Anda di halaman 1dari 6

Jam/Tanggal : Senin, 06 September 2021

Paralel/Kelompok : P1/ 1
Dosen pembimbing : Drh. Arief Purwo Mihardi, M.Si

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BJ URIN RENDAH

Oleh :

Dea Randa Ditya (B04170158)


Yustika Trisiana Agun (B04180053)
Roro Iyaka Nuraliyu (B04180057)
Muhammad Urba Nayunda (B04180066)
Muhammad Qolby Hanif (B04180071)
Bilal Ridho Alkautsar (B04180082)
Bunga Khoirunnur Kusuma Putri (B04180094)

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

IPB UNIVERSITY

2021
PENDAHULUAN

Urin merupakan hasil filtrasi ginjal. Urin dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil
dari pemecahan sebagian bahan yang terdapat didalam darah yang disaring oleh ginjal disertai
sejumlah air 96%, dan 4% terdiri atas urea (hasil buangan protein) dan garam-garam. Jumlah
ekskresi yang dikeluarkan tergantung pada pemasukan cairan dan faktor lainnya, selain itu
urin juga memiliki sifat fisis berwarna bening dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. Warna
kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya (Astuti 2017).
Urin diproses melalui tiga tahapan pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorbsi,
augmentasi. Tahap pertama yaitu proses filtrasi yang terjadi di glomerulus. Cairan yang
disaring sebagian besar terdiri dari air tetapi juga mengandung bahan-bahan yang berguna
seperti glukosa, asam amino, mineral, seperti sodium dan potassium. Faktor-faktor yang
menentukan filtrasi di glomerulus adalah tekanan koloid osmotik plasma dan tekanan kapsula
bowman. Tahap kedua yaitu proses reabsorbsi, terjadi penyerapan kembali sebagian besar
glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal, sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali
penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif
(reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. Tahap ketiga adalah proses
augmentasi (sekresi), yaitu sisa dari penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus akan
diteruskan keluar (Syaifudin 2006).
Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dapat memberikan fakta-fakta tentang
ginjal dan saluran urin, serta mengenai faal berbagai organ dalam tubuh seperti : hati, saluran
empedu, pankreas, cortex, adrenal dan lain-lain. Pemeriksaan urin rutin atau pemeriksaan
penyaring merupakan beberapa macam pemeriksaan yang dianggap dasar bagi pemeriksaan
selanjutnya, meliputi jumlah urin, makroskopik yaitu warna dan kejernihan urin, berat jenis,
protein, glukosa dan pemeriksaan sedimen (Gandasoebrata 2013).
Berat jenis urin merupakan ukuran konsentrasi solut dalam urin. Berat jenis urin
memberi informasi tentang kemampuan ginjal dalam mengonsentrasikan urin. Berat jenis urin
pada kucing rata-rata 1,020 – 1,040 (Dharmawan 2002). Komponen yang dapat
mempengaruhi berat jenis urin antara lain molekul berukuran besar seperti protein dan
glukosa. Berat jenis urin tergantung dari jumlah zat yang terlarut di dalam urin atau terbawa
ke dalam urin. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Faktor yang mempengaruhi
berat jenis urin adalah komposisi urin, fungsi pemekatan ginjal, dan produksi urin itu sendiri.
Bila ginjal mengencerkan urin (sesudah konsumsi air) maka berat jenis urin akan naik diatas
1,010. Keadaan yang menimbulkan berat jenis urin rendah adalah kondisi tubuh pada udara
dingin, diabetes insipidus dan terlalu banyak mengkonsumsi air. Keadaan yang menimbulkan
berat jenis urin tinggi adalah dehidrasi, proteinuria, diabetes mellitus, nefrotis akut dan
demam. Penentuan berat jenis urin merupakan barometer untuk mengukur jumlah solid yang
terlarut dalam urin dan digunakan untuk mengetahui daya konsentrasi dan daya ilusi ginjal.
Pemeriksaan berat jenis urin berkaitan dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan
cara memakai falling drop, gravimetri menggunakan piknometer, refraktometer dan dipstick
(McGavin dan Zachary 2007).
PEMBAHASAN

1. Penyebab BJ urin rendah

Keadaan yang menimbulkan berat jenis urin rendah adalah kondisi tubuh pada udara
dingin, diabetes insipidus dan terlalu banyak mengkonsumsi air. Keadaan yang menimbulkan
berat jenis urin tinggi adalah dehidrasi, protein uria, diabetes mellitus, nefrotis akut dan
demam (Bijanti et al. 2010). Pada penelitian ini didapati bahwa tidak ada perubahan berarti
pada berat jenis urin dari kondisi normalnya. Antibiotik-antibiotik yang dipakai tidak
mempengaruhi berat jenis urin. Terbentuknya batu sedimen di dalam ginjal disebabkan oleh
adanya pengurangan atau kurangnya volume urin atau kelebihan unsur senyawa yang
membentuk batu dalam vesica urinaria. Batu sedimen mengandung susunan senyawa alami
yang mengandung kalsium yang terdiri dari oxalate atau phosphate (fosfat) dan senyawa
kimia lain yang mendukung pembentukan dari batu sedimen yang berada pada saluran
kencing seperti asam urat (acid) dan amino acid cictine (Lina et al. 2007).
Berat jenis urine yang rendah dapat terjadi karena asupan cairan yang berlebihan,
diabetes insipidus, pielonefritis, glomerulonefritis, peningkatan tekanan intrakranial,
hipertensi, penyakit kolagen, malnutrisi protein, polidipsia, hipotermia alkalosis, dan defisit
kalium yang parah. Berat jenis urine yang rendah persisten dapat menunjukkan penyakit
ginjal karena gangguan fungsi reabsorbsi tubulus atau ketidakmampuan memekatkan urine.
Obat antidiuretik, diuretik alami (kopi, alkohol) juga akan menghasilkan urine berat jenis
rendah (Mundt and Shanahan 2011).

2. Contoh Kasus

Kasus penurunan berat jenis urin pada penelitian oleh Fauziah (2015) terjadi pada
kucing penderita cystitis. Cystitis adalah peradangan pada vesika urinaria yang umum terjadi
pada hewan domestik sebagai bagian dari infeksi saluran urinaria. Gejala klinis dari penyakit
cystitis yaitu disuria (hewan menunjukkan tanda-tanda nyeri pada setiap usaha urinasi) dan
hematuria. Pada beberapa hewan yang menderita cystitis terjadi general malaise dan pyrexia.
Pada keadaan cystitis terjadi penebalan dinding mural vesika urinaria. Salah satu cara
mendiagnosa cystitis adalah dengan urinalisis. Tes urin berguna dalam diagnosis penyakit
pada kucing, termasuk penyakit saluran kencing, penyakit ginjal, diabetes, dan lain-lain. Tes
urin terbagi menjadi dua bagian: analisis kimia dan pemeriksaan urin sedimen.
Pemeriksaan berat jenis urine kali ini dilakukan dengan analisis kimiawi
menggunakan dipstik. Pemeriksaan dipstik dilakukan dengan meletakkan satu strip di handuk
atau tissue kertas bersih. Kemudian diteteskan (0,5 ml) urin di atas atau sisi setiap tes pad
(tergantung pada petunjuk produsen) dan hasil pemeriksaan dibaca secara visual dengan
mencocokkan warna pada panel dipstik yang dihasilkan. Apabila tidak ada perubahan warna
pada reagen, hasil dianggap sebagai hasil negatif.
Pada kasus ini, salah satu kucing menderita cystitis dengan adanya kristal kalsium
oksalat pada lumen tubulus ginjal yang menyebabkan sel-sel ginjal menjadi rusak dan
mengalami nekrosis. Hal ini menyebabkan fungsi ginjal menjadi terganggu, sehingga regulasi
air juga terganggu.
Ginjal mengkompensasi kondisi tersebut dengan meningkatkan volume urin yang
dieksresikan yang diikuti dengan menurunnya berat jenis urin hingga 1.020, sedangkan
menurut Rishniw dan Bicalho (2015), berat jenis urin normal pada kucing sehat adalah
>1.035. Ekskresi volume urine yang meningkat juga menyebabkan peningkatan konsumsi air
oleh hewan. Penyebab penumpukan kristal kalisum oksalat tersebut biasa dikarenakan pakan
yang tinggi kalsium, protesodium atau vitamin D.

3. Mekanisme/patogenesa

Infeksi pada saluran bawah urinaria (cystitis) disebabkan oleh jamur, bakteri dan
parasit yang menyebabkan terjadinya peradangan pada vesica urinaria. Selain itu infeksi
bakteri juga memungkinkan untuk menyebabkan cystolithiasis karena terbentuknya urolith
(Gerber et al. 2005). Pada urin yang terinfeksi terdapat Escheria coli. Bakteri yang terdapat
pada tubuh menghancurkan urea dan membentuk ammonia yang kemudian menimbulkan
alkalinitas pada urin (Parrah et al. 2013). Bakteri penghasil urease terdiri atas Escheria coli,
Proteus sp., Klebsiella sp., Staphylococcus sp., Pseudomonas sp., Providencia sp..
Urease yang dimiliki oleh bakteri tersebut akan menghidrolisis urea pada urin menjadi
ammonium yang kemudian dapat mengikat struvit dan apatit karbonat (Bichler et al. 2002).
Urolith yang terbentuk akibat adanya infeksi bakteri yang ditemukan pada kasus ini adalah
kristal urat dan struvit. Infeksi bakteri dapat meningkatkan pembentukan struvite urolit karena
produksi urease sehingga meningkatkan pH urin menjadi basa. Kondisi saat pH urin basa,
fosfat menjadi penyebab untuk pembentukan kristal struvite dan struvite menjadi kurang larut.
pH urin yang tinggi juga berpengaruh dalam menurunkan solubilitas magnesium ammonium
fosfat dan meningkatkan terbentuknya presipitasi kristal struvite. Ketika konsentrasi fosfat,
magnesium, dan ammonium meningkat di urin, supersaturasi terjadi dan membentuk kristal
dan urolit (Fossum, 2013).

4. Metode Pemeriksaan Laboratorium

Pengukuran berat jenis urin terbagi menjadi pengukuran langsung dan tidak langsung.
Pengukuran langsung dilakukan dengan urinometer. Pengukuran tidak langsung dapat
dilakukan menggunakan refraktometer dan dipstick (Sink dan Weinstein 2012). Pengukuran
dengan urinometer akan membutuhkan urin dengan jumlah banyak (15 milimeter).
Pengukuran dengan refraktometer dapat menggunakan urin dengan jumlah sedikit yaitu hanya
satu hingga dua tetes urin. Pengukuran berat jenis dengan refraktometer merupakan metode
yang paling akurat (Esfandiari et al. 2018).
Pengukuran dengan urinometer membutuhkan termometer, urinometer, tabung
urinometer, dan sampel urin. Suhu tera urinometer diperiksa. Urin dituangkan ke dalam
tabung urinometer sampai terisi hingga ¾-nya. Urinometer dicelupkan ke dalamnya dan
diperhatikan agar tidak membentur dasar tabung ketika dilepas. Urinometer diperhatikan agar
tidak menempel pada dinding tabung. Berat jenis dibaca pada skala. Angka terdapat pada
batas antara bagian urinometer yang tenggelam dan yang muncul di atas permukaan urin.
Suhu urin diukur dengan termometer. Jika suhu urin tidak sama dengan suhu tera urinometer,
angka yang terbaca harus dikoreksi dengan menambah atau mengurangi seperseribu untuk
tiap 3 derajat di atas atau di bawah suhu tera (Esfandiari et al. 2018).
Urin dengan jumlah sedikit dapat diukur dengan urinometer kecil dengan cara
pengukuran yang sama dengan penggunaan urinometer normal. Perbedaannya terdapat pada
penggantian tabung urinometer dengan tabung sentrifus berdinding tipis. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan pengenceran urin. Urin diencerkan dengan ditambah akuades
hingga volumenya mencukupi untuk mengapungkan urinometer. Berat jenis urin dihitung
dengan rumus BJ urin = 1 + p x (ad). Angka pengenceran dilambangkan dengan “p” dan
angka desimal hasil pengukuran urin dilambangkan dengan “ad”. Interpretasi dilakukan
dengan membandingkan berat jenis yang didapat dengan berat jenis normal hewan
berdasarkan literatur. (Esfandiari et al. 2018).
Alat lain yang dapat digunakan untuk mengukur berat jenis adalah dengan
multiple-test dipstick yang memiliki area terpisah dengan reagen untuk berat jenis. Indikator
didasarkan pada perubahan warna yang diakibatkan konsentrasi ion. Terdapat tabel yang
digunakan untuk mengidentifikasi angka berat jenis.

SIMPULAN

Pemeriksaan berat jenis urin dapat dilakukan dengan metode urinometer,


refraktometer, dan multiple-test dipstick. Berat jenis urin rendah dapat disebabkan oleh
kondisi tubuh di udara dingin, diabetes insipidus dan mengkonsumsi banyak air. Berat jenis
urin rendah dapat ditemukan pada kasus cystitis yang mengakibatkan ginjal meningkatkan
volume ekskresi urin sehingga berat jenis urin menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti FY. 2017. Hubungan berat jenis urin dengan jumlah lekosit pada sedimen urin
tersangka ISK [skripsi]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Bichler KH, Eipper E, Naber K, Braun V, Zimmermann R, Lahme S. 2002. Urinary infection
stones. International Journal of Antimicrobial Agents. 19: 488-498.

Bijanti R, Gandul AY, Retno SW, Budi U. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner Edisi
pertama. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

Dharmawan. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner, Hematologi Klinik Cetakan II.
Denpasar: Penerbit Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran.

Esfandiari A, Widhyari SD, Sajuthi D, Maylina L, Mihardi AP, Supriyana ER, Adijuana H.
2018. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik. Bogor: IPB Press.

Fauziah H. 2015. Gambaran cystitis melalui pemeriksaan klinis dan laboratoris (uji disptik
dan sedimentasi urine) pada kucing di klinik hewan Makassar [skripsi]. Makassar
(ID): Universitas Hasanuddin Makassar.

Fossum TW, Dewey CW, Horn CV, Johnson AL, MacPhail CM, Radlinsky MG, Schulz KS,
Willard MD. 2013. Small Animal Surgery. 4 th Edition. Missouri: Elsevier.

Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinik: Pemeriksaan Sedimen. Jakarta: PT


Dian Rakyat.

Gerber B, Boretti FS, Kley S, Laluha P, Muller C, Sieber N, Unterer S, Fluckiger M, Glaus T,
Reusch CE. 2005. Evaluation of clinical signs and causes of lower urinary tract
disease in European cats. Journal of Small Animal Practice. 46: 571-577.

Lina L, Hadi Saputro S, Muslim R. 2007. Faktor-faktor Resiko Kejadian Batu Saluran Kemih
pada Laki-laki [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Mundt LA, Shanahan K. 2011. Graff’s Textbook of Routine Urinalysis and Body Fluids.
Philadelphia (US): Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins Health.

McGavin MD, Zachary JF.. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease 4th Edition. The
Canadian Veterinary Journal. 48(7): 727.

Parrah JD, Moulvi BA, Gazi MA, Makhdoomi DM, Athar H, Din MU, Dar S, Mir AQ. 2013.
Importance of urinalysis in veterinary practice – A review. Veterinary World. 6(11):
640-646.

Sink CA, Weinstein NM. 2012. Practical Veterinary Urinalysis. Ames (IA): John Wiley &
Sons, Inc.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai