Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

INTERPRETASI DATA KLINIK

‘’ Pemeriksaan Urine Terhadap Protein Dan Pemeriksaan Urine Terhadap


Glukosa’’

OLEH :
Ginta Ivoni Tizamzuki
(1701061)
S1-VIIB

DOSEN PENGAMPU :
Dra. Apt. Syilfia Hasti, M.Farm.

ASISTEN DOSEN :
Yeni Suryaningsih Utami

Yulinda Anggraini

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2020
PERCOBAAN II

PEMERIKSAAN URINE TERHADAP PROTEIN DAN PEMERIKSAAN


URINE TERHADAP GLUKOSA

I. TUJUAN

a. Untuk menentukan adanya protein dalam urine


b. Untuk menetukan adanya indikasi kelainan-kelainan pada fungsi renal
c. Untuk menentukan adanya glukosa dalam urine

II. PRINSIP

a. Pemeriksaan urine terhadap protein prinsipnya adalah Pemeriksaan


berdasarkan pengendapan protein yang terjadi dalam suasana asam, karena
hasil pemeriksaan dinilai dari kekeruhan, maka urine harus jernih
b. Pemeriksaan urine terhadap glukosa prinsipnya adalah Dalam suasana
alkali kuat, ditambah dengan pemanasan, gula-gula (reduktor) akan
mereduksi ion cupri menjadi cupro dengan hasil terjadi CuOH yang
berwarna kuning atau CuO yang berwarna merah, tergantung dari jumlah
reduktor yang terdapat dalam urine.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem ekskresi merupakan sistem yang berperan dalam proses


pembuangan zat-zat yang sudah tidak diperlukan (zat sisa) ataupun zat-zat
yang membahayakan bagi tubuh dalam bentuk larutan. Ekskresi terutama
berkaitan dengan pengeluaran-pengeluaran senyawa-senyawa nitrogen.
Selama proses pencernaan makanan, protein dicernakan menjadi asam amino
dan diabsorpsi oleh darah, kemudian diperlukan oleh sel-sel tubuh untuk
membentuk protein-protein baru. Mamalia memiliki sepasang ginjal yang
terletak dibagian pinggang dibawah peritonium. Urine yang dihasilkan oleh
ginjal akan mengalir melewati saluran ureter menuju kantung kemih. Dinding
kantung kemih akan berkontraksi secara volunter mendorong urine keluar
melalui uretra (Kurniati, 2009).
Pembentukan urine dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam
tubuh maupun lingkungan, misalnya minum cairan hipotonik dalam jumlah
besar, tingkat stress, ketakutan, dan lain-lain. Faktor dari luar tubuh berupa
pengaruh suhu lingkungan, topografi, tempat tinggal seseorang. Sekresi dan
ekskresi memiliki nilai yang sangat penting dalam proses metabolisme dan
kehidupan hewan dan manusia. Tanpa kedua sistem ini pastilah mahluk hidup
tidak akan dapat bertahan hidup dan kesintasannya tidak akan terjaga
(Yuwono, 2004).
Pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang tidak dipakai lagi oleh sel
darah, dikeluarkan bersama urine keringat dan pernapasan. Salah satu sistem
metabolisme yang terdapat dalam tubuh hewan adalah sistem eksresi dan
osmoregulasi. Ekskresi mempunyai peranan mengeluarkan dan membuang
hasil sampingan metabolisme, mencegah gangguan aktifitas metabolik dalam
tubuh dan membuang zat-zat buangan, mengatur jumlah air yang terdapat
dalam cairan tubuh mengendalikan kandungan ion dalam cairan tubuh dan
mengatur kadar ion H+ atau pH cairan tubuh (Kusnadi, 2007).
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks yang berisi nefron (terdiri
dari glomerulus dan kapsul bowman), bagian dalam lagi disebut medulla yang
berisi tubulus ginjal. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medula
ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan
saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang
disebut kapsula (Wulangi, 2008).
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme
yang mengandung nitrogen misalnya ammonia. Ammonia adalah hasil
pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi
atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga berfungsi
mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut
dalam air; mempertahankan cairan ekstraseluler dengan jalan mengelluarkan
air bila berlebihan serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa.
Sekskresi dari ginjal berupa urine. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
atau keadaan urine yaitu diantaranya jumlah air yang diminum, keadaan
system syaraf, hormon ADH (Antidiuretik), banyaknya garam yang harus
dikeluarkan dari darah agar tekanan menjadi osmotik, pada penderita diabetes
mellitus pengeluaran glukosa diikuti kenaikan volume urine (Soewolo, 2005).
Proses terbentuknya urine berawal pada penyaringan darah pada ginjal
lalu terjadilah urine. Darah masuk ginjal melalui pembuluh nadi ginjal.
Ketika berada di dalam membrane glomerulus, zat-zat yang terdapat dalam
darah (air, gula, asam amino dan urea) merembes keluar dari pembuluh darah
kemudian masuk kedalam kapsul bowman dan menjadi urine primer. Proses
ini disebut filtrasi. Urine primer dari kapsul bowman mengalir melalui
saluran-saluran halus (tubulus kontortokus proksimal). Di saluran-saluran ini
zat-zat yang masih berguna, misalnya gula, akan diserap kembali oleh darah
melalui pembuluh darah yang mengelilingi saluran tersebut sehingga
terbentuk urine sekunder. Proses ini disebut reabsorpsi. Urine sekunder yang
terbentuk kemudian masuk tubulus kotortokus distal dan mengalami
penambahan zat sisa metabolisme maupun zat yang tidak mampu disimpan
dan akhirnya terbentuklah urine sesungguhnya yang dialirkan ke kandung
kemih melalui ureter. Proses ini disebut augmentasi. Apabila kandung kemih
telah penuh dengan urine, tekanan urine pada dinding kandung kamih akan
menimbulkan rasa ingin buang air kecil atau kencing (Poedjiadi, 2005).
Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang
normal sekitar 5 liter setiap hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran
urine dari dalam tubuh tergantung dari banyaknya aIr yang diminum dan
keadaan suhu apabila suhu udara dingin, pembentukan urine meningkat
sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit (Kurniati, 2009).
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal.
Oleh karena itu jika banyak minum akan banyak mengeluarkan urine. Warna
urine setiap orang berbeda-beda. Warna urine biasanya dipengaruhi oleh jenis
makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat pula disebabkan oleh
penyakit. Namun biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening
sampai warna kuning pucat.Protein adalah sumber asam amino yang
mengandung unsur C,H,O dan N . Protein sangat penting sebagai sumber
asam amino yang digunakan untuk membangun struktur tubuh. Selain itu
protein juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi defisiensi
energi dari karbohidrat dan lemak. Sifat-sifat protein beraneka ragam,
dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen
dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya. Urine terdiri dari air
dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut,
dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah
atau cairan interstisial (Poedjiadi, 2005).
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer asam amino yang dihubungkan satu sama
lain dengan ikatan peptida. Ada 20 asam amino standar, yang masing-masing
terdiri dari sebuah gugus karboksil, sebuah gugus amino, dan rantai samping
(disebut sebagai grup "R").Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadangkala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus(Poedjiadi,
2013).
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein
lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem imun
sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara.Sebagai salah satu
sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme
yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof) (Toha,
2001).
Kandungan pada urine normal adalah air, urea, amonia, zat warna
empedu yang memberikan warna pada urine, dan garam mineral. Untuk ginjal
yang sehat, glukosa tidak boleh ada dalam urine, jika terdapat glukosa maka
menandakan terjadi kelainan pada fungsi hormon insulin yang dihasilkan oleh
pulau Langerhans dalam pankreas, jika urine mengandung gula (glukosa)
berarti tubulus kontortus proksimal pada ginjal tidak menyerap gula dengan
sempurna. Orang yang demikian menderita kencing manis (Diabetes melitus).
Bahan pengawet atau pewarna makanan juga dapat membuat ginjal bekerja
keras sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan atau
terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan juga akan merusak ginjal
(Karmana, 2007).
Glukosa urine adalah gugus gula sederhana yang masih ada di urine
setelah melewati berbagai proses di ginjal. Kalau ada glukosa di urine,
berbahaya berarti ada yang tidak beres waktu proses urinisasi. Disebabkan
karena kurang hormon insulin, yaitu hormon yang mengubah glukosa
menjadi glikogen (kalau kurang berarti gula di darah tinggi). Kalau gula
darah tinggi, otomatis gula di darah juga tinggi. Pemeriksaan glukosa urine
merupakan pengukuran kadar glukosa dalam urine. Pemeriksaan ini
sebenarnya tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kadar glukosa
dalam darah. Namun pada kasus tertentu, pemeriksaan ini diperlukan untuk
pemantauan (Gandasoebrata, 1998).
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi,
dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis
tes ini dapat digolongkan dalam jenis pemeriksaan semi
kuantitatif.Sedangkan tes glukosa dengan enzimatik dilakukan dengan
metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi kuantitatif dan
kuantitatif (Yazid dan Nursanti, 2014). 
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin
penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam
urin orang yang sehat. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat
dilakukan dengan cara yang berbeda – beda. Cara yang tidak spesifik dapat
dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat
dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan
reagen fehling yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang
mengandung garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik
dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa oxidase ( Yazid dan
Nursanti, 2014 ).
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine.
Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang
melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorbsi glukosa. Hal ini
dapat ditemukan pada kondisi diabetes melitus, tirotoksis, sindroma chusing,
phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria kehamilan dan
sindroma fanconi.Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita
diabetes melitus. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan
dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin
sampai 100mg/dL, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dL.
Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160 – 180
mg% ( Baron, 1990 ).

IV. ALAT dan BAHAN


a. Alat :

Pemeriksaan protein : Pemeriksaan glukosa :

 Tabung Reaksi  Tabung reaksi


 Centrifuge dan Tabungnya  Water bath / lampu spiritus
 Penjepit  Penjepit kayu
 Lampu Spiritus  Gelas ukur
 Pipet Tetes  Pipet tetes

b. Bahan :

Pemeriksaan protein : Pemeriksaan glukosa :

 Asam asetat 10%  CuSO4.5H2O


 Natrium asetat  Asam sitrat
 Asam asetat glasial  Na2CO3 anhidrat
 Aquadest  Aquadest
 Urine  Tablet clinitest
 urine
V. CARA KERJA

1. Pemeriksaan urine terhadap protein


1.1 Tes pemanasan dengan asam asetat
1.1.1 prinsip
Protein akan membentuk endapan/menggumpal bila dipanaskan
dalam suasana asam.
1.1.2 Pembuatan larutan pembanding yaitu dengan pembuatan
menggunakan sampel yang telah menggandung albumin dengan
konsentrasi 6 mg%, 30 mg%, 150 mg% ,300 mg% dan 600 mg/
% dan buatlah reagen asam asetat 10%
 Ditimbang 0,6 gram albumin (konsentrasi 600mg/%) di
tambahkan aquadest sampai 10mL
 Dari konsentrasi 600mg/% dipipet 6mL kemudian
tambahkan aquadest sampai 10mL (konsentrasi 300mg/%)
 Dari konsentrasi 300mg/% dipipet 6mL kemudian
tambahkan aquadest sampai 10mL (konsentrasi 150mg/%)
 Dari konsentrasi 150mg/% dipipet 6mL kemudian
tambahkan aquadest sampai 10mL (konsentrasi 30mg/%)
 Dari konsentrasi 30 mg/% dipipet 6mL kemudian
tambahkan aquadest sampai 10mL (konsentrasi 6mg/%)

1.1.3 cara kerja


a. Tabung diisi dengan urine sebanyak 3/ 4 nya
b. Didihkan selama 1-2 menit
c. Kekeruhan terjadi disebabkan oleh fospat, karbonat atau
albumin.
d. Tambahkan 3 tetes asam asetat 10% tetes demi tetes dalam
keadaan mendidih. Kekeruhan yang disebabkan oleh
karbonat dan fosfat akan hilang.
e. Amati hasil
1.2 pemeriksaan secara bang
1.2.1 prinsip
Protein akan membentuk endapan/mengumpal bila dipanaskan
dalam suasana asam
1.2.2 pembuatan reagen
Natrium asetat 11,8 g dan asam asetat glacial dilarutkan dalam
aquadest sampai volumnya 100 ml
1.2.3 cara kerja
5 ml urine ditambahkan 0,5 ml reagen bang, kemudian
dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit.
2. Pemeriksaan urine terhadap glukosa
2.1 Benedict
2.1.1 Pembuatan larutan pembanding dengan menggunakan sampel
yang telah menggandung glukosa dengan konsentrasi 0,1%,
0,5%, 1%, 2% dan 4%.
 Ditimbang 0,2 gram glukosa (konsentrasi 4%) di
tambahkan aquadest sampai 5 mL
 Dari konsentrasi 4% dipipet 5 mL kemudian tambahkan
aquadest ad 5 mL (konsentrasi 2%)
 Dari konsentrasi 2% dipipet 5 mL kemudian tambahkan
aquadest ad 5 mL (konsentrasi 1%)
 Dari konsentrasi 1% dipipet 5 mL kemudian tambahkan
aquadest ad 5 mL (konsentrasi 0,5%)
 Dari konsentrasi 0,5 % dipipet 5 mL kemudian tambahkan
aquadest ad 5 mL (konsentrasi 0,1%)

2.1.2 Pembuatan Reagen


a. Larutkan 17,3 g CuSO4 . 5H2O dalam 100 ml aquadest,
dengan pemanasan.
b. Larutkan 173 g natrium sitrat dan 100 g Na2CO3 anhidrat
dalam 600 ml aquadest, panaskan, kemudian saring.
c. Perlahan-lahan dengan adukan yang konstan tambahkan
larutan sitrat karbonat. Bersihkan seluruh CuSO4 dengan
aquadest dan tambahkan aquadest sehingga mencapai volume
1000 ml.
2.1.3 Cara kerja
a. Masukkan 2,5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi.
b. Tambahkan 0,25 ml (4 tetes) urine dan campurkan.
c. Letakkan dalam penangas air mendidih selama 2-3 menit.
d. Angkat dan langsung baca.
e. Amati hasil

2.2 Pemeriksaan glukosa pada urin (urine strip)


a. Basahi seluruh permukaan reagen strip dengan sampel urin dan
tarik strip dengan segera, kelebihan urin diketukkan pada bagian
wadah spesimen urin
b. Kelebihan urin pada bagian belakang strip dihilangkan dengan
cara menyimpan strip tersebut pada kertas agar menyerap urin
dibagian tersebut.
c. Peganglah strip secara horizontal dan dibandingkan ddengan
standar warna yang terdapat pada tabel strip dan catat hasilnya
dengan waktu seperti yang tertera pada standar strip atau baca
dengan alt clinitex status.
VI. HASIL

Kelompok Pemeriksaan Protein Pemeriksaan glukosa


Asam Asetat Bang Benedict Urine Strip
10%
1 - - - -
2 - - - -
3 - - + -
4 - - - -
5 - - - -
6 - - - -

Perhitungan
a) Perhitungan konsentrasi protein

 Konsentrasi 600 mg 300 mg%.10


% ml = 600 mg%
600 mg .V2
=
100 % V2 = 5ml
massa
volume
600 mg
=
100 %
 Konsentrasi
massa 150 mg%
10 ml
C1.V1 =
Massa =
C2.V2
600 mg 150 mg%. 10
X 10 ml
100 %
ml = 300 mg%
= 60
. V2
mg
V2 = 5 ml
 Konsentrasi 30
 Konsentrasi
mg%
300 mg%
C1.V1 =
C1.V1
C2.V2
=C2.V2
30 mg%. 10 C1.V1 =
ml = 150 mg C2.V2
%.V2 6 mg%.10 ml
V2 = 2 ml = 30 mg%.V2
 Konsentrasi 6 V2= 2 ml
mg%

b) Perhitungan pembanding glukosa

 Konsentrasi 4%
4 massa
=
100 volume
4 massa
=
100 5 ml  Konsentrasi 1 %
4 C1.V1 = C2.V2
Massa = x 5ml
100
1% . 5 ml = 2%.V2
Massa = 0,2 gram
V2 = 2,5 ml

 Konsentrasi 2%

C1.V1 = C2.V2

2% . 5 ml = 4%.V2
 Konsentrasi 0,5%

V2 = 2,5 ml C1.V1 = C2.V2


0,5% . 5 ml = 1%.V2
V2 = 2,5 ml

 Kokonsentrasi 0,1%
C1.V1 = C2.V2
0,1%. 5 ml = 0,5%.V2
V2 = 1 ml
VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan 2 yaitu pemeriksaan


urine terhadap protein dan pemeriksaan urine terhadap glukosa yang
bertujuan Untuk menentukan adanya protein dalam urine, untuk menetukan
adanya indikasi kelainan-kelainan pada fungsi renal dan untuk menentukan
adanya glukosa dalam urine. percobaan pemeriksaan urine terhadap protein
dan pemeriksaan urine terhadap glukosa dilakukan dengan prinsip
pemeriksaan urine terhadap protein prinsipnya adalah Pemeriksaan
berdasarkan pengendapan protein yang terjadi dalam suasana asam, karena
hasil pemeriksaan dinilai dari kekeruhan, maka urine harus jernih dan
pemeriksaan urine terhadap glukosa prinsipnya adalah Dalam suasana alkali
kuat, ditambah dengan pemanasan, gula-gula (reduktor) akan mereduksi ion
cupri menjadi cupro dengan hasil terjadi CuOH yang berwarna kuning atau
CuO yang berwarna merah, tergantung dari jumlah reduktor yang terdapat
dalam urine.

Pada praktikum kali ini percobaan yang dilakukan yaitu dengan


metode tes pemanasan dengan asam asetat dan pemeriksaan secara bang.
Pada metode tes pemanasan dengan asam asetat dan pemeriksaan secara
bang ini dilakukan dengan cara pada tes pemanasan dengan asam jika urine
mengandung protein maka akan membentuk endapan/menggumpal bila
dipanaskan dalam suasana asam dan pada pemeriksaan secara bang
dilakukan jika urine mengandung protein maka akan membentuk
endapan/mengumpal bila dipanaskan dalam suasana asam.

Pemeriksaan semi kuantitatif protein urine dengan metode asam


asetat 10% dan pemanasan yang bertujuan untuk mendenaturasi protein
urine sehingga terbentuk presipitan. Pemanasan akan membuat protein
sampel terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat air menurun. Hal ini
terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-
kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan
non-kovalennya yang berupa ikatan peptida.

Pada praktikum kali ini percobaan dengan tes pemanasan asam


asetat protein yang dipanaskan akan membentuk presipitasi yang terlihat
berupa kekeruhan. Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau
mendekati titik isoelektrik protein.Penetapan kadar protein dalam urin
biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan pada urin. Karena
padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah
protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat yang
penting. Salah satu uji protein urin yang cukup peka adalah dengan melalui
pemanasan urin dengan asam asetat. Pemberian asam asetat dilakukan untuk
mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein, sedangkan pemanasan
bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah presipitasi. Kekeruhan yang
ringan akan sangat sukar untuk dilihat, maka harus menggunakan tabung
yang bersih dan bagus. Jika tabung yang akan digunakan sudah tergores,
maka tabung tersebut harus diganti. Pada pemberian asam asetat yang
sangat berlebihan akan mengakibatkan hasil negatif palsu pada pemeriksaan
tersebut. Sebaliknya, hasil positif palsu dapat ditemukan bilaa kekeruhan
terjadi bukan diakibatkan oleh adanya globulin atau albumin, melainkan :

a. Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada saat pemberian asam asetat


sebelum pemanasan
b. Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemebrian asam asetat
sebelum pemanasan.
c. Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin, kalau
dipanasi menghilang lagi
d. Asam-asam renin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alcohol

Pada percobaan ini setelah dilakukan oleh 6 kelompok yang


masing-masing melakukan percobaan tes pemanasan dengan asam asetat
dan pemeriksaan secara bang. Dari percobaan yang telah dilakukan
didapatkan hasil dari semua kelompok negatif (-) yang artinya urin tidak
mengandung protein, hasil yang didapat bisa saja palsu karena
pemberian asam asetat yang sangan berlebihan. Tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan secara bang hasil yang didapat tetap negatif. Jadi dapat
disimpulkan urin dari masing-masing kelompok tidak mengandung
protein dan tidak ada kelainan pada urin.
Percobaan selanjutnya yang dilakukan adalah pemeriksaan urin
terhadap glukosa, Tes glukosa urin dilakukan dengan menggunakan
reaksi reduksi, dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict, dan
clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis pemeriksaan
semi kuantitatif.Sedangkan tes glukosa dengan enzimatik dilakukan
dengan metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi
kuantitatif dan kuantitatif. Pada percobaan kali ini tes yang dilakukan
adalah dengan benedict dan clinitest.
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine.
Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah
yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorbsi
glukosa.Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita
diabetes melitus. Hal ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi
dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang disebabkan karena adanya
kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat
menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa,
fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat – obatan seperti
streptomycin, salisilat dan vitamin C. Oleh karena itu, perlu dilakukan
uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung
dalam sampel urine.
Pada praktikum ini setelah dilakukan pemeriksaan glukosa pada
urin dengan benedict dan clinitest didapatkan hasil dari 6 kelompok pada
tes benedict kelompok 3 didapatkan hasil yang positif dan kelompok lain
hasilnya negatif, hasil positif dari kelompok 3 bisa saja dikarenakan
pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin
yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain
glukosa. Bahan reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu
tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin,
glukuronat dan obat – obatan seperti streptomycin, salisilat dan vitamin
C. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan
jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Dan pada
clinitest didapatkan hasil dari semua kelompok negatif. Jadi dapat
disimpulkan bahwa urin dari masing-masing kelompok tidak
mengandung glukosa yang artinya urin normal.

VIII. KESIMPULAN
a. Pada tes pemanasan asam asetat dari 6 kelompok didapatkan hasil
negatif, Jadi dapat disimpulkan urin dari masing-masing kelompok
tidak mengandung protein
b. Pada pemeriksaan secara bang dari 6 kelompok didapatkan hasil
negatif, Jadi dapat disimpulkan urin dari masing-masing kelompok
tidak mengandung protein
c. Pada pemeriksaan glukosa dengan benedict didapat bahwa kelompok 3
hasilnya positif tetapi pada clinitest hasilnya negatif, Jadi dapat
disimpulkan bahwa urin dari masing-masing kelompok tidak
mengandung glukosa
d. Dapat disimpulkan tidak ada indikasi kelainan pada renal masing-
masing kelompok.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.N. 1990. Patologi Klinik, Ed IV, Terjemahan. Andrianto P dan


Gunakan J.Jakarta :Penerbit EGC.

Evelyn, P. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama

Gandasoebrata, R. 1998. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat


Agung.

Karmana, O. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Grafindo Media Pratama: Jakarta

Kurniati,T. 2009. Zoologi Vertebrata. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung


Djati: Bandung.

Kusnadi. 2007. Biologi Umum.Piranti: Jakarta.

Poedjiadi, A., & Suryati. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press: Jakarta.

Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia.Malang : UM press: Malang.

Toha. 2001. Biokimia, Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta.

Wulangi, K. 2007. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Gadjah Mada University


Press : Yogyakarta.

Yazid, E dan Nursanti, L. 2014. Biokimia : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta :


EGC.

Yuwono, Edy. 2004. Fisiologi Hewan I. Depertemen Pendidikan Nasional,


Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Biologi. Purwokerto.
X. LAMPIRAN

Reagen benedict yang masing-masing konsentrasi


digunakan pada percobaan yang akan dilakukan

Proses pemanasan saat hasil yang didapatkan dengan

Percobaan pembanding yang digunakan

Adalah glukosa.

Anda mungkin juga menyukai