Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

JENIS BELAJAR MENURUT GAGNE, BLOOM, DAN C VAN PARREREN

Disusun Oleh :

Lulu Zakiyah 1206618008

Mutiara Asta Adriani 1206618020

Dosen Pengampu :
Dra. Tri Sediyani, M.Pd.

Progam Studi Pendidikan Seni Rupa

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


A. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa
belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah,
geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa
yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat
kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau
nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan
responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan
tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam
pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.

1. Sistematika “Lima Jenis Belajar”


Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya merupakan
bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar. Uraian tentang sistematika lima jenis
belajar ini memperhatikan pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar ini merupakan
kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut
melakukan sesuatu yang dapat memberikan ptrestasi tertentu.
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang
dapat diperoleh, namun tidak menunjukkan setiap hasil belajar atau kemampuan internal satu-persatu.
Akan tetapi memgelompokkan hasil-hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan
berbeda sifatnya dari kategori lain. Maka dapat dikatakan, bahwa sistematika Gagne meliputi lima
kategori hasil belajar. Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran
intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
1. Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan
tertulis. Pengetahuan tersebut diperoleh dari sumber yang juga menggunakan bahasa, lisan maupun
tertulis. Informasi verbal meliputi ”cap verbal” dan ”data/fakta”. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki
seseorang untuk menunjuk pada obyek-obyek yang dihadapi, misalnya ’kursi’. Data/fakta adalah
kenyataan yang diketahui, misalnya ’Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta’.
2. Kemahiran intelektual (Intellectual skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri
dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata,
dan gambar). Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan, yaitu:
a. Diskriminasi jamak, yaitu kemampuan seseorang dalam mendeskripsikan benda yang dilihatnya.
b. Konsep, ialah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri sama. Konsep dibedakan
atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang
menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisiskan adalah konsep yang
mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik.
c. Kaidah, yaitu kemampuan seseorang untuk menggabungkan dua konsep atau lebih sehingga dapat
memahami pengertiannya.
d. Prinsip. Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah
yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Berdasarkan prinsip tersebut, seseorang mampu
memecahkan suatu permasalahan, dan kemudian menerapkan prinsip tersebut pada permasalahan yang
sejenis.
3. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia
menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama.
4. Keterampilan motorik (Motor skill)
Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan
tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
5. Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan, apakah baik
atau buruk bagi dirinya sendiri.

2. Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses
belajar, yaitu:
1. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama
timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang
apa yang sudah diterimanya).
2. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar
akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila
diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan
(memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus
mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan
kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta
mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
3. Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1. Mengontrol perhatian siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Memberikan umpan balik.
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru
diberikan.

B. Pengaruh Belajar berdasarkan konsep bloom


Banyamin S Bloom merupakan ahli pendidikan yang dikenal sebagai pencetus konsep Taksonomi
belajar (Taksonomi Bloom). Taksonomi belajar adalah pengelompokan tujuan belajar berdasarkan domain
(kawasan belajar). Menerut Benyamin S Bloom terdapat 3 domain belajar, yaitu:

1. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif) yaitu perilaku yang merupakan proses berfikir atau perilaku yang
termasuk hasil kerja otak. Kemampuan kognitif tersebut antara lain: Pengetahuan tentang suatu materi
yang telah dipelajari, pemahaman mengenai makna materi, penerapan materi yang telah dipelajari,
analisa materi dengan menggunakan akal (logika), sintesa (kemampuan memadukan konsep sehingga
menghasilkan konsep baru), dan Evaluasi (kemampuan evaluatif terhadap penguasaan materi
pengetahuan. Pada kawasan kognitif terbagi atas 2 kategori yaitu:
1. Dimensi Proses Kognitif terdapat 6 tujuan belajar yaitu: mengingat, mengerti, menerapkan,
menganalisis, menilai, dan menciptakan.
Dimensi pengetahuan terdapat 4 kategori tujuan belajar yaitu:

- Pengetahuan ( Knowledge)
Aspek ini adalah aspek yang mendasar yang merupakan bagian dari aspek kognitif. mengacu
kepada kemampuan untuk mengenali dan mengingat materi – materi yang telah dipelajari
mulai dari hal sederhana hingga mengingat teori – teori yang memerlukan kedalaman
berpikir. Juga kemampuan mengingat konsep, proses, metode, serta struktur.
- Penerapan ( Application)
Tujuan dari aspek ini adalah untuk menerapkan materi yang telah dipelajari dengan
menggunakan aturan serta prinsip dari materi tersebut dalam kondisi yang baru atau dalam
kondisi nyata. Juga kemampuan menerapkan konsep abstrak dan ide atau teori tertentu.
Penerapan merupakan tingkat yang lebih tinggi dari kedua aspek sebelumnya yaitu
pengetahuan dan pemahaman.
- Sintesis ( Synthesis)
Sintesis termasuk menjelaskan struktur atau pola yang tidak terlihat sebelumnya, dan juga
mampu menjelaskan mengenai data atau informasi yang didapat. Dengan kata lain, aspek
sintesis meliputi kemampuan menyatukan konsep atau komponen sehingga dapat
membentuk suatu struktur yang memiliki pola baru. Pada aspek ini diperlukan sisi kreatif dari
seseorang atau anak didik.
- Evaluasi (Evaluation)
Adalah kemampuan untuk berpikir dan memberikan penilaian serta pertimbangan dari nilai
– nilai materi untuk tujuan tertentu. Atau dengan kata lain, kemampuan menilai sesuatu
untuk tujuan tertentu. Evaluasi ini dilakukan berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

2. Affective Domain (Kawasan Afektif) yaitu perilaku yang muncul dari seseorang sebagai tanda dari
kecenderungan untuk membuat pilihan (keputusan) dalam lingkungan tertentu. Kawasan afektif meliputi
tujuan belajar yang berhubungan dengan minat, sikap, nilai serta pengembangan pengahargaan dan
penyesuaian diri. Bloom menyusun pembagian kategorinya dengan David Krathwol. Kawasan afektif
dibagi dalam 5 bagian yaitu:
1. Penerimaan (Receiving) yaitu kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima
nilai, dan memperhatikan nilai tersebut.
2. Pemberian Respon (Responding) yaitu sikap ingin memberikan umpan balik terhadap
stimulus, rasa puas dalam memberi respon.
3. Pemberian Penghargaan (Valuing) yaitu penilian yang meliputi penerimaan terhadap
suatu sistem nilai, memilih sistem nilai yang disukai dan memberikan komitmen untuk
menggunakan sistem nilai tertentu.
4. Pengorganisasian (Organization) yaitu memilih dan menentukan sistem nilai yang akan
digunakan.
5. Karakterisasi (Characterization) yaitu perilaku secara terus menerus sesuai dngan sistem
nilai ang telah diorganisasikan.

3. Psychomotor Domain (Kawasan Psikomotor) yaitu perilaku yang muncul karena hasil kerja fungsi
tubuh manusia. Dalam aspek psikomotorik terdapat tujuh kategori mulai dari yang terendah hingga
tertinggi:

- Peniruan
Kategori ini terjadi ketika anak bisa mengartikan rangsangan atau sensor menjadi suatu gerakan
motorik. Anak dapat mengamati suatu gerakan kemudian mulai melakukan respons dengan
yang diamati berupa gerakan meniru, bentuk peniruan belum spesifik dan tidak sempurna.
- Kesiapan
Kesiapan anak untuk bergerak meliputi aspek mental, fisik, dan emosional. Pada tingkatan ini,
anak menampilkan sesuatu hal menurut petunjuk yang diberikan, dan tidak hanya meniru. Anak
juga menampilkan gerakan pilihan yang dikuasainya melalui proses latihan dan menentukan
responsnya terhadap situasi tertentu.
- Respon Terpimpin
Merupakan tahap awal dalam proses pembelajaran gerakan kompleks yang meliputi imitasi,
juga proses gerakan percobaan. Keberhasilan dalam penampilan dicapai melalui latihan yang
terus menerus.
- Mekanisme
Merupakan tahap menengah dalam mempelajari suatu kemampuan yang kompleks. Pada tahap
ini respon yang dipelajari sudah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan bisa dilakukan dengan
keyakinan serta ketepatan tertentu.
- Respon Tampak Kompleks
Ini tahap gerakan motorik yang terampil yang melibatkan pola gerakan kompleks. Kecakapan
gerakan diindikasikan dari penampilan yang akurat dan terkoordinasi tinggi, namun dengan
tenaga yang minimal. Penilaian termasuk gerakan yang mantap tanpa keraguan dan otomatis.
- Adaptasi
Pada tahap ini, penguasaan motorik sudah memasuki bagian dimana anak dapat memodifikasi
dan menyesuaikan keterampilannya hingga dapat berkembang dalam berbagai situasi berbeda.
- Penciptaan
Yaitu menciptakan berbagai modifikasi dan pola gerakan baru untuk menyesuaikan dengan
tuntutan suatu situasi. Proses belajar menghasilkan hal atau gerakan baru dengan menekankan
pada kreativitas berdasarkan kemampuan yang telah berkembang pesat.

C. Jenis belajar menurut C van Parreren

C. Van Parreren menaruh banyak perhatian pada variasi dalam bentuk atau jenis belajar. Van
parreren juga menekankan perlunya menentukan ciri-ciri khas dari hasil belajar yang kemudian
menemukan kekhusussan dari proses belajar yang dilalui untuk sampai pada hasil itu, dan akhirnya
memikirkan syarat-syarat yang berlaku pada proses belajar semacam itu.

C. Van Parreren membedakan antara aktivitas kognitif dan aktivitas non-kognitif. Dalam aktivitas
kognitif, prestasi diberikan berdasarkan mengetahui, berpikir, mempertimbangkan, membandingkan,
memilih dan lain sebagainya, yang semuanya disertai dengan kesadaran tinggi. Aktivitas non-kognitif,
dimana prestasi diberikan berdasarkan mengangkat, menurunkan, memindahkan, menaikkan,
memutarkan dan lain sebagainya, yang semuanya berlangsung dengan sendirinya (secara otomatis),
tanpa disertai kesadaran tinggi mengenai apa yang dibuat dan dan mengapa dibuat begitu.

C. Van Parreren mengelompokkan proses-proses belajar dalam kelompokkan proses-proses


belajar dalam kelompok yang membawa kemampuan kognitif dan kelompok yang membawa ke
kemampuan yang non kognitif. Dalam belajar disekolah, kelompok proses belajar yang pertama sangat
menonjol peranannya dan, karena itu mendapat perhatian khusus dalam psikologi pengajaran.
Adapun bentuk-bentuk sebagaimana dikembangkan oleh Van Parreren, secara lengkap, adalah sebagai
berikut:

1. Membentuk otomatisme

Bentuk belajar ini terutama meliputi belajar keterampilan motorik, tetapi dapat juga meliputi
belajar kognitif. Ciri khas kemampuan yang diperoleh, terletak dalam otomatisasi sejumlah
rangkaian gerak-gerik yang terkoordinir satu sama lain. Keuntungan dari kemampuan yang sudah
menjadi otomatisme orang itu akan bisa mencurahkan perhatian pada aktivitas lain, misalnya
menyusun karangan sambil mengetik. Kelemahan dari pada otomatisme adalah keterampilan
baik motorik atau hafalan menjadi kaku dan tidak fleksibel. Ada fase-fase yang harus dilalui dalam
membentuk otomatisme yaitu, fase kognitif yang artinya orang mengetahui macam-macam hal
mengenai keterampilan, fase latihan adalah orang akan berlatih untuk “mendarah dagingkan”
keterampilan itu. Dan fase otomatisme dimana seluruh rangkaian gerak-gerik telah berlangsung
dengan lancar.

2. Belajar insidental
Belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal itu, khususnya yang
bersifat pengetahuan fakta atau data. Telah ditekankan oleh De Corte, siswa disekolah juga bisa
mengalami belajar semacam itu, tanpa direncanakan oleh guru, namun hasilnya sebagai efek
sampingan pada belajar lain dapat menguntungkan maupun menghambat bagi perkembangan
siswa.

3. Menghafal

Orang menanamkan suatu materi verbal didalam ingatan, sehingga nanti dapat diproduksi secara
harfiah sesuai dengan yang asli. Ciri khas dari hasil belajar yang diperoleh ialah reproduksi secara
harfiah dan adanya skema kognitif. Pada waktu reproduksi harafiah ternyata skema berperan
sebagai tape videokaset yang hanya dapat diputar dari depan ke belakang untuk bisa mendapat
gambar yang jelas gejala ini menunjuk otomatisme pada prestasi hafalan. Skema kognitif menjadi
syarat utama bagi keberhasilan menghafal. Namun ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu
mengulang-ulang kembali materi hafalan, sampai tertanam sungguh-sungguh dalam ingatan
(overlearning), lebih-lebih pada materi yang tidak mengandung struktur yang jelas.

4. Belajar pengetahuan

Bentuk belajar ini adalah orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian,
keadaan, benda-benda dan orang. Ciri khas dari hasil belajar yang diperoleh ialah orang dapat
merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-kata sendiri, tidak perlu dirumuskan
dalam bentuk aslinya. Van Parreren membedakan antara pengetahuan yang fungsional dengan
pengetahuan yang tersedia saja, lebih-lebih bila pengetahuan itu menyangkut fakta yang
diketahui dari mempelajari dua bidang studi yang berlainan. Pembedaan itu hanya berkaitan
dengan cara informasi disimpan dalam ingatan.

Dalam pengetahuan yang tersedia saja, informasi disimpan secara terpisah sedangkan
dalam pengetahuan fungsional, informasi yang baru diintegrasikan kedalam pengetahuan yang
sudah dimiliki misalnya informasi tentang fisika diintegrasikan dengan ilmu bumi yang sudah
dimiliki sebelumnya. Guru yang mengaitkan materi pengetahuan dengan pengalaman hidup siswa
dan menghubungkan fakta baru dengan yang sudah diketahui, biarpun dalam bidang studi lain
akan sangat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan fungsional.

5.Belajar arti kata-kata

Bentuk belajar ini adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata
yang digunakan. Perlu disadari bahwa suatu pengertian (konsep) dapat diperoleh lebih dahulu,
kemudian diberi nama berupa kata.

6. Belajar konsep (pengertian)

Dalam proses belajar ini orang mangadakan abstraksi, yaitu dalam obyek-obyek yang
meliputi benda, kejadian dan orang, hanya ditinjau dari aspek-aspek tertentu saja. Obyek tidak
ditinjau obyek detailnya tetapi aspek-aspek tertentu seolah diangkat dan disendirikan. Misalnya
pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bunga anggrek, bungan mawar, ditemukan sejumlah ciri
yaitu “mekar, bertangkai, berbenang sari, dan berputik”. semua ciri ditangkap dalam pengertian
bunga dan dilambangkan dalam dalam bunga. maka, pengartian/konsep adalah suatu arti yang
mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri yang sama. ciri khas dari konsep yang diperoleh
sebagai hasil belajar pengertian ini ialah adanya skema konseptual. skema konseptual ialah suatu
keseluruhan kognitif yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.

7. Belajar memecahkan problem melaluli pengamatan

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan dengan
mengamati baik-baik. Pemecahan problem merupakan tujusn ysng harus dicapai, tetapi tindakan
yang harus diambil supaya problem terpecahkan belum diketahui. Tindakan itu masih harus
ditemukan, dengan mengadakan pengamatan yang teliti dan reorganisasi terhadap unsure-unsur
di dalam problem. Dari reorganisasi melalui perubahan dalam pengamatan, lahirlah suatu
pemahaman yang membawa ke pemecahan problem.

8. Belajar berpikir

Dalam belajar ini, orang juga dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan,
namun tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Problem harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-
metode bekerja tertentu.

9. Belajar untuk belajar

Arti bentuk belajar ini lebih luas dari pada bentuk-bentuk belajar yang dibahas sampai sekarang
dan mencakup banyak unsur dari bentuk-bentuk itu. Bentuk belajar ini paling tampak jelas dalam
belajar di sekolah, bila diamati perbedaan antara siswa-siswa dalam kemajuan belajar. Seringkali
ternyata, bahwa siswa-siswa tertentu pada umumnya belajar lebih cepat serta lebih maju. Dengan
demikian perbedaan taraf inteligensi antara siswa dijadikan satu-satunya alasan untuk
menjelaskan perbedaan dalam hal kemajuan belajar. Biasanya siswa itu belajar secara sistematik
dan tidak bekerja secara impulsive, misalnya setelah membaca kata-kata pertama dari suatu
pertnyaan kemudian siswa mulai langsung menjawab tanpa membaca bagian lain namun setelah
hasil diperoleh siswa itu melakukan refleksi bila hasilnya ternyata tidak sesuai atau tidak tepat
maka diadakan analisa terhadap kesalahan yang telah dibuat supaya lain kali tidak terulang lagi.

10.Belajar dinamik

Bentuk belajar ini bersifat sangat kompleks, karena menyangkut lahirnya sumber-sumber
energi psikis, yang seolah-olah merupakan bahan bakar yang memberikan kekuatan dan
dorongan kepada orang untuk melakukan berbagai aktivitas diantaranya kegiatan belajar,
sumber-sumber energi psikis adalah kemauan, sikap, motiv dan perasaan. Didalam belajar
dinamik, dibentuk kemauan sikap, motif, dan modalitas perasaan, yang semuanya mengambil
bagian dalam pembentukan karakter. Dalam belajar ini berperanlah unsure-unsur dari belajar
kognitif dan belajar nonkognitif yang sulit ditunjukkan satu persatu. Kompleksitas belajar ini
bertambah rumit, karena semua hasil belajar itu sebagian besar diperoleh bergaul dengan orang
lain.

Van Pererren membedakan antara aktifitas kognitif dan non kognitif. Dalam aktifitas
kognitif, prestasi diberikan berdasarkan mengetahui, menimbang, memahami, berfikir,
membandingkan, memilih, dan lain sebagainya yang senuanya disertai kesadaran tinggi. Misalnya
menyebutkan deretan bilangan, membacakan syair yang telah dihafal.

Adapun aktifitas non kognitif pretasi belajar diberikan berdasarkan menggerakkan,


mengangkat, menurunkan, yang semuanya berlangsung dengan sendirinya ( secara ostomatis )
tanpa diserta kesadaran tinggi. mengenai apa yang dilakukan dan menagapa didesain seperti itu.
Misalnya mendayung sepeda, menyalakan kompor, menendang bola.
DAFTAR PUSTAKA

http://saidangsaid.blogspot.com/

http://causik.blogspot.com/2016/05/jenis-jenis-belajar-menurut-benyamin-s.html

https://dosenpsikologi.com/kognitif-afektif-dan-psikomotorik

http://riniwardani87.blogspot.com/2012/07/jenis-jenis-belajar.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai