Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PEMERIKSAAN URIN

Oleh (Kelompok 7);


Astri Estiarini
Beny Riyanto
Delis Saniatil Hayat
Jajang Nurjaman
Rima Rahmawati
PRODI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2016

A. DASAR TEORI
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat
kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992).
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama
akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. Ph urin
berkisar antara 4,8 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak
sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002 1,035 g/ml (Uliyah, 2008).
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di
dalam urin terkandung bermacam-macam zat, antara lain :
(1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan
amoniak,
(2) zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin,
(3) garam, terutama NaCl, dan
(4) zat-zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan
obat -obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh
misalnya hormon (Ethel, 2003).
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin
mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian
glomerulus. Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap
kembali gula dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan

tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau
melebihi batas normal sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua gula yang ada pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi
diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena
produksi hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit
kencing manis (diabetes melitus). Zat warna makanan juga dikeluarkan melalui
ginjal dan sering memberi warna pada urin. Bahan pengawet atau pewarna
membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida
pada makanan karena pencemaran atau terlalu banyak mengkonsumsi obatobatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).
Menurut Wulangi (1990), menyatakan bahwa analisa urin itu penting,
karena banyak penyakit dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari
perubahan yang terjadi didalam urin. Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan
normal yang tidak terdapat adalah glukosa, aseton, albumin, darah dan nanah
(Wulangi, 1990).
Bahan urin yang biasa di periksa di laboratorium dibedakan
berdasarkan pengumpulannya yaitu : urin sewaktu, urin pagi, urin puasa, urin
postprandial (urin setelah makan) dan urin 24 jam (untuk dihitung volumenya).
Tiap-tiap jenis sampel urin mempunyai kelebihan masing-masing untuk
pemeriksaan yang berbeda misalnya urin pagi sangat baik untuk memeriksa
sedimen (endapan) urin dan urin postprandial baik untuk pemeriksaan glukosa
urin. Jadi sebaiknya sebelum kita melakukan pemeriksaan urin sebaiknya

meminta keterangan dari petugas laboratorium tentang bahan urin yang mana
yang diperlukan untuk pemeriksaan (Djojodibroto, 2001).

B. Alat dan Bahan

Urin
Tabung penampung urin
Reagen carik celup
Tissu

C. Prosedur Percobaan
1. Basahi seluruh permukaan reagen carik celup dengan sampel urin
dan Tarik carik dengan segera, kelebihan urin diketukkan pada
bagian bibir wadah urin.
2. Kelebihan urin pada bagian belakang carik dihilangkan dengan
cara menyimpan carik tersebut pada kertas agar menyerap urin
dibagian tersebut.
3. Peganglah carik secara horizontal dan bandingkan dengan
standar warna yang terdapat pada label wadah carik dan catat
hasilnya dengan waktu seperti yang tertera pada standar carik
atau dibaca dengan alat clinitex status.
4. Untuk menganalisa bau, Urin segar dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian miringkan cairan dan kipas kipas tangan pada
permukaan cairan urin. Cium bau yang muncul
5. Warna dan kejernihan diamati pada cahaya yang cukup terhadap
urin yang telah dimasukan ke dalam tabung reaksi

D. DATA HASIL PENGAMATAN


No
1
2

Pengamatan
Volume Urin
Organoleptik
-Bau
-Warna
-Kejernihan
Strip Urin
-Glukosa
-Bilirubin
-Keton
-SG
-Blo
-Ph
-Protein
-Urobilinogen
-Nitrit
-Leukosit

Hasil
100 ml
Bau khas urin
Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
1,030
Negatif
6,0
15 (0,15)+0,2 (3,5)
Negatif
Negatif

E. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu tentang urinalisis dimana suatu tes yang
dilakukan pada urine pasien yang bertujuan untuk diagnose infeksi saluran
kemih, screening dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal. Urinalisis juga
merupakan tes untuk memantau perkembangann penyakit ginjal, diabetes dan
tekanan darah (hipertensi) dan screening kesehatan secara umum.

Pemeriksaan urin ini sampel urin yang digunakan dari Ny. X yang
diambil sesaat sebelum praktikum dimulai. Pemeriksaan yang dilakukan pada
praktikum urinalisis ini meliputi pemeriksaan volume, organoleptis, pH dan
pemeriksaan secara kimia.
Volume urin yang didapat yaitu 100 ml. Pada keadaan normal volume
urine selama 24 jam adalah: 600-1600 ml. dapat dikatakan oligouri bila volume
mencapai: 100-600 ml/24 jam. Dikatakan anuri, bila volume mencapai kurang
atau sama dengan 100ml/ 24 jam. Besarnya volume urine seseorang amat
tergantung pada intake cairan (makan/minum), kehilangan cairan, keringat, suhu
badan dan suhu sekitarnya. Maka Ny. X ini memiliki volume urin yang normal.
Pada pemeriksaan organoleptis dilakukan pemeriksaan warna dan bau.
Untuk sampel dari urine Ny. X ini urine nya memiliki bau khas urin. Pada urine
yang segar / baru biasanya tidak berbau keras / menyengat, tetapi pada urine
yang telah lama dikeluarkan dari tubuh, uranium yang terkandung didalamnya
akan di ubah menjadi amoniak oleh bakteri yang ada dalam urine, sehingga
menimbulkan bau yang keras/ menyengat.
Warna urine dari Ny. X ini memiliki warna kuning dimana memiliki
warna yang sama dengan urine pada umumnya. Perubahan warna urine dapat
terjadi karena keadaan nonpathologis yang biasanya disebabkan oleh makanan /
obat-obatan contoh warna urine merah (wortel, phenophtalin, selenium), kuning
(karoten, xantonin), hijau (acriflavin), biru (methylen blue). Dan keadaan
pathologis dimana urine yang berwarna kuning coklat seperti teh (bilirubin),

merah coklat (urobilin, porphyrin), putih seperti susu (pus, fat), coklat
kehitaman (melamin), merah berkabut coklat (darah). Selain memiliki warna
khas urine yaitu kuning urine mahasiswi X ini pula memiliki urine yang jernih,
hal ini dapat disebabkan oleh hosphate (biasanya berwarna putih, dan akan
hilang bila di tetesi asam) atau urat amorph (biasanya berwarna kuning coklat
dan didapatkan pada urine yang asam, dan bila dipanaskan akan menghilang)
atau dapat disebebkan pula dengan adanya nanah / pus (biasanya berwarna putih
keruh seperti susu, tetapi bila di saring akan kembali jernih.
Setelah itu pemeriksaan secara kimia, urin deperiksa dengan reagen
strip. Hasil yang diperoleh urine dari Ny. X ini memiliki glukosa yang negatif
yang disebebkan karena tidak teroksidasinya zat warna (kromogen) seperti ortotoluidin yang akan berubah warna biru, selain itu ada zat warna lain yang
digunakan adalah iodide yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi serta
dilengkapi dengan adanya enzim glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase
(POD). Pada pemeriksaan ini juga dapat terjadi Hasil negatif palsu pada
pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh bahan reduktor dalam urin seperti
vitamin C (>40 mg/dl), asam homogentisat, aspirin serta bahan yang
mengganggu reaksi enzimatik seperti levodova, gluthation dan obat-obatan
seperti dyhyrone, berat jenis urin >1,020 dan terutama bila disertai dengan pH
urin yang tinggi, adanya badan keton dapat mengurangi sensitivitas
pemeriksaan, infeksi bakteri. Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh bahan
pengoksidasi (hidrogen peroksida, hipoklorit atau klorin) dalam wadah sampel

urin atau urin yang sangat asam (pH di bawah 4). Adapun uji glukosa normal
adalah negatif (<50 mg/dl).
Selain glukosa yang hasilnya negatif ada juga bilirubin yang
memberikan hasil negatif, bila dalam urine ditemukan adanya peningkatan
kadar bilirubin yang berlebih, dapat diduga pasien tersebut menunjukkan adanya
gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor).
Dan keton pun menghasilkan negatif karena jika Uji keton positif dapat
dijumpai maka kemungkinan pasien menderita penyakit asidosis diabetic
(ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa,
muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin atau karena pengaruh
obat seperti asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol,
paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji
(bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).
Dilanjutkan pada pemeriksaan SG (Spesific Gravity) atau berat jenis
menunjukaan angka 1,030. Bila dibandingkan dengan berat jenis urin normal
yaitu antara 1,003-1,030, maka sampel urin masih dalam batas normal. Hal ini
menandakan tidak terjadi gangguan fungsi reabsorpsi tubulus. Selain itu, Berat
jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah
berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya,
jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin yang mempunyai
berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik.
Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi.
Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake

cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang


menahun. Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum,
udara dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang tinggi disebabkan oleh
dehidrasi, proteinuria, dan diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan pH urine didapat pH 6.0 dimana pH urine normal
berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Pembacaan pH dilakukan segera (urine
dalam kondisi segar), karena urine yang lama cenderung menjadi alkalis (karena
perubahan ureum menjadi amonia) maka pH dari urine Ny. X ini normal. Dilajut
dengan pemeriksaan protein pada urine tersebut didapatkan perubahan warna
pada kotak uji protein pada sampel urin Ny. X adalah kunig terang 15 (0.15),
maka hasilnya adalah negatif. Artinya sampel urin ini dinyatakan tidak
mengandung protein (tidak proteinuria).
Kemudian dilakukan pemeriksaan urobilinogen didapat hasil 0.2 (3.5)
yang didapat dikatakan normal. Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine
terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam
saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk
melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada destruksi
hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab
apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis
hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi
usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.

Pada pemeriksaan nitrogen yang bertujuan untuk mengetahui ada


tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar
bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Pada sampel urine dari mahasiswi X didapatkan hasil negatif. Hasil negatif
bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri
dapat membentuk nitrit, atau urin memang tidak mengandung nitrat, atau urin
berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan
tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian
nitrit berubah menjadi nitrogen.
Kemudian terkahir dilakukan uji leukosit dihasilkan negatif.
Pemeriksaan leukosit ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan
enzim pada granula azurofil atau granula primer dari granulosit dan monosit.
Esterase akan menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan
bersama dengan garam diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari
coklat muda menjadi warna ungu. Banyaknya esterase menggambarkan secara
tidak langsung jumlah leukosit di dalam urine. Leukosit neutrofil mensekresi
esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif
mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau
sebagai sel yang lisis.
F. Kesimpulan
Sampel urine yang di dapat pada Ny. X ini menunjukkan bahwa pada
urine Ny. X normal pada tiap parameter pemeriksaan urine.

DAFTAR PUSTAKA
Djoyodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check
Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Ethel, S. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Terbaik Edisi Keempat. Yogyakarta
: UGM Press
Scanlon, Velerie C dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimatul Hidayat. 2008. Keterampolan Dasar
Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika
Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Bandung: ITB Press

Anda mungkin juga menyukai