Dosen :
Prof. Teti Indrawati. M.Si,Apt
Disusun Oleh :
Isnaini Afrilia 16334058
Mahran Muhammad Jaubah 16334079
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2019
Ocullar Drug Delivery System ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan untuk kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
Ocullar Drug Delivery System iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
digunakan untuk menyegarkan atau mencuci mata. Maka sangat penting bagi kita
sebagai seorang farmasis untuk bisa dan mampu memformulasi suatu sediaan obat
tetes mata yang harus dibuat steril dan bebas pirogen.
1.3 Tujuan :
1. Menjelaskan tentang anatomi fisiologi intra ophthalmic.
2. Menjelaskan tentang sirkulasi darah dari tempat pemberian intra ophthalmic.
3. Menjelaskan tentang pelepasan obat ADME, dan efek obat intra ophthalmic.
4. Menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intra ophthalmic.
5. Menjelaskan tentang evaluasi untuk cara pemberian intra ophthalmic.
Ocullar Drug Delivery System 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Humor vitreous adalah zat seperti jelly atau matriks hidrogel, didistribusikan
antara retina dan lensa.
Mata adalah struktur bola dengan dinding terdiri dari tiga lapisan;
bagian
terluarsclera, bagian tengah lapisan koroid, ciliary tubuh dan iris dan bagian
dalam saraf lapisan jaringan retina. Sclera adalah lapisan berserat keras yang
melindungi jaringan dalam pada mata bagian putih kecuali area transparan
pada bagian depan dan kornea memungkinkan cahaya untuk masuk ke mata.
Lapisan koroid, terletak di sclera, mengandung banyak pembuluh darah
yang dimodifikasi pada depan mata sebagai iris berpigmen bagian berwarna
dari mata (biru, hijau,coklat, cokelat, atau abu-abu).
a. Struktur kornea
Kornea terletak pada bagian depan mata yang menyampaikan gambar
ke bagian belakang sistem saraf. Kornea dewasa memiliki radius sekitar 7-8
mm yang mencakup sekitar seperenam dari total luas permukaan bola mata
yang merupakan jaringan pembuluh darah yang menyediakan nutrisi
dan oksigen yang dipasok melalui cairan lakrimal dan cairan hmor dan juga
dari pembuluh darah yang terletak diantara korneadan sklera.
Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu epitel, bowman, stroma, membran
descemet,dan endotelium, yang merupakan jalur utama permeasi obat pada
mata. Epitel terbuat dari 5 hingga lapisan sel. Epitel skuamosa (5-6 lapisan
sel) dengan ketebalan sekitar 50-100 um dan waktu turnover sekitar satu
lapisan sel setiap hari. Sel-sel basal dikemas dengan tight junction untuk
Ocullar Drug Delivery System 5
b. Konjungtiva
Konjungtiva melindungi mata dan juga terlibat dalam pembentukan
dan pemeliharaan precorneal tear film. Konjungtiva adalah membrane
transparan tipisterletak pada permukaan bagian dalam kelopak mata.
Molekul-molekul sampai 20.000 Da bisa menyeberangi conjuctiva,
sementara kornea membatasi masuknya molekul yang berukuran lebih besar
dari 5000 Da.
papilla lakrimal. air mata dalam jumlah besar akan terabsorbsi oleh mebran
mukosa, dan hanya sebagian yang mencapai rongga hidung.
BAB III
PEMBAHASAN
2) Nanopartikel
Nanopartikel adalah pembawa koloid dengan kisaran ukuran 10 sampai 1000nm.
Untuk penghantaran oftalmik, partikel nano umumnya terdiri
darilipid, protein, polimer, alami atau sintetis seperti albumin, natrium alginat, kito
san,PLGA. Nanopartikel bisa dieliminasi dengan cepat darikantong prekorneal.
Oleh karena itu, untuk nanopartikel administrasi topikaldengan sifat mukoadhesif
telah dikembangkan untuk memperbaiki waktu
tinggal prekorneal. PEG, kitosan dan asam hialuronat biasanya digunakan untukme
mperbaiki waktu tinggal precorneal nanopartikel.
Ocullar Drug Delivery System 13
3) Liposom
Liposom merupakan partikel koloid yang dibuat menggunakan molekul,fosfolipid,
dan merupakan sistem penghantaran obat yang paling umum digunakanuntuk
penghantaran obat tertarget. Ukuran liposom biasanya berkisar antara 0,08sampai
10,00m. Liposom tidak beracun, nonhemolitik, dan non-
imunogenik bahkan setelah suntikan berulang. Sifatnya biokompatibel dan biodegr
adable. Untuk aplikais oftalmik, liposom mewakili sistem penghantaran yang ideal
karenaadanya biokompabilitas yang sangat baik, membran sel seperti struktur
dankemampuan untuk merangkum obat hidrofilik dan hidrofobik. Liposom
telahmenunjukkan efektivitas yang baik untuk penghantaran okular segmen
anterior dan posterior dalam beberapa penelitian. Untuk pengiriman obat ke
segmen anteriormata, upaya terutama dilakukan untuk meningkatkan waktu tinggal
prekornealdengan memasukkan lipis bermuatan positif atau polimer mukoadhesif
dalamliposom. Liposom kationik telah menunjukkan kemanjuran yang lebih baik
dalam penyerahan ocular daripada liposom bermuatan negative karena mengikat
muatan negatif permukaan kornea. Didodecyldimethylammonium bromide,
stearylamine, N-trimethylammonium chloride umumnya digunakan untuk
fabrikasi liposomkationik.Suatu sistem penghantaran obat oftalmik yang didesain
secara baik haruslahmenghantarkan bahan aktif ke tempat yang tepat,
meningkatkan perbandingan aktivitas lokal, mengurangi jumlah pemberian setiap
hari, dengan mudah dapatdiberikan sendiri (oleh pasien), tidak menginduksi
rangsangan benda asing, tidakmenyebabkan kekaburan penglihatan jangka
panjang, tidak memberikan rasa ikutanyang sangat tidak menyenangkan, dapat
disterilkan.
3.4 Bentuk Sediaan Tetes Mata dan Metode Sistem Pengiriman Sediaan Obat Mata
Berdasarkan kondisi fisik:
a. Intravitreal suntikan (IVT)
Disuntikan ke dalam mata vitreous humor antara lensa dan retina.
Suntikan intravitreal melibatkan agen terapi suntikan (obat/udara/gas) di dalam
rongga vitreous Pars Plana melalui tindakan pencegahan aseptik di bawah.
Ocullar Drug Delivery System 14
b. SubTenon
Digunakan untuk menggambarkan suntikan melalui membran yang menutupi otot-
otot dan saraf di bagian belakang bola mata.
c. Sub-retina
Disuntikan dibawah retina.
d. Obat tetes mata
Sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
e. Salep Mata
Salep yang digunakan pada mata.Berbeda dengan salep dermatologi salep mata
yang baik yaitu :
- Steril
- Bebas hama (bakteri)
- Tidak mengiritasi mata
- Difusi bahan obat keseluruh mata yang dibasahi, Karena sekresi cairan mata
- Dasar salep harus mempunyai titik lebur atau titik leleh mendekati suhu
tubuh.(Ansel 89)
2. Tingkat Sel
Molekul-molekul kecil, contohnya seperti : air, metanol, etanol, propanol, dan
butanol, mudah melintasi kornea diasumsikan melalui pori-pori berair. Konstanta
permeabilitas mereka sangat besar. Senyawa larut air melintasi kornea melalui
rute para selular. Konstanta permeabilitas adalah konstanta partisi paling kecil.
Peptida, ion-ion, dan senyawa muatan lainnya tampaknya berpenetrasi ke kornea
melalui rute paraselular. Zat-zat yang memiliki kelarutan ganda lebih mudah
melintasi kornea. Zat-zat larut lemak mudah melewati membran selular yang
membatasi. Mereka tidak bisa berpenetrasi dalam proporsi konsentrasi mereka.
proses ini menyebabkan waktu kontak kornea yang khas sekitar 2-4 menit pada
manusia, untuk memberikan larutan dan bioavailbilitas ocular kurang dari 10%.
a. Faktor Prekorneal
Faktor prekorneal yang menyebabkan hilangnya obat adalah :
1. Pergantian air mata yang normal
Air mata mencuci dengan kecepatan kira-kira 16% permenit, kecuali
selama periode tidur atau selama anastesi. Volume normal air mata hanya
7 mikroliter, jadi obat yang menghilang besar.
2. Drainase larutan yang diberikan
Area prekorneal bisa menampung kira-kira 30 mikroliter, termasuk air
mata pada saat mata tidak berkedip. Volume berkurang menjadi 10 mikroli
ter ketika mata berkedip. Oleh karena itu, kelebihan volume yang
diberikan baik tumpahan atau kecepatan saluran dari mata ke saluran
nasokrimal dengan absorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Drainase dari
larutan yang diberikan jauh dari mata adalah penyebab hilannya obat dan
karenanya mempengaruhi aktivitas biologis obat pada mata. Kecepatan
drainase berhubungan dengan volume larutan obat yang diberikan dan
peningkatan seiring dengan meningkatnya volume. Kecepatan drainase
dari volume yang diberikan meningkatkan kecepatan sebanding dengan
volume cairan pada mata lebih dari volume normal lakrimal. Kecepatan
drainase100 kali lebih cepat dari kecepatan absorpsi.
3. Pengikatan protein
Air mata umumnya mengandung 0.7% protein dan level protein meningkat
dengan adanya infeksi atau inflamasi. Tidak seperti darah, dimana
kompleks protein-obat berlanjut ke sirkulasi, air mata digantikan secara
cepat jadi memindahkan kedua bentuk bebas dan terikat dari obat.
4. Absorpsi obat tidak produktif
Setelah pemberian, obat diabsorpsi ke dalam kornea dan konjungtiva. Luas
area konjungtiva 17 kali dari luas kornea dengan 2-30 kali permeabilitas
yang lebih besar terhadap banyak obat. Semua jaringan absorpsi yang lain
dirasakan sebagai kehilangan yang tidak produktif ketika target jaringan
adalah bagian dalam mata.
Ocullar Drug Delivery System 17
b. Faktor Membran
Faktor membran termasuk area yang tersedia untuk absorpsi, ketebalan,
porosity, dan tortuosity (sifat berliku-liku) kornea dan kesimbangan lipofilik
/hidrofilik. Kornea terdiri dari tiga lapisan yaitu epithelium, stroma, dan
endothelium.
1. Epithelium
Studi permeabilitas pada kornea mengindikasikan lapisan paling luar dari
epithelium sebagai yang menentukan penilaian utama barrier (penghalang)
untuk penetrasi untuk obat larut air dan larut lemak. Karena epithelium
larut lemak, porositas yang rendah dan secara relatif tortuositas dan
ketebalan tinggi, penetrasi obat yang cepat harus memiliki koefisien partisi
lebih dari 1 untuk mencapai kecepatan penetrasi. Walaupun epithelium dan
endothelium adalah lipofilik, pengukuran permeabilitas air dari tiap
lapisan mengindikasikan endothelium lebih permeable 2.7 kali dari
epithelium.
2. Endhothelium
Penetrasi non elektrolit melalui endothelium terjadi secara utama melalui
ruang intraseluler.
3. Stroma
Stroma pada dasarnya merupakan aseluler, hidrofilik, porositas tinggi,dan
tortuosity yang rendah tapi karena ini merupakan 90% dari ketebalan
kornea, stroma signifikan pada kontribusi keseuruhan terhadap resistensi.
Epithelium sebagai penentu penilaian barrier untuk senyawa hidrofilik dan
stroma untuk senyawa lipofilik. Ketika nilai absolut
dibandingkan senyawa lipofilik ditemukan memiliki koefisien
permeabilitas yang lebih besar.
metabolisme obat di mata merupakan aspek aksi obat yang penting. Obat yang
mengalami degradasi secara oksidasi atau reduksi sedikit dimetabolisme di mata
dibandingkan dengan obat yang didegradasi secara hidrolisis.
2. Faktor Fisiokimia
Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif melintasi kornea.
a. Koefisien partisi
Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status yang cepat dari
potensi penetrasi obat ke membran biologis yang berbeda. Korelasi hubungan
koefisien partisi dengan permeabilitas membantu untuk mendesain obat-obat
opthalmik yang permeabilitasnya optimal. Obat yang hidrofilik (log koefisien
partisi < 0), epitheliummemberikan persentase yang besae dari resistensi ke
penetrasi kornea. Untuk obat lipofilik dengan log koefisien partisi 1.6-2.5,
stroma berkontribusi dengan persentase yang signifikan terhadap resistensi.
Keseimbangan lipofilik/hidrofilik yang optimal pada struktur molekul dari
penetrant harus dicapai untuk menghasilkan efek penetrasi yangcepat melalui
barrier lipofilik dan hidrofilik di kornea.
b. Kelarutan
Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh permeating obat ke kornea
adalah faktor multiplikatif dari koefisien permeabilitas dan kelarutan air mata.
Jika kelarutan obat rendah, konsentrasinya pada lapisan air mata perkorneal
mungkin dibatasi dan oleh karena itu kecepatan absorpsi mungkin tidak cukup
tinggi untuk mencapai konsentrasi yang adekuat untuk aktivitas terapetik.
c. Konstanta Ionisasi
pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah faktor penting pada
penetrasikorneal. Derajat ionisasi mempengaruhi luas difusi yang melewati
membran. Banyakobat-obatan adalah asam dan basa lemah dan oleh karena itu
sebagian terionisasi pada pHfisiologis. Rata-rata pH air mata adalah 7.2 dan
pKa dari obat sekitar 1 atau 2 dari nilaitersebut, penetrasi kornea akan lebih
karena proporsi yang besar dari dosis yangdiadministrasikan akan dalam
bentuk tidak terionisasi. Bentuk ionisasi dari obat sedikitlarut lemak, jika
fraksi ini terlalu besar, kecepatan penetrasi kornea mungkin tidak cukupuntuk
menghasilkan efek terapeutik pada mata (Malhorta and Majumdar, 2001)
Ocullar Drug Delivery System 19
d. Berat Molekul
Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional aktif selama permeasi
korneal. Untuk molekul kecil, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan
akar kuadratdari berat molekul. Molekul besar, koefisien difusi berhubungan
terbalik dengan akar pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat molekul
menunjukkan hubungan terbalik terhadap permeabilitas.
e. Pengikatan Melanin
Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata. Interaksi dengan
pigmen ini dapat mengubah ketersediaan obat bebas di tempat yang
ditargetkan.
Sehingga pengikatan melanin akan menurunkan aktivitas farmakologis.
Melanin dalam jaringan okular terdapat pada uvea dan RPE. Melanin
mengikat radikal bebas dan obat dengan elektrostatik dan ikatan van der waals
atau dengan transfer muatan sederhana. Dapat disimpulkan bahwa semua obat
lipofilik mengikat melanin. Obat yang terikat dengan melanin biasanya tidak
bisa berikatan dengan reseptor sehingga memerlukan pemberian dosis yang
lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid dan RPE mempengaruhi
tingkat penyerapan obat ke dalam retina dan vitreous transscleral atau
pemberian obat sistemik.
3.8 Evaluasi yang diberikan secara opthalmic
Evaluasi
Evaluasi yang seharusnya dilakukan pada larutan tetes mata adalah sebagai berikut:
Evaluasi fisika: pH, volume sediaan dalam wadah, bahan partikulat, uji kebocoran, uji
kejernihan dan warna.
Evaluasi kimia: penetapan kadar, identifikasi
Evaluasi biologis: Uji sterilitas, uji pirogen, uji endotoksin bakteri.
Pengemasan dan penyimpanan
Penandaan
Ocullar Drug Delivery System 20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bentuk Sediaan Tetes Mata dan Metode Sistem Pengiriman Sediaan Obat
Mata berdasarkan kondisi fisik antara lain : a. Intravitreal suntikan (IVT), disuntikan
ke dalam mata vitreous humor antara lensa dan retina; b. SubTenon, digunakan untuk
menggambarkan suntikan melalui membran yang menutupi otot-otot dan saraf di
bagian belakang bola mata; c. Sub-retina, disuntikan dibawah retina; d. Obat tetes
mata, sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata; e.
Salep Mata, salep yang digunakan pada mata.
Bioavailabilitas sistem pengiriman obat mata tradisional seperti tetes mata
sangat buruk karena mata dilindungi oleh serangkaian mekanisme pertahanan yang
kompleks yang membuatnya sulit untuk mencapai konsentrasi obat yang efektif dalam
area target mata. Anatomi dan fisiologi mata adalah salah satu sistem yang paling
kompleks dan unik dalam tubuh manusia. Lachrymasi, drainase efektif oleh sistem
nasolakrimalis, bagian dalam dan luar barrier blood retinal, impermeabilitas kornea,
dan ketidakmampuan struktur non-kornea lainnya untuk menyerap. Senyawa
membuat mata sangat tahan terhadap zat-zat asing.
Ocullar Drug Delivery System 21
DAFTAR PUSTAKA