Anda di halaman 1dari 51

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

KROMATOGRAFI

Oleh:
Tim Praktikum Kromatografi

HALAMAN JUDUL

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI (S-1) FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
VISI DAN MISI PRODI FARMASI (S-1)
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

VISI PRODI
“Menghasilkan Lulusan Yang Unggul dan Terdepan Dalam Bidang Kefarmasian di
Tingkat Nasional, Serta Mewarisi Nilai-Nilai Kejuangan Jenderal Achmad Yani”

MISI PRODI
1. Melaksanakan pendidikan tinggi kefarmasian yang bermutu dan responsif
terhadap kemajuan ilmu dan teknologi.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian yang unggul di bidang kefarmasian
berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya bangsa, dan
menghasilkan produk-produk inovasi.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kefarmasian yang
berdaya guna dan berhasil guna.
4. Melakukan kerja sama yang berkelanjutan dengan stakeholder untuk
mewujudkan daya saing global.
5. Menyelenggarakan dan mengembangkan manajemen yang baik dan
mandiri (Good University Governance).
6. Mendalami dan mengembangkan nilai-nilai kejuangan Jenderal Achmad
Yani untuk diterapkan oleh sivitas akademika dan pendukungnya

2 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Buku Petunjuk Praktikum
Kromatografi ini dapat kami susun. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini.
Praktikum Kromatografi merupakan salah satu mata praktikum yang
diselenggarakan di Laboratorium Kimia Farmasi, Prodi Farmasi, Fakultas
Kesehatan, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta sebagai mata
praktikum wajib pada semester V (lima). Buku ini dimaksudkan untuk
membekali mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum, khususnya
pada kemampuan untuk melakukan pemisahan komponen-komponen dari suatu
bahan obat dan analisis kuantitatif menggunakan teknik kromatografi, meliputi
kromatografi kolom terbuka, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja
tinggi, serta kromatografi gas.
Buku ini merupakan edisi pertama yang didasari oleh penyesuaian
dengan mata kuliah Kromatografi, agar terjadi sinkronisasi antara kuliah dan
praktikum. Di samping itu, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
kimia yang menuntut kita untuk selalu menyesuaikan agar kita tidak jauh
tertinggal.
Kami berharap agar semua pihak pengguna buku ini dapat
mempergunakan dan mengambil manfaat sebesar-besarnya. Mengingat buku
petunjuk praktikum ini disusun secara ringkas, maka kami harapkan agar
mahasiswa dapat menambahnya dengan mempelajari lebih lanjut dari berbagai
pustaka yang ada. Akhirnya, kritik dan saran yang membangun selalu kami
harapkan untuk penyempurnaan buku ini.

Yogyakarta, September 2021

Penyusun

Laboratorium Kimia Farmasi 3


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
TATA TERTIB

1. Praktikan dating tepat pada waktunya (± 10 menit sebelum praktikum


dimulai). Mahasiswa yang terlambat lebih dari 15 menit setelah
praktikum dimulai tanpa ada alalsan yang dapat diterima, tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
2. Praktikan harus sudah mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam
praktikum (tujuan, bahan, alat dan cara kerja percobaan).
3. Pada waktu melakukan percobaan praktikan harus memakai jas
praktikum warna putih, sepatu tertutup dan wajib menggunakan alat
pengaman diri seperti sarung tangan dan masker.
4. Praktikan harus mengikuti pretest sebelum melaksanakan praktikum
dengan hasil nilai lebih dari standar minimal yang ditetapkan (70 dari
100). Apabila nilai kurang dari standar minimal, maka praktikan
diperkenankan mengikuti remidi sebanyak satu kali. Jika masih belum
memenuhi standar minimal, maka mahasiswa harus membuat resume
mata praktikum bersangkutan dan dikumpulkan bersama dengan
laporan resmi pada praktikum selanjutnya.
5. Tidak boleh makan, minum, merokok dan bersenda gurau selama
praktikum di dalam Laboratorium Kimia Farmasi.
6. Tidak diperkenankan menggunakan telepon seluler selama kegiatan
praktikum kecuali untuk kepentingan dokumentasi praktikum dan
hanya diperkenankan digunakan oleh 1 orang perwakilan kelompok.
7. Selama percobaan dilakukan, praktikan harus mengamati dengan
cermat percobaan dan mencatat hasil yang diperoleh
8. Setelah selesai percobaan, praktikan harus membersihkan alat-alat
gelas, meja, lantau serta merapikan kembali meja kerja. Bahan-bahan
kimia harap disimpan atau ditempatkan pada tempat yang disediakan.
9. Praktikan harus membuat laporan sementara setelah selesai praktikum
dan menyerahkan laporan resmi sebelum percobaan berikutnya.
10. Praktikan yang tidak membawa laporan resmi pada praktikum
selanjutnya diberikan kesempatan untuk mengumpulkan laporan resmi
dalam hari yang sama atau poin laporan resmi dikurangi 5 poin per hari
keterlambatan.

4 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
11. Mahasiswa yang tidak mengikuti laporan dengan alasan yang tidak
dapat diterima, tidak akan diberikan kesempatan untuk mengulang.
Kecuali dengan alasan yang kuat, mahasiswa diperbolehkan inhal
sebanyak-banyaknya dua mata praktikum. Bila inhal lebih dari itu,
mahasiswa dinyatakan gagal mengikuti praktikum.
12. Pada akhir praktikum, petugas laboratorium akan memeriksa kembali
alat-alat yang digunakan. Bila ada barang yang rusak atau hilang,
mahasiswa harus mengganti selambat-lambatnya satu minggu setelah
praktikum yang bersangkutan.
13. Semua mahasiswa harus menjaga ketertiban, keamanan dan kebersihan
selama menjalankan praktikum.

Koordinator Praktikum

Laboratorium Kimia Farmasi 5


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... 1


VISI DAN MISI PRODI FARMASI (S-1) .................................................... 2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3
TATA TERTIB ............................................................................................... 4
TEORI KROMATOGRAFI .......................................................................... 7
PENDAHULUAN ....................................................................................... 7
POLA ELUSI KROMATOGRAFI ........................................................... 9
EVALUASI KINERJA KOLOM ............................................................ 10
APLIKASI KROMATOGRAM DALAM ANALISIS KIMIA ............ 12
KURVA KALIBRASI .............................................................................. 13
EVALUASI DATA ANALISIS KIMIA ...................................................... 15
JENIS KESALAHAN DALAM ANALISIS KIMIA ............................. 16
EVALUASI METODE ANALISIS ......................................................... 17
PERCOBAAN I ............................................................................................. 22
PERCOBAAN II ........................................................................................... 27
PERCOBAAN III.......................................................................................... 32
PERCOBAAN IV .......................................................................................... 38
PERCOBAAN V ........................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 45
LAMPIRAN................................................................................................... 46

6 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
TEORI KROMATOGRAFI
PENDAHULUAN
Kromatografi adalah prosedur untuk memisahkan campuran bahan
kimia menjadi substitusi tunggalnya berdasarkan perbedaaan distribusi senyawa
pada 2 fase yang tidak saling campur. Kedua fase tersebut adalah fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase), yang saling bersinggungan,
tapi tidak saling campur. Fase diam dapat ditempatkan dalam kolom kecil yang
terbuat dari bahan inert atau dilapiskan pada suatu lempeng datar. Pemisahan
terjadi apabila terdapat perbedaan rasio distribusi masing-masing substansi di
antara dua fase tersebut.
Sampel yang akan dipisahkan substans penyusunnya dimasukkan ke
dalam kolom atau lapisan berisi fase diam, kemudian dibawa (dielusi) oleh
suatu fase gerak yang melaluinya. Masing-masing spesies akan berinteraksi
dengan kedua fase tersebut secara berulang-ulang dari ujung awal (tempat
sampel diambil) hingga ujung akhimya. Interaksi dapat terdiri dari partisi
(pelarutan), adsorpsi (serapan), atau reaksi kimia. Ketika pemilihan fase kedua
dilakukan dengan tepat, lambat laun komponen sampel akan dibatasi yang
tampak sebagai pita atau bercak. Komponen yang interaksinya tidak begitu
kuat dengan fase diam, pada akhir proses elusi akan keluar kolom terlebih
dahulu, sedangkan komponen yang interaksinya lebih kuat akan keluar lebih
akhir karena lebih tertahan dalam kolom.
Teknik kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh ahli botani Rusia
Mikhael Tswett. Pada tahun 1903, ia melakukan penyelesaian berbagai pigmen
tumbuhan seperti klorofil dan santofil menuangkan pigmen pada kolom
mengandung fase diam CaCO3. Hasil penampilan pita-pita berwama pada
kolom. Aplikasi kromatografi kemudian berkembang begitu pesat, sehingga
terdapat berbagai jenis kromatografi yang memungkinkan penelitian melakukan
pemisahan, isolasi, dan identifikasi komponen dengan struktur yang sangat
mirip satu sama lain yang terdapat dalam suatu campuran kompleks. Hal ini
tidak mungkin dilakukan dengan cara pemisahan lainnya. Teknik kromatografi
digunakan hampir pada setiap metode analisis sampel kompleks karena
kecepatannya, kekuatan pemisahannya dan karena hanya dibutuhkan sampel
dalam jumlah sedikit.

Laboratorium Kimia Farmasi 7


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Kromatografi dapat dilakukan sesuai jenis fase geraknya, yaitu:
kromatografi gas (gas chromatography = GC) dan kromatografi cair (liquid
chromatography = LC)
Fase diam yang digunakan dalam kromatografi memiliki sifat yang
bermacam-macam, sehingga dapat digunakan sebagai dasar klasifikasi
selanjutnya. Padatan yang bersifat sebagai adsorben dapat digunakan sebagai
fase diam dengan proses pemisahan yang didasarkan pada kekuatan interaksi di
permukaan (adsorpsi). Bila fase geraknya gas, disebut kromatografi gas-padat
(gas-solid chromatography = GSC) dan bila fase geraknya cair, disebut
kromatografi cair-padat (liquid-solid chromatography = LSC). Fase diam cair
yang dilapiskan pada padatan penyangga digunakan dalam kromatografi
dengan proses pemisahan berdasarkan partisi antara 2 fase yang tidak saling
campur. Bila fase geraknya gas, disebut kromatografi gas-cair (gas-liquid
chromatography = GLC) dan bila fase geraknya cair, disebut kromatografi cair-
cair (liquid-liquid chromatography = LLC)
Dalam kromatografi cair, dikenal 2 metode yang lain, yaitu
kromatografi penukar ion (ion exchange chromatography = IEC) dan
kromatografi eksklusi (exclusion chromatography = EC). Pada kromatografi
penukar ion, komponen ionik sampel dipisahkan berdasarkan pertuakaran
selektif dengan counter ion pada fase diam, sedangkan pada kromatografi
eksklusi, pemisahan didasarkan pada ukuran partikel dan geometri sampel. Oleh
ahli kimia polimer, kromatografi ini lebih dikenal sebagai kromatografi gel-
permiasi dan ahli biokimia menyebutnya dengan kromatografi gel-filtrasi.
Berdasarkan instrument yang digunakan, kromatografi cair dibedakan
menjadi kromatografi kolom dan kromatografi planar. Apabila fase diam
dipadatkan dalam pipa gelas atau logam, kemudian fase gerak gas atau cair
dialirkan melalui fase diam tersebut dengan tekanan atau gaya gravitasi, cara ini
disebut kromatografi kolom. Apabila fase diam berupa padatan halus yang
diratakan pada lempeng gelas atau aluminium foil disebut kromatografi lapis
tipis (KLT), sedangkan apabila fase diam berupa kertas berpori, disebut
kromatografi kertas. Fase gerak cair akan bergerak karena pengaruh gravitasi
(cara descendent) atau karena kekuatan kapiler (cara ascendent). Kedua jenis
kromatografi ini digolongkan dalam kromatografi planar.

8 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
POLA ELUSI KROMATOGRAFI
Apabila sejumlah sampel yang dilarutkan dalam fase gerak, dituangkan
pada ujung awal kolom, maka dengan segera sampel akan terdistribusi di antara
kedua fase pada ujung kolom tersebut. Dengan tambahan fase gerak (eluen),
solven yang mengandung sebagian sampel akan terdesak ke kolom yang lebih
bawah, dan akan terjadi distribusi baru antara fase gerak dan diam, dalam waktu
yang bersamaan distribusi baru juga terjadi pada akhir kolom antara fase gerak
baru dan fase diam yang telah mengandung sebagian sampel. Karena solut
hanya dapat bergerak bila terbawa fase gerak, rata-rata kecepatan migrasi solute
tergantung pada fraksi waktu pada saat solute berada dalam fase gerak. Apabila
solut mengalami retensi pada fase diam, fraksi waktu ini akan lebih kecil bila
dibandingkan terhadap solut yang tidak mengalami retensi. Perbedaan
kecepatan terhadap solut yang tidak mengalami retensi. Perbedaan kecepatan
migrasi dari masing-masing solute dalam suatu campuran menyebabkan
terjadinya pemisahan campuran menjadi pita-pita solut sepanjang kolom.
Isolasi masing-masing pita solut dapat dilakukan dengan mengalirkan fase
gerak secukupnya untuk membawa pita tersebut sampai akhir kolom sehingga
dapat ditampung. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Skema pemisahan komponen A dan B dalam kolom kromatografi.


Laboratorium Kimia Farmasi 9
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Proses terbawanya solut dari ujung awal kolom sampai akhir kolom
disebut elusi. Apabila detektor yang dapat memberi respon ditempatkan pada
ujung akhir kolom, akan diperoleh sinyal yang digambarkan sebagai fungsi
waktu. Plot ini disebut kromatogram. Oleh karena itu, kromatogram dapat
menunjukkan waktu yang diperlukan untuk elusi suatu pita solut. Waktu yang
menunjukkan sinyal disebut waktu retensi, tR. Pemisahan campuran terjadi
karena perbedaan KD (koefisien distribusi):
𝐶𝐶𝑠𝑠
𝐾𝐾𝐷𝐷 = 𝐶𝐶𝑀𝑀

Gambar 1 menunjukkan pemisahan senyawa A dan B di mana KD,B <


KD,A, oleh karena itu tR,B > tR,A
Dalam suatu sistem kromatografi, jelas bahwa perbedaan waktu retensi
hanya ditentukan oleh perbedaan sifat fisikokimia senyawa yang dipisahkan.
Oleh karena itu, tR spesifik untuk setiap solut sehingga dapat digunakan sebagai
salah satu dasar untuk uji kualitatif. Tujuan kromatografi adalah memisahkan
senyawa kompleks yang secara signifikan tidak saling tumpang tindih dengan
waktu minimal.
EVALUASI KINERJA KOLOM
Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk evaluasi hasil pemisahan adalah:
1. Faktor kapasitas (k’), merupakan besaran yang menyatakan kapasitas
kolom menerima solut.
𝜂𝜂𝑠𝑠
𝑘𝑘 ′ =
𝜂𝜂𝑀𝑀
Dengan memperhatikan parameter kolom, maka:
𝐶𝐶𝑠𝑠 . 𝑉𝑉𝑠𝑠 𝑉𝑉𝑠𝑠
𝑘𝑘 ′ = = 𝐾𝐾𝐷𝐷
𝐶𝐶𝑀𝑀 . 𝑉𝑉𝑀𝑀 𝑉𝑉𝑀𝑀
Vs dan Vm adalah volume fase diam dan volume fase gerak pada kolom
yang digunakan. Jelas bahwa harga k’ berhubungan langsung dengan harga
KD, yang dengan sendirinya dengan tR. Oleh karena itu, k’ dapat dihitung
dengan persamaan:
𝑡𝑡𝑅𝑅 − 𝑡𝑡𝑀𝑀
𝑘𝑘 ′ =
𝑡𝑡𝑀𝑀

10 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2. Jumlah lempeng teoritik (Neff), menyatakan banyaknya kesetimbangan
yang terjadi dalam kolom. Dalam setiap lempeng akan terjadi
kesetimbangan solute dalam fase diam dan fase gerak. Semakin banyak
lempeng penyusunnya, maka kesetimbangan akan semakin banyak
sehingga pemisahan akan semakin baik. Bentuk pita kromatogram
diasumsikan berbentuk kurva distribusi normal (kurva Gauss).
Kemampuan pemisahan suatu kolom dinyatakan sebagai jumlah lempeng
teoritik (Neff) dan dapat dihitung dengan persamaan:

𝑡𝑡𝑅𝑅 2
𝑁𝑁𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 16 � �
𝑊𝑊

Bila kita mengalami kesulitan untuk menentukan secara tepat lebar dasar
pita kromatogram (W), maka digunakan perhitungan lebar pita pada
setengah tingginya (W1/2). Rumus perhitungan N menjadi persamaan:

𝑡𝑡𝑅𝑅 2
𝑁𝑁𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 5,54 � �
𝑊𝑊½

3. Faktor selektivitas (α), merupakan rasio antara waktu retensi bersih


senyawa yang keluar belakangan (2) dan senyawa yang keluar lebih dulu
(1), dirumuskan sebagai:

𝑘𝑘2′ 𝑡𝑡𝑅𝑅 .2 − 𝑡𝑡𝑀𝑀


𝛼𝛼 = ′ =
𝑘𝑘1 𝑡𝑡𝑅𝑅 .1 − 𝑡𝑡𝑀𝑀

4. Faktor resolusi (Rs), merupakan parameter yang menggambarkan


kemampuan suatu kolom dalam memisahkan 2 solut. Resolusi dari 2 pita
solut yang saling berdekatan didefinisikan sebagai jarak antara kedua
puncak maksimum pita tersebut dibagi rerata lebar dasar puncak. Faktor
resolusi dihitung dengan persamaan:

𝑡𝑡𝑅𝑅 .2 − 𝑡𝑡𝑅𝑅 .1
𝑅𝑅𝑠𝑠 =
½ (𝑊𝑊2 − 𝑊𝑊1 )

Laboratorium Kimia Farmasi 11


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Keterangan:
tR,2 = waktu retensi pita kedua (yang keluar belakangan)
tR,1 = waktu retensi pita pertama (yang keluar lebih awal)
W1 = lebar dasar puncak pita pertama
W2 = lebar dasar puncak pita kedua

Harga faktor resolusi yang baik (kedua puncak tidak saling tumpang tindih)
adalah lebih besar dari 1,5.
Kualitas pemisahan yang dihasilkan dari prose kromatografi dapat
dilihat dari bentuk kromatogramnya. Idealnya, bentuk kromatogram adalah
berupa kurva distribusi normal dengan lebar dasar puncak yang sempit. Masing-
masing puncak kromatogram berdiri secara terpisah sehingga tidak ada area
puncak yang saling tumpang tindih. Contoh bentuk kromatogram seperti di
bawah ini.

Gambar 2. Pemisahan senyawa A dan B pada beberapa resolusi

APLIKASI KROMATOGRAM DALAM ANALISIS KIMIA


Kromatografi dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Informasi kualitatif suatu sampel diperoleh berdasarkan besaran
sifat fisikokimiawi yang khas untuk senyawa tersebut dalam kromatografi
adalah harga KD, yang berhubungan dengan tR. Apabila dalam suatu kolom,
waktu retensi tR suatu komponen sama dengan tR senyawa standar, dapat diduga
bahwa komponen tersebut memiliki kesamaan sifat dengan senyawa standar.
12 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Meskipun demikian perlu dipertimbangkan adanya beberapa komponen lain
yang mempunyai KD yang mendekati KD standar, sehingga suatu puncak belum
dapat dipastikan terdiri dari satu senyawa. Untuk mengetahui kepastian identitas
suatu senyawa yang telah terpisahkan secara kromatografi, masih diperlukan uji
lain seperti spektroskopi IR, spektroskopi massa, NMR dan lain-lain.
Informasi kuantitatif dapat diperoleh berdasarkan pengukuran sinyal
detector. Sinyal detektor sebanding dengan jumlah molekul yang masuk ke
dalam detektor, oleh karena itu terdapat hubungan linear antara sinyal detektor
dengan jumlah mol yang diinjeksikan ke dalam kromatografi. Sinyal detektor
dapat diukur sebagai respon analitik dalam bentuk luas area atau tinggi puncak.
KURVA KALIBRASI
Agar suatu metode analisis dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kandungan analit dalam suatu sampel, maka proses kalibrasi sangat perlu
dilakukan. Beberapa cara dapat ditempuh untuk melakukan kalibrasi, namun
yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat kurva kalibrasi. Kurva
kalibrasi adalah suatu kurva yang menyatakan hubungan antara respon analitik
dari suatu metode analisis terhadap konsentrasi analit yang telah diketahui
(konsentrasi baku). Oleh karena itu, kurva kalibrasi sering disebut juga kurva
baku.

Gambar 3. Kurva baku (hubungan antara respon analitik sebagai sumbu y versus
konsentrasi baku analit sebagai sumbu x) yang memberikan hubungan
linier.
Laboratorium Kimia Farmasi 13
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Pembuatan kurva baku
1. Siapkan satu seri larutan baku dari iapkan satu seri larutan baku dari analit
yang ingin kita tetapkan kadarnya. Larutan baku adalah larutan analit yang
telah diketahui konsentrasinya secara pasti. Lakukan pengukuran respon
analitiknya untuk setiap larutan baku yang telah disiapkan.
2. Lakukan pengukuran respon analitik terhadap blanko (larutan yang
mengandung semua reagen dan pelarut yang sama persis dengan larutan
baku, kecuali analit).
3. Lakukan pengurangan terhadap setiap respon analitik yang diberikan oleh
larutan baku dengan rerata respon analitik dari blanko. Nilai yang
diperoleh digunakan untuk nilai sumbu y.
4. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara respon analitik (sebagai
sumbu y) dengan konsentrasi larutan baku (sebagai sumbu x). Dengan
menggunakan metode regresi linier, temukan persamaan kurva baku:
y = bx + a
Determinasi sampel
Konsentrasi analit dalam sampel dilakukan dengan melakukan
pengukuran respon analitik terhadap sampel, kemudian hasilnya
diintrapolasikan pada persamaan kurva baku. Respon analitik sampel
dimasukkan sebagai variable y, sehingga x dapat dihitung sebagai konsentrasi
analit yang terkandung dalam sampel.

14 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
EVALUASI DATA ANALISIS KIMIA

Analisi kimia terhadap suatu sampel bertujuan untuk memperoleh


informasi kualitatif dan/atau kuantitatif komponen tertentu (analit) dalam suatu
bahan yang dipelajari. Terdapat dua hal utama, yang sering dilupakan, yang
merupakan bagian tak terpisahkan dalam analisis kimia yaitu melaporkan hasil
secara benar dan besarnya kesalahan yang terjadi dalam analisis. Hasil analisis
yang seharusnya dilaporkan termasuk memperkiranan besarnya kesalahan yang
terlibat di dalamnya.
Dalam kegiatan analisis, pada umumnya, berbagai masalah sangat
mungkin terjadi. Menyadari akan hal itu maka untuk mendapatkan informasi
yang benar-benar sesuai dengan keadaan sesungguhnya dari sampel yang
dipelajari, analisis haruslah dilakukan terhadap jumlah sampel yang bisa
mewakili populasi, diambil secara acak dengan replikasi (pengulangan) yang
mencukupi.
Secara statistic, analisis replikat yang dilakukan sebanyak tak
berhingga akan menghasilkan data analisis yang terdistribusi normal mengikuti
kurva Gauss, yang menggambarkan konsentrasi analit sesungguhnya μ, dengan
variabilitas konsentrasi. Karena replikasi tidak mungkin dilakukan dengan
jumlah tak berhingga, maka pengambilan sampel dilakukan secara acak
(diperkirakan dapat mewakili populasi), penyebaran data hasil analisis dapat
diasumsikan mengikuti kurva Gauss, dengan harga rerata hasil analisis yang
diperoleh sebesar 𝒙𝒙 yang merupakan perikiraan (estimasi) dari harga μ.
Simpangan baku (s) merupakan besaran yang secara umum dapat diterima
sebagai perkiraan variabilitas konsentrasi. Dengan demikian diharapkan data
analisis 𝒙𝒙 = 𝝁𝝁 dan 𝒔𝒔 = 𝝈𝝈 atau dapat ditulis:
𝝁𝝁 ± 𝝈𝝈 = 𝒙𝒙 ± 𝒔𝒔

Laboratorium Kimia Farmasi 15


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
JENIS KESALAHAN DALAM ANALISIS KIMIA
Berbagai kesalahan yang terjadi dalam analisis kimia akan
mengakibatkan 𝝁𝝁 ± 𝝈𝝈 ≠ 𝒙𝒙 ± 𝒔𝒔. Secara garis besar, kesalahan dalam analisis
kimia dapat digolongkan dalam 3 jenis, yaitu:
1. Kesalahan mutlak (Gross Error)
Kesalahan mutlak merupakan jenis kesalahan yang sangat fatal
sehingga tidak ada alternatif apapun untuk mengatasinya kecuali
mengulangi analisis dari awal. Kesalahan jenis ini meliputi kesalahan yang
ditimbulkan dari ketidaknormalan instrument, sampel terbuang tanpa
sengaja, atau kekeliruan dalam pengambilan reagen. Kesalahan jenis ini
relatif jarang terjadi dan sangat mudah untuk dikenali sehingga segera
dapat diambil langkah untuk mengatasinya.

2. Kesalahan sistematik (Systematic Error)


Kesalahan sistematik ditimbulkan oleh adanya faktor tetap yang
mengakibatkan data hasil analisis cenderung lebih tinggi atau lebih rendah
dibanding harga sebenarnya. Besar kecilnya kesalahan sistematik
dinyatakan dalam besarnya perbedaan harga rerata konsentrasi hasil
analisis (𝒙𝒙). Komponen yang diperoleh dalam analisis replikat sampel
terhadap harga sebenarnya, biasa dinyatakan sebagai ketepatan (accuracy)
suatu data analisis.
Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang sangat mungkin
terjadi pada setiap proses analisis. Umumnya dapat dikelompokkan
menjadi kesalahan instrument, kesalahan metode, dan kesalahan personil.
Kesalahan instrument misalnya voltase arus listrik yang tidak sesuai,
penggunaan instrument tanpa didahului dengan langkah-langkah kalibrasi
yang benar, dan sebagainya.
Kesalahan metode misalnya pembacaan serapan menggunakan
spektrofotometer tidak pada waktu stabil, proses clean up (pembersihan
analit dari senyawa pengganggu) kurang baik, kesalahan pemilihan pelarut
dalam penyarian dan sebagainya.
Kesalahan personil dapat terjadi pada saat membaca hasil, misalnya
kedudukan mata waktu membaca jarum penunjuk dengan alat digital.
Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi pada saat menginterpretasikan data,
mengolah data, atau kesalahan mempergunakan rumus.
16 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
3. Kesalahan acak (Random Error)
Kesalahan acak terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja dan bervariasi
dari suatu analisis ke analisis berikutnya, sehingga menyebabkan
terjadinya penyebaran data secara acak dari harga rerata. Besarnya
kesalahan acak dinyatakan sebagai besarnya penyebaran data analisis yang
dihasilkan. Biasanya dinyatakan sebagai kecermatan (precision)
Sumber-sumber kesalahan seperti pengaruh gesekan dalam
penimbangan menggunakan neraca analitik, pengaruh paralaks pada
pembacaan meniskus buret, pipet dan labu takar, serta estimasi nilai skala
yang terletak di antara dua titik kalibrasi. Pada analisis kimia, kesalahan
acak tidak mungkin dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan.
EVALUASI METODE ANALISIS
Informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari proses analisis
diharapkan mempunyai ketepatan (accuracy) dan kecermatan (precision) yang
baik. Hasil yang tepat dan cermat akan diperoleh bila metode analisis yang
digunakan mempunyai kepekaan (sensitivity) dan kespesifikan (specificity)
yang tinggi.
Kecermatan (Precision)
Kecermatan (precision) menggambarkan hasil pengukuran yang
berulang-ulang tidak memberikan perbedaan hasil yang siginifikan. Dengan
kata lain, kecermatan mengukur reprodusibilitas dari satu set analisis.
Kecermatan dapat dilihat dari harga penyimpangan yang kecil. Dari serangkaian
data analisis yang berasal dari N buah data dengan harga rerata 𝑥𝑥 dan x adalah
data ke-I, maka varian (s2) dirumuskan sebagai berikut:
∑𝑁𝑁
𝑖𝑖=1(𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝑥𝑥)
2
𝑠𝑠 2 =
𝑁𝑁 − 1
Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menyatakan
kecermatan adalah: standar deviasi absolut (SD), standar deviasi relative
(relative standard deviation = RSD), koefisien variansi (CV) dan standar error
(SE).

Laboratorium Kimia Farmasi 17


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
• Standar deviasi absolut (SD)
SD merupakan akar kuadrat dari varians:
∑(𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝑥𝑥)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 = √𝑠𝑠 2 atau SD = �
𝑁𝑁−1
(N-1) sering disebut derajat kebebasan (degree of freedom)
• Standar deviasi relative (RSD)
𝑆𝑆𝑆𝑆
RSD =
𝑥𝑥
• Koefisien variasi (CV)
𝑆𝑆𝑆𝑆
CV = 𝑥𝑥 100% = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥 100%
𝑥𝑥
• Standar error (SE)
𝑆𝑆𝑆𝑆
SE =
√𝑛𝑛

Ketepatan (Accuracy)
Metode analisis dikatakan tepat apabila setiap data analisis harganya
sesuai (dekat) dengan harga yang sebenarnya, artinya kesalahan (sering disebut
bias) yang dibuat tidaklah besar. Bila harga sebenarnya dinyatakan sebagai µ
dan data rerata hasil analisis dinyatakan sebagai 𝑥𝑥, maka ketepatan dapat
dinyatakan dalam 2 pernyataan:

• Absolute bias (Ea): 𝐸𝐸𝑎𝑎 = 𝑥𝑥 − 𝜇𝜇


(𝑥𝑥− 𝜇𝜇)
• Persen bias (% error): % 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 𝑥𝑥100
𝜇𝜇

Kesulitan utama yang dihadapi pada evaluasi ketepatan suatu metode


analisis adalah fakta bahwa nilai sebenarnya dari kadar analit (µ) biasanya tidak
diketahui. Secara internasional, dikenal 3 macam cara yang umum digunakan
untuk evaluasi ketepatan metode analisis kimia:
1. Penggunaan bahan rujukan baku (standard reference material = SRM)
SRM adalah suatu matriks bahan engan komposisi dan variabilitas
komposisi yang telah terstandarkan dan digunakan secara internasional
sebagai bahan rujukan dalan analisis kimia. Bahan ini digunakan untuk
evaluasi ketepatan suatu metode analisis, dengan kesepakatan bahwa

18 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
komposisi yang direkomendasikan oleh badan pembuat bahan ini (misalnya
NIST) dianggap sebagai harga sesungguhnya (µ).
2. Penggunaaan metode baku (standard method) sebagai pembanding
Pada prinsipnya, dilakukan pengujian secara parallel atas sampel
menggunakan metode analisis yang sedang dievaluasi dan metode analisis
lain yang telah diakui secara internasional sebagai metode baku (standard
method). Apabila dalam analisis tidak terdapat kesalahan sistematik, maka
pengujian menggunakan metode baku dianggap memiliki ketepatan yang
tinggi sehingga menghasilkan data yang dapat dianggap sebagai harga
sebenarnya (µ). Metode yang dievaluasi dikatakan cukup tepat apabila
menghasilkan data yang tidak berbeda signifikan dengan data yang
diperoleh menggunakan metode aku. Untuk membandingkannya dapat
dilakukan dengan melakukan uji t-student.
3. Uji pungut ulang (recovery test)
Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan mengerjakan analisis sampel suatu
objek yang diperkaya dengan sejumlah kuantitatif analit baku yang telah
ditetapkan. Berat total analit yang diperoleh dari analisis sampel yang
diperkaya dengan analit baku dikurangi dengan berat analit dalam sampel
yang tidak diperkaya, dibandingkan terhadap jumlah (berat) analit baku
yang ditambahkan. Apabila dalam analisis tidak terdapat kesalahan
sistematik, maka nilai pungut ulang yang diperoleh tidak akan berbeda
signifikan dari 100%. Persen recovery dapat dihitung dengan rumus:
(𝑋𝑋[𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠+𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏] − 𝑋𝑋𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 )
% 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = 𝑥𝑥100%
𝑋𝑋𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏
Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan perbedaan kondisi
analit baku yang ditambahkan dan analit yang terdapat dalam matriks.
Dalam matriks, analit mungkin berada dalam bentuk kompleks, sedangkan
analit baku yang ditambahkan terdapat dalam keadaan bebas. Nilai pungut
ulang 100% tidak selalu dapat menjamin bahwa seluruh analit dalam
matriks telah benar-benar tercermin dalam data hasil analisis. Oleh karena
itu, uji pungut ulang ini biasanya hanya digunakan sebagai uji pendahuluan
dalam evaluasi ketepatan metode.

Laboratorium Kimia Farmasi 19


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan suatu metode analisis merupakan ukuran kualitas dari suatu
metode, yang menggambarkan kemampuan metode tersebut untuk mendeteksi
adanya suatu komponen dalam sampel yang dianalisis. Parameter yang
menyatakan besarnya kenaikan respon detector untuk setiap kenaikan jumlah
(berat) analit sering digunakan sebagai ukuran kepekaan suatu metode. Hal ini
dapat dilihat dari harga slope kurva kalibrasi.
Kriteria yang emntukan efisiensi suatu metode analisis adalah
kemampuannya untuk mendeteksi suatu analit adalah batas deteksi, batas
penetapan dan kepekaan penetapan.
 Batas deteksi (Limit of detection = LOD), yaitu suatu besaran yang
menyatakan konsentrasi terkecil analit yang dapat memberikan respon
analitik yang secara signifikan dapat dibedakan dari variabilitas pengukuran
blanko pereaksi. Dalam prakteknya, batas deteksi didefinisikan sebagai
konsentrasi analit yang dapat memberikan respon analitik sebesar 3 kali
simpangan baku (SD) dari pengukuran blankonya.
YLOD = b + 3sb
𝑌𝑌𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 − 𝑏𝑏
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 =
𝑚𝑚
 Batas penetapan/batas determinasi (Limit of determination), adalah
konsentrasi terendah analit dalam sampel yang memberikan respon detector
yang terukur secara konsisten melalui eksperimetnal pada tingkat
kepercayaan yang memadai. Oleh karena itu batas penetapan harus lebih
besar atau sama dengan batas deteksi. Sensitivitas penetapan sama atau
lebih besar dari 70% dan deviasi standar relative batas penetapan sama atau
lebih kecil dari 20%.
Kespesifikan (Specificity)
Kespesifikan suatu metode analisis adalah ukuran yang menyatakan
kemampuan metode itu untuk hanya mendeteksi satu komponen dalam sampel
yang akan dianalisis. Suatu metode yang memiliki kespesifikan rendah akan
mengakibatkan kekeliruan positif (false positive) dalam analisis kimia. Dalam
analisis kuantitatif, kekurangspesifikan suatu metode analisis akan
menghasilkan data yang cenderung lebih tinggi dari harga sesungguhnya.
20 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang terdapat keterkaitan antara
kespesifikan dan kepekaan suatu metode analisis. Dalam berbagai kasus,
kespesifikan suatu metode analisis dapat ditingkatkan dengan menurunkan
kepekaan, karena dengan cara ini gangguan komponen lain dalam sampel dapat
ditekan. Akan tetapi, penurunan kepekaan kadang-kadang mengakibatkan
kekeliruan negatif (false negative), menghasilkan data yang lebih rendah dari
nilai sebenarnya, yang merugikan dalam analisis kuantitatif. Oleh karena itu,
sebelum memilih cara ini perlu dipertimbangkan dengan seksama manakah
yang lebih dibutuhkan, kepekaan yang maksimum atau kespesifikan yang
tinggi.

Laboratorium Kimia Farmasi 21


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PERCOBAAN I
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)

TUJUAN
Mahasiswa mampu menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif
kandungan parasetamol dan kafein dalam sampel obat flu bentuk tablet
menggunakan peralatan KCKT.
TEORI
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) adalah kromatografi cair yang menggunakan
fase diam padat atau cair yang dilapiskan pada padatan penyangga dengan
ukuran partikel kecil (5-10 µm) dan menggunakan tekanan tinggi (300-3000
psi) untuk menjaga aliran fase gerak. KCKT cocok digunakan untuk
memisahkan dan menghitung konsentrasi senyawa dalam campuran yang
konsentrasinya kecil dan tekanan uapnya rendah (non-volatil)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi kolom sehingga harus
dioptimasi agar diperoleh pemisahan yang baik, yaitu:
1. Kecepatan alir fase gerak, kecepatan alir yang sangat lambat akan
menyebabkan terjadinya difusi longitudinal, sedangkan bila terlalu cepat
akan menyebabkan terjadinya transfer massa non ekuilibrium, sehingga
terjadi pelebaran pita kromatogram.
2. Ukuran partikel fase diam, semakin kecil ukuran partikel maka efisiensi
semakin baik, tetapi menyebabkan tekanan dalam kolom semakin besar
sehingga dibutuhkan kekuatan pompa yang semakin besar.
3. Kemampatan fase diam dalam kolom, susunan fase diam yang kurang
mampat (banyak rongga) menjadikan kolom kurang efektif karena terdapat
banyak ruang kosong (dead space) yang tidak aktif berinteraksi dengan
analit.
4. Panjang kolom, semakin panjang akan semakin besar harga efisiensi kolom,
tetapi dapat menyebabkan terjadinya pelebaran pita.

22 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
5. Viskositas fase gerak, semakin kecil harga viskositas fase gerak maka
efisiensi kolom semakin besar
6. Temperatur, semakin tinggi temperature maka viskositas semakin rendah
dan efisiensi kolom menjadi lebih besar
7. Jumlah sampel dan volume sampel, bila jumlah maupun volume sampel
sangat besar (overload) maka kemungkinan terjadinya pelebaran pita
semakin besar, sehingga efisiensi semakin berkurang.
Solven atau fase gerak untuk KCKT hendaknya memenuhi kriteria:

• Mempunyai kemurnian tinggi


• Sebelum digunakan disaring terlebih dahulu dengan kertas saring dengan
ukuran pori 0,2 µm
• Bebas dari gas yang dapat mengganggu detektor atau menyumbat kolom.
Dapat dilakukan dengan memanaskan solven sebelum digunakan atau
mengaplikasikan motor vakum.
Berikut ini adalah skema rangkaian KCKT:

Gambar 4. Skema Alat KCKT

Gradient controller (pengatur gradien) adalah alat untuk mengatur komposisi


fase gerak apabila elusi dikerjakan secara gradien. Pump/dampening system,
adalah pompa untuk menyedot fase gerak yang dilengkapi dengan peredam
Laboratorium Kimia Farmasi 23
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
getaran, sehingga aliran fase gerak stabil tidak dipengaruhi oleh getaran pompa
selama bekerja. Sampel introduction, adalah alat untuk memasukkan sampel
biasanya berupa rotary loop. Ketika injector berada dalam posisi load sampel
dimasukkan dengan bantuan syringe, sehingga sampel akan memenuhi tempat
penampungan sampel. Bila volume sampel terlalu besar, maka kelebihan
sampel akan terbuang secara otomatis ke saluran pembuanga (vent). Ketika
injector diposisikan inject, maka aliran fase gerak akan berubah, fase gerak akan
mengalir dengan membawa sampel ke arah kolom. Column/pre column, adalah
bagian jantung pemisahan dalam HPLC. Kolom biasanya terbuat dari bahan
stainless steel dan ukuran diameter dalam terukur dengan presisi tinggi. Guard
column adalah kolom berukuran kecil yang diletakan di antara injector dan
kolom analitik. Fungsinya adalah untuk menahan senyawa yang kemungkinan
dapat menyumbat kolom analitik. Fase diam dibuat dari jenis bahan yang sesuai
dengan fase dia pada kolom analitik. Kolom analitik biasanya berukuran
panjang 15 cm, diameter dalam 4,6 mm dengan ukuran partikel fase diam 10
µm (memiliki jumlah lempeng teoritik sekitar 5000), 5 µm (memiliki jumlah
lempeng teoritik sekitar 9000), 3 µm (memiliki jumlah lempeng teoritik sekitar
15000). Detektor, merupakan alat untuk melihat adanya sinyal dari analit atau
solute yang sedang dianalisis. Hendaknya memiliki kriteria: sensitivitasnya
tinggi, batas deteksi rendah, linearitas respon tinggi dan reprodusibilitasnya
tinggi. Ada banyak detector yang dapat diaplikasikan, yaitu: spektrofotometer
UV-Vis, spectrofluorometer, elektrokimia dan refractometer. Data output
merupakan alat untuk menghasilkan kromatogram, dapat berupa layar monitor
atau printer.
Aspek analisis didasarkan pada waktu retensi, yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk mengalirkan solut dari permulaan kolom sampai detector. Solut yang
berinteraksi kuat dengan fase diam akan memiliki waktu retensi yang besar,
demikian pula sebaliknya. Waktu retensi tiap senyawa adalah khas pada kondisi
operasi tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai parameter kualititatif. Untuk
kepentingan analisis kuantitatif, diperlukan data berupa luas area atau
ketinggian puncak ditentukan oleh konsentrasi solute.
CARA KERJA
1. Buat larutan baku tunggal parasetamol dan kafein dengan konsentrasi
masing-masing 1%
24 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2. Buat larutan standar campuran (parasetamol dan kafein) dengan konsentrasi
0,02; 0,04; 0,06; 0,08 sampai 0,10%
3. Mempersiapkan fase gerak, methanol-air (50:50)
4. Optimasi alat meliputi:
a) Mengatur kecepatan alir 1 mL/menit, panjang gelombang detector
254 nm
b) Alirakn fase gerak hingga diperoleh base line respon yang stabil
5. Injeksikan larutan baku tunggal parasetamol dan kafein ke dalam injector
KCKT sebanyak 20 µL hingga diperoleh data waktu retensi. Ulangi 3x,
hitung keterulangan waktu retensi
6. Buat kurva baku dengan menginjeksikan 20 µL larutan baku campuran
berbagai konsentrasi. Buat kurva baku hubungan antara konsentrasi baku
versus luas area puncak kromatogram
7. Analisis sampel; Filtrat hasil penyarian tablet flu dengan fase gerak
diinjeksikan ke dalam injector kolom KCKT, hingga diperoleh
kromatogramnya
8. Intrapolasikan luas puncak kromatogram dari sampel ke persamaan kurva
baku, sehingga diperoleh kadar analit dalam sampel
9. Lakukan evaluasi pemisahan. Amati kromatogram yang diperoleh. Hitung
parameter kinetika pemisahan yang terjadi.
DATA YANG DIHARAPKAN
1. Kondisi optimal alat KCKT: kecepatan alir fase gerak, komposisi fase
gerak, temperature kolom dan panjang gelombang detector
2. Waktu retensi analit (parasetamol dan kafein)
3. Parameter kinetika pemisahan: k’, Neff, α, Rs (tM = 0)
4. Persamaan regresi linier analit (parasetamol dan kafein): y = bx + a
5. Kisaran linearitas dan Limit of Detection (LOD)
6. Kadar parasetamol dan kafein dalam sampel: (X ± SD)
PERTANYAAN:
1. Bagaimana mekanisme pemisahan parasetamol dan kafein dalam sistem
KCKT yang saudara gunakan?
2. Bagaimana hubungan antara sifat fisiko kimiawi parasetamol dan kafein
dengan tR masing-masing?

Laboratorium Kimia Farmasi 25


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
3. Mengapa KCKT menghasilkan pemisahan yang lebih baik dibandingkan
dengan kolom terbuka?

26 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PERCOBAAN II
KROMATOGRAFI KOLOM TERBUKA

TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan pemisahan metil orange dan metil merah
menggunakan kromatografi kolom terbuka

TEORI
Kromatografi kolom merupakan teknik kromatografi yang paling tua
(klasik). Pemisahan yang terjadi di dalam kolom didasarkan pada perbedaan
distribusi analit dalam fase diam dan fase gerak. Dalam percobaan ini digunakan
sistem kromatografi fase normal, yaitu fase diam bersifat polar dan fase gerak
cair bersifat apolar. Aliran fase gerak cair sepanjang kolom dipengaruhi oleh
adanya gaya gravitasi. Fase diam yang umum digunakan dalam kromatografi
kolom adalah silika gel, alumina, tanah diatom, selulosa atau karbon aktif.
Pembuatan kolom kromatografi dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu
cara basah (slurry method) dan cara kering (dry pack method)
Cara basah (slurry method)
Pada cara basah, adsorben dicampur dengan sejumlah eluen (solven) hingga
membentuk semacam bubut, kemudian dituangkan ke dalam kolom kaca yang
telah diberi glasswool atau kapas pada bagian bawahnya untuk menahan bubur
adsorben. Untuk membuat agar kolom menjadi mampat, eluen dialirkan sambal
diketuk-ketuk perlahan agar gelembung udara tidak terjebak dalam kolom.
Cara kering (dry pack method)
Cara kering lebih sederhana daripada cara basah, tetapi lebih beresiko
karena kemungkinan terjebaknya gelembung udara dalam kolom lebih besar.
Pada cara ini, sejumlah cairan eluen dituangkan ke dalam kolom kaca yang telah
diberi glasswool atau kapas pada bagian bawahnya, kemudian adsorben kering
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalamnya. Untuk mencegah terjebaknya
gelembung udara dalam kolom, selama proses penuangan padatan adsorben,
kolom kaca diketuk perlahan. Untuk memampatkannya cairan eluen dialirkan.

Laboratorium Kimia Farmasi 27


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses elusi dengan
kromatografi kolom adalah:
1. Pemilihan eluen
Pemilihan eluen memegang peran yang sangat vital dalam kromatografi
kolom. Eluen yang digunakan bisa merupakan solven tunggal, campuran,
atau kombinasi dari beberapa solven (elusi gradien). Pemilihan eluen
sering didasarkan npada kepolaran komponen yang akan dipisahkan.
Penggunaan eluen dalam elusi gradien, biasanya dimulai dari solven yang
kurang polar, berturut-turut hingga ke solven polar.
2. Kecetapan alir eluen
Seringkali, keberhasilan pemisahan dengan kromatografi kolom sangat
ditentukan oleh pengaturan kecepatan alir eluen. Kecepatan alir yang
optimal akan dapat mereduksi difusi longitudinal dan transfer massa, yang
dapat menyebabkan pelebaran puncak kromatogram. Bila kecepatan alir
terlalu besar, kecenderungan analit untuk mengalami transfer massa makin
besar, sehingga sebagian analit akan terjebak dalam kolom. Sedangkan bila
kecepatan alir terlalu lambat, difusi longitudinal berpeluang makin besar.
Kedua keadaan tersebut sangat tidak menguntungkan dalam kromatografi
kolom. Selain itu, kecepatan alir hendaknya dijaga agar konstan. Teknik
yang sering dilakukan untuk menjaga kestabilan kecepatan alir adalah
dengan menjaga ketinggian eluen tetap sama di atas permukaan fase diam.

Dalam kromatografi kolom, kromatogram lebih sering digambarkan


sebagai hubungan antara konsentrasi analit versus volume retensi (atau fraksi).
Hal ini dikarenakan pengukuran waktu lebih sulit dilakukan dalam kromatografi
kolom.
Evaluasi Pemisahan
1. Jumlah lempeng teoritik (Neff):
𝑉𝑉𝑅𝑅 ′
𝑁𝑁𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 16 � � dengan VR’ = VR - VM
𝑊𝑊
2. Faktor kapasitas (k’):
𝑉𝑉 , −𝑉𝑉 𝑉𝑉 , − 𝑉𝑉
𝑘𝑘1′ = 𝑅𝑅 𝑉𝑉1 𝑀𝑀 dan 𝑘𝑘2′ = 𝑅𝑅 𝑉𝑉2 𝑀𝑀
𝑀𝑀 𝑀𝑀
𝑘𝑘2′
3. Faktor selektifitas (α): 𝛼𝛼 = 𝑘𝑘1′

28 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
|𝑉𝑉𝑅𝑅 ,2 −𝑉𝑉𝑅𝑅 ,1 |
4. Faktor resolusi (Rs): 𝑅𝑅𝑠𝑠 = 0,5 (𝑊𝑊1 +𝑊𝑊2 )

CARA KERJA
A. Menyiapkan Sampel
Larutkan sampel yang telah ditimbang seksama (10 mg) dengan etanol
dalam labu takar 10,0 mL. Masukkan sejumlah 500 µL larutan sampel
tersebut ke dalam kolom kromatografi yang telah disiapkan sebelumnya.
(Sampel sudah disiapkan oleh Laboran)
B. Menyiapkan Kolom Kromatografi dan Aplikasi Sampel
1. Siapkan eluen kloroform dan aseton, masing-masing dalam tempat
yang mudah untuk dituang
2. Cara membuat kolom kromatografi berisi silika gel (slurry method)
Ambil panjang kromatografi dengan ukuran diameter 2 cm dan panjang
35 cm.
Cuci bagian dalam kolom dengan aseton kemudian kloroform. Ambil
sedikit kapas (atau glass wool jika ada, hati-hati jangan sampai terhirup
atau menyusup dalam kulit) dan masukkan ke dalam kolom hinga
menempel di dasar kolom, agar silika gel tidak ada yang keluar terbawa
eluen.
Dalam beaker glass kecil, suspensikan 10 g silika gel dengan kloroform
secukupnya, hingga dapat dituang ke dalam kolom tersebut. Catat
volume kloroform yang digunakan untuk membuat suspensi (V1).
Tuang bubur silika ke dalam kolom. Tunggu sesaat hingga silika gel
tertata dalam kolom. Alirakan eluen (kran dibuka) sambal diketuk-
ketuk agar fase diam tertata rapi dan tidak ada gelembung udara yang
terjebak di fase diam. Ulangi cara ini, hingga didapat tinggi silika gel
kurang lebih 20 cm. Keluarkan cairan hingga cairan fase gerak tepat di
atas fase diam (jangan sampai kering). Catat volume kloroform yang
dikeluarkan (V2). Hitung volume mati (Vm) kolom fase diam dengan
rumus:
Vm = V1 – V2
3. Masukkan 0,50 mL sampel ke dalam kolom kromatografi. Buka kran
hingga cairan sampel terjerap ke dalam silika. Tambahkan sedikit eluen
kloroform kurang lebih 0,1 mL, lalu buka kran hingga permukaan eluen
tepat di permukaan silika. Masukkan sedikit serbuk silika hingga
Laboratorium Kimia Farmasi 29
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
menutup sisa-sisa sampel yang tidak terjerap ke dalam fase diam.
Masukkan eluen dalam volume banyak dan lakukan elusi.
C. Elusi Sampel
1. Elusi kolom kromatografi dengan fase gerak kloroform hingga semua
metil merah keluar seluruhnya. Ganti eluen dengan aseton hingga metil
orange terelusi semuanya. Tampung eluen tiap 3 mL dalam tabung
reaksi.
2. Elusi dikerjakan hingga tampungan tidak mengandung analit (tidak
berwarna)
D. Determinasi
Baku:
Buat larutan campuran yang mengandung metil orange dan metil merah
dalam berbagai konsentrasi. Kemudian dibaca absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum metil
orange dan metil merah. Buat persamaan regresi linier hubungan antara
konsentrasi metil orange (413 nm) dan metil merah (489 nm) versus
absorbansi, dalam formula:
y = bx +a
y adalah absorbansi
x adalah konsentrasi analit
Sampel:
1. Hitung konsentrasi metil merah dan metil orange dalam setiap fraksi
eluat
2. Buat kromatogram yang merupakan kurva histogram hubungan antara
nomor fraksi versus konsentrasi analit setiap fraksi. Hubungkan titik
tengah puncah histogram setiap fraksi.
3. Tentukan volume retensi metil merah dan metil orange. Hitung juga
parameter kinetikanya (kapasitas kolom k’, jumlah lempeng teoritik
Neff, faktor selektivitas α dan faktor resolusi Rs)
DATA YANG DIHARAPKAN
1. Kondisi optimal alat kromatografi kolom
2. Persamaan regresi linier analit (metil merah dan metil orange): y = bx+a
3. Kisaran linearitas dan Limit of Detection (LOD)
4. Kromatogram kolom, volume mati dan volume retensi analit
5. Parameter kinetika pemisahan: k’, Neff, α, Rs
30 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
6. Kadar metil merah dan metil orange dalam sampel: (X ± SD)

PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme pemisahan metil merah dan metil orange dalam
sistem kromatografi ini?
2. Bagaimana hubungan antara sifat fisikokimia metil merah dan metil orange
dengan volume retensi?
3. Apakah harga Rs pemisahan cukup baik?

Laboratorium Kimia Farmasi 31


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PERCOBAAN III
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
(KLT-SPEKTROFOTOMETRI)

TUJUAN
Mahasiswa mampu menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif
kandungan parasetamol dan kafein dalam sampel obat flu bentuk tablet
menggunakan kromatografi lapis tipis
TEORI
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography
(TLC) merupakan bagian dari kromatografi planar. Teknik lain dalam
kromatografi planar yang lebih dulu adalah kromatografi kertas, yang telah
dikenal sejak tahun 1800-an. Di Belanda, sejak tahun 1905 kromatografi kertas
mulai digunakan untuk mengevaluasi beberapa tanaman obat dan mulai tahun
1920 digunakan untuk pemeriksaan rutin di Jerman. Sedangkan kromatografi
lapis tipis dikenal sejak digunakannya senyawa alumina yang dilapiskan pada
plat kaca untuk pemeriksaan tincture pada tahun 1930. Mulai tahun 1940, KLT
telah digunakan untuk pemeriksaan rutin asam amino, antibiotik, nukleotida,
dan senyawa radioaktif. Saat ini hampir 40% metode yang tertera dalam United
States Pharmacopeai (USP) menggunakan kromatografi planar, sedangkan di
Jepang dan Cina menggunakan lebih dari 80% metode kromatografi planar.
Keuntungan penggunaan kromatografi planar, antara lain:
1. Dapat menguji secara kualitatif banyak senyawa secara bersamaan
2. Dapat dilakukan dengan mudah tanpa sumber listrik
3. Cepat dan datanya reliabel
4. Sistem peralatan sederhana, murah dan mudah dimodifikasi
Bila dibandingkan dengan KCKT, KLT lebih fleksibel dalam pemilihan
fase gerak dan mempunyai post-chromatographic yang beraneka ragam yang
dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas deteksi. Hampir semua
komponen dalam sampel dapat dideteksi serta proses kromatografi dapat
dengan mudah dihentikans setiap saat.

32 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Fase Diam (Sorbent)
Dalam KLT, silica gel digunakan secara luas sebagai sorbent yang
dilapiskan pada lempeng/plat gelas. Untuk meningkatkan gaya adhesi dengan
gelas, sering ditambahkan binding agent seperti kalsium sulfat. Biasanya,
pengembangan (elusi) dilakukan dengan solven anhydrous, sehingga perlu
dilakukan pengaturan kadar air atau kelembaban. Idealnya, plat silica dipakai
pada kadar air 11-12%.
Sorbent silica ini dapat dimodifikasi untuk membentuk plat yang
bersifat apolar dengan cara:
1. Diimpregnasi dengan paraffin cair, minyak silicon atau lemak, disebut
Reverse Phase Thin Layer Chromatography (RPTLC). Banyak
digunakan untuk identifikasi hormone steroid
2. Mengikatkan secara kimiawi rantai hidrokarbon (seperti
monochlorosilane) pada silica gel. Plat ini lebih reprodusibel
dibandingkan cara 1.
Selain dilapiskan pada plat gelas, silica gel juga bias dilapiskan pada plat
alumumnium foil, yang dapat ditambah dengan senyawa yang berfluoresensi di
bawah sinar UV dan banyak diperdagangkan secara komersial.
Sorbent alumina juga dapat digunakan untuk KLT, yang digunakan untuk
pemisahan vitamin larut lemak, alkaloid, dan beberapa antibiotik. Sedangkan
sorbent selulosa digunakan untuk pemisahan sulfonamide, asam nukleat dan
steroid.
Penotolan Sampel
KLT dapat digunakan untuk tujuan preparative maupun analitik.
Penotolan sampel untuk tujuan preparative biasanya dilakukan dengan
membuat garis sepanjang sisi bawah, sehingga hasil pemisahan berupa pita
dapat dkerok untuk diisolasi. Sedangkan untuk tujuan analitik, penotolan
hendaknya dibuat sekecil mungkin agar diperoleh pemisahan yang optimal.
Totolan sampel yang melebar dapat menurunkan derajat pemisahannya. Berikut

Laboratorium Kimia Farmasi 33


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
ini variasi jumlah sampel yang direkomendasikan untuk KLT dan disesuaikan
berdasarkan tujuan analitik.
Volume terkecil yang dapat diaplikasikan secara manual untuk
memperoleh reprodusibilitas yang baik adalah 0,5 μL. Bila volume sampel lebih
dari 2 μL, maka penotolan disarankan bertahap dengan menunggu totolan
kering sebelum penotolan berikutnya.
Pengembangan (elusi) sampel
1. Pengembangan konvensional
Secara konvensional, plat dikembangkan secara vertical, ujung bawah
plat dicelupkan ke solven fase gerak (eluen) dalam chamber sedemikian
rupa agar totolan jangan sampai tercelup. Chamber dipastikan jenuh
dengan uap eluen sebelum dipakai untuk pengembangan. Jarak
pengembangan 10-15 cm untuk plat normal (ukuran partikel sorbent 20
μm)
2. Pengembangan 2 dimensi
Sampel ditotolkan di atas plat di bagian sudut dan dikembangkan
seperti No.1, kemudian dikeringkan. Plat dikembangkan lagi dengan
arah 90o dari pengembangan pertama. Fase gerak untuk pengembangan
kedua bias sama atau berbeda dengan pengembangan pertama, sesuai
kebutuhan. Melalui teknik ini, pemisahan dapat disempurnakan hingga
mampu memisahkan 150-300 komponen.
3. Pengembangan kontinyu (Continuous Development)
Plat KLT ditempatkan dalam sebuah tangki didesain secara khusus
dengan sebuah celah pada tutupnya. Setelah mencapai celah, eluen akan
menguap secara terus-menerus. Teknik ini dapat memperbaiki resolusi
senyawa-senyawa yang mempunyai harga Rf rendah, namun sering
menimbulkan efek pelebaran (broadening) pada bercak yang
mempunyai Rf besar serta waktu pengembangan yang lebih lama.
4. Pengembangan berganda
Plat dikembangkan lebih dari satu kali dan pengembangan berikutnya
menunggu plat kering. Pengembangan dapat menggunakna eluen yang
sama maupun berbeda. Teknik ini teruatama digunakan untuk
pemisahan komponen yang memiliki harga Rf < 0,5

34 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
5. Circular and Anti-circular Development
Untuk pengembangan circular, sampel ditotolkan melingkar di sekitar
pusat plat KLT yang berbentuk lingkaran. Eluen diarahkan melewati
pusat lingkaran melalui sumbu sehingga dapat membawa sampel ke
tepi lingkaran plat. Teknik ini dapat memperbaiki resolusi komponen
yang mempunya Rf rendah dan dapat mempersingkat waktu
pengembangan. Pengembangan anti-circular merupakan kebalikan dari
pengembangan circular. Teknik ini dapat memperbaiki resolusi
komponen yang mempunyai Rf besar. Bila dibandingkan dengan
pengembangan linier, kedua teknik ini lebih unggul dalam hal jumlah
sampel per plat, kecepatan analisis dan jumlah fase gerak yang
digunakan.
6. Gradient Development
Pengembangan dilakukan dengan memvariasi komponen fase gerak
atau memvariasi jenis sorbent atau temperature yang digunakan.
Metode Penampak Bercak
1. Dilihat secara visual untuk senyawa-senyawa berwarna
2. Dilihat di bawah sinar UV 254 nm untuk senyawa-senyawa yang
dikembangkan di atas plat yang diimpregnasi dengan fosfor yang dapat
berpendar di bawah lampu UV 254 nm. Bercak akan Nampak sebagai spot
hitam akibat terjadi pemadaman fluoresensi sorbent.
3. Dilihat di bawah sinar UV 366 nm untuk senyawa-senyawa yang
berfluoresensi secara alami
4. Ditambahkan pereaksi pembentuk warna, misalnya:
• Uap iodine yang dapat memsubstitusi ikatan karbon-karbon tak jenuh
• Larutan asam sulfat metanolik dilanjutkan dengan pemanasan 90oC
selama 30 menit yang dapat mengarangkan senyawa organic dan
memberikan bercak berwarna hitam
• Larutan ninhydrin digunakan untuk menampakkan bercak amina
primer dan sekunder
• Lautan iodoplatinat dapat menampakkan bercak amina primer,
sekunder, tersier maupun ammonium kuartener
• Larutan FeCl3 untuk senyawa-senyawa fenolat, termasuk flavonoid
• Pereaksi dragendorf digunakan untuk senyawa golongan alkaloid
Laboratorium Kimia Farmasi 35
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Evaluasi Pemisahan
1. Jumlah lempeng teoritik (Neff):
𝑑𝑑𝑅𝑅 ′
𝑁𝑁𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 16 � � dengan dR’ = dM – dR
𝑊𝑊
2. Faktor kapasitas (k’):
𝑑𝑑𝑀𝑀 −𝑑𝑑𝑅𝑅 ,1 𝑑𝑑𝑀𝑀 − 𝑑𝑑𝑅𝑅 ,2
𝑘𝑘1′ = 𝑑𝑑𝑀𝑀
dan 𝑘𝑘2′ = 𝑑𝑑𝑀𝑀
𝑘𝑘2′
3. Faktor selektifitas (α): 𝛼𝛼 = 𝑘𝑘1′
|𝑑𝑑𝑅𝑅 ,2 −𝑑𝑑𝑅𝑅 ,1 |
4. Faktor resolusi (Rs): 𝑅𝑅𝑠𝑠 = 0,5 (𝑊𝑊1 +𝑊𝑊2 )

Kuantifikasi
Secara umum, untuk menghitung kadar analit dalam sampel dapat
dilakukan dengan mengerok bercak dan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
(atau eluen yang digunakan), kemudian dideterminasi menggunakan
spektrofotometer. Belakangan, telah dikembangkan Teknik densitometer yang
dapat secara langsung mengukur absorbansi, fluoresensi atau peredaman
fluoresensi secara in situ. Kuantifikasi dapat dilakukan hanya bila bercak
terpisah secara sempurna dari bercak lain.
CARA KERJA
Pembuatan Kurva Baku
1. Buat larutan stok baku Paracetamol (dalam etanol) dan Kafein (dalam
kloroform) dengan konsentrasi 10 ppm (1 mg dalam 100 ml pelarut)
2. Buat seri kadar larutan baku paracetamol dan kafein dengan kadar: 0,002
ppm, 0,004 ppm, 0,006 ppm, 0,008 ppm dan 0,01 ppm (masing-masing
volume 10 mL)
3. Baca absorbansi masing seri kadar pada panjang gelombang maksimal dari
paracetamol dan kafein, lalu dibuat persamaan kurva baku
Prosedur KLT
1. Buat larutan pengembang (eluen) kloroform – etanol (9:1)
2. Larutan pengembang (eluen) dimasukkan ke dalam bejana dan diberi
lapisan kertas saring yang mengelilingi dinding dalam bejana, tutup rapat
kedap udara, tunggu hingga bejana terjenuhi
36 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
3. Disiapkan lempeng KLT yang sebelumnya telah diaktivasi dengan
memberi tanda awal dan akhir pengembangan
4. Ditotolkan sejumlah ± 10 µL seri kadar larutan baku paracetamol dan
kafein pada plat KLT ukuran 20 x 10 cm (seri kadar paracetamol 5 totolan,
seri kadar kafein 5 totolan)
5. Sampel campuran (yang telah disediakan laboran) untuk masing-masing
kelompok ditotolkan sejumlah ± 10 µL sebanyak 2-3 totolan dengan jarak
totolan masing-masing 1 cm)
6. Plat yang telah siap dimasukkan ke dalam bejana yang telah dijenuhkan
dan ditutup rapat
7. Setelah pengembangan mencapai batas akhir pengembangan, lempeng
dikeluarkan dan ditunggu hingga kering.
8. Lihat hasil bercak yang timbul pada lampu UV 254 nm dan 366 nm, hitung
nilai Rf.
9. Sampel yang telah terpisah dikerok lalu dilarutkan dengan 10 mL pelarut
yang sesuai (paracetamol dilarutkan dalam etanol, kafein dalam
kloroform).
10. Setelah dilarutkan, disaring dengan kertas saring lalu dibaca absorbansinya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimal
DATA YANG DIHARAPKAN
1. Harga Rf dari setiap bercak yang timbul (sebagai parameter kualitatif)
2. Persamaan regresi linier analit (parasetamol dan kafein): y = bx + a
3. Kadar parasetamol dan kafein dalam sampel: (X ± SD)
PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme pemisahan parasetamol dan kafein dalam sistem
KLT yang saudara gunakan?
2. Bagaimana hubungan antara sifat fisika kimiawi parasetamol dan kafein
dengan Rf masing-masing?
3. Jelaskan keunggulan dan kekurangan KLT terhadap kromatografi kolom
terbuka!

Laboratorium Kimia Farmasi 37


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PERCOBAAN IV
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
(KLT-DENSITOMETRI)

TUJUAN
Mahasiswa mampu menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif
kandungan kurkumin dalam sampel campuran dengan metode kromatografi
lapis tipis-densitometri.
TEORI
Pada era perkembangan teknik kromatografi saat ini pemakaian “Thin
Layer Chromatography Scanner” lebih dikenal dengan nama densitometer.
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang pengujian
kuantitatifnya berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analis yang
merupakan noda pada kromatografi lapis tipis (KLT). Interaksi tersebut
ditentukan oleh absorbsi, transmisi dan pantulan fluoresensi atau pemadaman
fluoresensi dari radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan pada analisa
kuantitatif berupa campuran yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu
dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
Alat densitometri (densitometer) memiliki sumber sinar yang bergerak
di atas bercak pemisahan pada lempeng kromatografi yang akan ditetapkan
kadarnya. Lazimnya lempeng tersebut digerakkan menyusuri berkas sinar yang
berasal dari sumber sinar tersebut. Bercak yang kecil dan intensif akan
menghasilkan suatu puncak kurva absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya
bercak yang lebar akan menghasilkan puncak kurva absorbsi yang melebar dan
tumpul.
Penelusuran bercak pada lempeng kromatografi dapat dilakukan
dengan du acara yaitu penelusuran lurus dan penelusuran zig zag. Pada
penelusuran lurus, sinar yang mengenai bercak berjalan lurus dari kiri ke kanan,
sedangkan pada penelusuran zig zag sinar yang mengenai bercak berjalan secara
zig zag dari kiri ke kanan. Penelusuran bercak akan mendapatkan hasil yang
baik apabila dilakukan pada Panjang gelombang maksimum karena dengan
adanya sedikit perubahan konsentrasi pada bercak sudah terdeteksi.
38 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Korelasi antara kadar analit pada bercak kromatogram yang ditelusuri
terhadap area tidak menunjukkan garis lurus, akan tetapi merupakan garis
lengkung mendekati hiperbola dapat dijelaskan berdasarkan teori dan
persamaan Kubelka-Munk. Ia telah berhasil menerangkan mengapa korelasi
antara kadar analit yang ditelusuri terhadap kromatogram tidak merupakan garis
lurus. Menurut kedua kromatografiwan tersebut apabila radiasi elektromagnetik
dengan intensitas semula (I) jatuh pada permukaan lapisan tipis yang tidak
homogen dengan arah rambatan tegak lurus, maka sebagian radiasi
elektromagnetik akan direfleksikan (Is) dan Sebagian diserap oleh analit lapisan
tipis (Io) dan Sebagian lagi diteruskan (It).
Terdapat du acara penetapan dengan alat densitometer. Pertama, setiap
kali penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan
dielusi bersama dalam satu lempeng, kemudian AUC (luas area di bawah kurva)
sampel dibandingkan dengan nilai AUC baku. Kedua, dengan membuat kurva
baku hubungan antara jumlah zat dengan AUC. Kurva baku diperoleh dengan
membuat totolan zat baku pada plat KLT dengan berbagai variasi konsentrasi.
Bercak yang diperoleh dari AUC dengan alat densitometer dapat dibuat
persamaan regresi linier y = bx + a, dimana x adalah banyaknya zat yang
ditotolkan sedangkan y adalah AUC.
CARA KERJA
A. Penyiapan larutan baku kurkumin
1. Pembuatan larutan stok 1000 ppm
Ditimbang seksama lebih kurang 10 mg serbuk baku kurkumin
kemudian dilarutkan dengan methanol pH 4 (dibuat dengan
mencampurkan methanol p.a dan asam asetat glasial p.a (9:1)) dalam
labu takar 10 ml hingga tanda
2. Pembuatan seri larutan baku kurkumin
Dibuat seri larutan baku kurkumin 0,5 ; 0,75 ; 1,0 ; 1,25 ; 1,5 ; 1,75
mg/ml dengan cara mengambil sebanyak 0,25 ml ; 0,375 ml ; 0,50 ml ;
0,625 ml ; 0,750 ml ; 0,875 ml larutan baku kurkumin 1000 ppm,
kemudian dimasukkan ke dalam labu takar ukuran 5 ml lalu diencerkan
dengan methanol pH 4 hingga tanda

Laboratorium Kimia Farmasi 39


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
B. Preparasi sampel
Sejumlah 6 ml sampel sediaan minuman cair yang mengandung
kurkumin dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan
dengan methanol pH 4 hingga tanda. Larutan disari dengan
ultrasonikator selama 15 menit kemudian disentrifugasi selama 15
menit dengan kecepatan 3000 rpm

C. Penetapan kadar kurkimin dalam sampel


1. Sejumlah 5 kurva baku dan 3 sampel ditotolkan dengan volume
penotolan 3 µl pada plat KLT dengan fase diam silika gel G60 dan
setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhi dengan campuran fase gerak kloroform p.a : asam asetat glasial
p.a (9,5 : 0,5).
2. Setelah mencapai jarak elusi sesuai Batasan, plat dikeluarkan dari
bejana dan dikeringkan.
3. Plat hasil pengembangan kemudian discanning dengan densitometer
pada panjang gelombang serapan maksimum sehingga didapatkan data
luas area dari bercak yang digambarkan dengan satu puncak sekaligus
dengan luas puncaknya yang dikenal dengan area di bawah kurva
(AUC).
4. Hitung kadar dari kurkumin dalam sampel berdasarkan data yang
diperoleh.
DATA YANG DIHARAPKAN
1. Kromatogram, nilai AUC dan Rf.
2. Hasil kurva baku y = bx + a
3. Hasil penentuan kadar
PERTANYAAN:
1. Bagaimana mekanisme pengukuran luas bercak KLT dengan
densitometer yang anda gunakan?
2. Jelaskan keunggulan dari metode densitometri!

40 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PERCOBAAN V
KROMATOGRAFI GAS

TUJUAN
Mahasiswa mampu menggunakan alat kromatografi cair-gas untuk
analisis kualititatif dan kuantitatif senyawa mudah menguap (volatile) dalam
sampel minuman keras
TEORI
Kromatografi gas (KG) atau Gas Chromatography (GC) adalah
kromatografi yang menggunakan gas sebagai fase geraknya, sedangkan fase
diamnya dapat berupa padatan atau cairan yang dilapiskan pada padatan
penyangga. Fase diam ditempatkan dalam kolom yang terbuat dari kaca atau
logam yang bersifat inert. Kolom jenis ini disebut kolom packing (packed
column) yang biasanya mempunyai diameter 2-4 mm dengan panjang 0,5-5 m.
Dalam perkembangannya, dikenal KG kolom kapiler (capillary column) yang
memiliki diameter kolom 0,1-0,7 mm dengan panjang 5-100 m. Fase diam
(cairan) dilapiskan setipis mungkin pada sisi permukaan dalam kolom. Dengan
ukuran yang demikian panjang, memungkinkan KG kolom kapiler
menghasilkan pemisahan yang lebih bagus dibandingkan dengan KG kolom
packing.
Dalam kromatografi gas, tersedia beberapa jenis fase diam yang dapat
digunakan. Pemilihan fase diam disesuaikan dengan sifat fisiko-kimia sampel
yang akan diperiksa, terutama sifat polaritas, kelarutan dan titik didih.
Tersedia beberapa jenis fase diam yang dapat digunakan. Pemilihan
fase diam disesuaikan dengan sifat fisiko-kimia sampel yang akan diperiksa,
terutama sifat polaritas, kelarutan dan titik didihnya.
Fase gerak yang sering digunakan adalah gas yang bersifat inert
terhadap sampel dan detector, misalnya nitorigen, hirdrogen, helum dan argon.
Kecepata alir gas diatur dengan alat regulator sedemikian rupa agar pemisahan
dapat tejadi dengan baik dan waktu dnaalisis yang cukup efisien. Hasil
pemisahan dalam KG lebih bergantung pada pengaturan temperature

Laboratorium Kimia Farmasi 41


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
pemanasan kolom daripada pengaturan kecepatan alir gas pembawa. Oleh
karena itu diperlukan pengaturan panas kolom yang cermat sesuai titik didih
masing-masing komponen yang ada dalam sampel.
Intrumentasi dalam kromatografi gas teridir dari 6 komponen dasar, yaitu:
1. Gas pembawa dengan pengontrolnya
2. Injektor, tempat memasukkan sampel ke dalam kolom
3. Kolom, berupa koilom packing atau kapiler
4. OIven yang dapat dikontrol untuk pemanasn isothermal dan gradien
5. Detektor
6. Recorder
Peralatan KG secara skematik dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 5. Skema sistem kromatografi gas

Sampel yang dapat diperiksa dengan kromatografi gas adalah sampel-


sampel yang ebrsifat volatile (mudah menguap) dan termostabil (tahan terhadap
pemanasan). Dalam KG, sampel berupa larutan dimasukkan ke dalam kolom,
42 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
yang diletakkan dalam oven, dengan bantuan syringe. Sampel ini kemudian
dipanaskan hingga berubah menjadi bentuk gas, selanjutnya didorong oleh gas
pembawa (carrier gas) hingga masuk ke detector. Oleh detector, akan
dikeluarkan informasi sinyal yang selanjutnya diolah dan dicatat oleh prosesor
dan keluarlah kromatogram
Detektor dalam KG dipilih yang sesuai dengan komponen sampel. Ada
beberapa sistem detector yang dapat dipakai sesuai dengan spesifikasinya,
antara lain: detector ionisasi nyala (flame ionization detector = FID) sesuai
untuk molekul organik, detector tangkapan elektron (electron capture detector)
= ECD) sesuai untuk molekul yang mengandung elektron bebas seperti
organohalogen, detector spectrometer massa (mass spectroscopy = MS) sesuai
untuk menetukan rumus molekul, detector konduktivitas termal (thermal
conductivity barrier)
CARA KERJA
1. Membuat seri konsentrasi larutan baku campuran methanol dan etanol
dalam aseton. Masing-masing larutan ditambahkan standar internal
propranolol
2. Setting kecepatan alir gas helium, udara dan hydrogen yang optimal
menghasilkan pemisahan yang bagus (helium: 50 mL/min); udara: 400
mL/min; hydrogen: 40 mL/min)
3. Membuat program suhu kolom: suhu isothermal 60oC. Suhu injector 150oC,
suhu detector 250oC (menggunakan detector FID)
4. Injeksikan 0,5 µL larutan baku methanol 100 ppb dan operasikan alat KG
sesuai program no.4. Catat waktu retensi keluarnya methanol. Lakukan hal
yang sama larutan baku etanol.
5. Injeksikan semua larutan baku methanol dan etanol masing-masing
sebanyak 0,5 µL. Catat luas area tiap puncak kromatogram
6. Buat persamaan regresi linier hubungan antara kadar versus luas area
kromatogram untuk setiap senyawa. Gambarkan kurva baku masing-
masing senyawa dan tulis persamaan garis regresi liniernya.
7. Hitung Limit of Detection masing-masing senyawa
8. Injeksikan sampel sebanyak 0,5 µL. Lakukan pengulangan 3x. Catat waktu
retensi puncak-puncak kromatogram yang dihasilkan dan hitung Sd waktu
retensi. Intrapolasikan luas puncak kromatogram yang waktu retensinya
Laboratorium Kimia Farmasi 43
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
sesuai dengan baku methanol dan etanol ke dalam persamaan garis regresi
linier yang sesuai.
9. Hitung kadar methanol dan etanol dalam sampel
DATA YANG DIHARAPKAN
1. Kondisi optimal alat KG: kecepatan alir gas helium, oksigen dan hydrogen,
temperature program pada kolom, injector dan detector
2. Waktu mati dan waktu retensi analit (methanol dan etanol)
3. Parameter kinetika pemisahan: k’, Neff, α, Rs
4. Persamaan regresi linier analit (methanol dan etanol): y = bx + a
5. Kisaran linearitas dan Limit of Detection (LOD)
6. Kadar menthol dan metil salisilat dalam sampel: (X ± SD)
PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme pemisahan methanol dan etanol dalam sistem KG
yang saudara gunakan?
2. Bagaimana hubungan antara sifat fisiko kimiawi methanol dan etanol
dengan TR masing-masing?
3. Bagaimana saran saudara agar pemisahan ketiga senyawa tersebut lebih
baik?
4. Apa perbedaan antara kromatografi gas kolom kapiler dengan kolom
packing?

44 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Jennings, W., Mittlefehldt, E., Stremple, P., 1997, Analytical Gas
Chromatography, 2nd edition, Academic Press, San Diego
McMaster, M.C., 2007, HPLC: A Practical User’s Guide, 2nd Edition, John
Wiley & Sons, Inc., New Jersey
Ohannesian, L., Streeter, A.J., 2002, Handbook of Pharmaceutical Analysis,
Marcel Dekker, New York
Schmidt-Traub, H., 2005, Preparative Chromatography to Fine Chemical and
Pharmaceutical Agents, Wiley-VCH Verlah GmbH & Co. KgaA,
Weinhem
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., 1979, Introduction to Modern Liquid
Chromatography, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York
Tambunan, V.M., 2011, Penetapan Kadar Kurkumin dalam Cairan Obat
Herbal Terstandar (OHT) Merk Kiranti dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis KLT-Densitometri, Thesis, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Wittkowski, R., Matissek, R., 1990, Capillary Gas Chromatography in Food
Control and Research, B. Behr’s Verlag GmbH & Co., Hamburg

Laboratorium Kimia Farmasi 45


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
LAMPIRAN

PROPORSI PENILAIAN PRAKTIKUM KROMATOGRAFI (1 SKS)

Penilaian Proses 50% Penilaian Hasil 50%

Asistensi Praktikum Pretest Laporan Ujian Praktikum

10% 25% 15% 20% 30%

RUBRIK AKTIVITAS PRAKTIKUM KROMATOGRAFI


SANGAT
SANGAT BAIK (4) CUKUP (3) KURANG (2)
KURANG (0)
BAIK (5) Praktikan Praktikan Praktikan
DIMENSI Praktikan
NO NO Praktikan dalam 3 dalam 2 dalam 1
PENILAIAN tidak dalam
dalam 4 kondisi kondisi kondisi kondisi
kondisi
berikut: berikut: berikut: berikut:
berikut:
Datang tepat Datang tepat Datang tepat Datang tepat Datang tepat
1
KEDISIPLIN waktu waktu waktu waktu waktu
AN DAN Tepat waktu Tepat waktu Tepat waktu Tepat waktu Tepat waktu
1
TEAM mengumpulkan mengumpulkan mengumpulkan mengumpulka mengumpulkan
WORK 2
laporan atau laporan atau laporan atau n laporan atau laporan atau
tugas lain tugas lain tugas lain tugas lain tugas lain
Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap
membawa membawa membawa membawa membawa
3
peralatan yang peralatan yang peralatan yang peralatan yang peralatan yang
dibutuhkan dibutuhkan dibutuhkan dibutuhkan dibutuhkan
Selalu bekerja Selalu bekerja Selalu bekerja Selalu bekerja Selalu bekerja
4 sama dalam sama dalam sama dalam sama dalam sama dalam
kelompok kelompok kelompok kelompok kelompok
Menghormati
Menghormati Menghormati Menghormati
Menghormati teman,
teman, laboran, teman, laboran, teman, laboran,
teman, laboran, laboran,
1 dosen, dan dosen, dan dosen, dan
dosen, dan selalu dosen, dan
selalu bersikap selalu bersikap selalu bersikap
bersikap baik selalu bersikap
baik baik baik
baik
ETIKA, Selalu Selalu Selalu Selalu Selalu
SIKAP, memperhatikan memperhatikan memperhatikan memperhatika memperhatikan
2 PRILAKU 2 penjelasan penjelasan penjelasan n penjelasan penjelasan
PROFESION dosen/ laboran dosen/ laboran dosen/ laboran dosen/ laboran dosen/ laboran
AL dengan baik dengan baik dengan baik dengan baik dengan baik

Tidak
Tidak Tidak Tidak Tidak
menggunakan
menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan
3 gadget ketika
gadget ketika gadget ketika gadget ketika gadget ketika
tidak
tidak diperlukan tidak diperlukan tidak diperlukan tidak diperlukan
diperlukan

Laboratorium Kimia Farmasi 47


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Tidak pernah Tidak pernah Tidak pernah Tidak pernah Tidak pernah
ngobrol hal ngobrol hal ngobrol hal ngobrol hal ngobrol hal
4
diluar materi diluar materi diluar materi diluar materi diluar materi
praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum
Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan
pretes dengan pretes dengan pretes dengan pretes dengan pretes dengan
1 lancar dan lancar dan lancar dan lancar dan lancar dan
tenang secara tenang secara tenang secara tenang secara tenang secara
mandiri mandiri mandiri mandiri mandiri
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2 mengobrol saat mengobrol saat mengobrol saat mengobrol mengobrol saat
pretes pretes pretes saat pretes pretes
3 PRETES
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mencontek atau mencontek atau mencontek atau mencontek mencontek atau
3
memberi memberi memberi atau memberi memberi
contekan contekan contekan contekan contekan
Selesai
Selesai sebelum Selesai sebelum Selesai sebelum Selesai sebelum
sebelum
4 waktu yang waktu yang waktu yang waktu yang
waktu yang
ditentukan ditentukan ditentukan ditentukan
ditentukan
Sering bertanya Sering bertanya Sering bertanya Sering Sering bertanya
atau atau atau bertanya atau atau
menyampaiakan menyampaiakan menyampaiakan menyampaiak menyampaiakan
4 KEAKTIFAN 1
pendapat yang pendapat yang pendapat yang an pendapat pendapat yang
sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan yang sesuai sesuai dengan
materi materi materi dengan materi materi
48 Laboratorium Kimia Farmasi
Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan Mengerjakan
dan menjawab dan menjawab dan menjawab dan menjawab dan menjawab
2 soal yang soal yang soal yang soal yang soal yang
ditanyakan ditanyakan ditanyakan ditanyakan ditanyakan
dengan benar dengan benar dengan benar dengan benar dengan benar
Membawa
Membawa Membawa Membawa Membawa
literatur yang
literatur yang literatur yang literatur yang literatur yang
3 sesuai dengan
sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
mata
mata praktikum mata praktikum mata praktikum mata praktikum
praktikum
Menjaga Menjaga Menjaga Menjaga Menjaga
kebersihan lab kebersihan lab kebersihan lab kebersihan lab kebersihan lab
4
dan peralatan dan peralatan dan peralatan dan peralatan dan peralatan
praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum
Cara Cara Cara Cara Cara
1 menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan
alat tepat alat tepat alat tepat alat tepat alat tepat
Cara
PERFORMA
Cara melakukan Cara melakukan Cara melakukan melakukan Cara melakukan
NCE TIAP 2
5 percobaan tepat percobaan tepat percobaan tepat percobaan percobaan tepat
PERTEMUA
tepat
N
Mengembalikan Mengembalikan Mengembalika Mengembalikan
Mengembalikan
bahan dan alat bahan dan alat n bahan dan bahan dan alat
3 bahan dan alat
ketempat ketempat alat ketempat ketempat
ketempat semula
semula semula semula semula

Laboratorium Kimia Farmasi 49


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Hasil
praktikum
Hasil praktikum Hasil praktikum Hasil praktikum Hasil praktikum
benar dan
benar dan sesuai benar dan sesuai benar dan sesuai benar dan sesuai
4 sesuai
dibandingkan dibandingkan dibandingkan dibandingkan
dibandingkan
dengan literatur dengan literatur dengan literatur dengan literatur
dengan
literatur

RUBRIK LAPORAN PRAKTIKUM KROMATOGRAFI


Komponen
Nilai maksimal Poin penting penilaian
Penilaian
Tujuan 1 Kesesuaian dengan tujuan di buku petunjuk praktikum
Kesesuaian pencantuman
Pencantuman Keterkaitan dengan
Dasar Teori 2 sitasi dalam daftar
sitasi/sumber materi/judul praktikum
pustaka
Kesesuaian dengan alat
Pencantuman ukuran pada
Alat dan Bahan 1 dan bahan yang
alat ukur
digunakan
Penulisan kalimat dalam Pencantuman informasi
Cara Kerja 1 Dalam bagan sistematis
bentuk pasif dengan jelas
Kesesuaian rumus dan
Hasil dan Pencantuman satuan
3 gambar yang Perhitungan benar
Perhitungan hitung yang sesuai
dicantumkan

50 Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Tidak ada dasar teori Kejelasan alasan di setiap Penjelasan hasil
Pembahasan 6
yang dicantumkan langkah kerja praktikum
Menjawab tujuan Tidak ada teori yang Kesimpulan bukanlah
Kesimpulan 2
praktikum dicantumkan data
Tidak mengambil
Penulisan: urut abjad,
Kesesuaian daftar dengan pustaka yang tidak
Daftar pustaka 2 baris kedua menjorok ke
sitasi di dasar teori terjamin validitasnya
kanan
seperti blog
Kedisplinan 1 Ketertiban pengumpulan laporan sesuai jadwal
Kerapian 1 Kerapian penulisan
Total Nilai 20

Laboratorium Kimia Farmasi 51


Program Studi Farmasi (S-1)
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai