Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmakologi berakar dari cerita cerita rakyat dan tradisi masa

lampau ketika pengetahuan tentang taanaman yang berkhasiat obat

diturunkan dari generasi ke generasi. Sejak tahun 1240 SM, farmakologi

berali dari ranah terapi alternative menjadi ilmu pengetahuan dimana

standar obat ditetapkan dan sistem pengukuran di kembangkan untuk

mengukur dosis dan takaran obat. Dikarenakan obat dapat sangat

bervariasi baik dari segi khasiat maupun kemurniannya, pemerintah

akhirnya mengembangkan standar farmakologis untuk memproduksi

mengatur obat (Kamienski, 2015).

Farmakologi sebagai ilmu berbeda dari ilmu lain secara umum

pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik.

Sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi

tubuh, biokimia, dan pathogenesis penyakitnya dan ilmu kedokteran

klinik.

Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan Farmasi,

yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan dan

menyediakan obat.

1
Farmakologi merupakan ilmu dasar yang berperan penting

dalam penemuan suatu obat yaitu pada tahap uji praklinik maupun uji

klinik. Uji praklinik tersebut meliputi uji aktifitas farmakologi, uji

toksikologi, dan uji farmakodinamika obat pada hewan percobaan. Uji

praklinik tersebut bertujuan menentukan batas aman dan keefektifan

umtuk memperkirakan manfaat klinik suatu obat baru. Sedangkan pada

uji klinik, obat tersebut dilakukan evaluasi pada manusia baik dalam

kondisi sehat maupun sakit (Nugroho, 2012).

I.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud farmakologi?

b. Apa saja cabang-cabang ilmu farmakologi?

c. Apa yang dimaksud farmakologi molekuler?

d. Apa saja yang termasuk dalam farmakologi molekuler?

e. Apa yang dimaksud dengan kanal ion?

f. Apa jenis-jenis kanal ion?

g. Bagaimana mekanisme kanal ion sebagai target aksi obat?

h. Apa saja contoh obat yang bereaksi dengan kanal ion?

I.3 Tujuan

a. Untuk memahami pengertian dari farmakologi.

b. Untuk mengetahui cabang-cabang ilmu farmakologi.

2
c. Untuk memahami pengertian farmakologi molekuler.

d. Untuk mengetahui cabang ilmu farmakologi molekuler.

e. Untuk memahami pengertian dari kanal ion.

f. Untuk mengetahui jenis kanal ion.

g. Untuk memahami mekanisme kanal ion sebagai target aksi obat.

h. Untuk mengetahui contoh obat yang bereaksi dengan kanal ion.

3
BAB II

TEORI UMUM

II.1 FARMAKOLOGI

A. Pengertian

Menurut Agung Nugroho dalam buku “Prinsip Aksi dan

Nasib Obat dalam Tubuh”, Farmakologi merupakan ilmu yang

mempelajari hubungan antara obat dengan mkahluk hidup.

Farmakologi berasal dari bahasa yunani yaitu pharmacos yang

berarti senyawa bioaktif dan logos yang berarti ilmu.

Menurut Mary Kamienski dalam buku “Farmakologi”,

farmakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari bahan kimia obat

pada jaringan hidup tersebut dan bagaimana bahan kimia tersebut

membantu mediagnosis, mengobati, menyembuhkan dan

mencegah penyakit atau memperbaiki kelainan fisiologis pada

jaringan hudup tersebut.

Menurut Arini Setiawati dalam buku “Farmakologi dan

Terapi”, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa

terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor.

Menurut Zullies ikawati dalam buku “Farmakologi

Molekuler”, farmakologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana

4
suatu bahan kimia / obat berinteraksi dengan sistem biologis,

khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh.

B. Pembagian Cabang Ilmu Farmakologi

Perkembangan farmakologi diawali dengan observasi

empiris penggunaan obat gubal. Dalam masa tersebut,

penggunaan, penggolongan, karakteristik obat masih

didasarkan pada pengalaman empirik masyarakat.

Perkembangan lebih lanjut, farmakologi tidak lagi didasarkan

pada pengalaman empiric melainkan pada berbagai penelitian

terpadu mengenai obat meliputi nasib obat dalam tubuh, dan

tempat aksi serta cara kerja obat. Dengan dasar tersebut,

para farmakologis terus mengembangkan ilmu farmakologi

menjadi berbagai anak cabang seperti farmakodinamika,

farmakokinetika, toksikologi, farmakologi klinik, farmakoterapi,

farmakologi molekuler, farmakogenetika, farmakoepidemiologi, ,

dan farmakoekonomi (Nugroho, 2012).

1. Farmakodinamika, merupakan cabang ilmu farmakologi

yang mempelajari tempat (target aksi obat), dan mekanisme

kerja serta efek fisiologik dan biokimia organisme hidup. Teori

maupun praktikum yang mempelajari mengenai

farmakodinamika berhubungan dengan ilmu-ilmu lain meliputi

5
anatomi dan fisiologi manusia, genetika, biokimia, biologi sel

dan molekuler, mikrobiologi, imunologi dan patologi.

2. Farmakokinetika, adalah cabang ilmu farmakologi yang

mempelajari absorbsi, distribusi, metabolisme obat atau

biotransformasi maupun ekskresi suatu obat. Definisi ringkas

dari farmakokinetika adalah pengaruh organisme hidup

terhadap obat (nasib obat dalam tubuh). Farmakokinetika

terkait dengan dosis yang menentukan keberadaan obat

pada tempat aksinya (reseptor) dan intensitas efek yang

dihasilkan sebagai fungsi waktu.

3. Toksikologi, mempelajari prinsip umum mengenai

mekanisme kerja senyawa toksik, maupun mengenai cara-

cara pencegahan, penanganan dan pengobatan keracunan

akibat senyawa tersebut.

4. Farmakologi klinik, mempelajari interaksi obat dengan

organisme hidup yaitu manusia. Ilmu tersebut digunakan

sebagai dasar bagi penggunaan obat yang rasional pada

manusia yang manjur, aman, tepat serta biaya yang

terjangkau.

5. Farmakoterapi, berhubungan dengan penggunaan obat

untuk pencegahan dan pengobatan suatu penyakit serta

penggunaan obat untuk mengubah fungsi normal tubuh untuk

6
tujuan tertentu. Ilmu tersebut mempelajari penggunaan obat

yang menghasilkan efek yang sesuai atau diinginkan tanpa

menghasilkan efek samping (mempunyai efek samping yang

minimum).

6. Farmakologi molekuler, adalah ilmu yang mempelajari

interaksi obat dengan makhluk hidup pada aras molekuler.

Definisi lain adalah ilmu yang mempelajari aksi dan nasib

obat dalam tubuh pada aras molekuler.

7. Farmakogenetika, merupakan ilmu yang mempelajari

pengaruh genetik terhadap respons atau efek suatu obat.

8. Farmakoepidemiologi, merupakan cabang ilmu farmakologi

yang mempelajari efek suatu obat pada tingkat populasi. Tiap

populasi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini

yang memungkinkan bahwa pola pengobatan suatu penyakit

pada beberapa populasi adalah berbeda.

9. Farmakoekonomi, merupakan perpaduan ilmu farmakologi

dengan ilmu ekonomi kesehatan. Farmakoekonomi adalah

ilmu yang mempelajari pertimbangan ekonomi penggunaan

obat pada proses terapi.

7
II.2 FARMAKOLOGI MOLEKULER

A. Sejarah dan pengertian farmakologi Molekuler

Pada tahun 1985, para ilmuan penasaran mengapa

keberadaan beberapa protein tertentu menjadi begitu tinggi pada

penyakit-penyakit tertentu dan mereka juga ingin tahu bagaimana

pengaruh obat terhadap keberadaan tingginya protein. Seiring

dengan itu, diketahui bahwa beberapa gen terekskresi secara

berbeda pada jaringan yang berbeda. Diikuti dengan kemajuan

teknik elektrofisiologi dengan perkembangan tekhnologi dan DNA

rekombinan yang memungkinkan cloning, dimulailah era

farmakologi molekuler (Ikawati, 2014).

Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari

interaksi obat dengan makhluk hidup pada aras molekuler.

Defenisi lain adalah ilmu yang mempelajari aksi dan nasib obat

dalam tubuh pada aras molekuler. Ilmu tersebut menjadi penting

karena interaksi obat dengan organisme hidup bukan aksi yang

sederhana melainkan suatu aksi yang sederhana melainkan suatu

aksi yang kompleks yang melibatkan sistem seluler yang dinamik,

terjadi pada tingkat molekuler, dan merupakan suatu aksi yang

melibatkan serangkaian peristiwa biokimia dalam menimbulkan

efek. Disamping itu ilmu tersebut digunakan sebagai dasar dalam

klasifikasi reseptor. Dalam kaitannya dengan klasifikasi reseptor,

8
farmakologi molekuler merupakan ilmu sentral dalam penemuan

obat baru. Bersama dengan ilmu kimia medicinal farmakologi

molekuler dapat digunakan dalam penemuan obat baru yang tentu

saja melibatkan hubungan struktur dan aktivitas (QSAR).

Ilmu farmakologi selain berkembang menjadi beberapa

cabang ilmu diatas, bisa menjadi luas yaitu mempelajari

farmakologi pada tiap sistem dalam tubuh misalnya farmakologi

sistem syaraf, farmakologi sistem kardiovaskuler, farmakologi

sistem endokrin, farmakologi sistem pernapasan,

imunofarmakologi dan kemoterapeutika (Nugroho, 2012).

B. Mekanisme aksi obat

Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat

dapat mempengaruhi komponen organisme hidup sehingga dapat

menghasilkan efek atau respon. Obat dapat bekerja dalam tubuh

apabila berinteraksi atau berikatan dengan komponen tubuh dan

berdasarkan apakah obat tersebut diperantai oleh komponen

tertentu dari sel (target obat spesifik). Paul Eharlich (1854-1915),

seorang ilmuwan asal Jerman, mengatakan “ Corpora Non Agunt

Nisi Fixata ” atau suatu obat tidak akan bekerja jika tidak berikatan

dengan target aksinya. Dalam bekerja pada suatu organisme

hidup, mekanisme aksi obat dibedakan menjadi : (1) aksi non

9
spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang didasarkan sifat fisika

kimiawi yang sederhana, ( 2 ) aksi spesifik yaitu mekanisme yang

melibatkan interaksi dengan komponen spesifik organisme

misalnya reseptor, enzim, komponen genetik, kanal ion (Nugroho,

2012).

1. Aksi obat non-spesifik

Pertimbangan utama obat yang beraksi dengan

mekanisme fisika kimiawi non spesifik adalah bahwa obat

tersebut tidak menunjukkan efek yang lain pada dosis dimana

obat tersebut menghasilkan suatu aksi fisika kimiawi dalam

miliu fisiologi yang sesuai. Aksi obat non spesifik biasanya

melibatkan dosis yang besar dalam menimbulkan efek atau

respon. Aksi obat non spesifik yang berdasarkan sifat fisika

adalah aksi yang berdasarkan osmolaritas, massa fisis,

absorpsi, radio aktivitas, radio opasitas atau muatan listrik.

Sedangkan yang berdasarkan sifat kimia adalah berdasarkan

asam basa, oksidasi, reduksi atau kelasi (Nugroho, 2012).

2. Aksi obat spesifik

Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah

berikatan atau berinteraksi dengan komponen organisme

yang spesifik. Komponen organisme tersebut biasanya

berupa suatu protein. Beberapa obat beraksi sebagai

10
subtract yang salah atau sebagai inhibitor untuk sistem

transport atau enzim. Kebanyakan obat menghasilkan

efeknya dengan aksi pada molekul yang spesifik dalam

organisme, biasanya pada membrane sel. Protein tersebut

dinamakan reseptor, dan secara normal merespon senyawa

kimia endogen dalam tubuh. Senyawa kimia endogen

tersebut adalah subtansi transmitter sinapsis atau hormon.

Sebagai contoh, asetilkolin merupakan suatu subtansi

transmitter yang dilepaskan dari ujung syaraf autonom dan

dapat mengaktifasi reseptor pada otot polos skeletal,

mengawali serangkaian kejadian yang mengahasilkan

kontraksi otot polos. Senyawa kimia (misalnya asetilkolin)

atau obat yang mengaktifasi reseptor dan menghasilkan

respon dinamakan agonis. Beberapa obat dinamakan

antagonis dapat berikatan dengan reseptor, tapi tidak

menghasilkan suatu efek. Antagonis menurunkan

kemungkinan subtansi transmitter (atau agonis yang lain)

untuk berinteraksi dengan reseptor sehingga lebih lanjut

dapat menurunkan atau mengeblok aksi agonis tersebut

(Nugroho, 2012).

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa target obat

spesifik adalah reseptor. Namun demikian, disamping

11
reseptor terdapat beberapa target aksi obat spesifik lainnya.

Terdapat beberapa komponen organisme yang digunakan

sebagai target aksi obat spesifik yaitu ; enzim, kanal ion,

molekul pembawa dan reseptor ( Nugroho, 2012 ).

a. Aksi terhadap reseptor

Obat berinteraksi dengan bagian dari sel,

ribosom atau tempat lain yang disebut resptor. Reseptor

dapat berubah protein, asam bukleat, enzim,

karbohidrat atau lemak. Semakin banyak reseptor yang

di duduki atau bereaksi intensitas efek semakin

meningkat. Jumlah obat yang mengikat reseptor

merupakan fungsi dari kadar obat dalam plasma. Oleh

karena itu, untuk meramalkan efek obat dapat melalui

penetapan kadar obat dalam plasma.

b. Aksi terhadap enzim

Beberapa obat atau zat kimia dapat

menimbulkan efek karena mengikat atau

memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh.

Misalnya, obat kolinergik mengikat enzim asetilkolin

esterase, dan obat diabetes mellitus tertentu

memperbanyak sekresi insulin.

12
c. Aksi Terhadap Kanal Ion

Kanal ion merupakan kompleks protein yang

terdapat pada membran sel yang tersusun membentuk

porus/lubang dan berfungsi mengfasilitasi difusi ion

menyebrangi suatu membrane. Diketahui membrane sel

adalah senyawa fosfolipid yang membentuk

halangan/barrier yang bersifat hidrofobik dan muatan

dielektrik rendah sehingga menghalangi masuknya

senyawa hidrofilik dan senyawa bermuatan. Ia bisa

dikatakan sebagai isolator listrik. Adanya kanal ion

akaan memberikan jalan bagi senyawa hidrofilikdan

senyawa bermuatan untuk menyebrangi membran sel.

d. Aksi Terhadap Molekul Pembawa (Protein

Transporter)

Transport molekul organik kecil dan ion

menembus membrane sel biasanya membutuhkan

protein pembawa karena molekul tersebut terlalu polar

untuk memnembus membrane sel, yang tersusun oleh

dua lapisan lipid. Protein pembawa mempunyai sisi aktif

terhadap senyawa yang akan dibawa dan bersifat

13
spesifik. Protein pembawa pada membrane berinteraksi

membentuk sebuah kompleks dengan substrat,

selanjutnya terjadi perubahan konformasi protein

pembawa tersebut. Kemudian, terjadi translokasi

kompleks tersebut kesisi yang berlawanan, selanjutnya

protein pembawa tersebut melepaskan substrat. Protein

pembawa selain dijumpai pada membrane plasma juga

dijumpai pada membrane organel sel misalnya reticulum

endoplasma dan mitokondria. Protein pembawa

dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan proses

transpornya yaitu transporter pasif dan transpoter aktif.

14
BAB III

TEORI KHUSUS

III.1 KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT

Keberadaan kanal ion pertama kali dihipotesiskan oleh ahli

biofisika dari Inggris, Alan Hodgkin dan Andrew Huxley, sebagai

bagian dari teori mereka mengenai impuls saraf yang

dipublikasikan pada tahun 1952 dan memenangkan hadiah nobel.

Keberadaan kanal ini kemudian dikonfirmasikan pada tahun 1970-

an menggunakan teknik perekaman elektrik yang disebut “patch clamp”

oleh Erwin Nehe dan Bert Sakmann yang juga membawanya

memenangkan hadiah nobel (Ikawati, 2014).

Kanal ion memainkan peranan penting dalam banyak tipe

sel. Beberapa penyakit trjadi disebabkan karena adanya disfungsi

kanal ion, antara lain penyakit aritmia jantung, diabetes, hipertensi,

angina pektoris, dan epilepsi. Kanal ion merupakan kompleks

protein yang terdapat pada membran sel yang tersusun

membentuk porus/lubang dan berfungsi memfasilitasi difusi ion

menyebrangi suatu membran sel. Adanya kanal ion akan

memberikan jalan bagi senyawa hidrofilik dan senyawa bermuatan

untuk menyebrangi membran sel (Ikawati, 2014).

Komponen molekuler kanal teridentifikasi pertama kali dengan

metode kloning molekuler. Kanal ion tersusun dari beberapa sub-unit

15
protein membentuk suatu pori-pori. Lubang kanal disusun oleh

subunit utama (subunit a), yang menentukan infrastruktur kanal.

Selain itu beberapa kanal (kanal K+, Na+, dan Ca2+), mengandung

protein pelengkap yang dapat memodifikasi sifat kanal (Latifigana,

2012).

III.2 FUNGSI KANAL ION

Kanal ion terdapat pada hampir setiap sel. Kanal ion

berfungsi untuk transport ion, pengaturan potensial listrik melintasi

membran sel, serta sinyaling sel. Kanal ion berperan penting

dalam proses normal tubuh beberapa penyakit terkait dengan

disfungsi kanal ion misal aritmia jantung, diabetes, epilepsi,

hipertensi, cystic fibrosis, dan lain-lain (Latifigana, 2012).

III.3 KLASIFIKASI KANAL ION

Berdasarkan cara teraktivasinya, kanal ion dapat

digolongkan menjadi lima jenis, yaitu :

a. Kanal ion teraktivasi voltase (voltage-gated channels), kanal ion

ini berespons terhadap adanya perubahan potensial trans-

membran. Kanal ini akan membuka sebagai respons terhadap

terjadinya depolarisasi dan akan menutup jika terjadi

hiperpolarisasi.

16
b. Kanal ion teraktivasi ligau (ligand-gated channels), kanal ini

berespons terhadap adanya molekul ligan spesifik yag berada di

daerah ekstrakurikuler tempat kanal berada. Kanal ini memiliki

tempat ikatan untuk ligan dan disebut juga reseptor kanal ion.

c. Kanal ion teraktivasi molekul intrasel atau signal, kanal yang

berespons terhadap suatu molekul yang berada di bagian

intrasel yang merupakan bagian dari proses signalling, misalnya

terhadap second messenger seperti Ca, cAMP, dan cGMP.

d. Kanal ion teraktivasi oleh kekuatan mekanik (stretch-activated

channel), kanal ini membuka dan menutup sebagai respons

terhadap kekuatan mekanis yang timbul dari peregangan atau

pengerutan lokal membran di sekitar kanal tersebut, misalnya

jika sel tersebut mengembang atau mengerut.

e. Kanal ion terkait protein G (G-protein-gated channel), kanal ini

terkait dengan protein G dan teraktivasi jika protein G

teraktivasi.

Berdasarkan ion yang melintasi kanal, kanal ion

dibedakan menjadi kanal kalium, natrium, kalsium, dan klorida.

a. Kanal Kalium

Kanal kalium berperan untuk proses repolarisasi atau

hiperpolarisasi. Repolarisasi merupakan proses terjadinya kembali

17
perbedaan potensial aksi antara ekstraksel dengan intrasel. Dalam

proses potensial aksi sel, terbuka kanal ion kalium ini dipicu oleh

depolarisasi yang diakibatkan terbukanya ion natrium sebelumnya.

Terbukanya ion kalium menyebabkan repolarisasi sehingga

menurunkan potensial aksi sel (Nugroho, 2012).

Secara umum, kanal K dibagi menjadi empat keluarga besar

yang masing-masing terdiri dari 6, 4, dan 3 segmen transmembran,

yaitu :

1. Kanal K teraktivase voltase (shaker-like) yang mengandung enam

daerah domain transmembran (S1-S6) dengan porus tunggal

(Kv).

2. Kanal K inward rectifier yang mengandung hanya 2 domain

transmembran dengan porus tunggal (KIR).

3. Kanal K yang teraktivasi oleh calcium (Kca).

4. Kanal K dengan dua porus yang mengandung 4 domain

transmembran (K2p).

Kanal ion K terdapat pada sel-sel eksitabel dan noneksitabel.

Anggota kanal ion ini memainkan peranan penting pada berbagai

proses signaling seluler yang mengatur pelepasan neurotransmitter,

denyut jantung, pelepasan insulin, eksitabilitas saraf, transport

elektrolit epithelial, kontraksi otot polos, dan regulasi volume sel.

18
Belakangan mulai diketahui fungsi dari kanal K, khususnya Voltage-

gated dalam proliferasi sel sehingga terlibat juga dalam

perkembangan kanker (Ikawati, 2014).

b. Kanal Natrium

Kanal natrium berperan dalam penghantaran potensial aksi

dan depolarisasi. Tebukanya kanal ion natrium menyebabkan

depolarisasi Sehingga potensial aksi sel akan meningkat.

Depolarisasi adalah penurunan perbedaan potensial aksi antara

ekstrasel dengan intrasel (Nugroho, 2012).

Kanal ion Na bersifat selektif terhadap ion natrium dan

dijumpai pada sel-sel yang bisa tereksitasi (excitable cells), seperti

sel saraf, otot, dan sel neuroendokrin. Ia bertanggung jawab

terhadap inisiasi dan propagasi atau penghantaran potensial aksi

pada tipe sel-sel tersebut. Namun, kanal Na juga terekspresi dalam

jumlah kecil pada sel-sel yang tidak tereksitasi, walaupun peran

fisiologis kanal ini pada tipe sel tersebut belum banyak diketahui

(Ikawati, 2014).

c. Kanal Kalsium

Kanal kalsium berperan dalam kontraksi otot, proses

eksotsitosis, dan pelepasan neurotransmitter. Terbukanya kanal ion

kalsium akan memacu ketiga proses tersebut (Nugroho, 2012).

19
Kanal Ca teraktivasi voltase merupakan jalur utama

masuknya ion Ca ke dalam sel pada berbagai jenis tipe sel dan

mengatur berbagai proses intraseluler sel, seperti kontraksi,

transkripsi gen, pelastisitas sinaptik, dan pengeluaran hormon atau

neurotransmitter. Kanal ini pertama kali teridentifikasi pada tahun

1953 oleh Fatt dan Katz pada otot binatang Crustacean, sedangkan

kanal Ca pada mamalia pertama kali dipurivikasi dari otot rangka

setelah dilabel dengan suatu radioligan, yaitu dihidropiridin,

fenilalkilamin, dan benzotiazepin pada tahun 1980-an. Selanjutnya

kanal Ca juga ditemukan pada otot jantung, otot polos, dan hampir

disemua jaringan eksitabel (Ikawati, 2014).

Ca merupakan second messenger yang sangat banyak

digunakan pada berbagai fungsi sel. Konsentrasi Ca dalam sitosol

sangat kecil (10-20 nM), sedangkan pada kompartemen ekstrasel

sebesar 1-2 mM. didalam sel, Ca tersimpan didalam retikulum

endoplasma (pada sel saraf) atau di reticulum sarcoplasma (pada sel

otot). Pembukaan kanal Ca menyebabkan naiknya kadar Ca

intraseluler sampai 100 µM, yang dapat memicu berbagai proses

seluler, seperti peristiwa kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter

dari sel saraf, dan eksositosis pada sel sekretori ( seperti pelepasan

histamin dari sel mast atau insulin dari sel β di pankreas) (Ikawati,

2014).

20
d. Kanal Klorida

Kanal klorida berperan dalam menjaga aliran osmotik, dan

hiperpolarisasi sel. Jika kanal ion klorida terbuka maka klorida

cenderung masuk kedalam sel, terjadi hiperpolarisasi sehingga

menurunkan potensial aksi sel. (Nugroho, 2012).

Kanal Cl- berperan penting dalam mengontrol komposisi ion

dalam sitoplasma dan volume sel. Fungsi ini dijalankan bersama

dengan berbagai transporter ion lainnya, seperti pompa,

kontrasporter, dan kanal ion lain. Seperti diketahui pH (derajat

keasaman) sitoplasmik sel harus dikontrol secara ketat. Hal ini

merupakan aktivitas penukar Na/H dan NaHCO3 / HCl yang juga

mempergunakan kanal Cl- secara paralel untuk mengembalikan ion

Cl- selain itu, beberapa sel juga membutuhkan proton ATPase yang

juga memerlukan peran kanal Cl untuk menjaga netralitas

sitoplasmiknya. Karena itu, kanal ion Cl- ini sangat penting untuk

mengatur komposisi ionik (Ikawati, 2014).

Dalam hal pengaturan volume sel kanal ion Cl- juga berperan

penting jika suasana ekstrasel menjadi hipotonis, sel akan

memberikan respon untuk menjaga isotonisitasnya. Peristiwa ini

melibatkan pembukaan secara parallel kanal K+ dan kanal Cl- yang

teraktivasi oleh kekuatan mekanik berupa pembengkakan (swelling).

Pembukaan kanal Cl- menyebabkan Cl- keluar dari sel yang

21
membengkak, diikuti oleh kation dan air sehingga dapat dicapai

kondisi isotonis dan volume tertentu. Fungsi kanal seperti ini

berperan penting terutama pada sel-sel sekretori, seperti sel pada

epithelia mukosa dan pada ginjal (Ikawati, 2014).

Fungsi kanal Cl berikutnya adalah pengaturan eksitabilitas

listrik membrane sel. Kanal Cl yang teraktivasi oleh voltase banyak

dijumpai pada sel otot rangka, otot polos, dan sel saraf. Pembukaan

kanal ion Cl- mengakibatkan aliran ion Cl- masuk kedalam sel

sehingga menyebabkan hiperpolarisasi. Karena itu, inaktivasi kanal

ion Cl- dapat menyebabkan hipereksitabilitas pada otot rangka.

Misalnya, adanya mutasi kanal Cl, khususnya ClC-1 dapat

menyebabkan terjadinya hiperreksitasi otot yang menjadikan otot

mengalami myotonia (kekejangan otot) (Ikawati, 2014).

III.4 MEKANISME KERJA

Berdasarkan mekanismenya, obat dengan target aksi kanal

ion dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pengeblok Kanal

Obat golongan ini mengeblock kanal ion secara fisik sehingga

menghambat transport ion pada membrane. Anastesi lokal beraksi

dengan cara mengeblock voltage-gated Na+ channels sehingga

menyebabkan transport ion natrium ke dalam sel terhambat. Hal

22
ini menyebabkan terhambatnya proses depolarisasi sehingga

menurunkan potensial aksi sel. Padahal potensial aksi tersebut

dibutuhkan dalam penghantaran impuls rasa sakit (Nugroho,

2012).

2. Modulator kanal

Obat golongan ini bekerja dengan cara memodulasi kanal ion

sehingga menyebabkan kanal ion terbuka atau tertutup. Obat ini

mempunyai sisi aktif sendiri (selain sisi aktif agonis) pada kanal

ion (Nugroho, 2012).

III.5 CONTOH-CONTOH OBAT

1. Kanal Natrium

Fenitoin dan karbamazepin → memperlama proses

inaktivasi kanal → ion Na+ kembalinya kanal Ka bentuk aktif

diperlama / mengurangi firing rate → sel saraf tidak mudah di pick →

mencegah kejang.

Anastesi lokal (kokain, lidokain, prokain) → melintasi

membran → berikatan dengan sitoplasmik kanal Na + → kanal

teraktivasi → blockade kanal menghambat transmisi impuls rasa

sakit.

23
2. Kanal Kalium

Beberapa senyawa peptide yang di isolasi dari bisa

kalajengking dan anemone laut dilaporkan dapat mengeblock kanal

Kv1.3 dan menghambat aktivasi sel T limfosit. Beberapa senyawa

mempeptida seperti dihidroquinolin10, pepiridin11, dan

alkoksipsoralen12 juga terbukti dapat memblock kanal Kv1.3 dan

menghambat aktivitas sel T limfosit manusia secara in vitro.

Kanal kalium tersebut menjadi target aksi bagi obat-obat

antiaritmia kelas III seperti amiodaron, pretilium, betanidin,

klofilium, sotalol, ibutilid, dofetilid, dan lain lain. Dengan cara

memblock kanal K+ tipe Kv dan aliran K+ keluar selama fase plateau

potensial aksi sehingga memperlama durasi potensial aksi dengan

menghambat depolarisasi.

Pembukaan kanal kalium ini akan menyebabkan efflux K+

keluar sel sehingga terjadi terpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi

membran akan mencegah pembukaan kanal Ca sehingga

mengurangi masuknya Ca, dan pada gilirannya meralaksasi otot

polos vaskuler dan miokardial. Dalam terapi, kanal ini dikembangkan

sebagai target aksi obat antihipertensi, seperti minoksidil,

kromakalim, aprikalim, pinasidil, dan lain lain dengan aksi sebagai

pembuka kanal (Ikawati, 2014).

24
3. Kanal Kalsium

Secara farmakologi, sifat-sifat ketiga keluarga kanal Ca

sangat berbeda. Karena lokasinya yang banyak berada di otot

jantung, kanal Ca tipe Cav1 merupakan target molekuler dari obat

pemblock kanal Ca yang banyak digunakan dalam terapi penyakit

kardiovaskular. Obat-obat ini bekerja pada tiga tempat ikatan /

reseptor yang terpisah, tetapi terhubung secara alosterik. Golongan

fenil / alkilamin seperti Verapamil merupakan pemblock kanal secara

intraseluler yang akan memasuki pori dari sisi sitoplasmik dan

kemudian mengeblocknya. Obat golongan dihidropiridin, seperti

bifedipin, amlodipin, bikardipin dan lain lain bereaksi secara

alosterik menggeser kanal dari bentuk terbuka menjadi tertutup,

sedangkan golongan benzodiazepin seperti deltiazem mengikat sisi

reseptor ketiga dari kanal ion tersebut pada sisi ekstraseluler.

Blockade atau penutupan kanal Ca menyebabkan berkurangnya

kadar Ca intraseluler sehingga menurunkan kekuatan kontraksi otot

jantung, menurunkan kebutuhan otot jantung akan oksigen, dan

menyebabkan vasodilatasi otot polos pembuluh darah sehingga

mengurangi tekanan arteri dan intraventrikular.

Keluarga kanal Cav3 atau tipe T terlibat dalam

beberapa jenis gangguan jantung dan jenis epilepsy tertentu,

khususnya epilepsy jenis petit mal. Peningkatan aktivitas kanal

25
tipe T pada jaringan thalamokortikal di otak dapat memicu

gelombang muatan yang terkait dengan terjadinya petit mal.

Karena itu, kanal ini menjadi target molekuler obat antiepilepsi

petit mal yang cukup luas dipakai secara klinis, yaitu

etosuksimid. Obat antiepilepsi lain, seperti zonisamid dan

valproat, juga dapat beraksi pada kanal ini walaupun masih

memiliki target aksi yang lain. Senyawa lain yang cukup selektif

mengeblok kanal ini adalah mibefradil dan suatu peptide

kurtoksin.

4. Kanal Klorida

Beberapa kanal Cl telah dikembangkan menjadi

target aksi agen-agen farmakologis, diantaranya Cystic Fibrosis

Transmembrane Conductance Regulator (CFTR) dan CLC-2. Kanal

CFTR merupakan kanal Cl yang teraktivasi oleh cAMP dan

banyak dijumpai pada sel-sel epithelial berbagai organ, seperti

paru-paru, intestinal, pancreas, testis, serviks, dan lain-lain. Kanal

ini berperan dalam transport cairan transepitelial. Adanya mutasi

yang menyebabkan disfungsi kanal ini berkontribusi dalam

patofisiologi penyakit cystic fibrosis. Pada penyakit ini terjadi

mutasi gen CFTR yang merupakan jenis mutasi yang paling

banyak dijumpai, yakni kanal menjadi tidak berfungsi mengalirkan

26
ion Cl. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan

obat yang dapat mengoreksi disfungsi tersebut dengan

mengembangkan activator kanal CFTR, antara lain golongan

phenylglicine dan sulfonamide dan antihipertensi golongan

dihidropiridin.

Selain CFTR, salah satu kanal Cl yang telah

dikembangkan menjadi target aksi obat lainnya adalah kanal

CLC-2. Kanal ini terdapat pada sel-sel epitel usus dan berperan

pula untuk transport cairan ke lumen usus. Konstipasi idiopatik

kronis dapat disebabkan karena fungsi kanal tersebut kurang

optimal. Karena itu, dikembangkanlah obat activator kanal yang

bekerja mengaktifkan/membuka kanal Cl tipe CLC-2 sehingga

meningkatkan pergerakan cairan ke usus, yang pada gilirannya

akan mengurangi konsistensi feses. Obat itu adalah lubiproston

yang dalam uji klinik, dapat meningkatkan pergeerakan usus

spontan dengan efek samping yang dapat ditoleransi (Ikawati,

2014).

27
BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan di bab-bab

sebelumnya, dapat di peroleh kesimpulan bahwa :

1. Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara

obat dengan mkahluk hidup.

2. Ilmu farmakologi terbagi menjadi beberapa cabang seperti,

farmakodinamika, farmakokinetika, toksikologi, farmakologi

klinik, farmakoterapi, farmakologi molekuler, farmakogenetika,

farmakoepidemiologi, farmakogenomik, dan farmakoekonomi.

3. Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari interaksi

obat dengan makhluk hidup pada aras molekuler.

4. Ada empat target aksi obat yaitu, reseptor, enzim, kanal ion,

dan molekul pembawa.

5. Kanal ion merupakan kompleks protein yang terdapat pada

membran sel yang tersusun membentuk porus/lubang dan

berfungsi mengfasilitasi difusi ion menyebrangi suatu membrane

6. Kanal ion berfungsi untuk transport ion, pengaturan potensial

listrik melintasi membran sel, serta sinyaling sel.

7. Berdasarkan ion yang melintasi, kanal ion terbagi empat

yaitu kanal kalium, natrium, kalsium, dan klorida.

28
8. Berdasarkan mekanismenya, obat dengan target aksi kanal

ion dibedakan menjadi dua yaitu, pengeblok kanal dan

modulator kanal.

9. Obat-obatan yang bekerja pada kanal ion berbeda-beda

pada tiap kanalnya.

IV.2 SARAN

Di harapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai aksi

obat terhadap kanal ion agar mempermudah penemuan obat baru

yang berkaitan dengan kanal ion.

29
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Agung. 2012. “PRINSIP AKSI DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH”.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ikawati, Zullies. 2014. “FARMAKOLOGI MOLEKULER”. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Kamienski, Mary. 2015. “FARMAKOLOGI”. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Latifagana, Vebri. 2012. “FARMAKOLOGI MOLEKULER”.


https://www.scribd.com/doc/107163376/makalah-farmakologi-molekuler .
Di akses pada tanggal 14 Mei 2016.

Gunawan, dkk. 2007. “FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI V”. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

30

Anda mungkin juga menyukai