Anda di halaman 1dari 7

ADELIA PRADITA

04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

MEKANISME EKSKRESI OBAT DALAM TUBUH

1. Ekskresi Obat Melalui Ginjal

Ekskresi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik (darah) menuju ke


organ ekskresi. Obat mengalami ekskresi untuk keperluan detokstfikasi obat tersebut.
Apabila obat tidak diekskresi maka obat akan tertinggal dalam tubuh dan
mengakibatkan ketoksikan pada organisme bersangkutan. Tempat atau jalur ekskresi
adalah melalui ginjal (organ utama), hati atau empedu, paru, kelenjar saliva, kelenjar
susu dan kelenjar keringat,
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui
ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh
atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 proses, yakni filrasi glomerulus, sekresi aktif ditubulus proksimal dan
reabsorpsi pasif disepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pda usia 6-
12 bulan, dn setelah dewasa menurun 1% pertahun.
Ginjal merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ ini
mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah guna mempertahankan
miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit fungsional terkecil yang disebut dengan
Nefron. Nefron terdiri atas pembuluh proksimal, lengkung Henle, dan pembuluh distal,
sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus yang terdapat dalam kapsula
Bowmann.
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

1. Filrasi Glomerulus

Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang lebih
kecil dari albumin melalui cela antara sel endotelnya sehingga semua obat yang tidak
terikat protein plasma mengalami filtrasi disana. Kapiler-kapiler glomeruli akan
menyaring plasma darah sedemikian rupa sehingga setiap molekul obat yang berat
molekulnya dibawah 20.000 akan melewati glomeruli sedangkan albumin plasma
dengan berat molekul 68.000 tidak dapat melewati glomeruli. Obat-obat yang terikat
pada albumin plasma tidak dapat melewati glomeruli misalnya fenibutazon.
Obat yang tidak terikat protein (bentuk bebas) akan mengalami filtrasi
glomerulus masuk ke tubulus (Batubara, 2008). Filtrasi glomerulus menghasilkan
ultrafiltrat, yakni minus plasma protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam
ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap tinggal dalam darah (Setiawati
dkk., 2007). Kelarutan dan pH tidak berpengaruh pada kecepatan filtrasi glomerulus,
yang berpengaruh adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomerulus
(Batubara, 2008).
Laju filtrasi glomerulus meningkat pada:

 kenaikan tekanan darah dalam kapiler glomerulus


 pada peningkatan luas permukaan filtrasi pada kondisi glomerulus yang tenang.
 pada pengurangan protein plasma akibat berkurangnya ikatan protein dengan
bahan obat

2. Sekresi Aktif Ditubulus Proksimal

Filtasi glomeruli hanya menghasilkan paling banyak 20% dari seluruh obat yang
terdapat dalam darah yang bisa mencapai ginjal. Sisanya 80% akan dikeluarkan ke
lumen tubuli oleh suatu mekanisme transpor aktif, yang bergerak melawan gradient
konsentrasi sehingga akan mengurangi jumlah obat dalam plasma sampai nihil. Oleh
karena itu, sekresi tubuli ini merupakan mekanisme eliminasi obat yang paling cepat
melalui ginjal. Tidak seperti filtrasi glomeruli, system transportasi aktif ini dapat
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

mencapai bersihan maksimal walaupun obat terikat pada protein plasma. Misalnya
penisilin, walaupun 80% terikat pada protein plasma dan diekskresi sangat lambat
melalui filtrasi glomeruli, kecepatan eliminasi penisilin via ginjal sangat tinggi karena
penisilin disekresikan secara aktif kedalam lumen tubuli ginjal.
Sekresi tubulus proksimal merupakan proses transport aktif, jadi memerlukan
carrier (pembawa) dan energi (Batubara, 2008). Sekresi aktif dari dalam darah ke
lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan
MRP (Multidrug-Resistance Protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan
selektivitas berbeda, yakni MPR utuk anion organik dan konyugat (mis: penisilin,
ptobenesid, glukuronat, sulfat da konyugat glutation), dan P-gp untuk kation organik
dan zat netral (mis: kuinidin, digoksin ) (Setiawati dkk., 2007).
Karena banyak obat yang disekresikan secara aktif dengan cara yang sama,
dapat terjadi kompetisi antara obat-obat tersebut. Misalnya probenesid, dapat
memperlambat ekskresi penisilin dengan jalan berkompetisi untuk transport aktif pada
sel-sel tubuli ginjal sehingga secara klinik akan diperoleh kadar penisilin yang lebih
tinggi. Selain itu, probenesid juga menghambat reabsorpsi asam urat ( yang dipengaruhi
pembawa yang sama ) sehingga berguna juga untuk pengobatan penyakit gout.

3. Reabsorpsi Pasif Disepanjang Tubulus

Setelah obat sampai di tubulus, kebanyakan akan mengalami reabsorpsi kembali


ke sirkulasi sistemik (Batubara, 2008). Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus
untuk bentuk non-ion obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung
pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada
keracunan suatu obat asam atau obat basa (Setiawati dkk., 2007). Obat-obat yang
mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi akan berdifusi secara pasif masuk
kembali melewati sel-sel epitel tubuli sehingga terjadi reabsorpsi obat secara pasif.
Dengan demikian, obat-obat yang mudah larut dalam lemak akan diekskresikan secara
lambat sekali. Sebaliknya, obat-obat yang polar akan tetap tinggal dalam filtrate sebab
membrane tubuli tidak permeable untuk obat-obat yang terionisasi dan kurang larut
dalam lemak.
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk non ion.
Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini bergantung
pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasi. Bila urine lebih basa, asam
lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatnya
ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah.
Reabsorbsi pasif bergantung pada pH urine yang ada di ginjal. Bila pH asam
maka obat-obatan yang bersifat asam lemah akan diserap kembali sehingga tidak
dieksresikan dan bila pada suasana basa maka obat-obat asam tadi akan terionisasi
sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh. Begitu sebaliknya dengan obat-obat basa yang
akan dieksresi kembali pada suasana basa. Hal ini dapat dimanfaatkan pada kasus
keracunan. Pada pasien yang keracunan phenobarbital (obat asam lemah) maka
kelebihan phenobarbital yang ada di dalam darah dapat cepat dikeluarkan dengan
memberikan Natrium bikarbonat yang bersifat basa sehingga phenobarbital dapat cepat
dieksresi dari tubuh melalui urine.

2. Ekskresi obat melalui empedu, paru, ASI dan saliva

Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus dan
keluar bersama fases. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran
kanalikulus sel hati dan mensekresi katif obat-obat dan metabolit kedalam empedu
dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (glukuronat
dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesterol dan garam
empedu P-gp dan MRP juga terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat
dan metabolit dari darah ke lumen usus juga terjadi.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi
dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantitatif kurang penting. Ekskresi ini
bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui sel
epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya
karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-
obat asam terdapat dalam ASI daripada dalam plasma. Eskresi dalam saliva: kadar obat
dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan
untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah.

Pola dan mekanisme ekskresi

Pola ekskresi
Jalur ekskresi Mekanisme Contoh
Urin Filtrasi glomerulus, sekresi Semua obat dalam bentuk ion, penisilin,
tubular aktif diuretik merkurat organic
Empedu Transport aktif, difusi pasif dan Senaya ammonium striknin, kuinin, tetrasiklin
kuartener, pinositosis

Intestin / usus Difusi pasif dan sekresi empedu Asam organic terionisasi
Saliva Difusi pasif dan transport aktif Penisilin, tetrasiklin, tiamin, etanol dan eter

Paru Difusi pasif Kamfor, amonium klorida, iodida, natrium


bikarbonat
Keringat Difusi pasif Asam dan basa lemah organik, tiamin
Susu Difusi pasif dan transport aktif Basa organik lemah, anastesi, eritromisin,
streptomisin, kanamisin dan gentamisin

Kliren (Clearance)
Kliren renal (CLR) adalah volume plasma yang mengandung senyawa yang

dipindahkan oleh ginja! per satuan waktu. Definisi lain adalah volume darah yang
dibersihkan dari obat oleh ginjal per satuan waktu. Kliren merupakan tolok ukur
keefektifan ekskresi suatu obat. Kliren tersebut dihitung berdasarkan konsentrasi obat
dalam plasma (Cp) dan konsentrasi obat dalam urin (Cu) dan kecepatan alir urin (Vu)
seperti pada persamaan berikut ini:
CuVu
CLR= —————

Cp
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

Harga kliren renal bervariasi tergantung padsa obat yang bersangkutan dan bervariasi
hingga 700 mUmenit. Kliren renal ini merupakan representasi dari kecepatan eliminasi
obat melalui ginjal. Kecepatan eliminasi obat melalui ginjal adalahj jumlah kecepatan
filtrasi glomerulus dan kecepatan sekresi tubular dikurangi kecepatan reabsorpsi tubular.

SUMBER :
ADELIA PRADITA
04021181320009
ILMU KEPERAWATAN 2013

http://media-penelitian.blogspot.com/2013/03/perjalanan-obat-dalam-tubuh-adme.html
( diakses pada 7 February 2015 pukul 12.00 WIB )

http://krissandy-gatez.blogspot.com/2012/05/farmakokinetik-ekskresi.html ( diakses pada 7


February 2015 pukul 12.00 WIB )

https://www.scribd.com/doc/195998943/makalah-farmakologi-Mekanisme-Ekskresi-Obat
( diakses pada 7 February 2015 pukul 12.00 WIB )

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.


2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed.2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai