Anda di halaman 1dari 71

POTENSI GLUKOMANAN PADA TANAMAN ENDEMIK UMBI PORANG

(AMORPHOPHALLUS MUELLERI BLUMEI) SEBAGAI PANGAN TERAPI


(KONYAKU) BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Indira Yusvania Carolin
NIM. 10.029

Akademi Analis Farmasi dan Makanan

Putra Indonesia Malang

Juli 2013
Potensi Glukomanan Pada Tanaman Endemik Umbi Porang (Amorphophallus
muelleri Blumei) Sebagai Pangan Terapi bagi penderita Diabetes mellitus

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Kepada

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program DIII

bidang Analis Farmasi dan Makanan

Oleh :
Indira Yusvania Carolin
NIM. 10.029

Akademi Analis Farmasi dan Makanan

Putra Indonesia Malang

Juni 2013
LEMBAR PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada :

Tuhanku ALLAH SWT , yang selalu ada untuk ku.

Kedua orang tuaku yang selalu memfasilitasi, membimbing,


serta dukungan selama ini. Kalian tak akan kulupan seumur
hidup. Tanpa kalian aku tidak akan bisa jadi seperti ini.

Adikku Sabrina yang sering meminjamkan tasnya 

Mbah ibuk yang selalu mendoakan dan memberi nasehat yang


berguna bagi kehidupanku

Tim terbaikku, agen glukomanan mba ayu asri dan ayem. Diki
bobii dan sahabat – sahabatku, dukungan dan pelajaran yang
kalian berikan tidak pernah aku lupakan. Terima kasih karena
kalian aku bisa bangkit seperti saat ini. Luv u all 

Kepada Pak Sentot, Bu Ambar terima kasih atas


bimbingan yang diberikan selama ini

Dan semua teman – teman AKAFARMA angkatan 2010


dan seluruh keluarga besar PUTRA INDONESIA
MALANG

Semoga kita semua jadi orang yang sukses, di Dunia


maupun di Akhirat. Amin Ya Robbal Alamin

Wassalamualaikum Wr Wb
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Potensi Glukomanan Pada Tanaman Endemik Umbi Porang

(Amorphophallus muelleri Blumei) Sebagai Pangan Terapi bagi penderita

Diabetes mellitus” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk

menyelesaikan program Diploma III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra

Indonesia Malang.

Sehubungan dengan selesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Hendy Krisna Dhani,S.Si selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan

Makanan Putra Indonesia Malang.

2. Bapak Drs. Sentot Joko Rahardjo, M.Si. selaku Dosen Pembimbing

3. Ibu Erna Susansti,M.Biomed.,Apt. selaku Dosen Penguji I

4. Bapak Edi Purwanto, S.Si., Apt. selaku Dosen Penguji II

5. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat

serta motivasinya

6. Teman-teman mahasiswa Akafarma maupun Akfar dan semua pihak yang

langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan bimbingan, serta

arahan kepada penulis.

i
ii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih

mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat

diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.

Malang, September 2013

Penulis

ii
iii

ABSTRAK

Carolin, Indira Yusvania, 2013.Potensi Glukomanan Pada Tanaman Endemik


Umbi Porang (Amorphophallus muelleri Blumei) Sebagai Pangan Terapi
(konyaku) bagi penderita Diabetes mellitus. Karya Tulis Ilmiah. Akademi
Analis Farmasi Putra Indonesia Malang,Pembimbing Drs. Sentot Joko
Rahardjo, M.Si

Kata Kunci :Porang (Amorphophallus muelleri Blumei), Senyawa


Glukomanan, Diabetes mellitus

Porang (Amorphophallus muelleri Blumei) yaitu umbi - umbian dari


keluarga araceae, merupakan tanaman semak yang dapat tumbuh dibawah
naungan matahari.Umbi porang mengandung senyawa polisakarida jenis
hemiselosa.Senyawa tersebut dinamakan glukomanan.Glukomaman mempunyai
kemampuan menyerap air dan mengembang, senyawa tersebut mampu menyerap
glukosa. Umbi porang dapat diolah produk pangan terapi untuk penyakit diabetes
mellitus.
Senyawa glukomanan di isolasi dengan metode hidrolisis enzimatis
menggunakan enzim α-amilase pada suhu 105oC selama 2 jam. Hasil hidrolisa
didapatkan rendemen glukomanan sebesar 50,9%. Isolat glukomanan dari umbi
porang dibuat produk pangan yaitu konyaku.Untuk mengetahui aktifitas senyawa
glukomanan dilakukan dengan pemberian produk ke hewan coba mencit (Mus
muscullus).Pemberian glukomanan dalam bentuk produk pangan untuk mencit
dengan variasi dosis pemberian. Dosis I dengan pemberian produk 0,06g/kgBB,
dosis II pemberian produk 0,12g/kgBB, dosis III pemberian produk 0,18g/kgBB.
Hasil penelitian menunjukan bahwa senyawa glukomanan dapat
menurunkan kadar gula dalam darah pada mencit. Dosis optimal pemberian
produk dari umbi porang adalah dosis II yaitu 0,12g/kgBB.

iii
iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

ABSTRAK ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 4

1.5. Asumsi Penelitian ......................................................................................... 5

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ............................................... 5

1.7. Definisi Istilah .............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7

2.1.Tanaman Endemik Porang ............................................................................ 7

2.2. Glukomanan .............................................................................................. 10

2.3. Enzim ........................................................................................................ 13

2.4. Diabetes mellitus ........................................................................................ 17

2.5. Kerangka Teori ........................................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 27

3.1. Rancangan Penelitian ................................................................................. 27

3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................... 28

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 28

iv
v

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel................................................ 29

3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................... 30

3.6.Pengumpulan Data ...................................................................................... 30

3.7 Analis Data .................................................................................................. 36

BAB IV HASIL .................................................................................................... 37

4.1. Determinasi Tanaman................................................................................. 37

4.2. Pembuatan Tepung ..................................................................................... 37

4.3. RendemenTepung Porang dan Glukomanan .............................................. 38

4.4. Uji Fisikokimia Glukomanan ..................................................................... 38

4.5. Konversi Kadar Glukomanan dalam Produk konyaku ............................. 38

4.6. Hasil Pengujian terhadap DM .................................................................... 39

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 49

BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 55

6.1. Kesimpulan ................................................................................................. 55

6.2. Saran ........................................................................................................... 55

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 56

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini beras masih unggul sebagai bahan pangan utama sumber

karbohidrat adalah beras.Pada dasarnya karbohidrat bisa diperoleh tidak hanya

dari beras saja.Sumber karbohidrat selain beras bisa diperoleh dari jagung,

serealia dan jenis umbi – umbian.Umumnya mengkonsumsi umbi - umbian dapat

menyebabkan rasa kenyang, hal itu sebabkan karena umbi – umbian mengandung

karbohidrat yang cukup tinggi. Sebagai sumber karbohidrat dari jenis umbi, umbi

suweg, umbi porang, ganyong, dan uwi belum optimal pemanfaatannya, sehingga

masih terbatas sebagai bahan pangan (Kriswidarti, 1980, 1981; Rijono,

1999).Umbi porang (Amorphophallus muelleri Blumei) adalah umbi dari keluraga

araceae(Joko Dewanto, 2009).Umbi porang menghasilkan karbohidrat cukup

tinggi berupa glukomanan (Heyne, 1987; Lahiya, 1993; Jansen et al 1996 dalam

Sumarwoto, 2004).

Glukomanan atau konjac merupakan polisakarida jenis hemiselulosa yang

terdiri dari kerangka D-glukosil dan D-manosil yang bercabang yang mana rasio

antara manosa : glukosa adalah 1,6 : 1 (Ratcliffe et al., 2005). Dalam tepung umbi

porang, senyawa glukomanan mempunyai bobot jenis serta ukuran partikel

terbesar bila dibandingkan dengan partikel-pertikel komponen tepung lainnya

(Johnson, 2005).Glukomanan adalah senyawa dengan kempuan mengikat air

1
2

yang luar biasa dan mengembang, sehingga apabila dikonsumsi akan menciptakan

rasa kenyang karena perasaan penuh dilambung (Chairil dan chairil, 2010).

Menurut Vuksan, et al. (2000) dinyatakan pemberian glukomanan dapat

menurunkan kadar glukosa dalam darah pada penderita diabetes mellitus.Hal

tersebut dikarenakan glukomanan merupakan senyawa karbohidrat yang tidak

dapat diuraikan oleh enzim pencernaan (J. Anderson, et al. 2012).Glukomanan

mengembang dalam lambung sehingga mengurangi penyerapan karbohidrat yang

berimbasmenurunnya glukosa darah pada penderita diabetes mellitus (Ilarslan, et

al., 2001).

Menurut Soderman dan Sodeman, (1995); Dalimarta, (2005), diabetes

mellitus adalah keadaan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal

(hiperglikemia) yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolute maupun

relative sehingga menimbulkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak.Populasi penderita diabetes mellitus (DM) terus meningkat dari tahun ke

tahun. Pada tahun 2010 diestimasikan penderita diabetes dunia akan mencapai 220

juta jiwa dan pada tahun 2025 jumlah penderita akan meningkat lagi hingga

mencapai tiga ratus juta jiwa (Kronenberg, et al, 2008). Berbagai upaya untuk

mencegah dan mengatasi diabetes telah dikembangkan, salah satunya adalah

terapi non obat. Terapi bagi penderita diabetes mellitus sendiri bertujuan untuk

pengendalian kadar gula, selain itu juga untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Upaya terapi non obat untuk diabetes mellitus bisa berupa terapi pangan

dengan memanfaatkan glukomanan dalam umbi porang, karenaumbi porang

mengandung glukomanan tinggi yang sangat baik untuk kesehatan terutama

untuk diet (Sulaeman, 2004; Lase, 2007).Zhang dkk.(2005) menjelaskan bahwa

2
3

umbi porang digunakan sebagai bahan baku makanan dan industri sejak 1.000

tahun yang lalu di Jepang dan China. Umbi porang dapat diolah menjadi berbagai

macam olahan pangan, salah satunya adalah konyaku.Pada dasarnya konyaku

merupakan olahan dasar dari glukomanan.Konyaku merupakan nama makanan

khas jepang yaitu produk pangan yang terbuat dari umbi konjac(Amorphophallus

konjac), tanaman ini serupa dengan umbi porang.Konsumsi konyaku

akanmenunda pengosongan lambung dan memperlambat pelepasan gula ke dalam

aliran darah, sehingga secara perlahan akan menormalisasi kadar gula dalam

darah. Ebihara. K. Masuhara, (1981).

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan

tanaman endemik umbi porang menjadi suatu alternatif dalam upaya mengatasi

penyakit diabetes mellitus. Karena senyawa glukomanan yang terdapat dalam

tanaman endemik umbi porang memiliki aktivitas sebagai penurun kadar glukosa

darah, sehingga efektif bila dikonsumsi para penderita diabetes mellitus.

1.2. Rumusan Masalah

Pemanfaatan tanaman endemikumbi porang menjadi suatu produk olahan

bernilai tinggi masih sangat terbatas.Padahal umbi porang memiliki kandungan

glukomanan cukup tinggi yang potensial untuk dikembangkan dalam pengobatan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana aktifitas senyawa glukomanan dari tanaman endemik umbi

porang dalam menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes mellitus ?
4

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui aktifitas senyawa glukomanan dari tanaman endemik umbi

porang dalam menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes

mellitus.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui % rendemen glukomanan umbi porang dengan metode

hidrolisis enzimatis menggunakan enzim α-amylase.

2. Mengetahui penurunan kadar gula darah pada mencit yang telah dipapar

glukosa, setelah pemberian produk dari umbi porang.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan

dalam hal pengembangan farmasi dan makanan, khusunya dalam bidang

pengobatan dengan memenfatkan bahan alam.

1.4.2. Bagi Institusi

Sebagai referensi mengenai aktifitas senyawa glukomanan dalam tanaman

endemik umbi porang sebagai produk pangan untuk terapi pengobatan diabetes

mellitus
5

1.4.3. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi dalam upaya peningkatan nilai ekonomi

tanaman umbi porang menjadi produk pangan kesehatan, dan sebagai informasi

dalam upaya mengatasi penyakit diabetes mellitus.

1.5. Asumsi Penelitian

1.5.1. Rendemen glukomanan dalam umbi porang dapat diketahui dengan

menggunakan metode hidrolisis enzimatis.

1.5.2. Senyawa glukomanan yang terkandung dalam umbi porang memiliki

aktifitas menurunkan kadar gula dalam darah.

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Determinasi umbi porang, pembuatan tepung umbi porang menggunakan

oven, penetapan % rendemen glukomanan dari umbi porang secara enzimatis

menggunakan enzim α-amylase, identifikasi tepung umbi porang meliputi

Organoleptis, kelarutan dalam air, pembentukan gel, mengembang dan merekat

kemudian pembuatan konyaku tanpa penambahan gula dan pemberian konyaku ke

mencit untuk mengetahui aktivitas glukomanan dari umbi porang terhadap kadar

gula dalam darah mencit.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Umbi porang diambil dari desa Pesanggrahan kecamatan Montong

Gading Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat


6

2. Pembuatan tepung porang dilakukan dengan cara pengovenan pada

suhu konstan

3. Penetapan % rendemen glukomanan dilakukan dengan hidrolisis enzim,

menggunakan enzim α-amylase pada suhu 105ºC waktu inkubasi 2 jam

4. Uji aktifitas senyawa glukomanan umbi porang sebagai penenurun

kadar gula darah dengan pemberian produk ke mencit.

1.7. Definisi Istilah

1. Umbi porang (Amorphophallus muelleri Blumie) merupakan tumbuhan

dari keluarga Araceaeyang dapat tumnuh dibawah naungan sinar

matahari. Umbi porang memiliki kandungan senyawa glukomanan

relative tinggi.

2. Glukomanan adalah senyawa metabolit primer dari umbi porang,

merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa yang memiliki

kemampuan mengikat air yang luar biasa.

3. Konyaku adalah pangan yang berasal dari Jepang, yang terbuat dari

umbi konjak, bertekstur kenyal dan tidak mengandung glukosa.

4. Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditimbulkan karena rusaknya sel

beta pancreas sehingga produksi insulin tidak normal yang berakibat

kelebihan kadar glukosa dalam darah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Endemik Porang

Porang merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100-150

cm dengan umbinya di dalam tanah.(Prihatyanto, 2006). Umbi porang berbentuk

bulat dan berakar serabut, memiliki jaringan parenkim yang tersusun atas sel – sel

berdinding tipis (Mulyono, 2010). Keunggulan umbi porang dibanding dengan

umbi lainnya adalah kandungan glukomanannya. Kandungan glukomanan pada

porang tergantung dari spesies dan varietasnya. Umbi porang mengandung serat

yang tinggi yang sangat baik untuk kesehatan terutama untuk diet (Sulaeman,

2004; Lase, 2007).

2.1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

7
8

Famili : Araceae (suku talas-talasan)

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus muelleri BlumeiPrain sinAmorphophallus

oncophylus.

Marga Amorphophallus mempunyai 90 spesies, tetapi yang paling banyak

ditemukan didaerah tropis ada 3 jenis, yaitu Amorphophallus muelleri Blumei

adalah porang, Amorphophallus campanutalus yang dikenal sebagai suweg , dan

Amorphophallus variabillis atau iles iles putih (Kay, 1973). Perbedaan antara

ketiga jenis marga Amorphophallus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Karakteristik tiga jenis Amorphophallus spp


Karakter A.muelleri Blumei A.campunulatus A.variabilis
Penyebaran Tumbuh liar Umunya di tanam Tumbuh secara
dipekarangan liar
Tangkai daun Permukaan Permukaan Permukaan
tangkai daun licin, tangkai daun tangkai daun
warna hijau muda licin, warna hijau kasar, warna
sampai tua dengan muda sampai tua sangat beraneka
bercak putih dengan bercak ragam
putih
Warna tepi daun Ungu muda Hijau Hijau
Pertumbuhan bibit Pada helaian daun Pada umbi batang Pada umbu batang
umbi
Warna umbi Kelabu coklat Kelabu coklat Putih (hijau ungu
atau kelabu bila
kena cahaya)
Warna daging Kuning Kuning muda Putih
umbi sampai kuning
tua
Kadar Tinggi sampai Sangat sedikit Rendah sampai
glukomanan (%) sangat inggi (67) (3,1) sedang (30)
Kadar pati (%) 12.3 45
Kekentalah (%) 1 3,12 1,14
g tepung / 300 ml
Sumber : Sufiani (1993); Rosman dan Rusli, 1991

2.1.2. Kandungan Kimia Umbi Porang


9

Menurut Otsuki (1968) komposisi kimia pada umbi porang dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Umbi Porang


Komposisi Kadar (%)
Kadar air 79,7
Bahan Kering 20,3
Pati 2,0
Glukomannan 55,0
Poliosa 14,0
Serat kasar 8,0
Gula Bebas 0,0
Sumber : Otsuki (1968)

Sedangkan menurut Arifin (2001), kandungan kimia per 100 gram umbi

segar berbeda dengan kandungan per 100 gram tepung umbi porang.

Tabel 2.3. Kandungan Kimia per 100 g umbi porang


Senyawa Umbi segar (%) Tepung porang (%)

Air 83.3 6.8


Glukomannan 3.58 64.98
Pati 7.65 10.24
Protein 0.92 3.42
Lemak 0.02 -
Serat berat 2.5 5.9
Abu 1.22 7.88
Logam berat (Cu) 0.09 0.13
Sumber : Arifin (2001)

Selain mengandung komponen pada tabel diatas, umbi porang juga

mengandung kalsium oksalat yang terdapat pada lendir yang melekat pada daging
10

umbi. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan dari metabolism sel

yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000). Dalam tanaman

oksalat adalah antinutrien yang memengaruhi tidak tersedianya kalsium yang

diperlukan bagi tubuh manusia (Nakata, 2003). Kalsium oksalat dapat

menyebabkan rasa gatal dan panas seperti terbakar pada mulut jika terkonsumsi.

Komponen kalsium oksalat ini perlu diperhatikan dalam pengolahan umbi porang.

2.2. Glukomanan

Glukomanan mengandung 60 % D-mannosa dan 40 % D-glukosa

(Mikonnen, 2009). Peranan glukomanan sebagai dietary fiber dapat digunakan

sebagai senyawa untuk terapi penyakit gula darah biasa disebut diabetes mellitus .

Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat

dalam umbi iles-iles yang merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa.

Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama

glukosa dan manosa. Ohtsuki, (1968) menyebutkan bahwa hasil analisa hidrolisa-

asetolisis dari glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-

mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat

D-mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara

metilasi menunjukkan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

D-glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Menurut

Parry (2010), glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon

pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia

glukomanan seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air
11

dingin. Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu 200,000 –

2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari

sel pati. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat glukomanan memiliki

karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan

membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan

glukomanan dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan selulosa dan

galaktomanan. Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-

sifat khas sebagai berikut:

1. Larut dalam air

Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang

sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel,

maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.

2. Membentuk gel

Glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air.

Dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel, di mana

gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.

3. Merekat

Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun,

dengan penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.

4. Mengembang

Glukomanan mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan

daya mengembangnya mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.

5. Transparan (membentuk film)


12

Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai

sifat transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan

cairan usus. Tetapi jika film dari glukomannan dibuat dengan penambahan NaOH

atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.

6. Mencair

Glukomanan mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat

digunakan dalam media pertumbuhan mikroba.

7. Mengendap

Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh

etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida

encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di

dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khususnya

Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel.

Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai

100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan

glukomanan akan membentuk endapan putih stabil. Struktur Glukomanan

ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Rumus Kimia Glukomanan


13

Sumber : Anonim (2002)

Menurut Sarko dan Marchessault (1967) berdasarkan bentuk ikatannya

mannan dibadakan menjadi dua golongan yaitu glukomanan dan galaktomanan.

Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang terusun oleh satuan D-mannosa

dan D-glukosa dengan perbandingn 1,6 : 1. Glukomanan mempunyai bentuk

ikatan β-1-4-glikosida dan mempunyai gugus asetil setiap 17 gugus karbon pada

posisi C-6. Gugus asetil tersebut mempengaruhi kelarutan glukomanan dalam air

(Dave et al., 1997)

2.3.Enzim
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimiawi yang

terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108

sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reksi tersebut dilakukan tanpa

katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping

itu mempunyai derajat kehasan yang tinggi (Pujiadi, 2005).

Enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel

organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia. Kerja enzim

sangat spesifik, karena strukturnya hanya dapat mengkatalisis satu tipe reaksi

kimia saja dari suatu substrat, seperti hidrolisis, oksidasi dan reduksi. Enzim

merupakan molekul biopolimer dan tersusun dari serangkaian asam amino dalam

komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memiliki peranan

yang sangat penting dalam berbagai reaksi kimia yang terjadi di dalam sel yang

mungkin sangat sulit dilakukan oleh reaksi kimia biasa (Pujiadi, 2005).
14

Menurut (Rodwell, 1987), faktor utama yang mempengaruhi aktifitas enzim

adalah :

a. pH

Enzim mempunyai aktivitas maksimal pada kisaran pH yang disebut pH

optimum. Suasana terlalu asam atau alkali akan mengakibatkan denaturasi protein

dan hilangnya secara total aktifitas enzim. pH optimal untuk beberapa enzim pada

umumnya terletak diantara netral atau asam lemah yaitu 4,5-8 dan pH optimal

untuk enzim Liquozyme supra yaitu 5,1-5,6. pH optimum sangat penting untuk

menentukan karakteristik enzim. Pada substrat yang berbeda, enzim memiliki pH

optimum yang berbeda (Tranggono dan Sutardi, 1990). Menurut Winarno (1995),

enzim yang sama mempunyai pH optimum yang berbeda tergantung pada asal

enzim.

b. Suhu

Enzim mempercepat reaksi kimia pada sel hidup. Dalam batas-batas suhu

tertentu kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik.

Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Oleh

karena itu penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat perlu karena apabila

suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim akan naik tetapi aktifitas turun,

sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi tetapi kestabilan rendah

(Muchtadi, 1988) namun, kecepatan akan menurun drastis pada suhu yang lebih

tinggi. Hilangnya aktifitas pada suhu tinggi karena terjadinya perubahan

konfirmasi thermal (denaturasi) enzim. Kebanyakan enzim tidak aktif pada suhu

sekitar 55-60°C (Rabyt and White, 1987).


15

c. Konsentrasi substrat

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi

substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat

meningkat, peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai

pada suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya

akan sedikit meningkatkan kecepatan (Lehninger, 1997). Menurut Lindawati

(2006), semakin tinggi kecepatan reaksi enzim maka semakin banyak pati yang

terhidrolisis, namun setelah hampir semua pati terhidrolisis kecepatan reaksi

enzim akan berkurang.

d. Konsentrasi enzim

Menurut Whitaker (1996), panambahan konsentrasi enzim akan

meningkatkan kecepatan reaksi bila substrat tersedia secara berlebih. Kecepatan

reaksi dalam reaksi enzim sebanding dengan konsentrasi enzim, semakin tinggi

konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi, sehingga pada

batas konsentrasi tertentu dimana hasil hidrolisis akan konstan dengan tingginya

konsentrasi enzim yang disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif

(Martin, 1983).

2.3.1. Enzim -Amilase

Enzim α-amilasemerupakan enzim ekstraseluler yang mampu

menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada pati. Enzim α-amilase bekerja spesifik

pada proses perombakan pati menjadi glukosa


16

Enzym α-amilase murni dapat diperoleh dari malt (barley), ludah manusia,

pankreas, dan diisolasi dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis (pada suhu

70°C-90°C dan pH 6 selama 15 menit) (Winarno, 1995). Enzim α-amilase adalah

endo-enzim yang bekerjanya memutus ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam

molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Pengaruh aktivitasnya, pati

terputus-putus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa

(Tjokroadikoesoemo,1986). Golongan enzim α-amilase yang tahan pada

temperature tinggi digunakan pada proses liquifikasi (Muchtadi, 1992).

Hidrolisis amilosa oleh enzim α-amilase terjadi dalam 2 tahap. Tahap

pertama, degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara

acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viksositas

dengan cepat pula. Kedua, relatif sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan

maltosa sebagai hasil akhirnya (Muchtadi, 1992).

Cara kerja α-amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa,

maltosa dan berbagai jenis α-limit dekstrin. Jenis α-limit dekstrin yaitu

oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu glukosa yang semuanya

mengandung ikatan α-1,6. Aktivitas α-amilase ditentukan dengan mengukur hasil

degradasi pati, biasanya diukur dari penurunan kadar pati yang larut atau dari

kadar amilosa bereaksi dengan iodium akan berwarna coklat. Selain itu keaktifan

α-amilase dapat dinyatakan dengan cara pengukuran viskositas dan jumlah

pereduksi yang terbentuk. Hidrolisis amilosa akan lebih cepat daripada hidrolisis

rantai yang bercabang seperti amilopektin atau glikogen. Laju hidrolisis akan

meningkat bila tingkat polimerisasi menurun, dan laju hidrolisis akan lebih cepat

pada rantai lurus (Winarno, 1995).


17

2.4. Diabetes mellitus

Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronok yang

berlaku bila pancreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak

dapat memanfaatkan insulin yang diproduksikan secara efektif, dan ini

mengaibatkan konsentrasi glukosa dalam darah kita meningkat.

2.4.1. Prediabetes

Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah terlalu tinggi

untuk dianggap normal, tetapi tidak cukup tinggi unutk dilabelkan sebagai

diabetes. Orang – orang dikatakan sebagai prediabetes jika kadar gula darah puasa

mereka adalah antara 101 mg/dL dan 126 mg/dL atau tingkat gula darah mereka 2

jam setelah tes toleransi glukosa antara 140 mg/dL dan 200mg/dL.

Mengidentifikasi orang yang prediabetes sangat penting karena mereka mempuyai

resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit diabetes mellitus pada masa

depan. Penurunan berat badan dari 5 – 10% melalui diet dan latihan dapat

mengurangi resiko terkena diabetes pada masa depan dengan signifikan.

2.4.2. Tipe 1

Pada diabetes tipe 1 (sebelumnya tersebut sebagai diabetes insulin

dependent diabetes onset remaja), lebih dari 90% dari sel pancreas yang

memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu,

insulin yang diproduksi adalah sedikit atau langung tidak dapat diproduksikan.

Namun, hanya sekitas 10% dari semua penderita diabetes mellitus menderita

diabetes tipe 1. Kebayakan diabetes tipe 1 mengembangkan sign dan symptom


18

sebelum usia 30. Para ilmuan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi

virus atau faktor gizi pada masa kanak – kanak atau awal dewasa dapat

menyebabkan system kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin dipankreas.

Faktor genetik dapat membuat sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman

faktor lingkungan.

2.4.3. Tipe 2

Pada diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes non-insulin-

dependent atau diabetes onset-dewasa), pankreas adalah normal dan dapat terus

menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang pada tingkat lebih tinggi dari

normal. Tetapi tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada

insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe 2 jarang

sekali wujud pada anak-anak dan remaja tetapi menjadi lebih umum pada

kebelakangan ini. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula pada pasien yang

umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih umum dengan peningkatan usia.

Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. Ras

dan etnis menjadi salah satu faktor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan risiko

menderita diabetes tipe 2 setinggi 2 kali lipat terjadi pada penduduk asli Amerika

dan Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat. Riwayat keluarga juga memainkan

peranan yang penting dalam peningkatan risiko menderita daibetes tipe2. Obesitas

adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2, setinggi 80% sampai 90% dari

penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan

resistensi insulin, makanya, orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah

sangat besar untuk mengawali kadar gula darah yang normal. Gangguan tertentu

dan obat-obatan dapat mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin dan dapat
19

menyebabkan diabetes tipe 2 secara tidaklangsung. Kortikosteroid berdosis tinggi

(pada penyakit Cushing atau pengambilan obat kortikosteroid) dan kehamilan

(diabetes gestasi) adalah penyebab yang paling umum mengganggu fungsi dan

efektivitas insulin. Diabetes juga dapat terjadi pada pasien dengan kelainan

hormon seperti kelebihan hormon pertumbuhan (Akromegali) atau pada orang

yang dengan tumor mensekresi hormon tertentu. Pankreatitis berat atau berulang

serta gangguan lain yang dapat merusak pankreas dapat menyebabkan diabetes.

2.4.4. Diagnosis Diabetes Mellitus

Menurut Dalimartha (2007), tindakan diagnosis dilakukan untuk

menentukan apakah seseorang telah menderita penyakit diabetes mellitus atau

belum. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan keluhan penderita yang khas

dan adanya peninggian kadar glukosa darah yang ditentukan berdasarkan

pemeriksaan laboratorium. Dokter biasanya menemukan gejala khas seperti yang

telah disebutkan diatas. Maulana (2008), menambahkan bahwa kepastian

diagnosis diabetes mellitus jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Seseorang menderita gejala khas beserta keluhan seperti disebutkan

diatasditambah dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih besar atau sama dengan

200 mg/dl (plasma vena)

2. Seseorang memiliki kadar glukosa darah puasa (plasma vena) lebih

besaratau sama dengan 126 mg/dl sebanyak dua kali pemeriksaan dengan waktu

yang berbeda. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan,

maka perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan tujuan untuk

memastikan diagnosis. Semua uji diatas memberikan informasi mengenai


20

metabolisme glukosa pasien hanya pada saaat itu. Untuk perkiraan derajat

pengendalian diabetes jangka panjang dipakai perkiraan kadar hemoglobin

terglikosilasi (HbA1c) didalam darah. Kadar HbA1c bergantung pada kadar

glukosa serum dan meningkat pada diabetes yang tidak terkontrol. HbA1c sekali

terbentuk, tetap berada dalam eritrosit selama 120 hari umur sel. Jadi, kadar

HbA1c mengindikasikan peningkatan kadar glukosa darah 2-3 bulan terakhir.

HbA1c normal adalah sekitar 4% hemoglobin total (Chandrasoma, 2005).

2.4.5.Pengobatan Diabetes Mellitus

Tujuan pengobatan melalui makanan dan pemberian obat-obatan untuk

penderita diabetes adalah untuk mencegah hiperglisemia, seperti diketahui bahwa

hal tersebut bertanggung jawab menurunkan beberapa konsekuensi patologis

jangka panjang dari penyakit tersebut (Linder, 1992).

Macam- macam obat yang dapat digunakan dalam menurunkan kadar

glukosa darah adalah sebagai berikut:

2.4.5.1 Terapi Insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga

harus diberikan insulin pengganti.Pemberian insulin hannya dapat dilakukan

melalui suntikan, insulin dihancurkan didalam lambung sehingga tidak dapat

diberikan per-oral (ditelan). Insulin disuntikkan di dalam kulit dibawah lapisan

lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut (Maulana, 2008).

Insulin terdapat dalam 3 bentuk besar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda:


21

a. Insulin kerja cepat

Salah satu insulin kerja cepat adalah insulin reguler, yang bekerja paling

cepat dan paling sebentar. Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula

dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja

selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat sering kali digunakan oleh penderita yang

menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit

sebelum makan.

b. Insulin kerja sedang

Salah satu adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai

bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6-10

jam, dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari

untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari

untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

c. Insulin kerja lambat

Salah satu adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya

baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

2.4.5.2 Obat Hiperglikemik

Golongan sulfonilurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah

secara mencukupi pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes

tipe I. contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klorpropamid. Obat ini

menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya (Maulana, 2008). Ada 2 macam obat

hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang dapat diminum.
22

Obat hipoglikemik oral (OHO) atau antidiabetes (OAD). Pemakaian istilah

obat antidiabetes (OAD) sudah mulai ditinggalkan, karena memang tidak ada obat

yang dapat menyembuhkan diabetes mellitus. Ada 2 golongan obat hipoglikemik

oral, yaitu golongan sulfonylurea dan golongan biguanid. Obat ini sebaiknya tidak

digunakan penderita diabetes mellitus yang disertai dengan gangguan fungsi ginjal

dan hati (Dalimartha, 2007).

2.5. Kerangka Teori

Tanaman porang (Amorphophallus oncophyllus) adalah tanaman yang

mudah dikembangkan, khususnya di daerah tropis. Menurut Prihatyanto (2006),

porang merupakan tumbuhan semak yang umbinya di dalam tanah). Umbi

porang mampu menghasilkan glukomanan cukup tinggi (Sumarwoto, 2004).

Senyawa glukomanan merupakan bagian dari polisakarida yang termasuk jenis

hemiselulosa. Glukomanan dianggap sebagai serat yang mudah larut dalam air

dan membentuk larutan kental (Nurhidayat, 2008). Menurut Sulaeman (2004) dan

Lase (2007), serat glukomanan baik untuk kesehatan terutama untuk diet.

Hasil eksplorasi tanaman porang endemik Jawa Timur menunjukan bahwa

kandungan glukomanan pada setiap tanaman porang berbeda, tergantung faktor

lingkungan habitat tanaman tersebut. Tanaman porang yang tumbuh di desa

Klangon, Madiun mengandung glukomanan 16.67-17.67%, berbeda dengan

tanaman porang yang tumbuh di desa Brongkos, Blitar mengandung glukomanan

berkisar 9.33-20.00 % (Harijati, 2009). Dari kajian tersebut menunjukan bahwa

tanaman dari jenis yang sama tetapi berbeda tempat memiliki kandungan senyawa
23

berbeda. Sehubungan dengan hal tersebut, jenis Amorphophalus yang tumbuh di

Lombok menarik untuk dikaji kandungan senyawa glukomanan dan aktifitasnya

sebagai penurun gula darah.

Dalam penelitian ini sampel umbi porang di ambil dari desa Pesanggrahan,

kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur. Untuk mempermudah

tahap penelitian umbi porang dibuat menjadi tepung. Umbi porang dikuliti

kemudian direndam dalam larutan NaCl, larutan NaCl berfungsi untuk

menghilangkan substansi Ca Oksalat yang melekat pada daging umbi. Menurut

Nugroho (2000) Ca Oksalat merupakan bagian tanaman yang tidak butuhkan lagi.

Substansi ini dapat menyebabkan rasa gatal dan panas. Umbi porang yang sudah

tidak mengandung lendir disawut untuk memperkecil ukuran umbi. Kemudian

dipress untuk menghilangkan air sehingga mempercepat proses pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan dengan metode pengovenan. Sawut umbi porang

yang kering digiling supaya ukuran dari tepung porang lebih teratur dan lebih

halus.

Untuk mengidentifikasi glukomanan pada umbi porang dilakukan secara

uji fisik karena senyawa glukomanan ciri – ciri fisik, diantaranya yaitu mudah

larut dalam air, membentuk gel, merekat dan mengembang. Glukomanan larut

dalam air menjadi larutan sangat kental dan membentuk gel transparan apabila

dipanaskan. Penambahan garam kalsium dapat mempertahankan stabilitas gel

glukomanan. Penambahan asam pada senyawa glukomanan akan membuat sifat

merekat glukoman menghilang ini dikarenakan gugus asetil pada glukomaman.

Gugus asetil pada glukomanan adalah gugus yang menyebabkan glukomanan


24

mempunyai sifat merekat, dengan penambahan asam gugus ini akan terpotong dan

sifat merekat glukomanan akan menghilang.

Untuk mengisolasi senyawa glukomanan pada umbi porang dapat hidrolisa

menggunakan enzim α-amilase. Enzim α-amilase adalah endo-enzim yang mampu

memotong ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul pada amilopektin

maupun amilosa. Menurut Muchtadi (1992), golongan enzim α-amilase tahan

pada temperature tinggi. Oleh karena itu dalam isolasi glukomanan memakai

suhu 105oC selama 2 jam. Hasil hidrolisa tepung porang dengan menggunakan

enzim α-amilase akan memisah menjadi 2 lapisan. Filtrate yang didapat

merupakan campuran antara oligosakarida dan glukomanan. Untuk mengambil

senyawa glukomanan tersebut, filtrate di ekstraksi menggunakan pelarut etanol.

Etanol merupakan pelarut semi polar yang dapat menarik komponen polar dalam

filtrate hasil hidrolisa. Residu dari ekstraksi menggunakan etanol adalah senyawa

glukomanan. Residu berupa glukomanan dicuci dengan etanol untuk mendapatkan

hasil yang lebih murni, glukomanan murni kemudian dikeringkan lalu digiling

dan hasil beupa tepung glukomanan.

Untuk membuat konyaku, 3 gram tepung glukomanan dilarutkan dalam

100 mL air, dengan pengadukan selama 2 jam. Selama proses pengadukan

ditambah garam kalsium, yang mana garam kalsium ini berfungsi sebagai untuk

menjaga kestabilan gel glukomanan. Selama proses pengadukan senyawa

glukomanan akan terus mengembang dan akan mengeras. Sebelum mengeras gel

glukomanan dituang dalam cetakan persegi untuk mendapatkan bentuk produk

yang bagus. Produk konyaku yang sudah jadi kemudian rendam dalam larutan

kapur sirih selama 30 menit, hal ini bertujuan sebagai pengawet agar dapat
25

disimpan lebih lama. Produk yang sudah jadi kemudian direbus dengan air

mendidih selama 15 menit, hal ini bertujuan agar produk konyaku lebih aman

untuk dikonsumsi.

Aktifitas senyawa glukomanan dalam menyerap glukosa darah dapat

diketahui dengan pemberian produk pada mencit. Mencit merupakan hewan yang

morfologinya menyerupai manusia. Mencit yang digunakan pada penelitian ini

dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan. Masing – masing kelompok beranggotakan

3 ekor mencit. (1)Kelompok kontrol positif yaitu kelompok mencit yang yang di

terapi dengan obat untuk diabetes yaitu acarbose. (2)Kelompok kontrol negative

yaitu kelompok mencit yang dipapar glukosa tinggi. (3)Kelompok pemberian

glukomanan murni yaitu mencit di beri makan dengan glukomanan murni,

selanjutnya adalah kelompok perlakuan, dalam kelompok ini dibagi menjadi 3

kelompok variasi dosis, yaitu dosis 1 kelompok (4), dosis 2 kelompok (5), dan

dosis 3 kelompok (6)

Untuk kelompok perlakuan dosis 1 ditimbang konyaku sebanyak

0,06g/kgBB. Untuk kelompok perlakuan dosis 2 ditimbang konyaku sebanyak

sebanyak 0,012g/kgBB. Untuk kelompok perlakuan dosis 3 ditimbang konyaku

sebanyak 0,018 /kgBB.

Untuk mengetahui data penurunan gula darah pada mencit. Dilakukan

pengecekan kadar gula darah awal. Kemudian mencit disonde laruran glukosa

dengan dosis 0,75gram/kgBB (Anggraeni, 2006), kemudian di tunggu 2 jam.

Selanjutnya pengecekan gula darah setelah pemberian. Pengamatan pada

kelompok perlakukan dosis ini dilakukan selama 5 hari. Jika produk dari umbi
26

umbi porang dapat menurunkan kadar gula darah mencit maka dapat tetapkan

bahwa, dapat menurunkan kadar gula arah pada manusia.


27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yaitu isolasi dan

identifikasi glukomanan dalam tanaman umbi porang sebagai pangan terapi

penderita diabetes mellitus. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

3.1.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan yaitu menentukan populasi dan sampel

penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan

bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan

sesuai dengan kebutuhan.

3.1.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi determinasi tanaman kembudian pembuatan

tepung umbi porang, lalu pengujian kadar pati dalam tepung porang pembuatan

Selanjutnya isolasi glukomanan dengan metode hidrolisis enzim, menggunakan

enzim α-amilase. Setelah itu dilakukan uji fisikokimia sebagai identifikasi

glukomanan. Dilanjutkan dengan pembutan produk konyaku dari tepung porang

27
28

Produk yang telah dibuat diujikan pada hewan coba mencit dengan cara variasi

porsi pemberian.

3.1.3 Tahap Akhir

Pada tahap ini adalah pengolahan data, dan membuat kesimpulan tentang

% rendemen glukoman dan aktifitas glukomanan dalam produk pada hewan coba

mencit.

3.2 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasi dan sampel yang digunakan sebagai berikut :

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah umbi porang tumbuh liar, yang

diambil adalah umbi porang endemik dari desa Pesanggrahan, kecamatan

Montong Gading, kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah umbi porang yang diambil dari

populasi tersebut di atas sebanyak 7 kg.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Putra Indonesia

Malang.
29

3.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari proses penyusunan proposal pada bulan

Desember 2013 sampai terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas dan variable terikat disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1. Tabel Variabel bebas dan Variabel Terikat


Variabel bebas Variabel terikat
Aktifitas senyawa glukoaman dalam Penurunan kadar gula darah
menurunkana kadar gula darah

Tabel 3.2. Tabel Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur
Variabel bebas Kadar glukomanan Perhitungan% % rendemen
yang terdapat pada rendemen
tepung umbi porang
memiliki aktifitas
sebagai penurun
kadar gula dalam
darah
Variabel terikat Penurunan kadar Glukotest mg/dL
gula darah dengan
pengukuran kadar
gula setiap 2 jam
setelah pemberian
produk selama 5 hari
30

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, nampan,

mesin giling, mesin pres, oven, timbangan, beakerglass, inkubator, sentrifuse,

erlenmeyer, corong gelas, kertas saring, tabung reaksi, batang pengaduk, dan

glukotest.

3.5.2 Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah umbi porang segar. Bahan-bahan lain

yang berfungsi sebagai pendukung adalah aquadest, Ca(OH)2 dan NaCl. Bahan

kimia untuk analisa meliputi enzim α-amilase, etanol 70%, Etanol dan mencit.

3.6.Pengumpulan Data

3.6.1 Pembuatan Tepung Porang

1 Dipilih umbi porang yang masih bagus dan tidak busuk sebanyak 7 kg

2 Dicuci unutk menghilangkan pengotor yang melekat pada permukaan

kulit umbi

3 Dikupas dengan pisau untuk menghilangkan kulitnya

4 Dipotong – potong, direndam dalam larutan NaCl, sampai lendirnya

hilang

5 Sebanyak ±7 kg potongan umbi porang yang sudah tidak berlendir mulai

dipasrah.

6 Pasrahan umbi porang di jemur di bawah terik sinar matahari


31

7 Umbi porang yang telah menjadi pasrah kering lalu mulai di giling agar

menjadi tepung.

3.6.2. Penetapan Kadar Pati

3.6.2.1.Penentuan pati pada umbi suweg

1. Timbang 2 gram tepung porang, tambahkan 50 ml aquades dan aduk

selama 1 jam.

2. Saring suspensi dengan kertas saring dan cuci dengan aquades sampai

volume filtrate 200 ml

3. Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer

4. Cuci dengan 200 ml aquades dan tambahkan 10 ml HCl 25%

5. Tutup dengan pendingin balik dan panaskan diatas penangas sampai

mendidih selama 2 jam.

6. Setelah dingin, netralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan sampai

volume 500 ml, kemudian saring.

7. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrate yang

diperoleh.

3.6.2.2.Penentuan gula reduksi

1. Mengambil 25 ml larutan sampel tersebut, lalu memasukkan ke dalam

Erlenmeyer Menambahkan 25 ml pereaksi Luff Schoorl

2. Memanaskan kembali menggunakan refluks selama kurang lebih 10 menit

3. Mendinginkan mendadak menggunakan air mengalir

4. Menambahkan 25 ml H2SO4 26,5% secara hati-hati (dialirkan melalui

dinding Erlenmeyer)
32

5. Menambahkan 20 ml KI 15% atau 15 ml KI 20%

6. Menambahkan 1 ml indikator Amylum 1% lalu mentitrasi menggunakan

Na2S2O3 0,1N hingga berubah warna menjadi krem keputihan

7. Mencatat volume titrasi sampel (A ml)

8. Membuat blanko pengujian.

9. Mencatat volume titrasi blanko (B ml)

10. Menghitung kadar pati sampel menggunakan rumus :

Angka Tabel (glukosa*) = ((B ml – A ml) x Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi)

/ 0,1

Kadar Pati = (Faktor Pengenceran x Angka Tabel x 100 % x 0,90) / Bobot Sampel

(mg)

3.6.3. Isolasi Glukomanan

1. Ditimbang 25 gram tepung umbi porang, dilarutkan dengan air ad 1000

mL.

2. Larutan ditambahan HCl untuk menurunkan pH, dicek dengan pH meter.

3. Larutan kemudian ditambahkan dengan enzim α-amilase

4. Diinkubasi pada suhu 105°C selama 2 jam.

5. Hasil hidrolisa selanjutnya disentrifuse sampai terentuk 2 lapisan yaitu

endapan berupa serat-residu lain yang tidak terhidrolisis dan filtrat yang

mengandung campuran oligosakarida dan glukomanan.

6. Filtrat selanjutnya diekstraksi secara kimia menggunakan etanol 96%

berlebih dalam erlenmeyer sampai terbentuk endapan dan filtrat.


33

7. Kemudian dilakukan penyaringan vakum untuk memisahkan filtrat dan

residu.

8. Residu yang dihasilkan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dalam oven

pada suhu 40°C selama 2 jam.

9. Setelah dikeringkan, kemudian dilakukan penggilingan sampai terbentuk

tepung glukomanan murni. Kemudian ditimbang

3.6.4. Identifikasi Glukomanan

3.6.4.1. Uji organoleptis

Tepung porang diamati secara organoleptis meliputi bentuk, warna,

aroma, dan rasa.

3.6.4.2. Uji kelarutan dalam air

1. 100 mg tepung porang dilarutkan dalam 10 mL air dingin

2. Larutan tepung porang dipanaskan sampai terbentuk gel

3. Kemudian dilarutkan kembali dengan air dingin

3.6.4.3. Uji daya membentuk gel

100 mg tepung porang dilarutkan dalam 10 mL air kapur 5% sampai

terbentuk gel

3.6.4.4. Uji daya merekat

1. 100 mg tepung porang diarutkan dalam 10 mL air

2. Kemudian ditambah 2 mL asam asetat

3.6.4.5. Uji daya mengembang

100 mg tepung porang dilarutkan dalam air dan didiamkan selam 30 menit

sampai mengembang
34

3.6.5. Pembuatan konyaku

1. Tepung glukomonan sebanyak 6 gram dilarutkan 100 cc air, diaduk selama

± 2 jam

2. Selama proses pengadukan campuran ini ditambahkan bahan penguat yaitu

garam kalsium sebelum campuran mengeras tuangkan dalam cetakan,

diamkan sampai mengeras

3. Konyaku yang sudah jadi, direndam dalam kapur sirih ± 30 menit

4. Konyaku yang sudah jadi direbus dengan air mendidih ± 15 menit

3.6.6. Uji Aktifitas Glukomanan dalam pada mencit

1. Kelompok kontrol positif

- mencit dicek kadar gula awal

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- mencit disonde larutan acarbose, di tunggu 2 jam, lakukan cek

kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari.

2. Kelompok kontrol negative

- mencit dicek kadar gula awal

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- di tunggu 2 jam, lakukan cek kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari.


35

3. Kelompok pemberian glukomanan murni

- mencit dicek kadar gula awal

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- mencit disonde glukomanan murni dengan dosis 0,06 gram/kgBB,

di tunggu 2 jam, lakukan cek kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari

4. Kelompok perlakuan dosis 1

- mencit dicek kadar gula awal

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- mencit disonde produk konyaku dengan dosis 0,06 gram/kgBB, di

tunggu 2 jam, lakukan cek kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari

5. Kelompok perlakuan dosis 2

- mencit dicek kadar gula awal

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- mencit disonde produk konyaku dengan dosis 0,12 gram/kgBB, di

tunggu 2 jam, lakukan cek kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari

6. Kelompok perlakuan dosis 3

- mencit dicek kadar gula awal


36

- mencit disonde larutan glukosa dengan dosis 0,75gram/kgBB,

ditunggu 30 menit

- mencit disonde produk konyaku dengan dosis 0,18 gram/kgBB, di

tunggu 2 jam, lakukan cek kadar gula

- dilakukan setiap hari selama 5 hari

3.7 Analis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan dengan menggunkan tabel dan

grafik. Analisis data penelitian diperoleh dari perolehan %rendemen dan

penurunan kadar gula darah mencit.

Untuk melihat ketelitian masing-masing replikasi dihitung standar deviasi

(SD) dan koefisien variasi (Kv) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

SD = 

KV= x 100%

Keterangan :

SD = standar deviasi

Kv = koefisien variasi

n = jumlah sampel

X1 = kadar sampel

x = kadar rata-rata sampel

Data hasil pengamatan dibuat dalam bentuk grafik histogram sehingga

dapat diamati dosis optimal yang dicapai. Grafik dibuat sumbu x berupa hasil

pengukuran kadar gula darah dan sumbu y sebagai hitungan hari saat pengujian.
BAB IV

HASIL

4.1. Determinasi Tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi porang yang

diperoleh dari desa Pesanggrahan kecamatan Montong Gading, kabupaten

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Kemudian dilakukan determinasi di

Laboratorium Taksonomi, Struktur, dan Perkembangan Tumbuhan Universitas

Brawijawa Malang. Adapun hasil determinasi terlampir dalam lampiran 2.

4.2. Pembuatan Tepung

Umbi porang segar sebanyak 7 kg menghasilkan 365 gram tepung umbi

porang. Tepung umbi porang berbentuk serbuk tidak terlalu halus, berwarna

coklat kekuningan dan kadar air sebesar 12 % . Kadar pati dalam tepung umbi

porang sebesar 13,608%. Adapaun hasil perhitungan penetapan kadar pati

terlampir dalam lampiran 3.

37
38

4.3. RendemenTepung Porang dan Glukomanan

Adapun rendemen yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Hasil Rendemen Tepung Porang dan Glukomanan


Bahan Hasil rendemen
7 kg umbi umbi porang 365 gram
tepung porang
25 gram tepung porang 12,765 gram
glukomanan

4.4. Uji Fisikokimia Glukomanan

Adapaun hasil uji fisikokimia glukomanan umbi porang adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.2. Hasil Uji Fisikokimia Glukomanan


Uji Glukomanan Murni Isolat Glukomanan
Organoleptis
- Bentuk - Butiran seperti kristal - Serpihan seperti karet
- Warna - Kuning - Coklat
- Bau - Tidak berbau - Tidak berbau
- Rasa - Tidak berasa - Tidak berasa
- Tekstur - Kasar - Kenyal
Kelarutan Larut dalam airmembentuk Larut dalam air membentuk
gel gel
Membentuk gel Gel tidak berwarna Gel tidak berwarna
Merekat Menjadi encer dengan Menjadi encer dengan
penamabah asam penamabah asam
Mengembang Mengembang menjadi sangat Mengembang menjadi sangat
banyak banyak

4.5. Konversi Kadar Glukomanan dalam Produk konyaku

Adapun hasil konversi kadar glukomanan dalam produk konyaku adalah

sebagai berikut :
39

Tabel 4.3. Hasil Konversi Kadar Glukomanan Dalam Produk Konyaku


Dosis Kadar Glukomanan
Dosis I (0,06g/kgBB) 0,03 g/kgBB
Dosis II(0,12g/kgBB) 0,06 g/kgBB
Dosis III(0,18g/kgBB) 0,09 g/kgBB

Adapaun hasil perhitungan penetapan konversi kadar terlampir dalam lampiran 4.

4.6. Hasil Pengujian terhadap DM

Pengujian terhadap DM dilakukan dengan pemberian tepung umbi porang

yang dibuat dalam bentuk pangan. Adapun hasil pengujian terhadap DM adalah

sebagai berikut :

4.6.1. Hasil Pengujian Kontrol Positif (Acarbose)

Tabel 4.4 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol positif (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 134 126 8 114 98 16 143 120 23 113 98 15 101 93 8

2 126 113 13 110 95 15 118 99 19 110 93 17 109 97 12

3 116 101 15 118 101 17 109 99 10 112 99 13 113 99 14

SD 9 13 4 4 3 1 18 12 7 2 3 2 6 3 3

KV 7 11 30 4 3 6 14 11 38 1 3 11 6 4 15

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart Deviasi

KV = Koefisien Variasi
40

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kontrol Positif
140

120

100

80 sebelum pemberian

60 setelah pemberian
penurunan
40

20

0
1 2 3 4 5

Gambar 4.1. Grafik Pengamatan Kontrol Positif

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum pemberian acarbose dan setelah pemberian acarbose

dengan rata-rata penurunan kadar gula sebesar 17 mg/dl dalam periode 5 hari.

4.6.2. Hasil Pengujian Kontrol Negatif (Glukosa)

Tabel 4.5 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol negatif (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 161 202 41 157 203 46 129 174 45 109 157 48 132 184 52

2 101 159 58 129 173 44 124 179 55 111 163 52 154 209 55

3 116 139 23 142 184 42 138 184 46 117 172 55 149 198 49

SD 31 32 18 14 15 2 7 5 6 4 11 8 14 21 11

KV 25 19 43 10 8 5 5 3 11 4 7 17 10 10 17
41

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart deviasi

KV = Koefisien Variasi

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kontrol Negatif
250
200
150 sebelum pemberian

100 setelah pemberian

50 kenaikan

0
1 2 3 4 5

Gambar 4.2. Grafik Pengamatan Kontrol Negatif

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum pemberian glukosa dan setelah pemberian glukosa

dengan rata-rata kenaikan kadar gula sebesar 49 mg/dl dalam periode 5 hari.

4.6.3. Hasil Pengujian Kontrol Glukomanan Murni

Tabel 4.6 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol glukomanan (mg/dl)
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 197 109 88 167 76 91 118 56 62 109 58 51 124 82 42
42

2 134 76 58 152 101 51 109 56 53 144 75 69 139 103 36

3 126 58 68 145 87 58 126 51 75 126 89 37 110 85 25

SD 39 26 15 11 13 21 9 3 11 18 16 16 15 11 9

KV 26 20 20 7 11 32 7 4 17 14 24 31 12 18 25

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart deviasi

KV = Koefisien Variasi

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kontrol Glukomanan Murni


180
160
140
120
100 sebelum pemberian
80 setelah pemberian
60 penurunan
40
20
0
1 2 3 4 5

Gambar 4.3. Grafik Pengamatan Kontrol Glukomanan Murni

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum pemberian glukomanan dan setelah pemberian


43

glukomanan dengan rata-rata penurunan kadar gula sebesar 59 mg/dl dalam

periode 5 hari.

Sedangkan prosentase (%) perbedaan kadar gula masing-masing kontrol

dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Prosentase Kadar Gula


200

150
kontrol negatif
100
%

kontrol glukomanan
50 kontrol positif

0
1 2 3 4 5

Gambar 4.4. Grafik Prosentase Kadar Gula

Berdasarkan grafik tersebut maka pada kontrol negative terdapat kenaikan

kadar gula darah akibat pemberian glukosa pada mencit sedangkan pada kontrol

glukomanan dan kontrol positif tampak terjadi penurunan kadar gula pada mencit

dengan kontrol glukomanan yang menunjukkan penurunan lebih banyak.

4.6.4. Hasil Pengujian Produk Tepung Porang

Tabel 4.7 Pengukuran Kadar Gula Pada Kelompok Perlakuan Dosis 0,06g/KgBB
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 221 198 23 110 75 35 107 86 21 186 147 39 162 88 74

2 176 146 30 160 138 22 115 77 38 154 111 43 130 117 13

3 189 148 41 170 133 37 104 72 32 113 89 24 112 94 18

SD 23 29 9 32 35 8 6 7 9 37 29 10 25 15 34
44

KV 12 18 29 22 30 26 5 9 28 24 25 28 19 18 97

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart deviasi

KV = Koefisien Variasi

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

dosis 1
250
kadar glukosa darah (mg/dL)

200

150
Awal
100 Setelah

50 Penurunan

0
1 2 3 4 5
Hari Ke -

Gambar 4.5. Grafik Pengamatan Dosis 1

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan

sebesar 33 mg/dl dalam periode 5 hari.


45

Tabel 4.8 Pengkuran Kadar Gula Pada Kelompok Dosis 0,12g/KgBB


hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 221 157 64 213 165 48 207 128 78 219 146 73 220 100 120

2 204 146 58 199 154 45 145 60 85 202 107 95 199 155 44

3 187 143 44 211 131 80 189 155 34 215 196 59 233 168 55

SD 17 7 10 8 17 19 32 49 28 9 26 18 13 36 41

KV 8 5 19 4 12 34 18 43 42 4 19 24 6 37 56

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart deviasi

KV = Koefisien Variasi

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut

dosis 2
250
kadar glukosa darah (mg/dL)

200

150
Awal
100 Setelah

50 Penurunan

0
1 2 3 4 5
Hari Ke -

Gambar 4.6. Grafik Pengamatan dosis 2


46

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan

sebesar 66 mg/dl dalam periode 5 hari.

Tabel 4.9 Pengukuran Kadar Gula Pada Kelompok Dosis 0,18g/kgBB


hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A S P A S P A S P A S P A S P
1 178 128 50 174 78 96 196 113 83 178 91 87 194 103 91

2 209 130 29 144 83 61 216 140 76 191 85 106 194 109 85

3 200 66 66 137 83 54 189 115 74 137 85 52 201 100 101

SD 16 3 15 20 3 23 14 15 5 28 3 27 4 5 8

KV 8 2 22 13 4 32 7 12 6 17 4 34 2 4 9

Keterangan :

A = kadar gula sebelum

B = kadar gula setelah

AB= penurunan kadar

SD = Standart deviasi

KV = Koefisien Variasi

Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :


47

dosis 3
250

kadar glukosa darah (mg/dL) 200

150
Awal
100 Setelah

50 Penurunan

0
1 2 3 4 5
Hari Ke -

Gambar 4.7. Grafik Pengamatan dosis 3

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar

gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan

sebesar 77 mg/dl dalam periode 5 hari.

Sedangkan prosentase (%) perbedaan kadar gula masing-masing kontrol

dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Prosentase Penurunan Kadar Gula


90 y = -4,0746x + 87,401
80 R² = 0,7814
70
dosis 1
60
dosis 2
50
%

dosis 3
40 y = -1,2529x + 62,792
R² = 0,0994 y = -6,302x + 82,535 Linear (dosis 1)
30
R² = 0,8024 Linear (dosis 2)
20
Linear (dosis 3)
10
0
1 2 3 4 5

Gambar 4.8. Grafik Prosentase Penurunan Kadar Gula


48

Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat bahwa penurunan kadar gula

tampak pada semua dosis pemberian dengan penurunan yang cukup signifikan.

Perlakuan terbaik untuk menghasilkan penurunan kadar gula yang optimal

terdapat pada dosis ke- 2.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini umbi porang diperoleh dari desa Pesanggrahan,

kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara

Barat. Setelah didapat umbi porang kemudian dilakukan determisasi tanaman di

Laboratorium Taksonomi, Struktur, dan Pengembangan Tanaman, Universitas

Brawijaya Malang. Determinasi tanaman sangat penting dilakukan, untuk

membedakan antara umbi porang dan umbi suweg, karena jika dilihat dari bentuk

umbi keduanya sama. Hasil determinasi membuktikan bahwa sampel umbi yang

di ambil dari Lombok, NTB memang benar Amorphophallus muelleri Blume

(nama latin umbi porang).

Tahap pertama pada penelitian ini adalah pengolahan umbi segar menjadi

tepung porang. Umbi porang dicuci lalu ditiriskan untuk memisahkan tanah yang

melekat pada permukaan umbi. Umbi porang bersih dikuliti, kemudian dipotong –

potong. Potongan umbi porang direndam larutan NaCl jenuh selama 24 jam, hal

ini perlu dilakukan untuk menhilangkan lendir yang terdapat pada umbi porang.

NaCl dalam air akan terurai menjadi Na+ dan Cl-. Karena lendir pada umbi

porang yang menyebabkan rasa sangat gatal merupakan senyawa Ca(C2O4)2.

Perendemanan dengan NaCl akan menghasilkan reaksi kimia, atom Ca2+pada

Ca(C2O4)2 akan dan diikat oleh Cl-dari NaCl membentuk senyawa CaCl2 dan

terlarut dalam air. Potongan umbi porang yang sudah ditiriskan dipasrah agar

49
50

mendapatkan irisan – irisan umbi yang seragam, selanjutnya pasrahan umbi

porang dijemur dibawah sinar matahari selama ± 7 hari. Umbi porang yang sudah

kering akan menyusut dan mengeripik (chip), kemudian digiling. Dalam tahap ini

potongan umbi porang yang direndam NaCl jenuh, sama sekali tidak memberikan

pengaruh. Substansi kalsium oksalat tidak hilang dengan perendaman NaCl

sehingga masih menimbulkan rasa gatal dan panas jika tersentuh kulit, hal ini

disebabakan karena substansi ini melekat kuat pada dinding sel glukomanan umbi

porang. Substansi kalsium oksalat dalam umbi porang akan hilang dengan

pemanasan pada saat penjemuran. Dari ± 7 kg potongan umbi porang dihasilkan

365 gram tepung umbi porang dengan kadar air 12 %.

Selanjutnya dilakukan isolasi glukomanan dari tepung umbi porang.

Isolasi glukomanan dilakukan dengan metode hidrolisis enzimatis menggunakan

enzim α-amilase. Sebelum dilakukan hidrolisis enzim harus dilakukan penetapan

kadar pati pada tepung umbi porang. Pati merupakan komponen dalam umbi yang

akan dipecah oleh enzim karena pati merupakan substrat. Pada proses hidrolisa

ditimbang sebanyak 25 gram tepung porang, dimasukkan dalam Erlenmeyer 1

liter, kemudian ditambahkan air ad 1 liter. Larutan umbi porang mengental dan

berwarna coklat jingga. Larutan umbi porang dalam Erlenmeyer diletakkan diatas

hotplate pada suhu 105oC. pH awal larutan 6 lalu ditambahkan beberapa tetes HCl

untuk menurunkan pH menjadi 5,6 karena enzim α-amilase aktif pada pH 5,2 –

5,6 pada suhu 95 oC - 105oC. Hidrolisa dilakukan dengan waktu inkubasi 2 jam.

Hasil hidrolisa akan terbentuk 2 lapisan kemudian dipisahkan. Lapisan bawah

(residu) berwarna coklat yang merupakan komponen umbi yang tidak terhidrolisa.

Lapisan atas (filtrate) berwarna putih keabu-abuan, pada lapisan ini adalah
51

glukomanan dan oligosakarida. Filtrate ditambahkan etanol, karena glukomanan

akan mengendap dengan penambahan etanol. Glukomanan yang didapat ditiriskan

kemudian dioven ada suhu 50 oC selama 24 jam. Glukomanan kering berupa

lapisan seperti karet berwarna coklat. Setelah itu ditimbang, didapatkan

glukomanan kering sebesar 12,7265 gram. Dari 25 gram tepung porang

didapatkan rendemen glukomanan sebesar 50,906%.

Glukomanan hasil atau isolat glukomanan ditambah air dingin menjadi

larut kemudian dipanaskan dan membentuk larutan gel dan mengembang. Gel

glukomanan ditambahkan air kapur menjadi gel yang lebih padat. Kemudian gel

glukomanan ditambahkan asam asetat, beberapa saat kemudian gel menjadi encer.

Penambahan asam pada senyawa glukomanan akan membuat sifat merekat

glukoman menghilang ini dikarenakan gugus asetil pada glukomaman. Gugus

asetil pada glukomanan adalah gugus yang menyebabkan glukomanan

menypunyai sifat merekat, dengan penambahan asam gugus ini akan terpotong

dan sifat merekat glukomanan akan menghilang.

Identifikasi fisik pada isolat glukomanan umbi porang dibandingkan

dengan uji fisik pada glukomanan murni. Identifikasi keduanya memberikan hasil

yang sama, hanya saja bentuk dari isolate glukomanan seperti karet dan berwarna

coklat sedangkan pada glukomanan murni berbentuk butiran Kristal berwarna

kuning. Hal ini membuktikan bahwa isolate umbi porang memang benar senyawa

glukomanan. Hanya saja pada isolate glukomanan ini proses pengeringan kurang

sempurna sehingga mempengaruhi bentuk.

Isolat glukomanan dengan tekstur seperti karet akan menghambat proses

pembuatan dalam produk pangan. Isolat glukomanan yang berwarna coklat juga
52

akan membuat produk pangan tidak menarik. Karena faktor itulah maka

pembuatan produk pangan dilakukan dengan menggunakan bahan tepung porang.

Tepung porang ini dibuat menjadi produk pangan yaitu konyaku. Formula untuk

membuat konyaku dibutuhkan 3 gram tepung glukomanan, karena dalam tepung

porang mengandung glukomanan sebesar 50%, maka penelitian ini bahan yang

dipakai adalah tepung porang 6 gram. Dalam pembuatan konyaku ditimbang 6

gram tepung porang di larutkan dalam 100 mL lalu diaduk selama 2 jam, selama

proses pengadukan larutan akan mengembang. Lalu ditambahkan air kapur /

Ca(OH)2 karena penambahan basa akan membuat gel glukomanan tidak mudah

rusak. Jika semua sudah homogen dituang kedalam cetakan dan ditunggu sampai

mengeras. Pada penelitian ini penambahan air kapur memang tidak

dimaksimalkan agar produk konyaku tidak terlalu keras. Hal ini mengingat bahwa

produk yang dibuat akan dicekokan kepada hewan mencit. Hasilnya produk

konyaku berwarna coklat dan tidak begitu keras.

Uji aktifitas glukomanan dilakukan dengan cara pemberian ke hewan

coba. Dalam penelitian ini hewan yang digunakan adalah mencit. Pemberian

produk ke mencit dilakukan dengan cara pencekokan, karena produk konyaku

berfasa padat. Sebelum dilakukan pemberian produk, mencit ditinggikan kadar

gulanya dengan pencekokan laruran glukosa. Larutan glukosa yang di induksikan

pada mencit bervariasi yaitu dosis 0,185g/kgBB, dosis 0,195g/kgBB, dosis

0,2g/kgBB dan dosis 0,75g/kgBB. Variasidosis bertujuan untuk menentukan dosis

optimal untuk memberikan kadar gula yang optimal pada mencit sebelum

perlakuan. Optimalisasi tercapai pada dosis 0,75g/kgBB hari ke-5. Sehingga

proses optimalisasi hanya dilakukan sampai 5 hari.


53

Mencit dibagi dalam 6 kelompok perlakuan dengan masing-masing

kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Semua kelompok perlakuan diaklimatisasi

selama 6 hari untuk proses adaptasi. Enam kelompok perlakuan adalah kelompok

kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol glukomanan murni,

dan kelompok perlakuan. Untuk kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga dosis.

Yaitu dosis 1, dosis 2, dan dosis 3.

Kelompok kontrol positif adalah kelompok dengan menggunakan

acarbose. Acarbose adalah senyawa obat yang memiliki mekanisme dalam

penghambatan glukosa dalam darah karena mampu menghambat enzim alfa

glukosidase yang terletak pada dinding usus. Pemakaian obat ini menghasilkan

penyerapan glukosa ke darah menjadi lambat, sehingga glukosa darah sesudah

konsumsi makanan tidak cepat naik. Kelompok kontrol positif digunakan sebagai

pembanding mekanisme glukomanan, yaitu sama – sama menyerap glukosa.

Kelompok kontrol negatif mencit diberi aquades dan diinduksi glukosa dengan

dosis optimal. Kontrol negative digunakan untuk membandingkan mencit dengan

perlakuan dan mencit tanpa perlakuan. Kelompok perlakuan glukomanan murni

adalah untuk membandingkan mekanisme kerja glukomanan murni dengan

pelakuan dosis yang memakai isolat glukomanan porang.

Untuk dosis 1 ditimbang konyaku sebanyak 0,06g/kgBB, untuk dosis 2

ditimbang konyaku sebanyak sebanyak 0,012g/kgBB, untuk dosis 3 ditimbang

konyaku sebanyak 0,018 /kgBB. Mencit disonde dengan produk kemudian

ditunggu 30 menit, selanjutkan mencit disonde dengan larutan glukosa dosis

0,75g/kgBB.Penetapan pemberian glukosa dosis diperoleh dari waktu

optimalisasi. Dosis 1 menunjukkan penurunan kadar gula darah pada mencit, rata
54

– rata penurunan kadar gula darah sebesar 33mg/dL. Dosis 2 menunjukkan

penurunan kadar gula darah dengan rata – rata 66mg/dL. Dosis 3 menunjukkan

penurunan kadar gula darah paling tinggi, dengan rata – rata 77mg/dL.

Dosis 2 menunjukkan penurunan kadar gula rata – rata sebesar 66mg/dL.

Dosis ini merupakan dosis paling baik diantara lainya. Hal ini sebabkan, pada

grafik merupakan dosis 2 dengan slope paling curam diantara dosis 1 dan dosis 3.

Semakin curam slope menunjukan penurunan paling baik.


BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Isolasi glukomanan pada tepung porang menggunakan metode

hidrolisis enzim α-amilase, suhu 105oC mengahsilkan rendemen

glukomanan sebesar 50,9 %

2. Glukomanan dalam umbi porang dapat menurunkan kadar gula dalam

darah pada mencit dengan dosis optimal 0,12g/KgBB

6.2. Saran

Dilakukan penelitian lanjutan komponen yang terkandung dalam tepung

umbi porang yang bisa menyebabkan kenaikan gula darah

Dilakukan tentang penelitian lanjutan tentang identifikasi glukomanan

guna mendapatkan rendemen glukomanan yang lebih murni dan bebas senyawa

kalsium oksalat.

55
56

DAFTAR RUJUKAN

Anggraeni, Arsita Dian. 2006. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea
Americana Mill.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang
Diberi Beban Glukosa. Universitas Diponegoro Semarang

Dalimartha, Setiawan. 2007. Tanaman Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes


mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya

Hammam, Nur Rusydah. 2008. Pengaruh Pemberian Minyak Jintan Hitam


(Nigella Sativa) Terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit Diabetes
Mellitus Yang Diinduksi Aloksan. Universitas Diponegoro Semarang

Harijati, Nunung, Rodliyati Azrianingsih, Sri Widyarti. 2009. Eksplorasi


Amorphophallus sp endemik Jawa Timur yang tinggi glukomanan dan
rendah alergenitasnya.Jurnal penelitian. Malang

Indriyani, Serafinah, Endang Arisoesilaningsih, Tatik Wardiyati dan Hery


Purnobasuki. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Habitat Porang
(Amorphophallus Muelleri Blume) Pada Lima Agroforestridi Jawa
Timur Dengan Kandungan Oksalat Umbi.Jurnal penelitian. Malang

J.Anderson, et all. 2012. Dietery fiber. Food and nutrition series. Fact sheet
no.9.333 Colorado state university

Kennedy JF.1988. Carbohydrate Chemistry, 228-233. Clerendo, Oxford

Muchtadi, D; Palupi, D; Astawan, N.S., dkk., 1992. Enzim Dalam Industri


Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi PAU IPB. Bogor

Mulyono , Edi. 2010. Peningkatan Mutu Tepung Iles-Iles (Amorphophallus


Oncophillus) (Foodgrade: Glukomannan 80%) SebagaiBahan
Pengelastis Ml (4% = Meningkatkan ElastisitasMl 50%) Dan Pengental
(1% = 16.000 Cps) MelaluiTeknologi Pencucian Bertingkat Dan
Enzimatis PadaKapasitas Produksi250 Kg Umbi/Hari. Program Riset
Terapan. Bogor

Mulyono, E., Risfaheri, Misgiyarta, A.W. Permana, dan F. Kurniawan. 2009.


Teknologi Produksi Tepung Mannan dari Umbi lies-lies (Amorphophallus
Oncophillus) Yang Dapat Menghasilkan Rendemen 85% dan Derajat
Putih 80%. Makalah pada Seminar Hasil Penelitian SINTATA. 2009, 9-10
Oktober 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
57

Nugroho, AD., 2000. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film dari Campuran
Tepung Glukomanan Iles – iles Kuning (Amorphophallus onchopyllus)
dan Carboxymethyl Cellulose. Fakultas Teknologi Pertanian. ITB,
Bogor

Otsuki, T. 1986. Studies on Reserve Carbohydrate of Flour Amorphophallus


Species

Parry JM. 2011. Konjac Glukomanan. In: Alan Imeson (ed). Food Stabilisers,
Thickeners and Gelling Agent. United Kingdomn: A John Willey &
Sons, Ltd., pp 198 – 216

Soemardji, Andreanus A. 2004. Penentuan Kadar Gula Darah Mencit Secara


Cepat : Untuk Diterapkan Dalam Penapisan Aktivitas Antidiabetes In
Vivo. FMIPA Institut Teknologi Bandung

S.S, Arum, Fatchiyah, M.Sasmito Djat. 2010. Studi Glukomanan Sebagai


Alternatif Pencegahan Diabet. Universitas Brawijaya. Malang

Sugiwati, Sri. 2005. Aktivitas Antihiperglikemik Dari Ekstrak Buah Mahkota


Dewa [Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.] Sebagai Inhibitor Alfa-
Glukosidase In Vitro Dan In Vivo Pada Tikus Putih. Institut Pertanian
Bogor

Widjanarko, Simon dan Aji sutrisno.2010.Kajian Metode Ekstraksi Konvensional


Dan Ultrasonik Dalam Purifikasi Glukomanan Dari Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus) Dalam Upaya Menghasilkan Produk
Bahan Tambahan Pangan Dan Pangan Fungsional Baru. Universitas
Brawijaya Malang

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Lampiran 1. Diagram Alir


58

Umbi Dicuci
Porang Hidrolisis Enzimatis
V

Dikupas
Tepung porang

Dipotong
Gelatinisasi

Dipasrah
+ enzim α-amilase

Filtrat Residu
Dikeringkan
+ etanol 96 %

Residu Filtrat
Digiling
Dikeringkan

Tepung Umbi Porang


GLUKOMANAN

Uji Organoleptis Uji FisikoKimia

Uji Kelarutan

Pembuatan Konyaku
Uji Membentuk Gel

Uji Daya Merekat Uji aktifitas Pada Hewan Coba

Uji Daya
Mengembang

GRAFIK
PENURUNAN
GULA

Lampiran 2. Detereminasi Tanaman Porang


59
60

Lampiran 3.

pembakuan Na2S2O3 oleh KI dan KIO3

Titrasi Volume KIO3 Titik awal Titik akhir Volume


titrasi titrasi titrasi
1 5 mL 0,05 mL 5,00 mL 4,95 mL
2 5 mL 5,00 mL 10,00 mL 5,00 mL
Volume rata – rata 4,975 mL
N KIO3=

mgrek Na2S2O3 = mgrek KIO3

N1. V1 = N2 .V2

N1. 4,975 ml = 0,100 N. 5 ml

N Na2S2O3= 0,1008N

4.2.2 Penetapan kadar pati

Titrasi Volume pemipetan Volume titrasi


Blanko 25 ml 23,95 ml
Tepung porang 25 ml 24,1 ml
TAT: coklat menjadi putih susu

glukosa =

= 0,1512

pati = 1x 0,1512 x 100% x 0,90

= 13,608 %
61

Lampiran 4.Perhitungan Konversi Kadar Glukomanan

a. Dosis I (0,06 g/kgBB)

25 gram tepung porang ~ 12,7265 gram glukomanan

0,06 gram tepung porang ~ gram glukomanan

= 0,03 gram

b. Dosis II (0,12 g/kgBB)

25 gram tepung porang ~ 12,7265 gram glukomanan

0,12gram tepung porang ~ gram glukomanan

= 0,06 gram

c. Dosis III (0,18 g/kgBB)

25 gram tepung porang ~ 12,7265 gram glukomanan

0,18 gram tepung porang ~ gram glukomanan

= 0,09 gram
62

Lampiran 5. Data Optimalisasi Kadar Gula AB

a. Dosis 1 (0.75 g/kgBB)

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 56 78 22 60 77 17 72 98 26 70 130 60 77 148 71

2 48 87 39 52 99 47 52 104 52 72 124 52 86 141 55

3 78 99 21 69 109 40 81 110 29 108 150 42 86 150 64

4 78 80 2 81 100 19 71 119 48 80 128 48 80 149 69

AVERAGE 65 86 21 66 96 31 69 108 39 83 133 51 82 147 65

b. Dosis 2 (0.185 g/kgBB)

Peng hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
amatan A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 55 81 26 65 96 31 58 100 42 89 104 15 67 138 71

2 87 124 37 47 95 48 76 104 28 72 132 60 79 114 35

3 56 99 43 63 100 37 78 129 51 78 145 67 75 125 50

4 98 108 10 71 106 35 67 115 48 80 127 47 88 119 31

AVERAGE 74 103 29 62 99 38 70 112 42 80 127 47 77 124 47

c. Dosis 3 (0.195 g/kgBB)

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 63 105 42 71 145 74 48 98 50 70 122 52 77 138 61

2 75 109 34 89 89 0 56 99 43 78 123 45 86 146 60

3 91 129 38 59 99 40 81 89 8 96 124 28 75 112 37

4 77 108 31 64 102 38 67 109 42 65 130 65 88 99 11


63

AVERAGE 77 113 36 71 109 38 63 99 36 77 125 48 82 124 42

d. Dosis 3 (0.20 g/KgBB)

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pengamatan
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB
1 49 107 58 65 100 35 85 119 34 69 95 26 86 126 40

2 78 100 22 47 98 51 66 125 59 70 123 53 68 1 71

3 65 100 35 72 99 27 94 121 27 70 112 42 77 107 30

4 88 108 20 80 111 31 73 120 47 82 135 53 83 108 25

AVERAGE 70 104 34 66 102 36 80 121 42 73 116 44 79 120 42

Grafik Optimalisasi Glukosa

optimalisasi glukosa
50
45
40
kenaikan kadar gula

35
dosisi 1
30
25 dosis 2
20 dosis 3
15 dosis 4
10
5
0
1 2 3 4 5

Anda mungkin juga menyukai