Anda di halaman 1dari 4

Muhamad Nur Azmi Wahyudi

S162402002

TEORI KOGNITIF MENURUT MAX WERTHEIMER

A. Konsep Teori
Teori Kognitif menjelaskan bahwa belajar merupakan transformasi dalam struktur
mental individu yang memungkinkan adanya perubahan perilaku. Struktur mental ini
mencakup pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan, dan mekanisme lainnya yang
ada dalam pikiran siswa (Anidar, 2017). Menurut Wiradintana (2018), Teori Kognitif
menegaskan bahwa semua elemen tersebut saling terkait secara keseluruhan. Teori belajar
kognitif merupakan salah satu teori belajar yang memiliki dampak besar dalam bidang
pendidikan, khususnya dalam proses belajar dan mengajar (Wisman, 2020).
Max Wertheimer (1880-1943) merupakan salah satu tokoh terkenal dalam teori
kognitif yang mengembangkan Teori Gestalt (M Fairuz Rosyid & Baroroh, 2020). Teori
Gestalt melihat belajar sebagai proses yang melibatkan pemahaman atau insight, sehingga
berbeda dengan teori behaviorisme yang menganggap belajar sebagai proses trial and
error serta hanya berpusat pada stimulus dan respons (Wisman, 2020). Lebih lanjut,
Abdurrahman (2015) serta Patabang dan Aryani (2023) menjelaskan bahwa Teori Gestalt
adalah teori yang mendeskripsikan bagaimana persepsi terbentuk melalui pengelompokan
elemen-elemen sensasi yang saling berhubungan, memiliki pola, atau kesamaan menjadi
satu kesatuan serta menghindari pemecahan sensasi menjadi elemen-elemen kecil.
Lengkapnya, Abdurrahman (2015) juga menjabarkan bahwa interaksi antara individu dan
lingkungan dikenal sebagai perceptual field atau bidang persepsi. Setiap persepsi
memiliki struktur atau organisasi, yang biasanya dilihat oleh manusia sebagai figur dan
latar belakang. Oleh karena itu, kemampuan untuk mempersepsikan ini adalah fungsi
bawaan manusia, bukan keterampilan yang dipelajari. Penstrukturan dan
pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk. Dalam melakukan
pengorganisasian atau penstrukturan, ada beberapa prinsip yang harus dicermati sebagai
berikut.
1. Principle of Proximity, mengartikan bahwa elemen-elemen yang berdekatan (baik
dalam waktu atau ruang) dalam bidang pengamatan akan dilihat sebagai satu bentuk
tertentu.
2. Principle of Similarity, menyatakan bahwa individu akan cenderung mempersepsikan
stimulus yang serupa sebagai satu kesatuan. Kesamaan stimulus tersebut bisa dalam
bentuk, warna, ukuran, dan kecerahan.
3. Principle of Objective Set, menyatakan bahwa organisasi terbentuk berdasarkan set
mental yang telah dibentuk sebelumnya.
4. Principle of Continuity, menunjukkan bahwa otak manusia secara alami melakukan
proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang
diterima tidak lengkap.
5. Principle of Closure/ Principle of Good Form, menyatakan bahwa orang cenderung
akan mengisi kekosongan pola objek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang
akan cenderung melihat objek dengan bentuk yang sempurna dan sederhana agar
mudah diingat.
6. Principle of Figure and Ground, Berpendapat bahwa setiap bidang pengamatan dapat
dibagi menjadi dua yaitu figur (bentuk) dan latar belakang (ground). Prinsip ini juga
menggambarkan bahwa manusia, baik secara sengaja atau tidak, memilih dari
rangkaian stimulus, mana yang dianggap sebagai figur dan mana yang dianggap
sebagai latar belakang.
7. Principle of Isomorphism, menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak
dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan struktural antara area otak
yang diaktifkan dengan isi kesadaran.

B. Sejarah Teori
Max Wertheimer, seorang psikolog Jerman, dianggap sebagai salah satu tokoh
pencetus Teori Gestalt. Istilah "Gestalt" adalah kata dalam bahasa Jerman yang berarti
"bentuk" atau form, dan merujuk pada gagasan bahwa pikiran manusia cenderung
mempersepsikan objek sebagai suatu keseluruhan daripada bagian-bagian kecil atau
elemen pembentuknya. Pada tahun 1910, Wertheimer mengamati perubahan warna lampu
yang berkedip di stasiun kereta api saat dia naik kereta menuju Frankfurt. Pergantian
warna lampu tersebut menciptakan ilusi berupa gerakan. Kemudian, pada tahun 1912,
Wertheimer menerbitkan artikel tentang konsep gerakan ilusi di Jerman, yang sekaligus
menandai awal dimulainya teori psikologi yang disebut Teori Gestalt.

C. Penerapan dalam Pembelajaran


Penerapan Teori Gestalt dalam pembelajaran menurut Amir et al. (dalam Pautina,
2018) adalah sebagai berikut.
1. Pengalaman wawasan (Insight): Wawasan memainkan peran penting dalam perilaku,
yaitu kemampuan untuk mengenali hubungan antara unsur-unsur dalam suatu objek
atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (Meaningful learning): Makna dari unsur-unsur yang
terkait akan mendukung pembentukan wawasan dalam proses pembelajaran. Semakin
jelas makna hubungan suatu unsur, semakin efektif sesuatu yang dipelajari.
3. Perilaku yang bertujuan (Purposive behavior): Perilaku yang diarahkan pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons seperti pada teori
behaviourisme, tetapi juga ada hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu, guru harus menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (Life Space): Perilaku individu memiliki hubungan dengan
lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan harus memiliki
hubungan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar: yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Teori Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan cara melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
susunan yang tepat. Selain itu, perlu juga menekankan pentingnya pemahaman
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta
didik telah memahami prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi
lain.
Selain pendapat tersebut, Sobur (2016) menjelaskan beberapa prinsip belajar yang
mengadopsi teori ini. Prinsip-prinsip tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan, kemudian baru menuju bagian-bagiannya.
2. Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian.
3. Belajar adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan.
4. Belajar akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian.
5. Belajar akan berhasil bila ada tujuan yang berarti individu.
6. Dalam proses belajar itu, individu merupakan organisme yang aktif, bukan bejana
yang harus diisi oleh orang lain.

D. Penerapan dalam Pendidikan Vokasi


Penelitian yang dilakukan oleh Saleleubaja et al. (2023) menggunakan Teori Gestalt
dalam mengentaskan permasalahan malas belajar siswa SMK. Dalam penelitian tersebut,
dilakukan terapi 6 tahap dengan menerapkan Teori Gestalt dengan hasil yang
menunjukkan bahwa siswa dapat mengelola perasaan negatif dan mampu mengatasi
kesulitan belajar. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Pratama dan Simamora (2022)
menemukan bahwa guru-guru di SMK berhasil menjalankan pembelajaran secara daring
dan sesuai dengan Teori Gestalt, yaitu seluruh proses pembelajaran membutuhkan adanya
wawasan, pemahaman pokok, serta pemahaman satu sama lain.

E. Kritik Terhadap Teori


Meskipun Teori Gestalt telah dipraktikkan selama beberapa dekade, basis bukti
penggunaannya relatif terbatas, sehingga secara pribadi belum dapat meyimpulkan apa
saja kekurangannya terutama di bidang pendidikan. Namun, dari pencarian diluar tulisan-
tulisan ilmiah, didapati bahwa ada beberapa kekurangan Teori Gestalt sebagai berikut.
1. Gestalt membutuhkan terapis dengan tingkat keterampilan, pengalaman, dan
sensitivitas yang tinggi.
2. Teori Gestalt sering mendapatkan kritik karena dianggap mengabaikan faktor-faktor
yang kompleks, seperti pengalaman masa lalu, budaya, atau konteks sosial yang bisa
mempengaruhi persepsi seseorang.
3. Teori ini juga dianggap melakukan generalisasi yang berlebihan, yaitu menganggap
bahwa prinsip-prinsip yang sama berlaku untuk semua jenis persepsi, padahal
kenyataannya mungkin lebih kompleks dan bervariasi.
4. Salah satu kritik lainnya adalah bahwa teori Gestalt sulit diukur secara kuantitatif,
yang berarti sulit untuk mengukur atau menilai efektivitas teori Gestalt dalam konteks
penelitian empiris atau eksperimental.
REFERENSI
Abdurrahman, A. (2015). Teori belajar aliran psikologi gestalt serta implikasinya dalam
proses belajar dan pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling
Islami, 1(2), 14-21.
Anidar, J. (2017). Teori belajar menurut aliran kognitif serta implikasinya dalam
pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-16.
M Fairuz Rosyid, R., & Baroroh, U. (2020). Teori belajar kognitif dan implikasinya dalam
pembelajaran bahasa arab. ‫( لسـانـنـا‬LISANUNA): Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan
Pembelajarannya, 9(1), 92-110.
Patabang, A., & Aryani, F. (2023). Layanan konseling individu dengan teknik kursi kosong
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal konseli ap dengan
orangtuanya. JURNAL PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN,
5(3), 161-166.
Pautina, A. R. (2018). Aplikasi teori gestalt dalam mengatasi kesulitan belajar pada anak.
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), 14-28.
Pratama, I. M., & Simamora, S. L. (2022). Teacher communication competence in teaching
through online process at satria jakarta vocational school, 2021/2022 academic year.
IJOBBA: International Journal of Bunga Bangsa Cirebon, 1(2), 203-210.
Saleleubaja, A. S., Halawa, V. E., Purba, H., & Pasaribu, A. G. (2023). Peran konseling
kristen dalam pengentasan malas belajar siswa kelas xi di smk st. Nahanson tarutung.
Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora, 2(2), 11872-11889.
Sobur, A. (2016). Psikologi umum. Pustaka Setia.
Wiradintana, R. (2018). Revolusi kognitif melalui penerapan pembelajaran teori bruner dalam
menyempurnakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Oikos: Jurnal Kajian
Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, 2(1), 47-51.
Wisman, Y. (2020). Cognitive learning theory and implementation in learning process. Jurnal
Ilmiah Kanderang Tingang, 11(1), 209-215.

Anda mungkin juga menyukai