Oleh :
Indira Yusvania Carolin
NIM. 10.029
Juli 2013
Potensi Glukomanan Pada Tanaman Endemik Umbi Porang (Amorphophallus
muelleri Blumei) Sebagai Pangan Terapi bagi penderita Diabetes mellitus
Diajukan Kepada
Oleh :
Indira Yusvania Carolin
NIM. 10.029
Juni 2013
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tim terbaikku, agen glukomanan mba ayu asri dan ayem. Diki
bobii dan sahabat – sahabatku, dukungan dan pelajaran yang
kalian berikan tidak pernah aku lupakan. Terima kasih karena
kalian aku bisa bangkit seperti saat ini. Luv u all
Wassalamualaikum Wr Wb
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
Adapun tujuan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan program Diploma III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra
Indonesia Malang.
1. Bapak Hendy Krisna Dhani,S.Si selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan
5. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat
serta motivasinya
langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan bimbingan, serta
i
ii
mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat
diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Penulis
ii
iii
ABSTRAK
iii
iv
DAFTAR ISI
iv
v
v
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini beras masih unggul sebagai bahan pangan utama sumber
dari beras saja.Sumber karbohidrat selain beras bisa diperoleh dari jagung,
menyebabkan rasa kenyang, hal itu sebabkan karena umbi – umbian mengandung
karbohidrat yang cukup tinggi. Sebagai sumber karbohidrat dari jenis umbi, umbi
suweg, umbi porang, ganyong, dan uwi belum optimal pemanfaatannya, sehingga
tinggi berupa glukomanan (Heyne, 1987; Lahiya, 1993; Jansen et al 1996 dalam
Sumarwoto, 2004).
terdiri dari kerangka D-glukosil dan D-manosil yang bercabang yang mana rasio
antara manosa : glukosa adalah 1,6 : 1 (Ratcliffe et al., 2005). Dalam tepung umbi
1
2
yang luar biasa dan mengembang, sehingga apabila dikonsumsi akan menciptakan
rasa kenyang karena perasaan penuh dilambung (Chairil dan chairil, 2010).
al., 2001).
mellitus adalah keadaan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal
tahun. Pada tahun 2010 diestimasikan penderita diabetes dunia akan mencapai 220
juta jiwa dan pada tahun 2025 jumlah penderita akan meningkat lagi hingga
mencapai tiga ratus juta jiwa (Kronenberg, et al, 2008). Berbagai upaya untuk
terapi non obat. Terapi bagi penderita diabetes mellitus sendiri bertujuan untuk
pengendalian kadar gula, selain itu juga untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Upaya terapi non obat untuk diabetes mellitus bisa berupa terapi pangan
2
3
umbi porang digunakan sebagai bahan baku makanan dan industri sejak 1.000
tahun yang lalu di Jepang dan China. Umbi porang dapat diolah menjadi berbagai
khas jepang yaitu produk pangan yang terbuat dari umbi konjac(Amorphophallus
aliran darah, sehingga secara perlahan akan menormalisasi kadar gula dalam
tanaman endemik umbi porang menjadi suatu alternatif dalam upaya mengatasi
tanaman endemik umbi porang memiliki aktivitas sebagai penurun kadar glukosa
porang dalam menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes mellitus ?
4
1.3.Tujuan Penelitian
mellitus.
2. Mengetahui penurunan kadar gula darah pada mencit yang telah dipapar
endemik umbi porang sebagai produk pangan untuk terapi pengobatan diabetes
mellitus
5
tanaman umbi porang menjadi produk pangan kesehatan, dan sebagai informasi
mencit untuk mengetahui aktivitas glukomanan dari umbi porang terhadap kadar
suhu konstan
relative tinggi.
3. Konyaku adalah pangan yang berasal dari Jepang, yang terbuat dari
TINJAUAN PUSTAKA
bulat dan berakar serabut, memiliki jaringan parenkim yang tersusun atas sel – sel
porang tergantung dari spesies dan varietasnya. Umbi porang mengandung serat
yang tinggi yang sangat baik untuk kesehatan terutama untuk diet (Sulaeman,
2.1.1 Klasifikasi
Ordo : Arales
7
8
Genus : Amorphophallus
oncophylus.
Amorphophallus variabillis atau iles iles putih (Kay, 1973). Perbedaan antara
Menurut Otsuki (1968) komposisi kimia pada umbi porang dapat dilihat
Sedangkan menurut Arifin (2001), kandungan kimia per 100 gram umbi
segar berbeda dengan kandungan per 100 gram tepung umbi porang.
mengandung kalsium oksalat yang terdapat pada lendir yang melekat pada daging
10
umbi. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan dari metabolism sel
yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000). Dalam tanaman
menyebabkan rasa gatal dan panas seperti terbakar pada mulut jika terkonsumsi.
Komponen kalsium oksalat ini perlu diperhatikan dalam pengolahan umbi porang.
2.2. Glukomanan
sebagai senyawa untuk terapi penyakit gula darah biasa disebut diabetes mellitus .
glukosa dan manosa. Ohtsuki, (1968) menyebutkan bahwa hasil analisa hidrolisa-
asetolisis dari glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-
mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat
D-mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara
Parry (2010), glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon
pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia
glukomanan seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air
11
2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari
sel pati. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat glukomanan memiliki
Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang
sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel,
2. Membentuk gel
Dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel, di mana
gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.
3. Merekat
4. Mengembang
sifat transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan
cairan usus. Tetapi jika film dari glukomannan dibuat dengan penambahan NaOH
6. Mencair
7. Mengendap
etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida
encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di
dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khususnya
Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel.
Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai
100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan
ikatan β-1-4-glikosida dan mempunyai gugus asetil setiap 17 gugus karbon pada
posisi C-6. Gugus asetil tersebut mempengaruhi kelarutan glukomanan dalam air
2.3.Enzim
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimiawi yang
terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108
sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reksi tersebut dilakukan tanpa
katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping
organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia. Kerja enzim
sangat spesifik, karena strukturnya hanya dapat mengkatalisis satu tipe reaksi
kimia saja dari suatu substrat, seperti hidrolisis, oksidasi dan reduksi. Enzim
merupakan molekul biopolimer dan tersusun dari serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memiliki peranan
yang sangat penting dalam berbagai reaksi kimia yang terjadi di dalam sel yang
mungkin sangat sulit dilakukan oleh reaksi kimia biasa (Pujiadi, 2005).
14
adalah :
a. pH
optimum. Suasana terlalu asam atau alkali akan mengakibatkan denaturasi protein
dan hilangnya secara total aktifitas enzim. pH optimal untuk beberapa enzim pada
umumnya terletak diantara netral atau asam lemah yaitu 4,5-8 dan pH optimal
untuk enzim Liquozyme supra yaitu 5,1-5,6. pH optimum sangat penting untuk
optimum yang berbeda (Tranggono dan Sutardi, 1990). Menurut Winarno (1995),
enzim yang sama mempunyai pH optimum yang berbeda tergantung pada asal
enzim.
b. Suhu
Enzim mempercepat reaksi kimia pada sel hidup. Dalam batas-batas suhu
tertentu kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik.
Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Oleh
karena itu penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat perlu karena apabila
suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim akan naik tetapi aktifitas turun,
sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi tetapi kestabilan rendah
(Muchtadi, 1988) namun, kecepatan akan menurun drastis pada suhu yang lebih
konfirmasi thermal (denaturasi) enzim. Kebanyakan enzim tidak aktif pada suhu
c. Konsentrasi substrat
meningkat, peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai
pada suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya
(2006), semakin tinggi kecepatan reaksi enzim maka semakin banyak pati yang
d. Konsentrasi enzim
reaksi dalam reaksi enzim sebanding dengan konsentrasi enzim, semakin tinggi
konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi, sehingga pada
batas konsentrasi tertentu dimana hasil hidrolisis akan konstan dengan tingginya
(Martin, 1983).
menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada pati. Enzim α-amilase bekerja spesifik
Enzym α-amilase murni dapat diperoleh dari malt (barley), ludah manusia,
pankreas, dan diisolasi dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis (pada suhu
endo-enzim yang bekerjanya memutus ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam
pertama, degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara
acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viksositas
dengan cepat pula. Kedua, relatif sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan
maltosa dan berbagai jenis α-limit dekstrin. Jenis α-limit dekstrin yaitu
oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu glukosa yang semuanya
degradasi pati, biasanya diukur dari penurunan kadar pati yang larut atau dari
kadar amilosa bereaksi dengan iodium akan berwarna coklat. Selain itu keaktifan
pereduksi yang terbentuk. Hidrolisis amilosa akan lebih cepat daripada hidrolisis
rantai yang bercabang seperti amilopektin atau glikogen. Laju hidrolisis akan
meningkat bila tingkat polimerisasi menurun, dan laju hidrolisis akan lebih cepat
berlaku bila pancreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak
2.4.1. Prediabetes
Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah terlalu tinggi
untuk dianggap normal, tetapi tidak cukup tinggi unutk dilabelkan sebagai
diabetes. Orang – orang dikatakan sebagai prediabetes jika kadar gula darah puasa
mereka adalah antara 101 mg/dL dan 126 mg/dL atau tingkat gula darah mereka 2
jam setelah tes toleransi glukosa antara 140 mg/dL dan 200mg/dL.
resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit diabetes mellitus pada masa
depan. Penurunan berat badan dari 5 – 10% melalui diet dan latihan dapat
2.4.2. Tipe 1
dependent diabetes onset remaja), lebih dari 90% dari sel pancreas yang
insulin yang diproduksi adalah sedikit atau langung tidak dapat diproduksikan.
Namun, hanya sekitas 10% dari semua penderita diabetes mellitus menderita
sebelum usia 30. Para ilmuan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi
virus atau faktor gizi pada masa kanak – kanak atau awal dewasa dapat
Faktor genetik dapat membuat sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman
faktor lingkungan.
2.4.3. Tipe 2
dependent atau diabetes onset-dewasa), pankreas adalah normal dan dapat terus
normal. Tetapi tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada
insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe 2 jarang
sekali wujud pada anak-anak dan remaja tetapi menjadi lebih umum pada
kebelakangan ini. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula pada pasien yang
umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih umum dengan peningkatan usia.
Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. Ras
dan etnis menjadi salah satu faktor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan risiko
menderita diabetes tipe 2 setinggi 2 kali lipat terjadi pada penduduk asli Amerika
dan Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat. Riwayat keluarga juga memainkan
peranan yang penting dalam peningkatan risiko menderita daibetes tipe2. Obesitas
adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2, setinggi 80% sampai 90% dari
sangat besar untuk mengawali kadar gula darah yang normal. Gangguan tertentu
dan obat-obatan dapat mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin dan dapat
19
(diabetes gestasi) adalah penyebab yang paling umum mengganggu fungsi dan
efektivitas insulin. Diabetes juga dapat terjadi pada pasien dengan kelainan
yang dengan tumor mensekresi hormon tertentu. Pankreatitis berat atau berulang
serta gangguan lain yang dapat merusak pankreas dapat menyebabkan diabetes.
diatasditambah dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih besar atau sama dengan
besaratau sama dengan 126 mg/dl sebanyak dua kali pemeriksaan dengan waktu
yang berbeda. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan,
maka perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan tujuan untuk
metabolisme glukosa pasien hanya pada saaat itu. Untuk perkiraan derajat
glukosa serum dan meningkat pada diabetes yang tidak terkontrol. HbA1c sekali
terbentuk, tetap berada dalam eritrosit selama 120 hari umur sel. Jadi, kadar
Salah satu insulin kerja cepat adalah insulin reguler, yang bekerja paling
cepat dan paling sebentar. Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula
dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja
selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat sering kali digunakan oleh penderita yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit
sebelum makan.
Salah satu adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai
bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6-10
jam, dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari
untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari
Salah satu adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya
secara mencukupi pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes
tipe I. contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klorpropamid. Obat ini
menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang dapat diminum.
22
obat antidiabetes (OAD) sudah mulai ditinggalkan, karena memang tidak ada obat
oral, yaitu golongan sulfonylurea dan golongan biguanid. Obat ini sebaiknya tidak
digunakan penderita diabetes mellitus yang disertai dengan gangguan fungsi ginjal
hemiselulosa. Glukomanan dianggap sebagai serat yang mudah larut dalam air
dan membentuk larutan kental (Nurhidayat, 2008). Menurut Sulaeman (2004) dan
Lase (2007), serat glukomanan baik untuk kesehatan terutama untuk diet.
tanaman dari jenis yang sama tetapi berbeda tempat memiliki kandungan senyawa
23
Dalam penelitian ini sampel umbi porang di ambil dari desa Pesanggrahan,
tahap penelitian umbi porang dibuat menjadi tepung. Umbi porang dikuliti
Nugroho (2000) Ca Oksalat merupakan bagian tanaman yang tidak butuhkan lagi.
Substansi ini dapat menyebabkan rasa gatal dan panas. Umbi porang yang sudah
yang kering digiling supaya ukuran dari tepung porang lebih teratur dan lebih
halus.
uji fisik karena senyawa glukomanan ciri – ciri fisik, diantaranya yaitu mudah
larut dalam air, membentuk gel, merekat dan mengembang. Glukomanan larut
dalam air menjadi larutan sangat kental dan membentuk gel transparan apabila
mempunyai sifat merekat, dengan penambahan asam gugus ini akan terpotong dan
memotong ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul pada amilopektin
pada temperature tinggi. Oleh karena itu dalam isolasi glukomanan memakai
suhu 105oC selama 2 jam. Hasil hidrolisa tepung porang dengan menggunakan
Etanol merupakan pelarut semi polar yang dapat menarik komponen polar dalam
filtrate hasil hidrolisa. Residu dari ekstraksi menggunakan etanol adalah senyawa
hasil yang lebih murni, glukomanan murni kemudian dikeringkan lalu digiling
ditambah garam kalsium, yang mana garam kalsium ini berfungsi sebagai untuk
glukomanan akan terus mengembang dan akan mengeras. Sebelum mengeras gel
yang bagus. Produk konyaku yang sudah jadi kemudian rendam dalam larutan
kapur sirih selama 30 menit, hal ini bertujuan sebagai pengawet agar dapat
25
disimpan lebih lama. Produk yang sudah jadi kemudian direbus dengan air
mendidih selama 15 menit, hal ini bertujuan agar produk konyaku lebih aman
untuk dikonsumsi.
diketahui dengan pemberian produk pada mencit. Mencit merupakan hewan yang
3 ekor mencit. (1)Kelompok kontrol positif yaitu kelompok mencit yang yang di
terapi dengan obat untuk diabetes yaitu acarbose. (2)Kelompok kontrol negative
kelompok variasi dosis, yaitu dosis 1 kelompok (4), dosis 2 kelompok (5), dan
pengecekan kadar gula darah awal. Kemudian mencit disonde laruran glukosa
kelompok perlakukan dosis ini dilakukan selama 5 hari. Jika produk dari umbi
26
umbi porang dapat menurunkan kadar gula darah mencit maka dapat tetapkan
BAB III
METODE PENELITIAN
penderita diabetes mellitus. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
tepung umbi porang, lalu pengujian kadar pati dalam tepung porang pembuatan
27
28
Produk yang telah dibuat diujikan pada hewan coba mencit dengan cara variasi
porsi pemberian.
Pada tahap ini adalah pengolahan data, dan membuat kesimpulan tentang
% rendemen glukoman dan aktifitas glukomanan dalam produk pada hewan coba
mencit.
Dalam penelitian ini populasi dan sampel yang digunakan sebagai berikut :
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah umbi porang tumbuh liar, yang
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah umbi porang yang diambil dari
Malang.
29
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dan variable terikat disajikan dalam tabel berikut :
3.5.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, nampan,
erlenmeyer, corong gelas, kertas saring, tabung reaksi, batang pengaduk, dan
glukotest.
3.5.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah umbi porang segar. Bahan-bahan lain
yang berfungsi sebagai pendukung adalah aquadest, Ca(OH)2 dan NaCl. Bahan
kimia untuk analisa meliputi enzim α-amilase, etanol 70%, Etanol dan mencit.
3.6.Pengumpulan Data
1 Dipilih umbi porang yang masih bagus dan tidak busuk sebanyak 7 kg
kulit umbi
hilang
dipasrah.
7 Umbi porang yang telah menjadi pasrah kering lalu mulai di giling agar
menjadi tepung.
selama 1 jam.
2. Saring suspensi dengan kertas saring dan cuci dengan aquades sampai
6. Setelah dingin, netralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan sampai
7. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrate yang
diperoleh.
dinding Erlenmeyer)
32
/ 0,1
Kadar Pati = (Faktor Pengenceran x Angka Tabel x 100 % x 0,90) / Bobot Sampel
(mg)
mL.
endapan berupa serat-residu lain yang tidak terhidrolisis dan filtrat yang
residu.
8. Residu yang dihasilkan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dalam oven
terbentuk gel
100 mg tepung porang dilarutkan dalam air dan didiamkan selam 30 menit
sampai mengembang
34
± 2 jam
ditunggu 30 menit
kadar gula
ditunggu 30 menit
ditunggu 30 menit
ditunggu 30 menit
ditunggu 30 menit
ditunggu 30 menit
(SD) dan koefisien variasi (Kv) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SD =
KV= x 100%
Keterangan :
SD = standar deviasi
Kv = koefisien variasi
n = jumlah sampel
X1 = kadar sampel
dapat diamati dosis optimal yang dicapai. Grafik dibuat sumbu x berupa hasil
pengukuran kadar gula darah dan sumbu y sebagai hitungan hari saat pengujian.
BAB IV
HASIL
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi porang yang
porang. Tepung umbi porang berbentuk serbuk tidak terlalu halus, berwarna
coklat kekuningan dan kadar air sebesar 12 % . Kadar pati dalam tepung umbi
37
38
berikut:
berikut :
sebagai berikut :
39
yang dibuat dalam bentuk pangan. Adapun hasil pengujian terhadap DM adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.4 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol positif (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 134 126 8 114 98 16 143 120 23 113 98 15 101 93 8
SD 9 13 4 4 3 1 18 12 7 2 3 2 6 3 3
KV 7 11 30 4 3 6 14 11 38 1 3 11 6 4 15
Keterangan :
SD = Standart Deviasi
KV = Koefisien Variasi
40
Kontrol Positif
140
120
100
80 sebelum pemberian
60 setelah pemberian
penurunan
40
20
0
1 2 3 4 5
gula darah mencit sebelum pemberian acarbose dan setelah pemberian acarbose
dengan rata-rata penurunan kadar gula sebesar 17 mg/dl dalam periode 5 hari.
Tabel 4.5 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol negatif (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 161 202 41 157 203 46 129 174 45 109 157 48 132 184 52
2 101 159 58 129 173 44 124 179 55 111 163 52 154 209 55
3 116 139 23 142 184 42 138 184 46 117 172 55 149 198 49
SD 31 32 18 14 15 2 7 5 6 4 11 8 14 21 11
KV 25 19 43 10 8 5 5 3 11 4 7 17 10 10 17
41
Keterangan :
SD = Standart deviasi
KV = Koefisien Variasi
Kontrol Negatif
250
200
150 sebelum pemberian
50 kenaikan
0
1 2 3 4 5
gula darah mencit sebelum pemberian glukosa dan setelah pemberian glukosa
dengan rata-rata kenaikan kadar gula sebesar 49 mg/dl dalam periode 5 hari.
Tabel 4.6 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol glukomanan (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 197 109 88 167 76 91 118 56 62 109 58 51 124 82 42
42
SD 39 26 15 11 13 21 9 3 11 18 16 16 15 11 9
KV 26 20 20 7 11 32 7 4 17 14 24 31 12 18 25
Keterangan :
SD = Standart deviasi
KV = Koefisien Variasi
periode 5 hari.
150
kontrol negatif
100
%
kontrol glukomanan
50 kontrol positif
0
1 2 3 4 5
kadar gula darah akibat pemberian glukosa pada mencit sedangkan pada kontrol
glukomanan dan kontrol positif tampak terjadi penurunan kadar gula pada mencit
Tabel 4.7 Pengukuran Kadar Gula Pada Kelompok Perlakuan Dosis 0,06g/KgBB
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 221 198 23 110 75 35 107 86 21 186 147 39 162 88 74
SD 23 29 9 32 35 8 6 7 9 37 29 10 25 15 34
44
KV 12 18 29 22 30 26 5 9 28 24 25 28 19 18 97
Keterangan :
SD = Standart deviasi
KV = Koefisien Variasi
dosis 1
250
kadar glukosa darah (mg/dL)
200
150
Awal
100 Setelah
50 Penurunan
0
1 2 3 4 5
Hari Ke -
gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan
3 187 143 44 211 131 80 189 155 34 215 196 59 233 168 55
SD 17 7 10 8 17 19 32 49 28 9 26 18 13 36 41
KV 8 5 19 4 12 34 18 43 42 4 19 24 6 37 56
Keterangan :
SD = Standart deviasi
KV = Koefisien Variasi
dosis 2
250
kadar glukosa darah (mg/dL)
200
150
Awal
100 Setelah
50 Penurunan
0
1 2 3 4 5
Hari Ke -
gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan
SD 16 3 15 20 3 23 14 15 5 28 3 27 4 5 8
KV 8 2 22 13 4 32 7 12 6 17 4 34 2 4 9
Keterangan :
SD = Standart deviasi
KV = Koefisien Variasi
dosis 3
250
150
Awal
100 Setelah
50 Penurunan
0
1 2 3 4 5
Hari Ke -
gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan
dosis 3
40 y = -1,2529x + 62,792
R² = 0,0994 y = -6,302x + 82,535 Linear (dosis 1)
30
R² = 0,8024 Linear (dosis 2)
20
Linear (dosis 3)
10
0
1 2 3 4 5
Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat bahwa penurunan kadar gula
tampak pada semua dosis pemberian dengan penurunan yang cukup signifikan.
PEMBAHASAN
membedakan antara umbi porang dan umbi suweg, karena jika dilihat dari bentuk
umbi keduanya sama. Hasil determinasi membuktikan bahwa sampel umbi yang
Tahap pertama pada penelitian ini adalah pengolahan umbi segar menjadi
tepung porang. Umbi porang dicuci lalu ditiriskan untuk memisahkan tanah yang
melekat pada permukaan umbi. Umbi porang bersih dikuliti, kemudian dipotong –
potong. Potongan umbi porang direndam larutan NaCl jenuh selama 24 jam, hal
ini perlu dilakukan untuk menhilangkan lendir yang terdapat pada umbi porang.
NaCl dalam air akan terurai menjadi Na+ dan Cl-. Karena lendir pada umbi
Ca(C2O4)2 akan dan diikat oleh Cl-dari NaCl membentuk senyawa CaCl2 dan
terlarut dalam air. Potongan umbi porang yang sudah ditiriskan dipasrah agar
49
50
porang dijemur dibawah sinar matahari selama ± 7 hari. Umbi porang yang sudah
kering akan menyusut dan mengeripik (chip), kemudian digiling. Dalam tahap ini
potongan umbi porang yang direndam NaCl jenuh, sama sekali tidak memberikan
sehingga masih menimbulkan rasa gatal dan panas jika tersentuh kulit, hal ini
disebabakan karena substansi ini melekat kuat pada dinding sel glukomanan umbi
porang. Substansi kalsium oksalat dalam umbi porang akan hilang dengan
kadar pati pada tepung umbi porang. Pati merupakan komponen dalam umbi yang
akan dipecah oleh enzim karena pati merupakan substrat. Pada proses hidrolisa
liter, kemudian ditambahkan air ad 1 liter. Larutan umbi porang mengental dan
berwarna coklat jingga. Larutan umbi porang dalam Erlenmeyer diletakkan diatas
hotplate pada suhu 105oC. pH awal larutan 6 lalu ditambahkan beberapa tetes HCl
untuk menurunkan pH menjadi 5,6 karena enzim α-amilase aktif pada pH 5,2 –
5,6 pada suhu 95 oC - 105oC. Hidrolisa dilakukan dengan waktu inkubasi 2 jam.
(residu) berwarna coklat yang merupakan komponen umbi yang tidak terhidrolisa.
Lapisan atas (filtrate) berwarna putih keabu-abuan, pada lapisan ini adalah
51
larut kemudian dipanaskan dan membentuk larutan gel dan mengembang. Gel
glukomanan ditambahkan air kapur menjadi gel yang lebih padat. Kemudian gel
glukomanan ditambahkan asam asetat, beberapa saat kemudian gel menjadi encer.
menypunyai sifat merekat, dengan penambahan asam gugus ini akan terpotong
dengan uji fisik pada glukomanan murni. Identifikasi keduanya memberikan hasil
yang sama, hanya saja bentuk dari isolate glukomanan seperti karet dan berwarna
kuning. Hal ini membuktikan bahwa isolate umbi porang memang benar senyawa
glukomanan. Hanya saja pada isolate glukomanan ini proses pengeringan kurang
pembuatan dalam produk pangan. Isolat glukomanan yang berwarna coklat juga
52
akan membuat produk pangan tidak menarik. Karena faktor itulah maka
Tepung porang ini dibuat menjadi produk pangan yaitu konyaku. Formula untuk
porang mengandung glukomanan sebesar 50%, maka penelitian ini bahan yang
gram tepung porang di larutkan dalam 100 mL lalu diaduk selama 2 jam, selama
Ca(OH)2 karena penambahan basa akan membuat gel glukomanan tidak mudah
rusak. Jika semua sudah homogen dituang kedalam cetakan dan ditunggu sampai
dimaksimalkan agar produk konyaku tidak terlalu keras. Hal ini mengingat bahwa
produk yang dibuat akan dicekokan kepada hewan mencit. Hasilnya produk
coba. Dalam penelitian ini hewan yang digunakan adalah mencit. Pemberian
optimal untuk memberikan kadar gula yang optimal pada mencit sebelum
selama 6 hari untuk proses adaptasi. Enam kelompok perlakuan adalah kelompok
dan kelompok perlakuan. Untuk kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga dosis.
glukosidase yang terletak pada dinding usus. Pemakaian obat ini menghasilkan
konsumsi makanan tidak cepat naik. Kelompok kontrol positif digunakan sebagai
Kelompok kontrol negatif mencit diberi aquades dan diinduksi glukosa dengan
optimalisasi. Dosis 1 menunjukkan penurunan kadar gula darah pada mencit, rata
54
penurunan kadar gula darah dengan rata – rata 66mg/dL. Dosis 3 menunjukkan
penurunan kadar gula darah paling tinggi, dengan rata – rata 77mg/dL.
Dosis ini merupakan dosis paling baik diantara lainya. Hal ini sebabkan, pada
grafik merupakan dosis 2 dengan slope paling curam diantara dosis 1 dan dosis 3.
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
sebagai berikut :
6.2. Saran
guna mendapatkan rendemen glukomanan yang lebih murni dan bebas senyawa
kalsium oksalat.
55
56
DAFTAR RUJUKAN
Anggraeni, Arsita Dian. 2006. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea
Americana Mill.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang
Diberi Beban Glukosa. Universitas Diponegoro Semarang
J.Anderson, et all. 2012. Dietery fiber. Food and nutrition series. Fact sheet
no.9.333 Colorado state university
Nugroho, AD., 2000. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film dari Campuran
Tepung Glukomanan Iles – iles Kuning (Amorphophallus onchopyllus)
dan Carboxymethyl Cellulose. Fakultas Teknologi Pertanian. ITB,
Bogor
Parry JM. 2011. Konjac Glukomanan. In: Alan Imeson (ed). Food Stabilisers,
Thickeners and Gelling Agent. United Kingdomn: A John Willey &
Sons, Ltd., pp 198 – 216
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Umbi Dicuci
Porang Hidrolisis Enzimatis
V
Dikupas
Tepung porang
Dipotong
Gelatinisasi
Dipasrah
+ enzim α-amilase
Filtrat Residu
Dikeringkan
+ etanol 96 %
Residu Filtrat
Digiling
Dikeringkan
Uji Kelarutan
Pembuatan Konyaku
Uji Membentuk Gel
Uji Daya
Mengembang
GRAFIK
PENURUNAN
GULA
Lampiran 3.
N1. V1 = N2 .V2
N Na2S2O3= 0,1008N
glukosa =
= 0,1512
= 13,608 %
61
= 0,03 gram
= 0,06 gram
= 0,09 gram
62
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 56 78 22 60 77 17 72 98 26 70 130 60 77 148 71
Peng hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
amatan A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 55 81 26 65 96 31 58 100 42 89 104 15 67 138 71
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 63 105 42 71 145 74 48 98 50 70 122 52 77 138 61
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 49 107 58 65 100 35 85 119 34 69 95 26 86 126 40
optimalisasi glukosa
50
45
40
kenaikan kadar gula
35
dosisi 1
30
25 dosis 2
20 dosis 3
15 dosis 4
10
5
0
1 2 3 4 5