PAPER
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Pendekatan Konseling
Dosen Pengampu :
Mulawarman. S.Pd., M.Pd., Ph.D.
Eni Rindi Antika. M.Pd.
Disusun Oleh :
Amanda Ayuningtias 1301421026
Niswatul Birra 1301421028
Muhammad Akbar Hidayat 1301421058
Salma Nurul Baidho 1301421060
Rizky Dwi Andini 1301421086
Najwa Husniyatin Nadhiroh 1301421090
Menurut Corey & Yotnef dalam (Komalasari, Wahyuni & Kasih, 2011) Sejarah
pendekatan gestalt diawali sejak tahun 1926 ketika perls mendapatkan gelar Medical
Doctor (M.D.) dan pergi ke Frankfurt- am-Main serta menjadi asisten Kurt Goldstein di
the institute for Brain Damaged Soldiers. Disini lah Perls bekerja sama dengan Professors
Goldstein dan Adhemar Gelb serta ia bertemu dengan calon istrinya, Laura. Pada waktu
itu Frankfrut-am-main merupakan pusat pergolakan intelektual dan Perls secara langsung
dan tidak langsung terekspos dengan pengaruh filsafat eksistensial dan psikoanalisis yang
menjadi akar pemikirannya dalam mengembangkan pendekatan gestalt.
2. Pendiri/Pengembang Utama
Terdapat 4 tokoh dalam pendiri teori Gestalt
1) Max Wertheimer (1880-1943)
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah ia melakukan
eksperimen dengan menggunakan alat bernama stroboskop (benda berbentuk
kotak yang diberi alat untuk melihat ke dalam kotak). Kotak tersebut terdapat dua
buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak, kedua gambar tersebut
diperlihatkan secara bergantian. Pada tahun 1923, Wertheimer menemukan
hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”,
diantaranya:
a. Hukum kedekatan (Law of Proximity)
Unsur yang saling berdekatan dalam bidang pengamatan yang akan
dipandang sebagai bentuk tertentu
b. Hukum ketertutupan (Law of Closure)
Orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola objek atau
pengamatan yang tidak lengkap
c. Hukum kesamaan (Law of Equivalence)
Sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu
objek yang saling memiliki.
7. Hubungan terapeutik
Pendekatan gestalt ini di tekankan konselor untuk tidak bertujuan mengubah klien
mereka. Dan peran konselor disini juga gun membantu klien dalam mengembangkan pola
kesadaran diri mereka untuk memperbaiki masalah yang mempengaruhi hidup nya.
Konselor juga bertugas untuk mengajak klien ke dalam kemitraan aktif dimana mereka
dapat belajar tentang diri mereka sendiri dengan mengadopsi sikap pengalaman terhadap
kehidupan dimana mereka mencoba perilaku baru dan memperlihatkan apa yang terjadi
(corey, 2009).
Sesi terapi gestalt tidak mengikuti pedoman khusus, pada kenyataannya, konselor
konteks dan kepribadian masing-masing klien, pengalaman langsung dan eksperimen,
dan fokus pada “apa dan bagaimana”. Apa yang dilakukan klien dan bagaimana dia
melakukannya, serta “disini dan sekarang”. Bersama-sama , konselor dan klien akan
mengevaluasi apa yang terjadi sekarang dan apa yang dibutuhkan sebagai hasilnya.
Konselor menahan diri dari menafsirkan peristiwa, dengan fokus hanya pada yang halus,
misalnya, dapat membawa seseorang ke masa kini.
Dengan cara ini, terapi gestalt emosional dan fisik mereka terhubung. Memahami
diri internal adalah kunci untuk memahami tindakan, reaksi dan perilaku. Terapi gestalt
membantu orang mengambil langkah pertama menuju kesadaran ini sehingga mereka
dapat mengenali dan menerima pola–pola ini (B. Bowins, 2021; Zahm & Gold, 2002,
2004).
8. Tahap-Tahap konseling
Proses konseling gestalt terjadi dalam tahapan tertentu yang fleksibel. Tiap- tiap
tahap memiliki prioritas dan tujuan tertentu yang membantu konselor dalam
mengorganisasikan proses konseling.
Tahap - tahap tersebut yaitu :
1. Tahap pertama
Konselor menggunakan metode fenomenologi untuk meningkatkan kesadaran
konseli, menciptakan hubungan dialogis mendorong keberfungsian konseli secara
sehat dan menstimulasi konseli untuk mengembangkan dukungan pribadi dan
lingkungannya.
2. Tahap kedua (clearing the groud)
Pada tahap ini proses konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih
spesifik. Peran konselor adalah secara berkelanjutan mendorong dan
memangkitkan keberanian konseli mengungkapkan ekspresi pengalaman dan
emosi-emosinya dalam rangka katarsis dan menawarkan konseli untuk melakukan
berbagai eksperimentasi untuk meningkatkan kesadarannya, tanggung jawab
pribadi, dan memahami unfinished business.
3. Tahap ketiga (the existential encounter)
Ada tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan
mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan
yang cukup signifikan. Tahap ini merupakan fase tersulit karena pada tahap ini
konseli menghadapi kecemasan-kecemasan nya sendiri, ketidakpastian, dan
ketakutan-ketakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Pada fase ini konselor
memberikan dukungan dan motivasi berusaha memberikan keyakinan ketika
konseli cemas dan ragu-ragu menghadapi masalahnya.
4. Tahap Keempat (integration)
Pada tahap ini konseli sudah mulai dapat mengatasi krisis-krisis yang
dieksplorasi sebelumnya dan mulai mengintegrasikan keseluruhan diri,
pengalaman dan emosi-emosinya dalam perspektif yang baru.
5. Tahap Kelima (ending)
Pada tahap ini konseli siap untuk memulai kehidupan secara mandiri tanpa
supervisi konselor.
3. Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang
dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari
perasaanperasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering
terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut
yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien
untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
4. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini
konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan
kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang
berlebihan.
Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 2013)
Mashudi, Fardi, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012)
Bukhari Ahmad 2021. Pendekatan Gestalt : Konsep dan Aplikasi dalam Proses Konseling.
Indonesian Journal of Counseling and Education, Vol. 1, No. 2, 2020, Hal. 44 - 56.