Anda di halaman 1dari 14

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

KOGNITIVISME

DISUSUN OLEH

NAMA : PADTHLI (F1052171003)

YUSTINA VERONIKA (F1052171011)

FRANSISIKA ROSELINA (F1052171012)

PRODI : PENDIDIKAN FISIKA PPAPK

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

A. Pengertian Teori Belajar kognitif

Salah satu teori belajar yang dikembangkan selama abad ke-20 adalah teori belajar
kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir secara komplek dan
mementingkan proses belajar. Menurut Drs. H. Baharuddin dan Esa Nur wahyuni (2007: 89)
yang menyatakan” aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukan sekedar stimulus dan
respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan
kegiatan mental yang ada di dalam individu yang sedang belajar”. Kutipan tersebut di atas
berarti bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan
menggunakan perilaku, sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan
diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain
sebagainya.

Teori belajar kognitif menurut Drs. Bambang Warsita yang beranggapan bahwa”
Belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman”. Maksudnya bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Dimana teori ini menekankan pada gagasan
bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam kontek situasi secara
keseluruhan.

Seperti juga di ungkapkan oleh Winkel (1996:53) bahwa “Belajar adalah suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.” Hal ini berarti bahwa perubahan
yang terjadi dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang dialami oleh manusia, dimana
pengalaman tersebut bersifat relatif menjadi proses belajar yang membekas dalam fikiran
manusia. Selain itu teori belajar kognitif memandang “belajar sebagai proses pemfungsian
unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus
yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha
yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas.

B. Teori Belajar Kognitif Teori Gestalt


Pengertian Teori Gestalt
Istilah ‘Gestalt’ sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari
terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu
‘form’, ‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas.
Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain ‘shape psychology’,
‘configurationism’, ‘whole psychology’ dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran
dalam penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan
istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain.

Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di
sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Sumbangannya ini diikuti tokoh-tokoh lainnya, seperti Wolfgang Kohler (1887 – 1959) yang
meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau
Canary. Kurt Koffka (1886 – 1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-
hukum pengamatan, dan Kurt Lewin (1892 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar
(cognitif field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.

Penelitian – penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan


bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.
Aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan
Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil
karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga
hilang.
Para ahli dari teori gestalt, di antaranya Kohler, berupaya menciptakan eksperimen dengan
objek simpanse,. Adapun kronologi eksperimennya adalah sebagai berikut:
o Step-1
Simpanse dimasukkan sangkar dan di luar sangkar diletakkan pisang yang tidak akan
mungkin dapat diraih jika hanya dengan tangan kosong. Dalam sangkar tersebut diletakkan
tongkat, sehingga lama kelamaan simpanse dapat meraih pisang tersebut dengan bantuan
tongkat.
o Step-2
Sama dengan step-1, namun kali ini pisang diletakkan lebih jauh. Selain tongkat tadi
diberikan tongkat tambahan yang dapat disambung. Dengan insight yang dimiliki, maka
simpanse dapat meraih pisang tadi dengan bantuan tongkat yang disambung dengan tongkat
kedua.
o Step-3
Pisang diletakkan di atas sangkar dengan asumsi simpanse tidak akan dapat meraih dengan
tinggi loncatnya. Lalu di sudut ruangan disediakan kotak, sehingga dengan kotak itu simpanse
dapat meraih pisang.
o Step-4
Sama dengan step-3, hanya jaraknya diperjauh dan disediakan kotak tambahan, sehingga
simpanse dapat meraih pisang dengan bantuan kotak tambahan tersebut.

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi
kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.

Hukum – Hukum Belajar Gestalt


Asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses
pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang
perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu.Pada pengamatan itu
menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi
manusia . Pemahaman dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities)
adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan
(field) atau lazim disebut cognitive field theory.
Pendirian aliran ini adalah keseluruhan lebih dan lain dari pada bagian-bagian,
“keseluruhan itu timbul lebih dulu dari pada bagian-bagian”.Dalam belajar yang penting
adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan response yang tepat, hal ini sangat
tergantung pada pengamatan.
Dengan kata lain pemecahan problem sangat tergantung kepada pengamatan, apabila
dapat melihat situasi itu dengan tepat maka problem “pencerahan” dan dapat memecahkan
problem itu.
Jadi inti pelajaran menurut aliran ini adalah mendapatkan “insight” artinya:
dimengertinya persoalan, dimengertinya hubungan tertentu, antara berbagai unsur dalam
situasi tertentu, hingga hubungan tersebut jelas dan akhirnya didapatkan kemampuan
memecahkan problem, bukan mengulang-ulang bahan yang dipelajari.1[14]
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum
Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu,
yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas. Pragnaz adalah
suatu keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh individu mempunyai sifat
dinamis yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz tersebut. Empat hukum tambahan
yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu :

a. Hukum keterdekatan
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai
suatu totalitas.
b. Hukum ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.

c. Hukum kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok
atau suatu totalitas. Contohnya :
OOOOOOOOOOOOO
XXXXXXXXXXXXX
OOOOOOOOOOOOO
Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan
bentuk O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
d. Hukum kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada.

Aplikasi dalam Dunia Pendidikan


1. Belajar
Menurut teori Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah
pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda
dengan teori behavioristik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat
mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori Gestalt justru
menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku. Untuk memahami
bagaimana sebenarnya insight itu terjadi, kita yang dipelajari.
Sebelum membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsip-
prinsip belajar menurut teori ini yaitu:
a) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru
menuju ke bagian-bagian. Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas
harian yang beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang
mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
b) Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam
suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi.
Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal :
sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah
papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang
kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
c) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai
keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi
lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat
mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan
mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah
ibunya itu cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
d) Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah
kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi
yang problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak
menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :


a) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting
dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c) Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta
didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari
tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
d) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu
untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Implikasi Teori Gestalt


Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan
dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak namun tetap
dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang
sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-
1938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang
tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad
XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheime yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga
murid Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis
gejala psikologis Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan
bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu
metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan
mengamati apa yang dialami secara langsung.
Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan menyumbangkan ide
untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya
perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental
seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman (dengan Teori
Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai hewan coba).

C. Tokoh-tokoh Aliran Gestalt


1. Max Wertheimer
Belajar pada Kuelpe, seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan
Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang
akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt
bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana.
Konsep pentingnya : phi phenomenon (bergeraknya obyek statis menjadi rangkaian
gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian
memungkinkan manusia melakukan interpretasi).
Dengan konsep ini, Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi
obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi
proses mental. Ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada proses fisik sebagai
penjelasan phi phenomenon.
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen
dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan
diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah
garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara
bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan
secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke
melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut
tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.
Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya
yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Piaget
Teori belajar Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam bidang
pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-kira permulaan tahun 1960-an.
Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk
mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil
kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi
diantara keduanya.

Menurut Piaget, teori belajar jean piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat
aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman,
yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu
pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4)
ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia
selalu mempu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget


Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan
asal Swiss. Hasil penelitiannya yang sangat terkenal adalah tentang perkembangan kognitif
anak.
Piaget menyusun teori perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahapan. 1)
Masa Infancy; 2) Pra Sekolah; 3) Anak-anak; 4) Remaja. Setiap tahapan ini mempunyai ciri
dari struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua pemikiran anak.

Keempat tahapan perkembangan tersebut digambarkan Piaget dengan urutan:

Tahap Sensorimotor (0 - 2 tahun)


Tahap ini bayi mengalami dunianya melalui gerak inderanya dan gerakan tubuh
mereka. Satu tanda dari perkembangan ini adalah memahami objek tetap / permanen. Bayi
berkembang dengan cara merespon kejadian dengan gerak refleks atau pola kesiapan. Mereka
belajar melihat diri mereka sebagai bagian dari objek yang ada di lingkungan. Tahap
sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan
ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-
tahapan:
 Skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan
refleks.
 Fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan
terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
 Fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan
berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
 Koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
 Fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan
berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
 Awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

Tahapan Pra Operasional. (2 - 7 tahun)


Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pada tahap ini, penambahan dan pengurangan
dalam hitung-hitungan bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit operasional anak
mengenal bahwa ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat dilaksanakan
menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari kapasitas logika
orang-orang dewasa. Mereka mengerti aturan dasar dari logika. Bagaimanapun juga, proses
berfikir, atau operasi, pada umumnya melibatkan objek yang kelihatan (konkrit) daripada ide
yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini sudah mulai berkurang. Kemampuan mereka untuk
menggunakan peran dari orang lain dan melihat dunia, dan mereka sendiri, dari perspektif
orang-orang lain sudah berkembang dengan pesat. Mereka mengenal bahwa orang melihat
sesuatu dengan cara yang berbeda, karena perbedaan situasi dan perbedaan nilai. Mereka
dapat fokus pada lebih dari satu dimensi pada beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah
menunjukkan pemahaman akan hukum kekekalan (konservasi)

Tahapan Operasional Konkret. (7-12 tahun)


Tingkat operasi formal merupakan tahapan terakhir dari skema Piaget, yang
merupakan tingkatan dari kedewasaan kognitif. Formal operational biasanya dimulai pada
masa pubertas, sekitar umur 11 atau 12 tahun. Akan tetapi tidak semua anak memasuki
tingkatan ini pada saat pubertas, dan beberapa orang tidak pernah mencapainya. Tugas utama
pada tahap ini meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis. Ada
beberapa feature yang memberi remaja kapasitas lebih besar untuk memanipulasi dan
menghargai lingkungan luar dan dunia imajinasi yang mencakup pemikiran hipotetis,
penyelesaian masalah yang sistematis, kemampuan untuk menggunakan simbol dan
pemikiran deduksi. Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi yang melebihi
pengalaman mereka saat itu, dan untuk alasan itu, mereka terbungkus dalam fantasi yang
panjang.

Tahapan Operasional Formal. (12 tahun ke atas)


Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi
abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan
penalaran dari tahap operasional konkrit.

1. Asimilasi
Asimilasi merupakan satu proses penyesuaian antara objek yang baru diperolehi
dengan skemayang sedia ada.
-Proses asimilasi yang berlaku membolehkan manusia mengikuti sesuatu modifikasi
skemamhasil daripada pengalaman yang baru diperolehi.
-Contohnya, seorang kanak-kanak yang baru pertama kali melihat sebiji epal. Oleh itu,
kanak- kanak tersebut akan menggunakan skema memegang (skema yang sedia ada) dan
sekaligus merasanya. Melaluinya, kanak-kanak tersebut akan mendapat pengetahuan yang
baru baginya berkenaan "sebiji epal".
2. Akomodasi
-Merupakan suatu proses di mana struktur kognitif mengalami perubahan.
-Akomodasi berfungsi apabila skema tidak dapat mengasimilasi (menyesuaikan)
persekitaran baru yang belum lagi berada dalam perolehan kognitif kanak-kanak.
-Jean Piaget menganggap perubahan ini sebagai suatu proses pembelajaran.
-Contohnya, kanak-kanak yang berumur dua tahun yang tidak ditunjukkan magnet
akan menyatukan objek baru ke dalam skemanya dan mewujudkan penyesuaian konsep
terhadap magnet itu.
3. Adaptasi
-Ia merupakan satu keadaan di mana wujud keseimbangan di antara akomodasi dan
asimilasi untuk disesuaikan dengan persekitaran.
-Keadaan keseimbangan akan wujud apabila kanak-kanak mempunyai kecenderungan
sejadi untuk mencipta hubungan apa yang dipelajari dengan kehendak persekitaran.

Jean Piaget mendapati kemampuan mental manusia muncul di tahap tertentu dalam
proses perkembangan yang dilalui. Menurut beliau lagi, perubahan daripada satu peringkat ke
satu peringkat seterusnya hanya akan berlaku apabila kanak-kanak mencapai tahap
kematangan yang sesuai dan terdedah kepada pengalaman yang relevan. Tanpa pengalaman-
pengalaman tersebut, kanak-kanak dianggap tidak mampu mencapai tahap perkembangan
kognitif yang tinggi.
IMPLIKASI TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF DALAM PROSESPENGAJARAN DAN
PEMBELAJARAN.
Secara umumnya, teori pembelajaran kognitif merupakan satu teori yang sangat
pentingdalam proses pengajaran dan pembelajaran murid -murid. Teori
pembelajaran kognitif m e n e k a n k a n proses kognitif bagi
m e n g h a s i l k a n p e r u b a h a n t i n g k a h l a k u d a l a m pembelajaran. Selain itu, ia
juga satu cara pembelajaran yang menggunakan pengalamansedia ada untuk memikirkan cara
penyelesaian masalah yang dihadapi.T e o r i p e m b e l a j a r a n k o g n i t i f i n i s a n g a t
menitikberatkan bahawa pengetahuan dan pengalaman yang sedia ada
pada murid-murid untuk proses pembelajaran. Denganadanya teori
pembelajaran kognitif ini ia secara langsung memberikan implikasi -
implikasi kepada proses pengajaran dan pembelajaran kanak -kanak
a t a u p u n m u r i d - murid. Implikasi teori pembelajaran kognitif yang pertama
kepada proses pembelajaranmurid-murid iaiah merangsang ingatan kanak-kanak
semula.Dalam pembelajaran kognitif ia lebih kepada menggunakan pengalaman yang sedia
bagimembantu dalam proses pembelajaran. Oleh yang demikian, pembelajaran kognitif
dapatmerangsang ingatan kanak-kanak semula. Contohnya, ketika kanak-kanak tersebut
beradadi alam persekolahan mereka akan melalui pembelajaran yang memerlukan
pengalamanatau pun pengetahuan yang sedia ada. Seperti kemahiran 3M iaitu membaca,
menulis danmengira. Dengan pengetahuan ada ketika di prasekolah dahulu, tentu
situasi ini tidak akan menyukarkan bagi kanak-kanak tersebut.Selain itu, implikasi teori
pembelajaran kognitif yang seterusnya dalam proses pengajarandan pembelajaran murid-
murid iaiah membantu murid -murid mengingat semula. Oleh kerana pembelajaran
kognitif ini menekankan kepada perubahan-perubahan yang berlakud a l a m cara
manusia berfikir dari peringkat bayi sehingga ia dewasa. Jean
P i a g e t memandang kanak-kanak sebagai pelajar yang aktif yang berkelakuan
seperti saintismuda dan akan memperkembangkan teori mereka masing -masing.
Dalam bilik darjah,murid-murid akan belajar sesuatu mengikut tahap atau pun tingkat
umur mereka. Selain

itu, ia juga bergantung kepada bagaimana kanak-kanak


tersebut m e m p e r o l e h i pengetahuan mereka. Contohnya, kanak-kanak tadika
memperolehi pengetahuan melalui p e r s e p s i m e r e k a s e n d i r i b e r k a i t a n d e n g a n
d u n i a . D e n g a n i t u , a p a b i l a k a n a k - k a n a k tersebut melalui zaman persekolahan ia
akan membantu murid-murid semula tentang apayang mereka telah pelajari selama ini
terutama sekali pengetahuan yang mereka miliki ketika di prasekolah.D i s a m p i n g
itu, implikasi pembelajaran kognitif yang lain iaiah isi -isi
p e l a j a r a n hendaklah disusun mengikut peringkat perkembanga n kanak-kanak.
Mengikut pendapatJean Piaget dalam teori pembelajaran kognitif, beliau telah
mengelaskan kepada empattahap perkembangan kognitif Piaget iaitu sensori
motor( sejak lahir hingga 2 tahun), praoperasi( 2 hingga 7 tahun), operasi konkrit( 7
hingga 11 tahun) dan operasi formal( 11tahun hingga remaja). Oleh yang demikian, isi
pelajaran yang di sampaikan dalam proses pengajaran dan pembelajaran mestilah
mengikut peringkat perkembangan kanak -kanak.Hal ini demikian kerana,
pengetahuan dan kebolehan kanak-kanak berbeza mengikutu m u r a t a u p u n
tahap masing-masing. Di sini, guru haruslah menyampaikan
d a n menyusun isi-isi pelajaran mengikut peringkat perkembangan kanak-kanak.
Contohnya,d i prasekolah ia lebih kepada bermain sambil
belajar serta cenderung k e p a d a pengetahuan asas tentang
kemahiran 3M dengan itu guru hendaklah mengajar murid -m u r i d t e r s e b u t
mengikut peringkat perkembangan mereka dan bukannya
m e n g a j a r mereka dengan menggunakan sukatan pelajaran sekolah rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Ar – Ruzz
Media
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori – Teori Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik. Jakarta : PT. Indeks
Soemanto, Wasty. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara
Sujana, Nana. 1991. Teori – Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta :Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta :
Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai