Anda di halaman 1dari 5

2.

X Hubungan Struktur dan Sifat Kimia dengan Proses Ekskresi Obat

2.X.1 Ekskresi Obat dalam Tubuh

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk

metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi adalah proses

pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak berguna lainnya. Obat atau

metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali melalui

paru-paru (tergantung koefisien partisi udara/darah, bila koefisien partisinya kecil

maka lebih mudah diekskresikan). Biasanya obat hasil metabolisme yang bersifat

larut air akan dikeluarkan bersama urin, keringat dan air liur, sedangkan yang

bersifat larut lemak akan keluar bersama feses dan ASI.

Ekskresi obat dalam tubuh dapat melalui melalui paru, ginjal dan empedu,

selain itu juga dapat melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi

dalam jumlah relatif kecil sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.

a. Ekskresi Obat melalui Paru

Obat yang diekskresikan melalui paru terutama adalah obat yang digunakan

secara inhalasi, seperti siklopropan, etilen nitrogen oksida, halotan, eter, kloroform

dan enfluran. Sifat fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru

ialah koefisien partisi darah/udara. Koefisien partisi darah/udara

dari anastesi umum digunakan untuk mengukur seberapa mudah anestesi mengalir

dari gas ke darah. Obat yang mempunyai koefisien partisi darah/udara kecil, seperti

siklopropan dan nitrogen oksida diekskresikan dengan cepat, sedangkan obat

dengan koefisien partisi darah/udara besar seperti eter dan halotan diekskresikan

lebih lambat.

b. Ekskresi Obat melalui Ginjal


Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi obat oleh ginjal

melalui tiga proses yang terjadi di dalam nefron. Nefron merupakan unit fungsional

mikroskopik yang terdapat pada korteks ginjal. Proses-proses ini adalah: Filtrasi

glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus.

Glomerulus merupakan jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat

yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya. Semua obat yang

terikat pada protein plasma mengalami filtrasi di glomerulus. Ekskresi obat melalui

ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal, sehingga dosis pelu diturunkan atau

interval pemberian diperpanjang.

 Penyaringan Glomerulus

Ginjal menerima sekitar 20-25% cairan tubuh dari jantung atau 1,2-1,5 L

darah per menit, dan sekitar 10% disaring melalui glomerulus. Membran

glomerulus memiliki karakterisitik yang spesifik sehingga dapat dilewati oleh

molekul obat dengan garis tengah sekitar 40 Å, berat molekul lebih kecil dari 5000

dan obat mudah larut dalam cairan plasma atau obat yang bersifat hidrofil.

Selama filtrat ini dipekatkan dalam tubuli, zat-zat lipofil berdifusi kembali

secara pasif melalui membran sel kedalam darah. Zat-zat hidrofil hampir tidak

didifusi kembali dan langsung dikeluarkan melalui urin. Ekskresi dapat diperlancar

dengan memperkuat disosiasi obat yang kebanyakan bersifat asam atau basa lemah

dengan derajat ionisasi kecil. Contohnya Indometacin dengan Litium, dimana pada

aliran darah ke ginjal diatur oleh prostaglandin (PG). Indometacin menghambat

sintesis PG sehingga menyebabkan fungsi ginjal menurun dan kadar litium menjadi

meningkat.

 Reabsorpsi secara Pasif pada Tubulus Ginjal


Obat yang bersifat polar, sukar larut dalam lemak, tidak teradsorpsi kembali

oleh membran tubulus. Reabsorpsi pasif pada tubular ini sangat tergantung pada pH

urin, disebut sebagai difusi pasif karena prosesnya tidak memerlukan energi. Obat

yang bersifat elektrolit lemah pada urin normal memiliki nilai pH 4,8-7,5. Sebagian

besar akan terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, mudah larut dalam lemak,

sehingga mudah diadsorpsi kembali oleh tubular.

 Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal

Obat dapat bergerak dari plasma darah ke urin melalui tubulus ginjal dengan

mekanisme pengangkutan aktif. Sekresi tubulus melibatkan dua sistem

pembawa-pembawa dasar yang mengangkut obat-obatan dalam bentuk terionisasi

basa (amiloride, dopamine, histamine dan probenezid), dan pembawa asam untuk

obat-obatan asam (frusemide, penicillin, indomethacin).

Sebagai contoh, kombinasi obat antara lain probenesid dengan penisilin

meningkatkan masa kerja penisilin karena probenesid dapat menghambat sekresi

pengangkutan aktif pensilin secara kompetetif sehingga ekskresi penisilin menurun,

kadar penisilin dalam darah tetap tinggi dan menunjukkan aktifitas lebih lanjut.

c. Ekskresi Obat melalui Empedu

Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan yang telah

dimetabolisme menjadi komponen senyawa yang lebih polar dapat diekskresiakan

dari hati lewat empedu menuju usus dengan mekanisme transpor aktif (dalam

bentuk terkonjugasi dalam glukuronat, asam sulfat atau glisin). Di usus, obat

bentuk konjugat dapat langsung diekskresikan mengalami hidrolisis oleh enzim

atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nonpolar sehingga dapat diabsopsi

kembali ke dalam plasma darah, kembali ke hati, dimetabolisme, dikeluarkan


kembali melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya sehingga menjadi

suatu siklus yang biasa disebut dengan siklus enterohepatik. Siklus ini menjadikan

kerja obat lebih panjang. Beberapa obat yang mengalami siklus ini adalah dioksin,

rifamfisin, stilboestor, glutetimide, indometacin, dan morfin.


DAFTAR PUSTAKA

Bunkunya bapak

Golan, D.E., Tashjian, A.H., Armstrong, E.J., and Armstrong, A.W.,


2008, Principles of Pharmacology: The Pathophysiologic Basis of Drug
Therapy. (secondary), Philadelphia, Pa., Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai