Anda di halaman 1dari 7

Ginjal merupakan organ vital karena mempunyai fungsi multipel yang tidak

dapat digantikan oleh organ lain. Fungsinya antaralain: ekskresi produk sisa
metabolic dan bahan asing, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit,
pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan kosentrasi elektrolit, pengaturan tekanan
arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi-metabolisme-ekskresi hormon,
gluconeogenesis. Ginjal mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan ini
dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut
(Guyton&Hall.2006).

Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti
urea), garam terlarut, dan materi organik. Fungsi utama urin adalah untuk
membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Bilirubin.
Keberadaan bilirubin di dalam air seni menunjukkan adanya infeksi hati / liver
(hepatitis). Blood / Darah. Keberadaan darah di dalam urine menunjukkan adanya
infeksi atau perdarahan pada ginjal, kandung kencing dan saluran kemih. Glucosa.
Keberadaan zat ini di dalam urine menunjukkan penyakit kencing manis (diabetes
melitus). Ketone. Keberadaan zat ini membantu dokter untuk menentukan tingkat /
stadium dari beberapa penyakit dan gangguan kesehatan. Leucocytes/Sel darah
putih. Keberadaan sel darah putih di dalam urine menunjukkan adanya infeksi di
dalam ginjal, kandung kemih atau saluran air kemih. Nitrite. Keberadaan zat ini di
dalam urine membantu dokter dalam menganalisa kesehatan anda. pH. Angka yang
menunjukkan derajat keasaman urine anda. Penyimpangan dari angka normal
menunjukkan adanya perubahan kondisi darah akibat pengaruh tertentu. Protein.
Keberadaan sedikit protein di dalam urine dapat disebabkan karena suatu infeksi
atau perdarahan di dalam ginjal, kandung kemih atau saluran air kemih, tetapi
kalau kehadiran protein dalam jumlah besar menunjukkan adanya penyakit ginjal.
Specific Gravity/BD. Angka yang menunjukkan BD urine anda. Penyimpangan
dari angka normal menunjukkan adanya perubahan kondisi urin akibat pengaruh
tertentu. BD urin juga dapat menunjukkan adanya penyakit diabetes insipidus.
Urobilinogen. Dalam keadaan normal zat ini ada di dalam urine
(Gandasoebrata,2009).
urine yang normal. Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda
sesuai dengan jumlah cairan yang di masukkan. Banyaknya bertambah pula bila
terlampau banyak protein dimakan, sehingga tersedia cukup yang diperlukan untuk
melarutkan ureanya. Bau dari urin tersebut aromatik karena pada urin tersebut
mengandung senyawa urea, kreatinin, amoniak dan asam urea, jika urin itu
didiamkan, lama-lama baunya kana menyengat karena terjadi pembentukan
senyawa amoniak,pH urin yang didapat yaitu pH normal dengan nilai pH 7 (Evelyn,
2005).

Pada filtrasi terjadi proses sebagai berikut. Filtrasi darah terjadi di


glomerulus, yaitu kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsul Bowman.
Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium sehingga memudahkan proses
penyaringan. Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-sel darah, keping
darah, dan sebagian besar protein plasma agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil proses
infiltrasi ini berupa urine primer (filtrate glomerulus) yang komposisinya mirip
dengan darah, tetapi tidak mengandung protein. Di dalam urine primer dapat
ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium, ion-ion, dan garam-
garamlainnya.

Dilihat dari warna dan jumlah urin, endapan atau protein dan glukosa yang
terdapat pada urin mengindikasikan keadaan fungsi ginjal. Untuk mempertahankan
suhu tubuh internal tubuh harus mengeluarkan panas khususnya melalui perubahan
kecepatan dan jumlah sirkulasi darah dibawah kulit dan mengeluarkan cairan di
bawah kulit oleh kelenjar keringat. Respon otomatis ini terjadi jika suhu darah
mencapai 37C dan dalam keseimbangan yang dikontrol otak. Oleh karena itu air
merupakan komponen penting pada mekanisme tersebut (Smeltzer & Bare.2002
dalam Wahyuni&Herliawati, et al., 2012).

Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan
berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. Ph urin berkisar
antara 4,8 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein
serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis
urin yakni 1,002 1,035 g/ml (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air
dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam macam zat,
antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan
amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3)
garam, terutama NaCl, dan (4) zat zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya
vitamin C, dan obat obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri
oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003).
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin
mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus.
Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula
dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat
pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal
sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada
filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula
menjadi glikogen terlambat, kerena produksi hormon insulin terhambat. Orang
yang demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Zat warna
makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin.
Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat
merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu
banyak mengkonsumsi obat obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).

Bahan urin yang biasa di periksa di laboratorium dibedakan berdasarkan


pengumpulannya yaitu : urin sewaktu, urin pagi, urin puasa, urin postprandial (urin
setelah makan) dan urin 24 jam (untuk dihitung volumenya). Tiap-tiap jenis sampel
urin mempunyai kelebihan masing-masing untuk pemeriksaan yang berbeda
misalnya urin pagi sangat baik untuk memeriksa sedimen (endapan) urin dan urin
postprandial baik untuk pemeriksaan glukosa urin. Jadi sebaiknya sebelum kita
melakukan pemeriksaan urin sebaiknya meminta keterangan dari petugas
laboratorium tentang bahan urin yang mana yang diperlukan untuk pemeriksaan
(Djojodibroto, 2001).

Pemeriksaan urin terbagi menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan kimiawi dan
pemeriksaan sedimen. Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang
diperiksa adalah pH urin / keasaman, berat jenis, nitrit, protein, glukosa, bilirubin,
urobilinogen,dll. Jenis zat kimia yang diperiksa merupakan penanda keadaan dari
organ2 tubuh yang hendak didiagnosa. Seperti penyakit kuning yang disebabkan
oleh bilirubin darah yang tinggi biasanya menghasilkan urin yang mengandung
kadar bilirubin diatas normal. Begitu pula zat kimia lainnya yang dihubungkan
dengan keadaan organ tubuh yang berbeda (Djojodibroto, 2001).

Dalam pemeriksaan sedimen yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme


yang berupa kristal, granula termasuk juga bakteri. Dengan pemeriksaan sedimen
maka keberadaan suatu benda normal ataupun tidak normal yang terdapat dalam
urin kita akan dapat menunjukkan keadaan organ tubuh. Dalam urin yang
ditemukan jumlah eritrosit jauh diatas angka normal bisa menunjukkan terjadinya
perdarahan di saluran kemih bagian bawah. Begitu juga dengan ditemukannya
kristal-kristal abnormal dapat diprediksi jika seseorang beresiko terkena batu
ginjal, karena kristal-kristal dalam urin merupakan pemicu utama terjadinya
endapan kristal dalam saluran kemih terutama ginjal yang jika dibiarkan berlanjut
akan membentuk batu ginjal (Djojodibroto, 2001).

Pemeriksaan kadar iodium dalam urin penting dilakukan


pada anak usia sekolah untuk menilai kecukupan iodium karena
anak usia sekolah lebih berisiko jika mengalami kekurangan
iodium. Anak usia sekolah memerlukan iodium untuk sintesis
hormon tiroid, yaitu hormon penting dalam metabolisme,
pertumbuhan, dan perkembangan organ khususnya otak. Jika
asupan iodium kurang selama masa pertumbuhan dapat
mengganggu sintesis hormon tiroid dan hasilnya perlambatan
metabolisme dan menyebabkan kerusakan otak secara
permanen. Defisiensi berat (<20 g/l); defi siensi sedang (20-49
g/l); defisiensi ringan (50-99 g/l); optimal (100-200 g/l); lebih
(201-300 g/l); dan kelebihan (>300 g/l) (Putri&Dodik, et al.,
2017).
Uji nitrit dalam urin tidak dapat digunakan secara signifikan
untuk mendiagnosis infeksisaluran urin. Hal tersebut dapat
dikarenakan oleh ketidakpekaan uji urin untuk mendeteksi
keberadaan mikroorganisme yang mereduksi nitrat, sehingga
hasil penelitian menunjukkan nilai (-). Hasil ini disebabkan karena
urin tidak selalu berada dalam kandung kemih dalam waktu yang
lama, sehingga tidak ditemukan organisme yang cukup untuk
mereduksi nitrit menjadi nitrogen atatu ammonia yang dapat
mengakibatkan infeksi pada saluran urin (Nostrand et al., 2000).

Metode penentuan kreatinin yang paling banyak digunakan adalah dengan


reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe adalah reaksi antara kreatinin dan asam pikrat pada
suasana basa untuk membentuk senyawa berwarna oranye-merah. Untuk membuat
suasana basa biasanya digunakan natrium hidroksida (McClatchey, 2002 dalam
Rinda, A. S., 2015).
Pada uji protein dengan metode urinalisis, apabila hasilnya menunjukkan 1+
atau lebih, maka diindikasikan seseorang terkena proteinuria (albuminuria).
Namun, uji protein menggunakan metode rasio protein urin:kreatinin dapat
menggambarkan risiko albumin lebih lanjut. Apabila rasio menunjukkan hasil
<0,15 maka pasien tidak memiliki protein berlebih. Sedangkan, apabila hasilnya
lebih dari atau sama dengan 0,28 maka pasien memiliki protein yang signifikan
(albuminuria). Dan, apabila hasilnya antara 0,15-0,27 maka pasien hasil melakukan
pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah terdapat protein berlebih atau tidak
(Dwyer et al., 2008).

Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check


Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Pustaka Populer Obor. Jakarta.

Dwyer, B. K., M. Gorman, I. R. Carrol, dan M. Druzin. 2008. Urinalysis vs urine


proteincreatinine ratio to predict significant proteinuria in pregnancy. Journal
of Perinatology. Vol. 28. 461467.

Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Evelyn, Pearce. 2005.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Gramedia Press:
Jakarta

Gandasoebrata,R. 2009. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian. Jakarta


Timur.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar FISIOLOGI Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

McClatchey, K.D.(Ed.), 2002, Clinical Laboratory Medicine, 2nd Edition,


Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Nostrand, J. D. V., Alan D. Junkins, and Roberta K. Bartholdi. 2000.


Poor Predictive Ability of Urinalysis and Microscopic Examination to Detect
Urinary Tract Infection. American Society of Clinical Pathologists. Vol.
113.709-713.

Putri, W. A. K., Dodik Briawan, Hidayat Syarif, Leily Amelia. 2017.


Perbandingan kandungan iodium dalam urin antara sampel
urin 24 jam dan on spot pada anak usia sekolah. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia. Vol 13 No 3 (135-140).

Rinda, Arfidyaninggar Septia. 2015. PENGARUH KONSENTRASI ASAM PIKRAT


PADA PENENTUAN KREATININ MENGGUNAKAN SEQUENTIAL INJECTION
ANALYSIS. KIMIA.STUDENTJOURNAL. Vol.1. 1. 587 591.

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Smeltzer & Bare.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol.1. Jakarta: EGC

Wahyuni, D., Herliawati, Arie Kusumaningrum, Sri Maryatun, dan Dwi


Handayani. 2012. IDENTIFIKASI FUNGSI GINJAL DAN UPAYA
PENINGKATAN KESADARAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN
CAIRAN TUBUH PADA SOPIR- KONDEKTUR BUS MAHASISWA
UNSRI. Jurnal Pengabdian Sriwijaya.36-42.

Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB Press. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai