Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

ACARA IV

ANALISIS URIN

OLEH:

NAMA : Joseph Stella Yoga Utama

NIM. :19/445435/KH/10204

KELOMPOK : 16

ASISTEN : Ayesah Nadia Firha, S.K.H.

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2021
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui sifat-sifat fisika urin yang meliputi kuantitas, warna, kejernihan, berat
jenis dan bau.
2. Menganalisis sifat sifat kimia urin yang meliputi pH, protein dan glukosa.
3. Menganalisa kualitas urin diantaranya bedan keton, bilirubin, darah dan adanya
sedimen dalam urin sebagai deteksi keadaan ginjal, saluran urin, serta organ lain yang
bersangkutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Urin dan Mekanisme Pembentukan Urin
Urin merupakan produk akir hormonal ginjal yang kompleks yang diperantarai
proses biokimia. (Salasia and Hariono, 2010)
Mekanisme pembentukan urin meliputi filtrasi di glomerulus, reabsobsi pada
tubulus kontortus proksimal dan augmentasi di tubulus kontortus distal. (Frandson et
al., 2009)
1. Filtrasi
Filtrasi adalah masukinya darah dan zat lain ke dalam glomerulus dan kapsula
Bowman dari nefron. Proses ini menghasilkan urin primer yang mengandung
Glukosa, kalium, asam amino, garam, natrium, dan protein.
2. Reabsorbsi
Sebagian besar natrium, fosfat, klorida, glukosa, dan ion-ion bikarbonat
direabsorbsi di tubulus ginjal. Reabsorbsi yang tersisa akan diarahkan ke papilla
ginjal
3. Augmentasi
Darah memasuki tubulus kontortu distal untuk mengisi Kembali zat-zat yang
tidak dibutuhkan tubuh. Proses ini menghasilkan urin normal yang terdiri atas
95% air, urea, ammonia, pewarna empedu, garam mineral, dan zat berlebih
seperti obat-obatan dan vitamin.
(Nurbadriyah, 2021)
Gambar 1. mekanisme pembentukan urin (Isnaeni, 2006)

b. Metode Sampling Urin


1. Teknik Langsung (Vioded Specimens/Free Catch)
Pengambilan sampel urin secara langsung keuntungannya, dilakukan dengan
mudah dan cepat serta tidak menimbulkan risiko (trauma) pada hewan. Kerugian
metode ini yaitu sampel urin yang didapatkan terkontaminasi (sel epid,
spermatozoa, bakteri, leukosit serta feses). (Villiers and Ristic, 2016)

Gambar 2. teknik langsung (Rizzi et al., 2017)


2. Kateterisasi
Metode ini dilakukan dengan memasukkan kateter melalui uretra menuju vesika
urinaria. Keuntungannya, sampel yang yang didapat bebas kontaminasi.
Kerugiannya antara lain menimbulkan luka trauma pada saluran urinaria hewan
yang menyebabkan hemoragi. (Latimer, 2011)
Gambar 3. Kateterisasi (Rizzi et al., 2017)
3. Cystocentesis
Pengambilan sampel urin dengan menggunakan jarum yang ditusukkan 45o
kearah vesika urinaria. Keuntungannya sampel yang didapat bebas kontaminan
tetapi metode ini dapat menimbulkan hemoragi karena luka. (Latimer, 2011)

Gambar 4. Cystocentesis (Rizzi et al., 2017)


c. Macam-Macam Pengawet Urin

1. Toluene, cukup sebagai lapisan tipis dipermukaan urin. Toluene adalah


alternatif pengawetan urin yang paling baik untuk pemeriksaan susunan
kimiawi. (Salasia dan Hariono, 2016)
2. Formalin 40% sebanyak 2 tetes/ons urin baik juga digunakan untuk
pengawet urin, namun positif palsu untuk gula. (Salasia dan Hariono,
2016)
3. Thymol 100 ml/L urin baik untuk pengawet, namum positif palsu untuk
albumin. (Salasia dan Hariono, 2016)
4. Raksa oksidase 100 mg/L urin. Untuk penetapan diastase, uji ragi,
penentuan kadar alkohol maka urin tidak boleh ditambahkan pengawet.
Penetapan ureum mengguanakan metode urease. (Salasia dan Hariono,
2016)
5. Natrium benzoat atau sodium benzoat adalah garam yang berasal dari
asam benzoat, mudah larut dalam air (Taufiqurrohman, 2016)
d. Data Normal Urin Berbagai Hewan

Gambar 5. tabel data normal urin berbagai spesies. (Sirois, 2020)


e. Pemeriksaan Fisik Urin
1. Kuantitas (volume)

Volume urin tergantung pada makanan, minuman, iklim, dan


aktivitas fisik individu bersangkutan. Volume urin abnormal :
• Poliuria adalah terjadinya ekskresi dan volume urin yang
meningkat. Penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan
poliuria adalah nefritis interstitialis kronis, diabetes melitus,
diabetes insipidus, minuman yang banyak dengan sedikit
kandungan elektrolit, stadium absorpsi udem, pyometra, diuretika.
• Oligouria adalah peristiwa menurunnya volume urin. Penyakit
yang berhubungan yaitu nefritis interstitialis akut, sedikit atau
kurang minum, dehidrasi, muntah-diare, demam, kerja fisik, lemah
jantung.
• Pollakiuria/incontinentia uriae adalah peristiwa sering kencing/
mencoba kencing namun urin yang keluar hanya sedikit-sedikit.
Kemungkinan disebabkan iritasi kandung kencing.
• Nocturia adalah peristiwa meningkatkan kencing waktu malam hari.
• Anuria adalah peristiwa tidak dapat kencing sama sekali. Biasanya
adalah obstruksi.
(Salasia dan Hariono, 2010)
2. Warna
Warna urin dapat dapat diperiksa dengan menuangkan erin ke dalam
tabunng reaksi atau urinomeer silinder kemungkinan diamati. Secara normal
urin berwarna kuning. Warna tersebut terutama berasal dari urochrome, yaitu
zat warna yang bersala dari pemecahan zat warna darah
Abnormalitas warna urin:
a. Pucat atau tak berwarna, biasanya dijumpai pada urin yang encer, berat
jenis turun dan polyuria.
b. Kuning gelap s/d kuning coklat, biasanya dijumpai pada urin pekat, BJ
meningkat, dan volume menurun.
c. Kuning coklat s/d kuning kehijauan, adalah warna urin karena
mengandung zat warna empedu (bilirubin atau biliverdin), yang bila
dikocok akan terlihat buih kuning kehijau-hijauan.
d. Merah dan keruh adalah warna urin karena bercampur darah (hematuria)
dan bila dibiarkan di udara terbukua akan berubah menajdi merah coklat.
Kejadian ini lebih sering daripada hemoglobinuria (warna urin merah
coklat semi transparan/ translucent) atau myoglobinuria pada kejadian
azoturia, kerusakan otot/ muskulus. Lebih jauh pada kerusakan otot
biasnya perlu juga dianalisa kadar enzim ototnya.
(Salasia dan Hariono, 2010)

3. Kejernihan
Urin normal terlihat jernih, kecuali kuda terlihat pekat dan keruh
karena umumnya mengandung kristal CaCO3 dan mucus. Namun urin normal
juga dapat terlihat keruh bila urin didiamkan lama sehingga terbentuk kristal
dan urin yang tersimpan lama dalam lemari es (dingin) juga terlihat keruh.
Urin keruh yang tidak normal biasanya mengandung:
a. Leukosit (putih keruh)
b. Eritrosit (coklat kemerahan keruh)
c. Bakteri (keruh uniform karena bakteri kecil sehingga merata dalam urin
dan tidak dapat mengendap dengan sentrifugasi kecuali ultrasentrifus)
d. Lemak (keruh, bila ditambahakn pelarut lemak misalnya kloroform atau
eter akan kembali jernih/ transparan)
e. Kristal (kandungan Kristal fosfat amorf menimbulkan sedimen putih
pada urin yang alkalis, sedanngkan kandungan urat amorf menimbulkan
warna putih atau kabut merah jambu/ pink pada urin asam yang
dibiarkan/ sudah didinginkan)
f. Mucus
g. Sel-sel epitel
(Salasia dan Hariono, 2010)

4. Berat Jenis

Berat jenis diperiksa dengan alat :


• Urinometer, urin dikocok terlebih dahulum dibutuhkan
minimal urin 15ml.
• Refraktometer (Total Solid Meter), urin terlebih dahulu di
sentrifus, hanya dibutuhkan urin 1-2 tetes.
• Bila sampel urin yang diperoleh sedikit makan berat jenis
dapat diketahui dengan mengencerkan urin, misalnya
diencerkan 2 kali, 3 kali, dan sebaginya. Berat jenis urin
adalah berat jenis hasil pengenceran dikalikan dengan faktor
pengenceran.
(Salasia dan Hariono, 2010)
5. Bau
Bau urin timbul karena perubahan asam organik volatil.
a. Urin bebau ‘tajam’ biasanya dijumpai pada urin kucing, babi, dan
kambing.
b. Urin berbau amonia biasanya adalah urin alkalis atau urin yang dibiarkan
terlalu lama sehingga hasil penguraian bakteri dalam urin terbentuk
amonia.
c. Urin berbau aseton biasanya dijumpai pada hewan-hewan yang menderita
diabetes mellitus atau penyakit kebuntingan.
(Salasia dan Hariono, 2010)

f. Pemeriksaan Kimia Urin


1. pH
- Pengukuran awal dari status asam basa tubuh, yang bergantung diet.
- Alat untuk mengukur pH yaitu lab stick, pH-meter, comparator, kertas
lakmus
- Kadar normal pH tergantung pada spesies, individu, diet dan metabolisme
- pH normal asam ; karnovora, pedet & anak kuda (yang masih
menyusu)diet berlebih protein
- pH normal basa : herbivora & hewan makan banyak sayuran
(Salasia and Hariono, 2010)
2. Protein
Apabila dijumpai protein dalam urin, maka ada 2 kemungkinan penyebabnya,
yaitu fisiologis atau patologis.
1. Proteinuria fisiologis. Dapat disebabkan karena kongesti kapile
r, peningkatan permeabilitas glomerulus, dan sifatnya sementara.
2. Proteinuria patologis. Protein yang muncul dalam urin adalah
protein organik, artinya proteinuria karena kerusakan organ.
3. Nefrosis (adalah perubahan degeneratif) karena kongesti ginjal
(Salasia and Hariono, 2010).
3. Glukosa
Urin normal tidak mengandung glukosa karena difiltrasi di glomerulus. Ambang
ginjal anjing 160 - 180 mg/ 100 ml, sapi kurang dari sama dengan 100 mg/dl.
Metode pemeriksaan:
- metode fehling : menggunakan 2 reagen yaitu fehling A dan B,
interpretasi positif ada endapan kuning
- metode benedict : lebih sensitif dari pada fehling, menggunakan reagen
benedict, interpretasi positif berwarna hijau-orange merah
(Salasia and Hariono, 2010)
4. Benda Keton
Peningkatan benda keton dalam darah (ketonemia) dan urin (ketonuria) disebut
ketosis. Macamnya adalah asam asetoasetat, aseton dan asam β- hidroksibutirat.
Peningkatan metabolisme lemak dapat terjadi jika metabolisme karbohidrat tidak
mencukupi. Peningkatan metabolisme lemak menghasilkan peningkatan asam
lemak selanjutnya menyebabkan peningkatan asetoasetat dan β-hidroksibutirat
dalam darah (ketonemia) sehingga pada akhirnya terdeteksi dalam urin
(ketonuria) (Salasia and Hariono, 2010).
5. Darah
Reaksi positif dalam urin mengindikasikan adanya sel darah merah (lisis karena
urin yang hipotonis), hemoglobin bebas, atau myoglobin. Intepretasi hematuria
menandakan perdarahan dalam saluran urin, dan hemoglo-binuria menandakan
destruksi sel darah merah dalam pembuluh darah. (Salasia and Hariono, 2010)
6. Bilirubin
Bilirubin terkonjugasi akan tampak dalam urin bila ada peningkatan bilirubin
dalam plasma. Bilirubin juga bisa ditemukan pada anjing dengan
hemoglobinemia-sekunder untuk meningkatkan destruksi sel darah merah.
Metode pemeriksaan yang sederhana adalah uji buih (foam test). Metode lain
Gmelin, Rosin, Fouchet, percobaan Methylen Blue, Vallace dan Diamond,
Schlesinger, dan Obermeyer. Uji buih tidak sensitif dan spesifik karena protein
yang ada dalam urin pun dapat menimbulkan busa yang banyak bila di gojog. Uji
Gmelin tidak disarankan untuk urin sapi karena mengandung pigmen lain (dari
tumbuh-tumbuhan) (Salasia and Hariono, 2010).
g. Pemeriksaan Sedimen Urin
1. Sedimen Terorganisir
Terdiri dari bahan organic seperti eritrosit, leukosit, epitel, mikroorganisme,
parasite, spermatozoa, dll. (Salasia and Hariono, 2010)

Gambar 6. Squamus epitel (Sink and weinstain, 2012)


Gambar 7. Sel Darah Merah (Rizzi et al., 2017)

Gambar 8. Bacteria (Sink and weinstain, 2012)


2. Sedimen Tak Terorganisir
Terdiri dari bahan bahan anorganik seperti Kristal dan pignetik. Kristal terbentuk
karena faktor faktor fisikokimiawi. Kristal phosfat pada anjing dan kucing/
CaCO3 pada sapi dan kuda. (Salasia and Hariono, 2010)

Gambar 9. Kristal Struvite (Rizzi et al., 2017)

Gambar 10. Kalsium oxalate dihidrate (Rizzi et al., 2017)

Gambar 11. Kristal Cystin (Villiers and Ristic, 2016)


III. MATERI DAN METODE
a. Materi
NO Gambar + Nama Alat Fungsi

1 Lab Satick: mengukur pH urin dengan


standar yang ada.

2 Sentrifugator: menghomogenkan larutan


dengan waktu dan kecepatan yang telah
ditentukan.

3 Penjepit tabung reaksi : memindahkan


tabung reaksi kedalam panci ataupun saat
tabung reaksi direbus di dalam panci.

4 Deck glass: menutup object glass pada


pemeriksaan mikroskopis

5 Object glass: menempatkan objek yang akan


dilihat/ dianalisa dengan menggunakan
mikroskop
6 Panci dan kompor: merebus tabung reaksi

7 Tabung konikel: tempat mencampur bahan


yang diuji dengan reagen

8 Ts meter: mengukur berat jenis urin

9 Kertas saring: menyaring campuran larutan

Gelas ukur: tempat mengukur larutan

10 Mikropipet: mengambil sampel/ reagen/


larutan dalam jumlah yang sedikit

11 Pipet: mengambil larutan/sampel/reagen

12 Tabung reaksi: tempat larutan

Rak tabung reaksi: tempat menaruh tabung


reaksi
13 Urin: bahan yang diujikan

14 Albumin: kontrol prositif deteksi protein


dalam urin.

15 Glukosa: kontrol positif deteksi uji glukosa


dalam urin.

16 Benzidine: reagen untuk mengetahui adanya


darah dalam urin.

17 Namitroprodide: reagen untuk mengetahui


adanya benda keton dalam urin.

18 Asam asetat glacial: agen pengencer reagen.

19 Aseton: kontrol positif benda keton dalam


pengujian.
20 Nylander: reagen untuk mengetahui adanya
glukosa dalam urin.

b. Metode
1. Pemeriksaan Fisika Urin
Tujuan: untuk mengetahui kuantitas, warna, kejernihan, bau dan berat jenis
urin.
Prinsip: kuantitas normal tergantung makanan, cuaca, latihan. Warna normal
adalah kuning pucat sampai coklat, normalnya jernih kecuali (kuda), dan
berbau asam organic
Cara kerja dan interpretasi:
a. Kuantitas/volume: diamati langsung, jumlahnya bergantung pada
makanan, cuaca, dan latihan.
b. Warna: diamati langsung, urin noemal akan berrarna kuning pucat atau
kuning coklat.
c. Kejernihan: diamati langsung, urin normal akan berwarna jernih, kecuali
pada kuda yang keruh dan berkabut karena adanya kristal CaCO3.
d. Bau: dihirup langsung, urin normal berbau asam organic yang
mengalami penguapan
e. Berat jenis, menggunakan TS meter/ refractometer.

Angka pada TS
Urin diambil,
meter diamati pada
diteteskan pada TS
TS meter dibuka. bagian kiri untuk
meter, ditutup
mengukur berat
kembali.
jenis.

Interpretasi: hasil pemeriksaan dibandingkan dengan standar normal


masing-masing spesies.
2. Pemeriksaan Kimia Urin
a. Pemeriksaan pH Urin
Tujuan: untuk mengetahui pH urin.
Prinsip: pemeriksaan pH menggunakan labstick.
Cara Kerja:

Seluruh labsick Labstick


Labstick diambil
dicelupkan ke didiamkan 60
dari tabung..
urin. detik.

Warna yang
didapat
dicocokkan
dengan standar.

Interpretasi: perubahan warna dicocokkan dengan warna tabel pada


tabung labstick.
b. Uji protein dalam urin (uji sufosalisilat)
Tujuan: untuk mengetahui protein pada urin.
Prinsip: uji meggunakan reagen asam sulfosalisilat 20%. Protein dalam
urin akan terdenaturasi oleh asam sulfosalisilat menjadi keruh.
Cara kerja:

Tabung sampel dan 5 tetes asam


kontrol masing- sulfosalisilat 20%
masing diisi diteteskan ke
dengan 2,5 ml urin. kedua tabung.

3 tetes albumin Perubahan warna


dimasukkan ke yang terjadi
tabung kontrol. diamati.

Interpretasi:
(-) bila larutan tetap bening
(+) bila larutan menjadi keruh
c. Uji glukosa pada urin (uji Nylander)
Tujuan: untuk mengtahui glukosa pada urin.
Prinsip: uji menggunakan garam signatte, bismus nitray base, dam
NaOH 10%. Glukosa dalam urin akan mereduksi bismut nitrat base
(mengendap)
Cara kerja:
Tabung sampel 0,5 ml reagen
Glukosa
dan kontrol Nylander
diteteskan ke
masing-masing diteteskan pada
tabng kontrol.
diisi 10 ml urin. kedua tabung.

Kedua tabung
Perubahan warna
direbus hingga
yang terjadi
tabung kontrol
diamati.
hitam.

Interpretasi:
(+) terdapat endapan hitam
(-) larutan tetap bening/putih
d. Uji benda keton pada urin (uji Vanlounge)
Tujuan: untuk mngetahui benda keton pada urin
Prinsip: uji menggunakan Na nitroprusside, ammonia 10%, asam asetat
glasial. Na nitroprusside berikatan dengan benda keton pada keadaan
basa akan membentuk cincin ungu.
Cara Kerja:

Tabung sampel dan 0,5 ml asam asetat


kontrol masing-masing glasial ditambahkan
diisi 10 ml urin. pada kedua tabung.

5 tetes larutan Na
0,5 ml aseton
Nitroprusside 5%
dimasukkan ke tabung
diteteskan pada kedua
kontrol.
tabung.

3 ml ammonia dialir-
kan melalui dinding Perubahan yang terjadi
tiap tabung hingga diamati.
terbentuk 2 lapisan.

Interpretasi:
(+) terbentuk lapisan bewarna ungu
(-) tidak terbentuk lapisan bewarna ungu
e. Uji darah dalam urin (uji benzidine)
Tujuan: untuk mengetahui darah pada urin
Prinsip: uji menggunakan serbuk benzidine, Peryhidrol 3%, Asam
asetat glasial. Benzidine mengkatalis proses lisis eritrosit menjadi Hb
sehingga terbentuk cincin
Cara kerja:
1) Pembuatan reagen Benzidine

6 ml asam dicampur 6 ml
asetat Serbuk reagen
glasial. Benzidine. Benzidine.

2) Uji Benzidine

3 ml reagen
Tabung 1 ml urin Perubahan
Benzidine
sampel dan dimasukkan warna yang
dimasukkan
kontrol diisi 1 ke tiap terjadi
perlahan ke
ml peryhidrol. tabung. diamati.
tiap tabung.

Interpretasi:
(+) terbentuk cincin hijau/biru tua
(-) tidak terbentuk cincin hijau/biru tua
f. Uji bilirubin dalam urin (uji Himelin)
Tujuan: untuk mengetahui bilirubin dalam urin
Prinsip: uji menggunakan Asam Nitrat Pekat, Larutan Natrium Nitrat
0,5%. Reagen mengikat zat warna di biliverdin membentuk cincin violet.
Cara Kerja:

5ml asam nitrat 2 tetes natrium


Urin direbus lalu
dimasukkan ke nitrat dimasukkan
disaring dengan
tabung kontrol dan ke kedua tabung.
kertas saring.
sampel.

3 ml urin 3 ml urin + 1 tetes Perubahan warna


dimasukkan ke darah dimasukkan yang terjadi
tabung sampel. ke tabung kontrol diamati.

Interpretasi:
(+) ada cincin berwarna hijau di batas keduanya, dalam suasana
asam terlihat adanya cincin warna merah sampai kuning (kontrol)
(-) tidak terbentuk cincin berwarna hijau
3. Pemeriksaan Kualitas Urin
Tujuan: untuk mngetahui sedimen urin
Prinsip: mengendapkan urin dan mengamatinya di bawah mikroskop.
Cara kerja:

Cairan di atas
7-8 ml urin Sampel disentrifus dibuang, disisakan
dimasukkan 5 menit pada 0,5 ml lalu
tabung konikel. 1500-2000 rpm. dikocok.

2 tetes sedimen Sampel diamati di


3 ml urin + 1 tetes
diambil lalu bawah mikros-kop
darah dimasukkan
diletakkan di atas perbesaaran 10x
ke tabung kontrol
object glass. dan 40x.

Interpretasi: terlihat bentukan massa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Soal :
Suatu hari kucing datang ke klinik dengan kondisi lemas dan mengalami permasalahan
di sistem urinasinya. Dokter mengambil sampel urin kucing tersebut dan dikirimkan ke
Laboratorium Patologi Klinik FKH UGM. Sampel urin berwarna kuning kemerahan
sedikit keruh dengan volume 30 ml dan bau yang tajam. Pemeriksaan berat jenis
didaptkan hasil 1022 mg/dL. Hasil pemeriksaan kimiawi urin sebagai berikut

Uji Kimiawi Hasil

pH 7.5

Uji Glukosa
Uji Protein

Uji Benda Keton

Uji Darah

Uji Bilirubin
Pemeriksaan Sedimen

A. Hasil
Hasil pemeriksaan fisika urin kucing:
1. Warna : kuning kemerahan sedikit keruh
2. Volume : 30 ml
3. Bau : berbau tajam
4. Berat jenis : 1022 mg/dL.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan kimiawi dan kualitatif urin kucing
NO Aspek / Gambar Keterangan

1. pH = 7,5 Lebih dari normal → basa.

2. Uji Protein Larutan menjadi keruh.

3. Uji Glukosa Larutan menjadi bening.


NO Aspek / Gambar Keterangan

4. Uji benda keton Tidak terbentuk cincin ungu.

5. Uji darah Terbentuk cincin hijau/biru tua.

6. Uji bilirubin : Terbentuk cincin kuning


kemerahan.

7. Pemeriksaan sedimen urin Sedimen berbentuk prisma berujung


yang runcing.

B. Pembahasan
Dari sampel yang didapat, dilakukan pemeriksaan baik secara fisika,
kimiawi, maupun kualitatif. Pada pemeriksaan fisik, urin tampak berwarna kuning
kemerahan sedikit keruh. Hal ini disebabkan karena Warna urin keruh disebabkan
oleh terdapatnya epitel, lipid, leukosit, dan eritrosit dalam jumlah banyak (Riesta
dan Batan, 2020). Dari pemeriksaan volume, terhitung volume yang didapat
sebanyak 30 ml, volume tersebut normal karena produksi urin normal kucing adalah
20-40 ml (Sirois, 2020). Urin kucing yang didapat berbau tajam, yang menurut
Riesta dan Batan (2020) disebabkan karena pemecahan urea dan kadar eritrosit
yang terdapat pada urin. Dari pemeriksaan berat jenis, didaptkan hasil 1.022 mg/dL.
Berasarkan literatur (Sirois, 2020), berat jenis urin kucing yang normal adalah
1.001-1.080 mg/dL, maka dapat dikatakan bahwa berat jenis urin kucing tersebut
dalam kondisi normal.
Pada pemeriksaan kimiawi, didapatkan bahwa pH urin kucing tersebut
adalah 7,5. Menurut Sirois (2020), pH normal urin kucing adalah 6-7, sehingga
dapat disimpulkan bahwa urin tersebut basa. Menurut Riesta dan Batan (2020),
kenaikan pH ini dapat terjadi Obstruksi pada saluran urin dan peradangan pada VU
(cystitis) dapat menimbulkan retensi urin, khususnya dalam VU, sehingga
menyebabkan suasana urin menjadi lebih alkalis. Adapun pemberian pakan kering
pada kucing yang banyak mengandung ion magnesium secara terus menerus dapat
menyebabkan tingginya penyerapan magnesium yang bersifat basa.
Pada uji protein, didapatkan hasil larutan yang keruh, maka terdapat protein
di dalam urin. Menurut Sirois (2020), urin normal pada kucing tidak terdapat
protein. Menurut Salasia dan Hariono (2010), apabila terdapat protein dalam urin
maka disebut proteinuria, yang dapat disebabkan karena kongestii kapiler,
peningkatan permeabilitas glomerulus yang sifatnya sementara, ada beberapa
protein yang memiliki berat molekul yang lolos dari filtrasi glomerulus, atau karena
kerusakan organ baik renal maupun post renal.
Pada uji glukosa, didapatkan hasil larutan yang bening, yang berarti tidak
terdapa glukosa dalam urin. Hal ini sesuai dengan (Sirois, 2020), bahwa urin normal
kucing tidak terdapat glukosa.
Pada uji keton, tidak terbentuk cincin ungu pada larutan, yang berarti urin
normal. Hal ini sesuai dengan (Sirois, 2020) bahwa urin normal kucing tidak
terdapat keton di dalamnya.
Pada uji darah, terbentuk cincin hijau/biru tua pada larutan yang berarti
kucing tersebut mengalami hematuria atau hemoglobinuria. Hasil dari larutan yang
didapat tidak sesuai dengan (Sirois, 2020), bahwa urin normal kucing tidak
mengandung darah didalamnya. Kemudian (Salasia and Hariono, 2010),
menambahkan bahwa hasil positif tersebut mengindikasikan adanya sel darah
merah yang lisis karena urin yang hipotonis, hemoglobin bebas, atau myoglobin.
Menurut Apritya dan Kartika (2019), Hematuria dapat disebabkan karena trauma,
peradangan, urolithiasis, neoplasia, koagulopati, dan penyakit infeksi saluran
perkemihan.
Pada uji bilirubin, terbentuk cincin kuning kemerahan yang menandakan
bahwa terdapat bilirubin di dalam urin, disebut bilirubinuria. Secara normal,
bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin
dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk
empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan
diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak
terkonjugasi (bilirubinindirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat
diekskresikan ke dalam urin. Bilirubinuria tidak diharapkan ada pada kucing.
Adanya bilirubin dalam urin menandakan adanya gangguan patologis pada hati atau
sistem empedunya (Galgut, 2013).
Pada pemeriksaan sedimen urin, teramati sedimen berbentuk seperti peti
mati atau prisma dengan ujung yang runcing yang diduga adalah kristal struvite.
Menurut Nelson dan Couto (2019), Kucing yang diberi pakan kering secara terus-
menerus akan meningkatkan terjadinya penyerapan Mg dan mineral-mineral
lainnya. Pada pakan kering terkandung ion-ion MgO2 dan MgSO4 yang bersifat
basa. Urine yang bersifat basa akan membuat ion Mg, phospat, dan amonium akan
mengkristal membentuk kristal struvit. Kristal ini yang akan menyebabkan
obstruksi vesica urinaria dan kelukaan pada uretra dan ureter. Hal tersebut dapat
menyebabkan keradangan pada vesica urinaria sehingga membengkak. Obstruksi
akibat kristal menyebabkan kucing mengalami disuria hingga hematuria. Obstruksi
tersebut juga menyebabkan edema pada uretra dan vesica urinaria.
V. KESIMPULAN
• Sifat fisika urin dapat diukur melalui warna, volume, berat jenis, kejernihan, dan
bau
• Sifat kimia urin dapat diuji dengan uji pH, uji protein/uji sulfosalisilat, uji
glukosa/uji Nylander, uji benda keton/uji Vanlounge, uji darah/uji Benzidine, uji
bilirubin/Gmelin’s Test
• Sedimen dibagi menjadi dua jenis, yaitu sedimen teroganisir seperti eritrosit,
bakteri, dan sel epitel dan sedimen tak terorganisir seperti Kristal Struvite,
Kalsium Oksalat, dan Cystine.

Pemeriksaan Hasil Data normal Interpretasi

Warna Kuning kemerahan Kuning Hematuria

Volume 30 ml 20-40 ml/kg Normal

Bau Berbau tajan Berbau kuat Normal

Berat jenis 1.022 mg/dl 1.001-1.080 Normal

pH 7,5 6-7 Alkali/Basa

Uji protein Berubah menjadi Jernih Proteinuria


keruh
Uji glukosa Tidak membentuk Tidak membentuk Normal
endapan hitam endapan hitam

Uji benda Tidak terbentuk Tidak terbentuk Normal


keton lapisan ungu lapisan ungu

Uji darah Terbentuk cincin hijau Tidak terbentuk Hematuria


cincin hijau/biru

Uji bilirubin Terbentuk cincin hijau Tidak terbentuk Bilirubinura


cincin hijau
Uji sedimen Ada sedimen struvite Normal pada urin Terdapat sedimen
asam lemah netral
dan alkali

VI. DAFTAR PUSTAKA


Apritya, D., & Kartika, S. S. 2019. Urinalisis pada urin kucing dengan kasus feline
urologic syndrom di klinik hewan La Femur Surabaya. ARSHI Veterinary
Letters, 3(3), 55-56.
Frandson, R.D., Wilke, W., Lee. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animals 7th
Edition. USA: Wiley-Blackwell
Galgut, B. 2013. SA34-Urinalysis-A Review. The Dr. Jack Walther 85th Annual Western
Veterinary Conference. Nevada: Mandalay Bay Convention Center
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Latimer, K.S. 2011. Duncan & Prasses’s Veterinary Laboratory Medicine: Clinical
Pathology 5th Edition. Oxford: Wiley-Blackwell
Nelson, R. W., & Couto, C. G. 2019. Small Animal Internal Medicine-E-Book. Elsevier
Health Sciences.
Nurbadriyah, W. D. 2021. Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis dengan
Pendekatan 3S. Malang: Literasi Nusantara.
Riesta, B. D. A., & Batan, I. W. 2020. LaporanKasus: Cystitis Hemoragika dan
Urolithiasis pada Kucing Lokal Jantan Peliharaan. Indonesia Medicus
Veterinus, 9(6), 870-883.
Rizzi, T.E., Valenciano, A., Bowles, M., Cowell, R., Tyler, R., Denicola, D.B. 2017.
Atlas of Canine and Feline Urinalysis. Colorado : Willey-Blackwell
Salasia, S.I., Hariono, B. 2010. Patologi Klinik : Kasus Patologi Klinis.Yogyakarta :
UGM Press
Sink, C. A., and Weinstein, N. M. 2012. Practical Veterinary Urinalysis. Lowa: Willey-
Blackwell.
Sirois, Margi. 2015. Laboratory Procedures For Veterinary Technicians, Sixth Edition.
Missouri: Elsevier
Villiers, E., dan Ristic, J. 2016. BSAVA Manual of Canine and Feline Clinical Pathology
3rd Edition. Gloucester: BSAVA
VII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai