik?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Olfaktori

Indera penciuman adalah rasa primal bagi manusia maupun hewan. Dari sudut
pandang evolusi itu adalah salah satu yang paling kuno indera. Penciuman,
merupakan respons terhadap bahan kimia yang terhubung dengan selaput di dalam
hidung (Kalat, 2017: 216). Hal senada dikatakan oleh Pinel (2009) penciuman adalah
respons system olfaktori terhadap bahan-bahan kimia yang ada di udara yang ditarik
dengan menghidup nafas melalui reseptor-reseptor dalam saluran-saluran nasal.
Penciuman ini membantu kita dalam mengidentifikasi makanan serta menghindari
makanan yang sudah busuk dan tidak layak untuk dimakan. Penciuman ini pula
membantu sebagian spesies untuk melacak mangsa atau mendeteksi pemangsa dan
untuk mengidentifikasi teman, musuh, dan pasangan. (Carlson, 2017: 240).

Beberapa dekade lalu, penelitian telah menyatakan bahwa indra penciuman


memiliki waktu respons yang lambat, tetapi beberapa waktu kemudian studi lanjutan
telah membuktikan bahwa mencit (sejenis tikus) dapat merespon bau dalam waktu
200 ms setelah bau itu muncul. (Abraham dalam Kalat, 2010).
Pada mamalia sel reseptor olfaktori hanya berisi satu tipe molekul protein
reseptor (Serizawa et al., 2003). Hal ini disebut one-olfactory-one neuron rule
(Lowcock & Reed, 2003). Protein-protein reseptor olfaktori dalam membran-
membran dendrit sel-sel reseptor olfaktori, yang dapat distimulasi oleh bahan-bahan
kimia yang bersirkulasi di udara yang terdapat di saluran-saluran nasal. Para peneliti
telah berupaya menemukan prinsip fungsional bagaimana berbagai reseptor
terdistribusi melalui mukosa olfatori. Kalaupun ada prinsip semacam itu, hal itu
belum ditemukan. Semua tipe resptor tampaknya tersebar diseluruh mukosa, tanpa
adanya petunjuk tentang organisasi sistemnya (Pinel, 2009).

A. Mekanisme Kerja Olfaktori

Resptor-reseptor olfaktory berlokasi di bagian atas hidung, melekat pada


lapisan jaringan tertutup-lendir yang disebut ofactory mucosa (mukosa olfaktori).
Dendrit-dendrit mereka berlokasi disaluran-saluran nasal, dan akson-aksonya melalui
sebuah bagian porus di tulang tengkorak atau (cribriform plate) dan memasuki
olfactory bulbs (bulbus olfaktori), yang bersinapsis pada neuron-neuron yang
berproyeksi melalui traktus olfactory ke otak termasuk lobus frontal dan amigdala
(Pinel, 2009).

Terdapat dari fakta bahwa masing-masing jenis reseptor olfaktori tampak


tersebar diseluruh mukosa olfaktori, entah bagaimana seluruh reseptor olfaktori
dengan protein reseptor yang sama berproyeksi ke lokasi umum di olfactory bulbs.
Dengan demikian, berbagai bau menghasilkan pola-pola spasial aktivitas yang
berbeda pada bulbus olfactory. Masing-masing reseptor merespons dengan derajat
yang bervariasi keragam bau yang begitu luas, masing-masing bau tampangknya
dikode oleh pemrosesan komponen-yakni oleh pola aktivitas diberagam tipe reseptor
yang begitu banyak.

Sel-sel reseptor olfaktori berbeda dengan sel-sel reseptor system sensori lain
dalam sebuah aspek penting. Sel-sel reseptor olfaktori baru diciptakan disepanjang
hidup seseorang, untuk menggantikan yang telah memburuk (Doti dalam Pinel, 2009).
Begitu diciptakan, sel reseptor baru itu mengembangkan akson, yang tumbuh sampai
mereka mencapai tepat yang tepat di bulbus olfaktori. Setiap sel reseptor olfaktori
baru hanya bertahan hidup selama beberapa minggu sebelum akhirnya digantikan
(Pinel, 2009).
Dalam Kalat (2007) reseptor olfaktori ini memiliki waktu kesintasan hanya
selama sebulan. Hal ini terjadi karena reseptor olfaktori sangat rentan terhadap
kerusakan, karena mereka terpapar terhadap apapun yang ada di dalam udara. Tidak
seperti reseptor penglihatan dan pendengaran yang bertahan seumur hidup. Tetapi
apabila seluruh permukaan olfaktori memang mengalami kerusakan pada saat yang
bersamaan karena ledakan gas beracun, sehingga sel penciuman harus mengganti
semua reseptor pada saat yang bersamaan, maka terdapat banyak reseptor baru yang
gagal membentuk hubungan yang benar dan pengalaman olfaktori tidak pulih secara
normal (Iwema, Fang, Kurtz, Youngentob, dan Schwob).

B. Sistem Olfaktori

Setiap traktus olfaltori berproyeksi ke beberapa struktur lobus temporal media,


termasuk amigdala dan korteks piriform – sebuah daerah korteks temporal media
yang berdekatan dengan amigdala. Korteks piriform dianggap sebagai korteks
olfaktori primer, tetapi anggapan ini sedikit sewenang-wenang. System olfatori adalah
satu-satunya system yang jalur sensori utamanya mencapai korteks serebral tanpa
harus terlebih dahulu melalui thalamus.

Dua jalur olfaktori utama meninggalkan daerah piriform – amigdala. Yang


satu berproyeksi secara menyebar ke system limbic, yang lain berproyeksi melalui
nuklei dorsal medial thalamus ke korteks orbitofrontal – daerah korteks di permukaan
inferior lobus forntal, disebelah orbits (lekuk mata). Proyeksi limbic diduga
memediasi respons emosional terhadap bau; proyeksi orbi frontal – talamik diduga
memediasi persepsi yang disadari terhadap bau. Baru sedikit yang diketahui tentang
bagaimana neuron-neuron yang repsetif terhadap bau-bau yang berbeda di
organisasikan dalam korteks.

C. Gangguan pada Sistem Olfaktori

1. Anosmia

Dalam Pinel (2009) anosmia adalah ketidakmampuan untuk mencium


bau. Penyebab neurologis yang paling lazim anosmia adalah pukulan dikepala
yang menyebabkan displacement otak dalam tengkorak dan akhirnya memotong
saraf-saraf olfaktori yang berjalan melalui ciribrom plate (pelat sribriform).
Selain itu, kerusakan pada penciuman juga dikaitkan dengan usia yang lanjut atau
gangguan neurologis termasuk penyakit Alzheimer, Down Sindrom, Parkinson,
multiple sclerosis, sindroma korsakoff.

Faktor kedua yang menyebabkan anosmia yaitu karena adanya iritasi pada
selaput lendir yang melapisi hidung. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
penyabab yaitu influenza, sinus, masuk angin, atau juga merokok. Namun bila
anosmia disebabkan oleh hal ini, dapat hilang dengan sendirinya. Ketiga, karena
adanya penyumbatan saluran hidung yang menyebabkan udara sulit masuk ke
dalam, hal ini biasanya disebabkan oleh polip hidung, tumor, hingga kelainan
tulang dalam hidung

2. Agnosia yaitu tidak ketidakmampuan mencium satu macam odoran


3. Parsial Agnosia yaitu ketidak mampuan mencium beberapa odoran tertentu.
4. Hiposmia yaitu penurunan kemampuan mencium baik berupa sensitifitas atau
kualitas
5. Disosmia yaitu persepsi bau yang salah, termasuk parosmia dan phantosmia.
Parosmia yiatu perubahan kualitas sensasi penciuman, sedangkan phantosmia
yaitu sensasi bau tanpa adanya stimulus odoran/ halusinasi odoran.
6. Hiperosmia adalah peningkatan kemampuan dalam mencium sesuatu atau lebih
sensitive terhadap bau.

2. Gustatorius
Gustatorius merukapan salah satu alat indera yang dimiliki manusia yang berfungsi
untuk mengenali rasa makanan (indera pengecap).

A. Struktur

Bagian bagian lidah terdiri atas pangkal lidah (radiks lingua) punggung lidah
(dorsum lingua) dan ujung lidah (apeks lingua). Bila lidah digulung kebelakang
tampak permukaan bawah yang disebut renulum lungua, sebuah struktur legamen
yang halus yang mengatkan bagian posterior lidah pada dasar mulut.
Permukaan atas lidah seperti bludru yang ditutupi papil-papil yang terdiri atas tiga
jenis papil, yaitu

Papil sirkumvalatae yang terletak pada pangkal lidah atau dasar lidah

Papila fungiformis yang menyebar pada permukaan ujung sisi lidah dan berbentuk
jamur

Papila filiformis yang menyebar diseluruh permukaan lidah dan lebih berfungsi untuk
menerima rasa sentuhan dari pada rasa pengecapan yang sebenarnya.

Lidah memiliki sensifitas terhadap 4 rasa dasar yang masing-masing berada pada
okasi yang berbeda yaitu

a. Pahit terdaoat pada pangkal lidah


b. Manis terdapat pada ujung lidah
c. Asin terdapat pada ujung saping kanan dan kiri lidah
d. Asam terletak samping kanan kiri lidah

Reseptor rasa

Reseptor rasa, reseptor untuk rasa tidak benar neuron tetapi sel kulit dimodifikasi.
Seperti neuron, reseptor rasa memiliki membran bersemangat dan rilis
neurotransmiter untuk menggairahkan neuron tetangga, yang pada gilirannya
mengirimkan informasi ke otak. Seperti sel kulit, bagaimanapun, reseptor rasa secara
bertahap sloughed off dan diganti, masing-masing berlangsung sekitar 10 sampai 14
hari (Kinnamon, 1987). Reseptor rasa mamalia berada di kuncup yang terletak di
papila pada permukaan lidah. Sebuah papila tertentu dapat berisi hingga 10 atau lebih
Taste buds (Arvidson & Friberg, 1980), dan setiap kuncup rasa berisi sekitar 50
reseptor sel. Pada manusia dewasa, selera terletak di sepanjang tepi lidah.

B. Bagaimana otak mengidentifikasi rasa


Neuron aferen gustatory meninggalkan mulut sebagai bagian dari wajah (VII),
glossopharinggeal (IX), dan vagus (X) saraf kranial, yang membawa informasi dari
bagian depan lidah, Bagian belakang lidah, dan bagian belakang rongga mulut,
masing-masing. Serat ini semua berakhir pada inti soliter dari medula, di mana
mereka sinaps pada neuron yang proyek ke inti posterior ventral thalamus. The
gustatory Akson dari proyek inti posterior ventral ke ortex c utama gustatory, yang
ada di Insula, daerah korteks tersembunyi di celah lateral (Lihat linster & fontanini,
2014). Daerah yang berbeda dari korteks gustatory primer mewakili setiap selera
(Lihat Peng et al., 2015). Sekunder gustatory korteks di korteks orbitofrontal (Lihat
gambar 7,20). Tidak seperti proyeksi sistem sensorik lainnya, proyeksi sistem
gustatory adalah p rimarily ipsilateral.

Lima-primer kuno pengolahan komponen teori rasa tersirat bahwa setiap gustatory
reseptor dan neuron secara luas disetel (merespon berbagai selera). Namun, cepat
mengumpulkan daftar reseptor m olecules dan mekanisme menunjukkan bahwa setiap
reseptor gustatory sempit disetel (merespon hanya satu rasa, atau setidaknya untuk
sangat sedikit dari mereka). Memang, mayoritas sel reseptor telah ditemukan sempit
disetel, yang konsisten dengan fakta bahwa setiap sel memiliki hanya satu jenis
molekul protein reseptor.

C. Kelainan fungsi indera pengecap

Salah satu dari kelainan indera pengecap adalah hipogeusia yaitu penurunan sensasi
pengecapan. Hipogeusia dapat mengenai semua jenis rasa atau hanya rasa-rasa
tertentu. Kelainan ini mengidentifikasi adanya kerusakan pada salah satu saraf
kranialis yang mempersarafi lidah, gangguan ini dapat terjadi akibat pemberian obat-
obatan tertentu atau disfungsi hati.

3. SOMATOSENSORY
Somatosensori adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai proses
yang sedang terjadi di permukaan tubuh dan di dalamnya. Sentuhan, tekanan, suhu,
rasa sakit, posisi persendian seperti postur, gerakan, propriosepsi dan viseral adalah
pengalaman indera yang dideteksi oleh sistem somatosensori. Propriosepsi
berhubungan dengan persepsi posisi dan postur tubuh, sedangkang visera
berhubungan dengan informasi indera dari dalam tubuh. Sistem somatosensori
bergantung pada beragam reseptor yang sensitif terhadap stimulasi yang berbeda pada
kulit dan jaringan internal. Informasi sensori yang didapat akan diproses oleh sistes
somatosensori melewati jalur tertentu tergantung pada informasi yang dibawa.

Stimulus

Sistem somatosensori memproses informasi dari sejumlah modalitas


sensasi somatis. Modalitas-modalitas ini bisa memiliki submodalitas lagi.

The Sensory Modalities Represented by the Somatosensory Systems


Sub-Sub Somatosensory Somatosensory
Modality Sub Modality
Modality Pathway (Body) Pathway (Face)

sharp cutting
Neospinothalamic
pain

dull burning
Pain Paleospinothalamic
pain

deep aching Spinal


Archispinothalamic
pain Trigeminal
warm/hot Paleospinothalamic
Temperature
cool/cold Neospinothalamic

itch/tickle &
Paleospinothalamic
crude touch

touch Medial Lemniscal Main Sensory


Touch Trigeminal
discriminative pressure
touch flutter

vibration

Proprioception muscle
length

Position: Static muscle


Forces tension

joint
pressure

Movement: muscle
length

muscle
Dynamic tension
Forces joint
pressure

joint angle

A. Kulit dan Organ Reseptifnya


Kulit adalah organ kompleks dan vital di tubuh. Sel-sel yang harus terendam
dalam cairan hangat, terlindungi dari lingkungan luar oleh lapisan-lapisan luar kulit.
Kulit berperan dalam termoregulasi dengan cara menghasilkan keringat sehingga
mendinginkan tubuh atau dengan membatasi peredaran darahnya, sehingga
mempertahankan panas. Dalam Atkinson, Atkinson dan Hilgard (1983), kulit yang
kita kenal sebagai indera perabaan bukanlah indera tunggal tapi sekurang-kurangnya
terdiri dari empat, yaitu peraba(pressure), rasa sakit (pain), panas, dan dingin. Sensasi
kulit lain yang biasanya kita ungkapkan, seperti gatal, geli, nyeri merupakan variasi
dari keempat sensasi dasar tadi.
Penampakannya sangat bervariasi di seluruh tubuh, mulai dari membran
mukus, kulit berambut lebat, sampai kulit mulus tak berambut di telapak tangan dan
telapak kaki yang dikenal sebagai kulit glabrus (berasal dari kata Latin glaber yang
berarti mulus atau botak).
Kulit terdiri atas jaringan subkutan, dermis dan epidermis. Kulit juga memiliki
berbagai macam reseptor yang tersebar di seluruh lapisan. Kulit glabrus mengandung
campuran reseptor yang rapat dan kompleks, yang mencerminkan fakta bahwa kita
menggunakan telapak tangan dan permukaan dalam jari-jari kita untuk secara aktif
mengekplorasi lingkungan.

B. Anatomi Kulit
1. Lapisan Epidermis
Lapisan terluar kulit disebut dengan lapisan epidermis. Lapisan epidermis
terdiri atas epitel berlapis gepeng. Epitel berlapis gepeng ini tersusun oleh
banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Epidermis tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limf, sehingga semua nutrient dan oksigen
diperoleh dari lapisan dermis. Pada umungnya, fungsi lapisan epidermis
adalah
a. Stratum Korneum
Lapisan terluar dan lapisan ini terdiri atas banyak sel-sel mati, pipih
dan tidak berinti. Sel yang paling luar (di permukaan) merupakan sisik
zat tanduk yang terdehidrasi dan selalu terkelupas.
b. Stratum Lusidum (Lapisan Bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya.
c. Stratum Granulosum (Lapisan Berbutir)
Lapisan ini terdiri dari 2-4 lapisan sel gepeng yang mengandung
banyak granula.
d. Stratum Spinosum (Lapisan Taju)
Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis sel dengan inti lonjong. Jika
dilakukan pengamatan, pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di
sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel
yang satu dengan yang lainnya.
e. Stratum Basal
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapisan yang
tersusun di atas membran basal dan melekat pada dermis. Sel-sel ini
bergerak ke arah permukaan kulit untuk memasok lapisan yang lebih
superfisial. Pergerakan ini dipercepat jika ada luka.

Sel-sel Epidermis
a. Keratinosit
Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan
lapisan kepad air dan perisai pelindung tubuh. Keratinosit
merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya.
b. Melanosit
Memproduksi melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet.
c. Sel Langerhaans
Berperan dalam respon imun kulit.
d. Sel Merkel
Reseptor sentuhan

2. Dermis
Lapisan di tengah epidermis dan hypodermis. Terdiri dari stratum papilaris
dan stratum retikularis. Batas kedua stratum tidak tegas, serat antara
keduanya saling menjalin.
a. Stratum Papilaris
Mengandung papilla-papila. Jumlah papilla terbanyak dan lebih dalam
pada daerah di mana terjadi tekanan besar, seperti pada telapak kaki.
b. Stratum Retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Lapisan retikularis menyatu dengan
hypodermis di bawahnya.
Sel-sel Dermis
Jumlah sel dalam lapisan dermis relatif sedikit. Sel-sel pada dermis
merupakan sel-sel jaringan ikat seperti firoblas, sel lemak, sedikit
makrofag dan sel mast.

3. Hipodermis (Sub Kutan)


Lapisan hipodermis berbatasan dengan dermis rekikularis. Lapisan ini
terdiri dari banyak lemak. Reseptor-reseptor seperti korpuskula ruffini,
korpuskula pacini, cakram merkel dan ujung saraf bebas berada di lapisan
ini.

C. Kategori Reseptor Kulit

1. Meissner Corpuscle (Korpuskula Meissner)


Korpuskula meissner terletak pada kulit glabrus. Kecepatan adaptasi dari
korpuskula ini lambat. Korpus ini mendeteksi getaran lembut dan
mendeteksi pergerakan. Selain itu, korpus ini mendeteksi stimulus serupa
Braille.

2. Pacinian Corpuscle (Korpuskula Pacini)


Korpuskula ini terletak pada jaringan subkutan. Korpus ini merupakan
reseptor kutan, propriosepsi atau viseral, tergantung pada lokasinya.
Adaptasi korpus ini cepat. Korpus ini mendeteksi getaran.

3. Ruffini Corpuscle (Korpuskula Ruffini)


Korpuskula ini terletak pada kulit bagian dalam. Korpus ini merupakan
reseptor kutan, propriosepsi atau viseral, tergantung pada lokasinya.
Korpus ini beradaptasi lambat. Korpus ini mendeteksi pergerakan pada
kulit, perentangan kulit dan propriosepsi.

4. Merkel Disks (Cakram Merkel)


Cakram merkel ditemukan pada kulit berambut dan glabrus. Kecepatan
adaptasi lambat. Cakram merkel mendeteksi stimulis taktil, bentuk dan
kekasaran benda (terutama pada ujung jari).

5. Free Nerve Endings (Ujung Saraf Bebas)


Ditemukan pada seluruh bagian tubuh seperti kulit, otot, dll. Kecepatan
adaptasi cepat. Ujung saraf bebas mendeteksi rasa sakit, suhu dan sentuhan
kasar.
D. Persepsi Stimulasi Kutan

1. Sentuhan
Stimulus yang menyebabkan getaran di kulit atau perubahan tekanan
dideteksi oleh mekanoreseptor–reseptor terselubuh kapsul dan beberapa
jenis ujung saraf bebas yang merespons stimulus mekanis. Sebagian besar
informasi mengenai stimulasi taktil terletak secara persis. Dengan kata
lain, kita dapat mempersepsi lokasi kulit tempat kita disentuh.

Indera-indera kutan kita jauh lebih sering digunakan untuk menganalisis


bentuk dan tekstur objek-objek stimulus yang bergerak aktif terhadap
permukaan kulit. Terkadang, objek itu yang bergerak, namun lebih sering
manusia yang menggerakannya. Ini berarti sistem somatosensori bekerja
sama dengan sistem motorik guna menyediakan informasi bermanfaat
tentang benda yang bersentuhan dengan kulit kita.

2. Suhu
Perasaan panas dan dingin adalah relatif, tidak mutlak, kecuali bila
ekstrem. Ada tingkat suhu yang pada wilayah tertentu di kulit akan
menghasilkan sensasi netralis suhu–tidak panas ataupun dingin. Titik
netral tidak mutlak, melainkan bergantung pada riwayat stimulasi suhu
sebelumnya di daerah itu. Bila suhu suatu wilayah kulit dinaikkan
beberapa derajat, perasaan panas di awal lantas tergantikan oleh perasaan
netral. Bila suhu kulit diturunkan ke nilai awalnya, sekarang rasanya
dingin. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, peningkatan suhu
menurunkan kepekaan reseptor panas dan menaikkan kepekaan reseptor
dingin. Hal sebaliknya berlaku untuk penurunan suhu.
Ada dua kategori reseptor suhu, yang merespon panas dan yang
merespon dingin. Sensor dingin pada kulit terletak tepat di bawa
epidermis, sedangkan sensor panas terletak lebih dalam di kulit.
3. Nyeri
Penjelasan untuk nyeri berbeda dari penjelasan untuk suhu dan
tekanan, nyeri adalah sensasi yang sangat kompleks. Kewaspadaan kita akan
nyeri dan reaksi emosional kita terhadapnya dikontrol oleh mekanisme-
mekanisme dalam otak. Misalnya, saat gigi kita dicabut tanpa rasa nyeri
apabila kita dihipnotis yang tidak berefek pada kepekaan reseptor nyeri.
Stimulus menimbulkan kepekaan reseptor nyeri. Stimulus yang menimbulkan
nyeri juga cenderung memicu respons pelarian diri dan penarikan diri khas-
spesies. Secara subjektif, stimulus-stimulus ini melukai, dan kita berusaha
keras untuk menghindari atau kabur dari stimulus-stimulus tersebut. Akan
tetapi, terkadang kita lebih baik mengabaikan nyeri dan terus melakukan
tugas-tugas penting. Bahkan, otak kita memiliki berbagai mekanisme yang
dapat mengurangi nyeri, sebagian melalui kerja opioid-opioid endogenous.

Penerimaan nyeri, seperti penerimaan suhu, dilakukan oleh jejaring


ujung saraf bebas di kulit. Ada tiga jenis reseptor nyeri (biasanya disebut
sebagai nosiseptor, atau ‘detektor stimulus tidak menyenangkan).
Mekanoreseptor-mekanoreseptor berambang-tinggi adalah ujung-ujung saraf
bebas yang merespons tekanan hebat, yang mungkin disebabkan oleh sesuatu
yang menghantam, merentangkan, atau mencubit kulit. Jenis kedua ujung saraf
bebas merespons terhadap ekstrem panas, asam, dan keberadaan kapsaisin,
bahan aktif pada cabai (perhatikan ahwa rasa ‘pedas’ yang ditimbulkan cabai
sejalan dengan rasa ‘panas’). Jenis serat ini mengandung reseptor-reseptor
TRPVI (Kress dan Zeilhofer, 1999). V adalah singkatan dari vaniloid—
sekelompok zat kimia yang mencakup kapsaisin.

Caterina (2000) menemukan bahwa mencit dengan knockout gen


reseptor TRPVI menunjukkan kepekaan yang kurang terhadap suhu-tinggi
yang menimbulkan nyeri dan mau meminum air yang telah dibubuhi
kapsaisin. Mencit merespon secara normal terhadap stimulus mekanis yang
tidak menyenangkan. Barangkali, reseptor TRPVI bertanggungjawab atas efek
iritasi zat-zat kimia seperti ammonia terhadap membran mucus hidung.
Reseptor-reseptor TRPVI tampaknya juga berperan dalam regulasi suhu
tubuh. Sebagai tambahan, Ghilardi (2005) mendapati bahwa sejenis obat yang
memblok reseptor TRPVI mengurangi nyeri pada pasien kanker tulang, yang
tampaknya disebabkan oleh produksi asam oleh tumor.

Satu tipe lain serat nosiseptif mengandung reseptor-reseptor TRPAI,


yang ditemukan di silia sel-sel rambut auditoris dan vestibular. Reseptor
TRPAI peka terhadap iritan tengik yang ditemukan di minyak mustar, minyak
wintergreen, lobak pedas, dan bwang putih serta terhadap berbagai iritan di
lingkungan, termasuk yang ditemukan di asap knalpot dan gas air mata.
Fungsi utama reseptor ini adalah menyediakan informasi mengenai
keberadaan zat-zat kimiawi yang menimbulkan peradangan.

4. Gatal-Gatal
Gatal-gatal (atau formalnya pruritus) didefinisikan oleh seorang dokter
Jerman abad ke-17 sebagai sensasi tidak menyenangkan yang memicu
keinginan atau refleks untuk menggaruk. Bila seorang dewasa melihat anak-
anak menggaruk-garuk bekas gigitan serangga atau bentuk lain iritasi kulit,
sang orang dewasa kemungkinan akan berkata “Stop, nanti malah tambah
gatal!”. Garuk-garuk itu mungkin memang membuat iritasi bertambah parah,
tetapi efek langsung menggaruk adalah mengurangi gatal. Davidson (2009)
menemukan bahwa menggaruk menghambat aktivitas neuron-neuron di
saluran spinotalamus yang meneruskan sensasi gatal ke otak pada monyet.
Respons menggaruk terhadap stimulus yang menyebabkan gatal-gatal
membantu membersihkan kulit dari sisa jaringan rusak atau parasite yang
mengiritasi. Menggaruk mengurangi gatal karena rasa nyeri menekan rasa
gatal (dan ironisnya, rasa gatal mengurangi rasa nyeri). Histamine dan zat-zat
kimia lainnya yang dilepaskan oleh iritasi kulit dan reaksi alergi merupakan
sumber penting gatal. Berbagai percobaan telah menunjukkan bahwa stimulus
nyeri seperti panas dan sengatan listrik dapat mengurangi sensasi gatal-gatal
yang dihasilkan oleh suntikan histamin ke kulit, bahkan ketika stimulus nyeri
diberikan sampai 10 cm jauhnya dari tempat iritasi. Di sisi lain, pemberian
opiate ke rongga epidural di sekeliling urat saraf tulang belakang mengurangi
nyeri, tetapi kerap kali menimbulkan gatal sebagai efek samping tidak
menyenangkan. Nalokson, sejenis obat yang memblokir reseptor opiate,
digunakan untuk mengurangi pruritus kolestatik, suatu kondisi gatal-gatal
yang terkadang menyertai kehamilan.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai reseptor-reseptor yang
bertanggung jawab atas sensasi gatal, tetapi setidaknya ada dua jenis neuron
yang meneruskan informasi terkait gatal ke SSP. Johanek (2007) dalam
penelitiannya menimbulkan gatal-gatal histamin ke dalam kuit dan pengolesan
spikula cowhage—serat-serat mungil serupa jarum pada tumbuhan yang
mengandung sejenis enzim yang menguraikan protein di kulit. Kedua
perlakuan itu menimbulkan gatal-gatal hebat, tetapi hanya histamin yang
menimbulkan pelebaran pembuluh darah (vasosilasi) setempat. Pra-perlakuan
pada sepetak kulit dengan antihistamin oles mencegah histamin menimbulkan
gatal-gatal pada titik itu, tetapi tidak berefek terhadap gatal-gatal yang
ditimbulkan oleh cowhage. Sebailknya pra-perlakuan pada sepetak kulit
dengan kapsaisin mencegah gatal-gatal yang dipicu cowhage, tetapi tidak
berpengaruh pada gatal-gatal yang dipicu histamin.

E. Mekanisme Sistem Sematosensori


Mekanisme dalam proses perabaan dimulai dari masuknya stimulus mengenai
kulit, kemudian akan diterima oleh reseptor-reseptor dan berproses menjadi sinyal-
sinyal neuron melalui serabut-serabut saraf yang akan membawa informasi dari
reseptor-reseptor kulit dan reseptor somatosensory lainnya berkumpul di saraf dan
akan diteruskan ke sumsum tulang bellakang melalui dorsal roots (akar dorsal).
Daerah tubuh yang dirangsang oleh akar dorsal kiri dan kanan di segmen sumsum
tulang belakang tertentu disebut dermatome (dermatome).
Dalam sistem somatosensori terdapat dua jalur utama untuk mengirimkan stimulus
yang diterima dari masing masing sisi tubuh ke otak.
1. Jalur dengan Sistem Kolom Dorsal Lemniskus Medial
Jalur dengan sistem ini sistem jalur yang cenderung membawa informasi
tentang sentuhan dan proprioseptif. Jalur dalam sistem ini dimulai dari neuron-neuron
sensori memasuki sumsum tulang belakang melalui akar dorsal kemudian naik secara
ipsilateral ke dalam kolom dorsal. Selanjutnya bersinapsis dengan neuron lainnya di
nuklei kolom dorsal medulla. Lalu, akson-akson neuron tersebut menyeberang secara
kontralateral ke sisi otak yang lain dan naik ke lemniskus medial dilanjutkan ke
nukelus posterior ventral di thalamus.
Selain itu, nukleus posterior ventral juga menerima input dari tiga cabang saraf
trigeminal yang membawa informasi somatosensory dari daerah-daerah kontralateral
wajah. Sebagian besar neuron dari nukleus posterior ventral akan dikirim ke korteks
somatosensori primer, dan sebagian lainnya dikirim ke korteks somatosensori
sekunder atau korteks parietal posterior.
Perlu diketahui, neuron-neuron kolom dorsal yang berasal dari jari kaki adalah neuron
terpanjang dalam tubuh manusia.
Ketiga cabang saraf trigeminal membawa informasi rasa sakit dan temperatur dari
wajah ke tempat nuklei talamik yang sama, yang kemudian akan dikirim ke korteks
somatosensori primer dan ke korteks somatosensori sekunder dan bagian otak lainnya.

2. Jalur dengan Sistem Anterolateral


Jalur dengan sistem ini adalah jalur yang cenderung membawa informasi
tentang rasa sakit dan temperatur. Jalur dalam sistem ini dimulai dari neuron-neuron
memasuki sumsum tulang belakang melalui akar dorsal. Neuron-neuron tersebut
langsung bersinapsis dengan neuron lainnya. Sebagian besar akson neuron
berseberangan kontralateral kemudian naik ke otak di porsi anterolateral sumsum
tulang belakang. Sebagian lainnya tidak berseberangan, tetapi naik secara lurus
(ipsilateral).
Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus yang berbeda, yaitu :
1) saluran spinothalamik (berproyeksi ke nukleus posterior ventral thalamus seperti
pada kolom dorsal lemnikus medial)
2) saluran spinoretikuler (berproyeksi ke formasi retikuler)
3) saluran spinotektal (berproyeksi ke tectum colliculi).
Bila seseorang mengalami cedera tulang punggung, seseorang tersebut akan tidak
merasakan sensasi tubuh pada tulang yang cedera tersebut. Hal ini bergantung pada
bagian yang cedera terjadi, pada jalur sematosensori yang mana dan di tingkat atau
daerah yang mana. Bila cederanya terjadi pada jalur sematosensori di tingkat yang
paling bawah, maka dampaknya akan lebih ringan dibandingkan bila terjadi pada
tingkat atau daerah yang lebih tinggi.
Contohnya :
Pasien yang mengalami cedera dalam nuclei posterior ventral mengakibatkan pasien
kehilangan sensitivitas sentuhan, perubahan suhu dan terhadap nyeri tajam. Namun,
tidak menyebabkan efek kronis yang lebih dalam. Sebaliknya, pasien yang cedera
pada nuclei parafasikuler dan intralaminer dalam nuklei talamik tidak menyebabkan
kehilangan sensitivitas tubuh, tetapi mengalami masalah kronis yang lebih dalam.
Menurut Penfield (dalam Pinel, 2009), korteks sematosensori primer manusia bersifat
somatotopik yang terorganisasi menurut peta permukaan tubuh. Peta somatotopik
disebut juga somatosensory homunculus (homunculus berarti manusia kecil).
Sebagian besar korteks somatosensori primer menerima input dari bagian tubuh yang
mampu membedakan taktil paling halus seperti tangan, bibir, dan lidah.
Korteks somatosensori sekunder juga bersifat somatotopik yang letaknya di posisi
ventral dari korteks somatosensori primer di girus possentral dan ada juga yang
memanjang di fissure lateral. Korteks somatosensori sekunder menerima sebagian
besar inputnya dari somatosensori sekunder. Hanya saja korteks somatosensori primer
menerima informasi secara kontralateral, sedangkan korteks somatosensori sekunder
menerima input dari kedua sisi tubuh. Kedua korteks tersebut ouputnya dikirim ke
korteks asosiasi lobus parietal posterior.
Wilayah paling peka dan sensitive di tubuh kita adalah pada daerah jari, tangan,
wajah, bibir, leher dan lidah, sedangkan yang tidak peka adalah bagian tengah
punggung.
Bila bagian punggung terasa gatal, seringkali kita akan kesulitan menemukan sumber
gatal karena jumlah sensor peraba pada bagian punggung memang sedikit dan
terpencar-pencar sehingga harus mencari sumber sensor tersebut dengan menggaruk
berulang kali.
F. Kerusakan Pada Sistem Somatosensori
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada sistem somatosensori adalah sebagai berikut.
1. Kerusakan pada Korteks Somatosensori Primer
Kerusakan yang terjadi seringkali lebih ringan karena terdiri dari bentuk jalur
sehingga bila satu jalur cedera masih ada jalur lainnya.
Contohnya : kerusakan yang dialami pasien epileps, setelah operasi mereka
mengalami kehilangan sensitivitas dalam mendeteksi sentuhan ringan dan kurang
mampu untuk mengidentifikasi objek melalui sentuhan.
2. Agnosia Somatosensori
Terdapat dua tipe agnosia somatosensori, yaitu asterognosia dan asomatognosia
a. Asterognosia
yaitu ketidakmampuan untuk mengenali objek-objek melalui sentuhan
b. Asomatognosia
yaitu ketidakmampuan untuk mengenali bagian-bagian tubuh sendiri. Biasanya
bersifat unilateral yang hanya memengaruhi sisi kiri tubuh saja dan biasanya
berhubungan dengan kerusakan pada lobus parietal posterior kanan.
Asomatognosia umumnya sering disertai dengan gejala anosognosia, yaitu
ketidakmampuan untuk mengenali gejalanya sendiri (gangguan neurologis).
Asomatognosia merupakan komponen dari contralateral neglect (pengabaian
kontralateral), yaitu kecenderungan untuk tidak merespons stimuli yang berada di
posisi kontralateral terhadap cedera hemisfer kanan.

G. Rasa Sakit
Stimulus rasa sakit secara khusus itu tidak ada. Sakit merupakan respons
terhadap berbagai macam stimulasi apapun yang secara potensial membahayakan.
Terdapat tiga paradoks tentang rasa sakit, yaitu :
1. Sakit merupakan hal yang buruk, padahal di satu sisi sakit yang dirasakan bisa saja
penting bagi keselamatan hidup manusia. Sakit memperingatkan kita untuk
menghentikan keterlibatan kita dalam berbagai kegiatan yang secara potensial
membahayakan atau memperingatkan kita untuk mencari penanganan.
Contohnya : gerak refleks melepaskan pisau yang melukai tangan saat memasak. Hal
ini disebabkan oleh sensor rasa nyeri memberi peringatan terhadap bahaya yang
mengancam tubuh. Otak mengirimkan pesan ke sistem saraf motoric untuk menarik
tangan melepaskan pisau.
2. Tidak memiliki representasi kortikal yang jelas. Stimuli sakit mengaktifkan banyak
korteks, tetapi setelah diteliti tidak ada satu pun daerah kortek yang mengatur persepsi
rasa sakit.
3. Rasa sakit dapat ditekan secara efektif dengan faktor kognitif serta emosional
Contohnya : rasa sakit yang dialami para prajurit dianggap biasa dalam medan
pertempuran
Terdapat gate control theory dari Melzake dan Wall pada tahun 1965 (Pinel, 2009)
yang menjelaskan bahwa faktor kogntif dan emosional dapat memblokir rasa sakit.
Teori mengatakan bahwa sinyal-sinyal yang turun dari otak akan mengaktifkan
sirkuit-sirkuit gerbang neural di sumsum tulang belakang untuk memblokir rasa sakit
yang datang.
Terdapat jenis rasa sakit yang disebut rasa sakit neuroplastis, yaitu rasa sakit kronis
berat tanpa stimulus rasa sakit yang jelas. Contohnya seseorang yang mengalami
kecelakaan dan luka-luka, setelah dirawat luka-luka sembuh dan tidak terlihat seperti
orang sakit lagi, tetapi kenyataannya orang tersebut masih merasa sakit yang
menyiksa dan tidak diketahui sumbernya. Rasa sakit lebih dipicu oleh stimulus yang
tidak merusak seperti angina ataupun sentuhan. Hal ini diperkirakan ada patologis
pada sistem saraf yang tidak diketahui sebabnya.
Prefrontal Lobotomy adalah bagian otak yang mampu mengontrol sebab-sebab
emosional yang ditimbulkan oleh rasa sakit, tetapi nilai rasa sakit ini berbeda-beda
antara orang yang satu dengan yang lain karena ambang rasa sakit setiap orang sangat
bervariasi.
Diantara cerebral aquaduct, terdapat bagian berwarna abu-abu (gray matter) yang
memiliki efek analgesic (pengurang rasa sakit, tepatnya bagian periaqueductal gray
matter (PAG)). Stimulasi terhadap PAG dapat mengurangi sensitivitas sensasi
somatic yang lain. Dalam PAG juga terdapat neuron-neuron yang peka terhadap
substansi yang menurunkan aktivitas (menenangkan), yaitu neuron-neuron
serotonergic di bagian batang medulla yang disebut raphe nuclei.

H. Persepsi Nyeri
Nyeri adalah fenomena yang membuat penasaran. Nyeri bukan sekadar
sensasi; nyeri dapat didefinisikan hanya oleh suatu reaksi menarik diri atau pada
manusia, oleh ucapan. Nyeri dapat dimodifikasi oleh opiate, hypnosis, pemberian pil-
pil gula yang tak berpengaruh serta farmakologis, oleh emosi, dan bahkan oleh
bentuk-bentuk lain stimulasi, misalnya akupuntur. Upaya-upaya penelitian terbaru
telah menghasilkan kemajuan luar biasa dalam menemukan dasar fisiologis
fenomena-fenomena ini.
Nyeri memiliki tiga efek perseptual dan perilaku berbeda (Price, 2002).
Pertama adalah komponen sensoris-persepsi murni intensitas stimulus yang
menimbulkan nyeri. Komponen kedua adalah konsekuensi emosional langsung dan
nyeri—rasa tidak menyenangkan atau tingka terganggunya orang akibat stimulus
yang menimbulkan nyeri itu. Komponen ketiga adalah implikasi emosional jangka
panjang dari rasa nyeri kronis—ancaman yang dihadirkan nyeri semacam itu terhadap
kenyamanan dan kesejahteraan seseorang di masa depan.
Ketiga komponen nyeri ini melibatkan mekanisme otak yang berbeda-beda.
Komponen sensoris murni nyeri diperantai oleh sebuah jalur dari urat saraf tulang
belakang ke thalamus posterolateral ventral terus ke korteks somatosensoris primer
dan sekunder. Komponen emosional langsung nyeri diperantai oleh jalur-jalur yang
mencapai korteks singulata anterior (anterior singulata cortex, ACC) dan korteks
insular. Komponen emosional jangka-panjang diperantai oleh jalur-jalur yang
mencapai korteks prefrontal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai