Anda di halaman 1dari 40

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER DAN UJIAN AKHIR SEMESTER

BOOK CHAPTER PSIKOTERAPI PENDEKATAN TEORI GESTALT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi dengan dosen pengampu Dr.
Muallifah, S.Psi., MA

Disusun Oleh:

1. Khoiruddin Hidayatullah (19410085)


2. Nurdiansyah (19410101)
3. Azhar Amirul Mudzaki (19410100)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG 2021
A. Sejarah Lahirnya Teori Gestalt

Teori Gestalt muncul sekitar tahun 1940 sampai 1943 disusul dengan lahirnya
teori kognitif. Penemu dari teori Gestalt ini adalah psikolog asal Jerman yaitu Max
Wertheimer berawal dari dimuatnya di artikel pada tahun 1912 (Nurfarhanah, 2018).
Max Wertheimer melakukan penelitian dan uji coba mengenai teori gestalt ini dibantu
dengan teman dekatnya yaitu Wolfgang Kohler dan Kurt Kofka. Wolfgang Kohler dan
Kurt Kofka melakukan berbagai macam percobaan mengenai teori Bersama dengan
Wertheimer dengan ide – ide mereka yang sejajar yang akhirnya menghasilkan
sumbangan ilmu yang berarti bagi teori psikologi gestalt. Awal ide teori dasar dari
psikologi gestalt dimunculkan oleh Max Wertheimer mengenai pengamatan dan
penyelesaian masalah. Lalu Kurt Kofka memberikan tambahan terpenrinci mengenai
hukum – hukum pengamatan bersamaan dengan Wolfgang Kohler yang melakukan
research tentang wawasan yang dimiliki hewan mamalia yaitu simpanse. Para ahli
penganut gestalt mengungkapkan bahwa penelitian dari Whertheimer, Kofka dan
Kohler saling berkaitan berkaitan dan berstruktur yang menjadi suatu bentuk secara
keseluruhan.

Menurut ketiga ahli tersebut teori gestalt adalah segala aktifitas pembelajaran
yang menggunakan pemaknaan terkait hubungan – hubungan, khususnya hubungan
antar bagian dengan keseluruhan kesatuan. Maksudnya adalah tingkat dari pemahaman,
kejelasan dan keberartian dari sebuah pengamatan dalam situasi belajar lebih condong
meningkatkan kemampuan belajar daripada hukuman. Dari segi bahasa gestalt berasal
dari Bahasa Jerman yang sulit diterjemahkan ke Bahasa lain. Jika diterjemahkan ke
dalam Bahasa Inggris Gestalt memiliki arti yang rancu, dapat berarti “form” atau
“shape” dan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia gestalt dapat berarti
peristiwa, hakikat, hal, esensi, totalitas, bentuk (Sobur, 2010). Karena terdapat
pengartian yang kurang jelas maka para ahli psikologi di seluruh dunia menyepakati
untuk tetap memakai istilah nama “gestalt” tanpa merubahnya ke bahasa lain.
Belajar menurut teori gestalt berfokus pada pengamatan dan penyelesaian
masalah seseorang, ketiga ahli penemu teori ini menganggap teknik hafalan yang
diterapkan di sekolah kurang efektif dan menyarankan untuk mengajarkan murid untuk
belajar dengan pemahaman wawasan mereka bukan dengan hafalan. Rancangan yang
penting dalam teori gestalt ini adalah tentang pemahaman dan pengamatan terhadap
kondisi atau situasi permasalahan. Seperti contohnya ketika dalam pembelajaran di
kelas, guru tidak hanya memberikan potongan atau bagian bahan ajaran saja namun
guru memberika keseluruhan satuan bahan ajaran kepada siswanya karena pengamatan
adalah jalan utama dalam mengembangkan kognitif.

Bagi para ahli pengikut teori gestalt perkembangan adalah proses membedakan
atau diferensiasi. Proses tersebut menimbulkan 2 hal yaitu primer dan sekunder, primer
merupakan suatu kesatuan sedangkan sekunder adalah bagian – bagian dari kesatuan.
Kesatuan ada terlebih dahulu baru bagian dilanjutkan dengan bagian – bagian yang
lainnya, contohnya ketika kita bertemu dengan seseorang yang kita kenal, dari kejauhan
yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah sepatu atau baju barunya melainkan
seseorang yang kita kenal itu sebagai keseluruhan baru kemudian menyusul
menyaksikan adanya hal tertentu yang meliputi baju, celana, atau sepatu. Dalam teori
gestalt pengamatan manusia memiliki sifat yang umum terhadap suatu objek yang
mereka lihat, oleh karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan terlebih dahulu baru
berlanjut dengan bagian – bagian. Pengamatan berarti proses pemaknaan, menerima,
dideskripsikan rangsangan yang masuk melalui indra (Boeree, 2006).

Terdapat suatu hukum yang terkenal dalam teori gestalt yaitu hukum Pragnanz.
Hukum pragnanz berarti suatu kesatuan, keharmonisan, seimbang, simetris dan teratur.
Untuk menemukan hukum Pragnanz diperlukan wawasan, yang telah dikategorikan oleh
Ernest Hilgard menjadi 6 ciri – ciri pemahaman, yaitu :
1. Dipengaruhi oleh kemampuan dasar
2. Dipengaruhi oleh pengalaman
3. Dipengaruhi oleh mencoba
4. Dipangaruhi oleh pengaturan situasi
5. Belajar dengan pemahaman yang diulang – ulang
6. Dipengaruhi oleh penerapan

Penemuan teori gestalt ini awalnya diakibatkan ketika Wertheimer ketika naik
kereta api sambil membaca buku. Wertheimwe melihat sinar yang bergerak seperti
berkedi – kedip atau nyala dan mati. Sinar yang berkedip tersebut membari kesan
seperti suatu sinar yang datang dan pergi tidaj terputus. Kemudian setelah turun dari
kereta Wertheimer turun dari kereta dan membeli mainan yang ia gunakan untuk
melihat rangsangan penglihatan dalam jarak waktu tertentu (Lefrancois, 1995).

Wherteimer melakukan eksperimen tersebut di kamar hotelnya dengan


mengembangkan kesan yang ia peroleh ketika sedang berada dalam kereta api. Jika
mata kita melihat perangsang tertentu maka akan memberikan ilusi gerakan. Istilah
tersebut dinamai dengan phi Phenomenon, yaitu sensasi yang diterbentuk namun tidak
dapat dijelaskan dengan menganalisis masing – masing sinar tersebut dan berbeda
dengan elemen – elemen yang yang membentuknya. Impresi pengalaman tersebut
timbul karena kombinasi dari elemen, oleh karena itu alasan tersebut membuat para
ilmuwan gestalt percaya meskipun pengalaman psikologis timbul dari penginderaan
elemen itu sendiri.
B. Konsep Utama Teori Gestalt

Menurut teori gestlat belajar memiliki nama lain yaitu insight full learning atau
field theory. Dilihat dari namanya saja teori gestalt memiliki pendapat yang berbeda
dengan teori behavioristik. Menurut para ahli psikologi yang menganut teori gestalt,
manusia bukanlah makhluk yang bergerak atau bertindak karena adanya rangsangan
dari luar atau ada sesuatu yang mempengaruhinya. Namun manusia adalah suatu
kesatuan antara jasmani dan rohani. Maksud dari penjelasan tersebut adalah manuisa
akan bertindak atau bereaksi sesuai dengan kepribadiannya atau dengan cara unik
mereka masing – masing. Jadi tidak ada manusia yang memiliki pengalaman atau
pandangan yang sama mengenai suatu objek atau peristiwa (Purwanto, 2007).

Teori psikologi gestalt adalah salah satu aliran psikologi yang berfokus
mempelajari suatu kejadian atau gejala sebagai data – data atau dalam teori gestalt
disebut dengan phenomena (gejala) (Palmer, 2011). Teori psikologi gestalt ini
sependapat dengan teori filsafat phenomenologi yang memaparkan bahwa suatu
pengalaman harus dinilai secara netral. Hal tersebut dikarenakan teori gestalt ini
berpendapat bahwa phenomena adalah data yang paling mendasar. Selain itu teori ini
juga berpendapat bahwa objek adalah merupakan sesuatu yang memiliki makna dan
dapat dideskripsikan. Objek yang kita lihat dapat menjadi suatu informasi dan langsung
dapat kita beri makna pada objek tersebut.

Jadi gestalt adalah teori yang menelaah proses persepsi awal yang melalui
pengelolaan komponen sensasi yang memiliki hubungan menjadi suatu kesatuan . Teori
gestalt menggandeng teori struktualisme karena teori gestalt ini berupaya mengurangi
pembagian sensasi menjadi bagian yang kecil. Seperti sejarah yang telah dijelaskan
dibagian sebelumnya teori gestalt ini terbentuk antara kerjasama 3 orang yaitu Max
Whertheimer, Kurt Koffka, dan Woflgang Kohler. Mereka bertiga berpendapat sama
bahwa seorang manusia cenderung mempersepsikan apa yang terlihat di lingkungannya
sebagai sesuatu yang utuh.
Teori gestalt berasal dari bahasa jerman, yang memiliki arti whole configuration
atau dalam bahasa indonesia adalah bentuk keseluruhan atau bentuk kesatuan. Sebelum
Max Whertheirmer, Kurt Kofka dan Woflgang Kohler mengemukakan teori gestalt
Chryon Ehrenfels telah merintis teori ini terlebih dahulu pada tahun 1890 dalam
karyanya yang berjudul Uber Gestalt Qualification. Rancangan atau konsep teori gestalt
berbeda dengan konsep teori yang lain seperti teori behavioristik, teori asosiasi dan
sebagainya. Menurut para ahli penganut teori gestalt mendefinisikan perkembangan
sebuah proses pembedaan atau diferensiasi. Proses diferensiasi yang utama adalah
sebuah keseluruhan sedangkan proses sekunder merupakan bagian – bagian dari
keseluruhan. Proses sekunder yang merupakan bagian – bagian dari keseluruhan
merupakan arti sebagian dari keseluruhan atau kesatuan dalam hubungan fungsional
yang dimana keseluruhan ada terlebih dahulu baru diikuti oleh bagian – bagiannya.
Contohnya ketika kita bertemu dengan teman dari kejauhan yang kita saksikan terlebih
dahulu bukanlah sepatu, tas atau baju dari teman yang kita temui tersebut, namun yang
kita perhatikan terlebih dahulu adalah teman kita tersebut sebagai keseluruhan lalu
diikuti dengan melihat bagian khusus seperti topi, baju, celana atau sepatunya yang
merupakan bagian – bagian dari keseluruhan tersebut.

Teori gestalt yang di dikembangkan oleh Max Whertheirmen yang meneliti


tentang gerakan, lalu dikembangkan lagi oleh Wolfgang Kohler yang fokus
penelitiannya pada teori belajar dan dibantu dengan Kurt Kofka yang meneliti tentang
penyelesaian masalah dan pengamatan. Lebih jelasnya Wolfgang Kohler meneliti
tentang wawasan yang dimiliki oleh simpanse yang berada di pula Canary pada tahun
1887 – 1967. Lalu Kurt Kofka yang menjelaskan secara terperinci tentang hukum dari
pengamatan pada tahun 1886 – 1941. Adapun ahli lainnya yaitu Kurt Lewin yang
mengembangkan teori belajar kepada psikologi sosial dan kepribadian. Para ahli
penganut teori gestalt tidak setuju dengan adanya metode penghafal yang biasanya
diterapkan di sekolah dan setuju dengan metode pemaknaan atau pengertian. Penelitian
– penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang menganut teori gestalt berfokus
pada struktur, konfigurasi dan pemetaan dalam pengalaman.
Penelitian yang terkenal adalah penelitian yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler
yang ia lakukan pada simpanse di pulau Canary pada tahun 1913 sampai 1920. Berikut
penelitian dari Wolfgang Kohler mengenai wawasan simpanse (Furdyartanto, 2002) :

Eksperimen I

Pada eksperimen pertama terdapat sangkar yang di dalamnya telah disediakan


tongkat dan menggantungkan pisang diatasnya. Pada ekperimen pertama ini simpanse
dimasukkan ke dalam sangkar dan ketika simpanse melihat diatas sangkar terdapat
pisang, simpanse tersebut berusaha meraihnya. Ketika simpanse berusaha meraih pisang
yang ada diatas sangkar, simpanse tersebut merasa kesulitan. Maka dengan demikian
simpanse dihadapkan dengan permasalahan bagaimana mengambil pisan yang
tergantung diatas sangkar tersebut. Dengan ditaruhnya tongkat di dalam sangkar akan
memberikan insight pada simpanse bahwa dia bisa mengambil pisang yang tergantung
diatas sangkar dengan tongkat tersebut.

Eksperimen II
Pada eksperiman kedua peneliti membuat kondisi baru dengan permasalahan
baru yakni dengan menggantung pisang lebih tinggi dari sebelumnya sehingga tidak
bisa diraih hanya dengan 1 tongkat saja. Peneliti tentunya menambahkan jumlah
tongkat yang ada di dalam sangkar menjadi 2 buah tongkat. Awalnya simpanse masih
dengan wawasan atau pemahaman dari eksperimen pertama yaitu meraih pisang dengan
1 tongkat namun gagal meraihnya karena pisang digantung di tempat yang lebih tinggi.
Setelah itu tiba – tiba muncul pemahaman baru dalam diri simpanse jika diperlukan
sesuatu yang lebih panjang untuk meraih pisang tersebut lalu simpanse tersebut
menyambungkan kedua tongkat agar bisa meraih pisang yang digantung. Akhirnya
setelah menyambung kedua tongkat tersebut simpanse dapat meraih pisang yang
digantung.

Eksperimen III
Pada eksperimen ketiga peneliti membuat setting yang sama dengan
menggunakan sangkar dan pisang namun dengan kondisi yang berbeda. Kondisi di
ekperimen ketiga yaitu dengan sangkar yang lebih besar dan ditambahkan kotak di
dalamnya. Pisang tetap digantung diatas sangkar dan simpanse dihadapkan dengan
keadaan dimana dia harus bisa meraih pisang tersebut tanpa menggunakan tongkat. Lalu
setelah beberapa simpanse tersebut melihat kotak yang ada dalam sangkar dan
membawanya tepat di bawah pisang digantung. Lalu simpanse tersebut naik keatas
kotak tersebut dan meraih pisangnya. Dihilangkannya tongkat dan digantikan dengan
kotak yang ada di dalam sangkar memberikan pemahaman baru bagi simpanse tersebut.

Eksperimen IV

Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga, yaitu
buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak ditinggikan, sementara di
dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula Simpanse hanya menggunakan kotak satu
untuk meraih pisang, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam
sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya
lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di
atas susunan kotak - kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas sangkar dengan
tangannya. Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat
memecahkan problemnya dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut
untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya. (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni,
2008).

Prinsip Dasar Teori Belajar Gestalt

Teori gestalt memiliki beberapa prinsip belajar gestalt, yakni yang pertama
interaksi antara individu dengan lingkungan yang disebut dengan istilah perceptual
field. Setiap perseptual mempunyai organisasi yang biasanya dipersepsikan manusia
sebagai figure ground. Figure ground merupakan persepsi manusia ketika
mendefinisikan objek yang mereka lihat disekitarnya. Oleh karena itu kemampuan
persepsi ini adalah kemampuan bawaan manusia dan bukan sebuah keahlian yang perlu
dipelajari terlebih dahulu. Pengorganisasian tersebut merupakan pemaknaan yang
dibentuk.

Pengorganisasian tersebut memiliki prinsip – prinsip sebagai berikut :

1. Principle of similiarity yaitu prinsip organisasi berdasarkan kesamaan


elemen
2. Principle of proximity merupakan prinsip organisasi berdasarkan
kedekatan elemen.
3. Principle of Continuity adalah prinsip organisasi berdasarkan
kesinambungan pola.
4. Principle of objective yakni prinsip organisasi berdasrakan pemikiran
yang sudah terbentuk sebelumnya
5. Principle of clousure of good form adalah prinsip organisasi berdasarkan
bentuk yang sempurna
6. Principle of figure and ground adalah prinsip organisasi berdasarkan tiap
bidang bagian pengamatan dibagi menjadi bentuk (figure) dan latar
belakang.
7. Principle of isomorphism merupakan prinsip organisasi berdasarkan
konteks

Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa prinsip tersebut, prinsip umum atau
keseluruhan teori gestalt adalah belajar dimulai dari keseluruhan dan diikuti dengan
bagian – bagian dari keseluruhan. Untuk belajar diperlukan wawasan dan perlu adanya
pengelolaan dari pengalaman yang berkelanjutan. Dari keseluruhan tersebut
memberikan makna pada bagian – bagian yang mengikutinya. Karena bagian – bagian
dari keseluruhan maka bagian dapat dilihat dari keseluruhan.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Gestalt

Teori Gestalt bukanlah satu – satunya teori di muka bumi ini, masih ada teori –
teori lainnya yang selaras maupun berlawanan dengan teori gestalt ini. Oleh karena itu
teori gestalt ini memiliki kelebihan dan kekurangan (Hidayati, 2011). Kelebihan teori
gestalt yang pertama yaitu teori gestalt ini melihat setiap manusia mempunyai
keunikannya masing – masing, antara satu individu dengan individu yang lain berbeda.
Kedua dengan teori gestalt lebih menitik beratkan pada pemaknaan dalam proses belajar
yang lebih efektif untuk perkembangan belajar. Teori gestalt ini digunakan juga untuk
terapi gestalt tentang masa lalu dengan membawa aspek masa lalu yang berguna ke
masa sekarang. Teori gestalt memberikan pesan yang nonverbal dan pesan tubuh. Dan
teori gestalt menempatkan individu untuk menemukan sebuah makna sendiri.

Namun dibalik kelebihan – kelebihan dari teori gestalt ini, teori ini memiliki
kekurangan, yaitu yang pertama teori ini tidak berlandaskan pada suatu teori yang
kukuh. Kedua teori ini kurang memperhatikan faktor kognitif karena teori ini
menekankan pada pemahaman yang tidak memperdulikan intelektual seseorang. Teori
ini mengajarkan tentang tanggung jawab kepada diri sendiri namun melupakan
tanggung jawab kepada orang lain. Teori ini yang mengajarkan belajar dari keseluruhan
maka dari itu dikhawatirkan beban yang ditanggung terlalu banyak.
C. Konsep Prilaku Sehat dan Tidak sehat/normal Vs abnormal
1. Konsep Perilaku Sehat Teori Gestalt
Menurut Perls, orang-orang yang solid adalah individu yang dapat bertindak
secara menguntungkan ketika menyelesaikan pekerjaan dan pemeliharaan, dan secara
alami berjalan menuju pengembangan dan perlindungan diri. Setiap individu dapat
mengelola masalah dalam kehidupan sehari-harinya dengan tepat dengan asumsi
mereka tahu apa identitas mereka dan dapat mengatur (mengkoordinasikan) setiap
kapasitas mereka menjadi rangkaian kegiatan yang kuat.
Ciri Kepribadian Yang Sehat Menurut Pendekatan Gestalt Menurut Gantina
Komalasari mengatakan pendekatan Gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat
secara mental adalah sebagai berikut (Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, 2011) :
1. Seseorang yang dapat menjaga kesadaran mereka tanpa terisolasi oleh
perubahan iklim yang berbeda yang bisa menyinggung pikiran individu tersebut.
Individu ini bisa sepenuhnya dan tidak salah lagi menghadapi dan memahami
persyaratan mereka dan kondisi elektif yang diharapkan untuk mengatasi masalah
mereka.
2. Seseorang yang bisa merasakan dan berbagi konflik serta frustrasi pribadi,
tetapi memiliki tingkat kesadaran dan konsentrasi yang tinggi, dan tidak memiliki
fantasi. 
3. Seseorang yang bisa mengenali bentrokan serta permasalahan yang bisa serta
tidak bisa terselesaikan.
4. Seseorang yang bisa memikul tanggung jawab atas hidup mereka.
5. Seseorang yang bisa membidik suatu keinginan (diagram) dalam suatu waktu
dengan menghubungkannya pada kebutuhan yang berbeda, oleh karena itu ketika
keinginan serta kebutuhan tersebut dapat dipenuhi, dapat disebut juga total gestalt.
Hartono dan Boy Soedarmadji berpendapat bahwa dalam pendekatan Gestalt
memberikan beberapa ciri kepribadian yang normal (Hartono & Soedarmadji, 2012).
Ada pun ciri kepribadian seseorang yang normal ialah (1) mampu mengatur diri sendiri,
(2) bertanggung jawab, (3) memiliki kematangan, (4) memiliki keseimbangan diri.
1. Dapat mengatur diri sendiri. Strategi Gestalt menerima bahwa seorang individu
terikat untuk memiliki pilihan untuk mengendalikan diri terlepas dari keadaan
atau masalah yang menjengkelkan. Seorang individu yang sehat dapat
mengendalikan diri tanpa halangan dari luar.
2. Tanggung Jawab. Jika seseorang dapat memikul tanggung jawab dan
menanggung resiko yang terjadi akibat perbuatannya, maka ia dianggap sehat.
Tanggung jawab semacam ini muncul dari kesadaran diri saat melakukan
aktivitas.
3. Kedewasaan Dalam metode Gestalt, orang yang sudah dewasa dapat dikatakan
sehat. Kedewasaan ini diawalai pada pengetahuan seseorang tentang dirinya serta
lingkungan sekitarnya.
4. Terdapat keseimbangan dalam diri. Salah satu ciri individu yang bisa dikatakan
normal merupakan indiviud yang memiliki keseimbangan. Yang disebut
keseimbangan disini ialah keseimbangan antara diri individu dan lingkungan
sekitar saat ini.

2. Konsep Perilaku Tidak Sehat

Dalam pendekatan gestalt, seseorang dapat membuat dirinya terjerumus kedalam


permasalaha permasalahan lain dikarenakan tidak bisa mengatasi kehidupannya dengan
baik pada ciri ciri berikut ini (Komalasari, 2011):

1) Kurangnya hubungan terhadap daerah sekitarnya, yakni seseorang akan menjadi


kaku serta memutuskan hubungannya pada orang yang di dekatnya serta
lingkungannya.
2) Confluence, yakni seseorang yang bisa dikatakan menaruh hal hal yang
berkaitan dengan pengaruh lingkungan pada dirinya, yang membuat beberapa
individu akan kehilangan pegangan dan kehilangan kontrol terhadap
lingkungannya.
3) Unfinished things, yakni seseorang terdapat kebutuhan yang kurang terpenuhi,
perasaan yang kurang terungkap, serta situasi yang kurang bisa mengganggu
perhatian mereka (dapat diwujudkan dalam mimpi).
4) Fragmentasi, yakni orang berusaha mencari/menolak kebutuhan, seperti
kebutuhan agresif.
5) Topdog/underdog, seseorang dengan kepribadian ganda, dengan apa yang
menurut mereka harus dilakukan (topdog) dan apa yang "ingin" (underdog).
6) Polaritas/Dikotomi, yaitu idnvidu yang cenderung “speechless” ketika tampil
dikotomi seperti antara tubuh dan pikiran (body and mind), antara diri dan
lingkungan (self-external world), antara emosi dan kenyataan (emotionreality),
dan sebagainya.
Ada 5 macam sifat, yakni:
1. Sifat tubuh, yakni sifat feminim serta maskulin.
2. Sifat emosional, yakni sifat antara kesenangan serta kesakitan, antara kesenangan
(excitement) dan depresi, serta antara cinta dan benci.
3. Sifat mental, khususnya ekstremitas dari wali dan anak, antara eros (sentimen)
dan logos (penilaian yang baik), dan antara hal yang harus dilakukan (topdog) serta
apa yang diinginkan (longshot).
4. Sifat dunia lain, khususnya ekstremitas antara keraguan ilmiah dan keyakinan
yang ketat.
5. Sifat antar manusia, khususnya ekstremitas antar manusia.

Menurut Gestalt, contoh orang yang tidak sehat adalah orang yang depresi
karena kematian orang terdekat seperti ibunya. Oleh karena itu, menurut Gestalt, anak
ini adalah orang yang tidak sehat karena beberapa alasan, alasannya sebagai berikut:
1. Karena dorongan alami, perhatian dan pertimbangan individu menjadi terisolasi
2. Orang kurang siap untuk merasakan dan berbagi masalah/kekecewaan
pribadinya
3. Masyarakat kurang siap untuk mengenali isu-isu yang dapat ditangani dan isu-
isu yang tidak dapat ditangani.
4. Individu kurang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, merasa hidupnya
mengikuti keinginan ibunya.
5. Individu kurang siap untuk membidik hidupnya.
D. Aplikasi Terapi Gestalt
Karena terapi Gestalt adalah teori proses, terapi ini dapat digunakan secara
efektif dengan populasi pasien mana pun yang dipahami dan dirasakan nyaman oleh
terapis. Yontef, misalnya, telah menulis tentang penerapannya pada pasien borderline
dan narsistik (Yontef, 1993). Jika terapis dapat berhubungan dengan pasien dan
memahami prinsip-prinsip dasar terapi Gestalt dan bagaimana menyesuaikan prinsip-
prinsip ini agar sesuai dengan kebutuhan unik setiap pasien baru, prinsip-prinsip terapi
Gestalt adalah kesadaran (pengalaman langsung), kontak (hubungan), dan eksperimen.
(fokus dan eksperimentasi fenomenologis) dapat diterapkan. Terapi Gestalt tidak
menganjurkan buku resep teknik yang ditentukan untuk kelompok individu khusus.
Terapis yang ingin bekerja dengan pasien yang secara budaya berbeda dari diri mereka
sendiri mendapatkan dukungan dengan memperhatikan kondisi lapangan yang
mempengaruhi pemahaman mereka tentang kehidupan dan budaya pasien (Jacobs,
2000). Sikap terapi Gestalt dialog dan asumsi fenomenologis dari beberapa realitas yang
valid mendukung terapis dalam bekerja dengan pasien dari budaya lain, memungkinkan
pasien dan terapis untuk saling memahami perbedaan latar belakang, asumsi, dan
sebagainya.

Filosofi terapi Gestalt dan metodologi terapi Gestalt menyatakan bahwa prinsip-
prinsip umum harus selalu disesuaikan untuk setiap situasi klinis tertentu. Cara
berhubungan dan pilihan serta pelaksanaan teknik harus disesuaikan dengan kebutuhan
setiap pasien baru, bukan untuk kategori diagnostik en bloc. Terapi tidak akan efektif
atau berbahaya jika pasien dibuat untuk menyesuaikan diri dengan sistem daripada
membuat sistem menyesuaikan diri dengan pasien.

Telah lama diterima bahwa terapi Gestalt dalam gaya konfrontatif dan teatrikal
dari lokakarya Fritz Perls tahun 1960-an jauh lebih terbatas penerapannya daripada
terapi Gestalt yang dijelaskan dalam bab ini. Akal sehat, latar belakang profesional,
fleksibilitas, dan kreativitas sangat penting dalam diagnosis dan perencanaan perawatan.
Metode, penekanan, tindakan pencegahan, batasan, komitmen, dan dukungan tambahan
(seperti pengobatan, perawatan harian, dan panduan nutrisi) harus dimodifikasi dengan
pasien yang berbeda sesuai dengan organisasi kepribadian mereka (misalnya, adanya
psikosis, sosiopati, atau gangguan kepribadian).

Praktik terapi Gestalt yang kompeten membutuhkan latar belakang klinis umum
yang kuat dan pelatihan lebih dari sekadar terapi Gestalt. Selain pelatihan dalam teori
dan praktik terapi Gestalt, terapis Gestalt perlu memiliki landasan yang kuat dalam teori
kepribadian, psikopatologi dan diagnosis, teori dan aplikasi sistem psikoterapi lainnya,
pengetahuan tentang psikodinamika, terapi pribadi yang komprehensif, dan pelatihan
klinis lanjutan. , pengawasan, dan pengalaman (Darminto, 2007).

Latar belakang ini sangat penting dalam terapi Gestalt karena terapis dan pasien
didorong untuk menjadi kreatif dan bereksperimen dengan perilaku baru di dalam dan di
luar sesi. Dokter individu memiliki banyak kebijaksanaan dalam terapi Gestalt.
Modifikasi dilakukan oleh terapis individu dan pasien sesuai dengan gaya terapi,
kepribadian terapis dan pasien, dan pertimbangan diagnostik. Pengetahuan yang baik
tentang penelitian, sistem lain, dan prinsip-prinsip organisasi kepribadian diperlukan
untuk membimbing dan membatasi kreativitas spontan terapis. Terapis Gestalt
diharapkan menjadi kreatif, tetapi dia tidak dapat melepaskan tanggung jawab atas
diskriminasi profesional, penilaian, dan kehati-hatian yang tepat (Namora, 2017).

Terapi Gestalt telah diterapkan di hampir setiap pengaturan yang bisa


dibayangkan. Aplikasi bervariasi dari terapi individu intensif beberapa kali per minggu
hingga intervensi krisis. Terapis Gestalt juga telah bekerja dengan organisasi, sekolah,
dan kelompok; mereka telah bekerja dengan pasien dengan psikosis, pasien yang
menderita gangguan psikosomatik, dan pasien dengan gangguan stres pasca trauma.
Banyak rincian tentang bagaimana memodifikasi teknik Gestalt agar dapat bekerja
secara efektif dengan populasi ini telah disebarluaskan dalam tradisi lisan—yaitu,
melalui pengawasan, konsultasi, dan pelatihan. Materi tertulis yang terlalu banyak untuk
dikutip juga telah tersedia.

Perlakuan (Treatment)

Pasien sering menunjukkan masalah yang sama tetapi membutuhkan perawatan


yang berbeda karena perbedaan dalam organisasi kepribadian mereka dan dalam apa
yang terungkap dalam hubungan terapeutik. Dalam dua contoh berikut, masing-masing
dari dua pasien dibesarkan oleh orang tua yang mengabaikan secara emosional (Jacobs,
2000).

Tom adalah pria berusia 45 tahun yang bangga akan kecerdasan, kemandirian,
dan kemandiriannya. Dia tidak sadar bahwa dia memiliki kebutuhan ketergantungan dan
kebencian yang tidak terpenuhi. Keyakinan pria ini dalam swasembada dan penolakan
ketergantungan mengharuskan terapisnya melanjutkan dengan rasa hormat dan
kepekaan. Keyakinan akan swasembada memenuhi kebutuhan, sebagian konstruktif,
dan merupakan dasar bagi harga diri pasien. Terapis mampu menanggapi kebutuhan
mendasar pasien tanpa mengancam harga diri pasien (P Pasien; T Terapis).

P: [Dengan bangga] Ketika saya masih kecil, ibu saya sangat sibuk sehingga saya hanya
harus belajar mengandalkan diri sendiri.

T: Saya menghargai kekuatan Anda, tetapi ketika saya menganggap Anda sebagai anak
yang mandiri, saya ingin membelai Anda dan memberi Anda pengasuhan.

P: [Sobek sedikit.] Tidak ada yang pernah melakukan itu untuk saya.

T: Anda tampak sedih.

P: Saya jadi ingat waktu saya masih kecil. . .

[Tom membangkitkan respons simpatik pada terapis yang diungkapkan


langsung kepada pasien. Penyangkalannya membutuhkan sesuatu dari orang lain tidak
secara langsung ditentang. Eksplorasi mengarah pada kesadaran akan reaksi malu
terhadap orang tua yang tidak tersedia dan kemandirian kompensasi.]

Bob adalah seorang pria berusia 45 tahun yang merasa malu dan mengasingkan
diri sebagai reaksi atas setiap interaksi yang tidak sepenuhnya positif. Dia secara
konsisten enggan untuk mendukung dirinya sendiri, menyesuaikan diri dan bergantung
sepenuhnya pada orang lain. Respons empatik atau simpatik sebelumnya hanya
berfungsi untuk memperkuat keyakinan pasien akan ketidakmampuannya sendiri.

Grup (Group)
Perawatan kelompok sering menjadi bagian dari program perawatan terapi
Gestalt secara keseluruhan. Ada tiga model umum untuk melakukan terapi kelompok
Gestalt (Frew, 1988). Pada model pertama, peserta bekerja satu lawan satu dengan
terapis sementara peserta lain tetap relatif tenang dan bekerja secara perwakilan.
Pekerjaan tersebut kemudian diikuti dengan umpan balik dan interaksi dengan peserta
lain, dengan penekanan pada bagaimana orang dipengaruhi oleh pekerjaan tersebut.
Dalam model kedua, peserta berbicara satu sama lain dengan penekanan pada
komunikasi langsung di sini dan sekarang antara anggota kelompok. Model ini mirip
dengan model Yalom untuk terapi kelompok eksistensial. Model ketiga menggabungkan
dua aktivitas ini dalam kelompok yang sama (Yontef, 1990). Kelompok dan terapis
secara kreatif mengatur gerakan dan keseimbangan antara interaksi dan fokus satu
lawan satu.

Semua teknik yang dibahas dalam bab ini dapat digunakan dalam kelompok.
Selain itu, ada kemungkinan untuk pemfokusan eksperimental yang dirancang untuk
kelompok. Kelompok terapi Gestalt biasanya dimulai dengan beberapa prosedur untuk
membawa peserta ke sini dan sekarang dan saling menghubungi. Ini sering disebut
"putaran" atau "check-in."

Sebuah contoh sederhana dan jelas dari kerja kelompok Gestalt terjadi ketika
terapis meminta setiap anggota kelompok melihat anggota lain dari kelompok dan
mengungkapkan apa yang dia alami di sini dan sekarang. Beberapa terapis Gestalt juga
menggunakan eksperimen terstruktur, seperti eksperimen di mana partisipan
mengekspresikan emosi tertentu (“Saya membenci......”, “Anda karena . . .”). Gaya
terapis Gestalt lainnya cair dan diatur oleh apa yang muncul dalam kelompok.

Pasangan dan Keluarga (Couple and Family)

Terapi pasangan dan terapi keluarga mirip dengan terapi kelompok karena ada
kombinasi kerja dengan setiap orang dalam sesi dan kerja dengan interaksi di antara
anggota kelompok. Terapis Gestalt bervariasi di mana mereka lebih suka untuk
mencapai keseimbangan ini. Ada juga variasi dalam bagaimana terstrukturnya gaya
intervensi terapis dan seberapa banyak terapis mengikuti, mengamati, dan
memfokuskan fungsi spontan pasangan atau keluarga (Kartono, 1985).

Pasangan sering memulai terapi pasangan dengan mengeluh dan saling


menyalahkan. Pekerjaan pada titik ini melibatkan menarik perhatian pada dinamika ini
dan mode interaksi alternatif. Terapis Gestalt juga mengeksplorasi apa yang ada di balik
menyalahkan. Seringkali, satu pihak mengalami pihak lain mempermalukannya dan
menyalahkan pihak lain, tanpa menyadari fungsi defensif dari menyalahkan (Yontef,
2012).

Kausalitas melingkar adalah pola yang sering terjadi pada pasangan yang tidak
bahagia. Dalam kausalitas melingkar, A menyebabkan B dan B menyebabkan A.
Terlepas dari bagaimana interaksi dimulai, A memicu respons di B yang kemudian A
bereaksi negatif tanpa menyadari perannya dalam memicu respons negatif. B juga
memicu respons negatif oleh A tanpa menyadari perannya dalam memicu respons
negatif. Kausalitas melingkar diilustrasikan dalam contoh berikut.

Seorang istri mengungkapkan rasa frustrasinya kepada suaminya karena pulang


kerja setiap malam dan tidak siap secara emosional ketika dia pulang ke rumah. Sang
suami merasa tidak dihargai dan diserang, dan pada tingkat yang tidak disadari, ia juga
merasa malu dikritik. Sang suami menanggapi dengan marah, menyalahkan istri karena
tidak mesra. Istri menuduh suami bersikap defensif, agresif, tidak peka, dan tidak
tersedia secara emosional. Sang suami menjawab dengan ramah. Setiap respons dalam
lingkaran ini memperburuknya. Dalam kasus terburuk, kausalitas melingkar ini dapat
menyebabkan gangguan total dalam hubungan dan dapat memicu minum, kekerasan,
atau tindakan seksual (Brammer & Shostrom, 1982).

Di balik rasa frustrasi sang istri adalah kenyataan bahwa ia merindukan


suaminya, kesepian, khawatir suaminya bekerja keras, sangat ingin bersamanya, dan
menganggap suaminya tidak ingin berada di rumah bersamanya karena ia tidak lagi
menarik. Namun, ketakutan ini tidak diungkapkan dengan jelas. Sang suami mungkin
ingin berada di rumah bersama istrinya dan mungkin tidak suka harus bekerja begitu
keras, tetapi mungkin juga merasa perlu untuk melepas penat dari stres pekerjaan
sebelum tersedia secara emosional. Kepedulian dan minat masing-masing pasangan
untuk yang lain sering hilang dalam pertempuran defensif/ofensif melingkar (Sofyan,
2009).

Seringkali pernyataan menyalahkan memicu rasa malu, dan rasa malu memicu
pembelaan. Dalam suasana beracun seperti ini, tidak ada yang mendengarkan. Tidak ada
kontak sejati dan tidak ada perbaikan atau penyembuhan. Mengekspresikan pengalaman
yang sebenarnya, bukan penilaian, dan membiarkan diri sendiri untuk benar-benar
mendengar pengalaman pasangan adalah langkah pertama menuju penyembuhan. Tentu
saja, ini mengharuskan kedua pasangan mengetahui, atau belajar, bagaimana mengenali
pengalaman mereka yang sebenarnya.

Terkadang eksperimen terstruktur sangat membantu. Dalam satu percobaan,


pasangan diminta untuk saling berhadapan, menarik kursi mereka ke arah satu sama lain
sampai mereka cukup dekat untuk menyentuh lutut, dan kemudian diinstruksikan untuk
saling memandang dan mengungkapkan apa yang mereka sadari setiap saat. Eksperimen
lain termasuk melengkapi kalimat seperti “Saya membenci Anda karena . . .” atau ”Saya
menghargai Anda untuk . . .” atau ”Aku membencimu dengan . . .” atau ”Saya merasa
buruk tentang diri saya ketika Anda . . . ”

Sangat penting dalam terapi pasangan bagi terapis untuk memodelkan gaya
mendengarkan yang menurutnya akan meningkatkan kemampuan setiap pasangan untuk
mengungkapkan pengalamannya, dan untuk mendorong setiap pasangan untuk
mendengarkan serta berbicara. Berbagai eksperimen membantu menyampaikan kepada
pasien bahwa pernyataan verbal bukanlah sesuatu yang tertulis di atas batu tetapi
merupakan bagian dari dialog yang berkelanjutan. Pemulihan dialog adalah tanda
bahwa terapi sedang berkembang (Latipun, 2003).

Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya tentang psikoterapi, pasien dapat


berpindah ke berbagai modalitas pengobatan selama pengobatan. Mereka mungkin
memiliki terapi individu, terapi kelompok, atau terapi pasangan, dan mereka kadang-
kadang dapat berpartisipasi dalam lokakarya. Bukan hal yang aneh bagi pasien untuk
sesekali menggunakan lokakarya tambahan saat terlibat dalam terapi individu yang
sedang berlangsung.

Terapis Gestalt cenderung menemui pasien setiap minggu. Karena lebih banyak
perhatian difokuskan pada hubungan terapis-pasien, pasien ingin datang lebih sering,
sehingga beberapa terapis Gestalt melihat orang lebih sering dari sekali seminggu.
Banyak terapis Gestalt juga menjalankan kelompok, dan ada terapis yang mengajar dan
mengadakan lokakarya untuk masyarakat umum. Lainnya terutama mengajar dan
melatih terapis. Bentuk praktik seseorang hanya dibatasi oleh minat dan urgensi
lingkungan kerja.

E. Teknik dan Proses Terapi Gestalt

Orang tumbuh dan berubah sepanjang hidup. Terapis Gestalt percaya


pertumbuhan tidak bisa dihindari selama seseorang terlibat dalam kontak. Biasanya,
orang mengembangkan peningkatan kompetensi pengaturan diri emosional, persepsi,
kognitif, motorik, dan organisme. Namun, kadang-kadang, proses perkembangan
menjadi terganggu atau tergelincir. Sejauh orang belajar dari kesalahan dan tumbuh,
psikoterapi tidak diperlukan. Psikoterapi diindikasikan ketika orang secara rutin gagal
belajar dari pengalaman. Orang membutuhkan psikoterapi ketika kemampuan
pengaturan diri mereka tidak membawa mereka melampaui pola berulang maladaptif
yang awalnya dikembangkan sebagai penyesuaian kreatif dalam keadaan sulit tetapi
sekarang membuat mereka atau orang-orang di sekitar mereka tidak bahagia.
Psikoterapi juga diindikasikan untuk pasien yang tidak cukup menghadapi krisis,
merasa tidak siap untuk menghadapi orang lain dalam hidup mereka, atau membutuhkan
bimbingan untuk pertumbuhan pribadi atau spiritual.

Terapi Gestalt berkonsentrasi pada membantu pasien menjadi sadar bagaimana


mereka menghindari belajar dari pengalaman, bagaimana proses pengaturan diri mereka
mungkin tertutup daripada terbuka, dan bagaimana hambatan di bidang kontak
membatasi akses ke pengalaman yang diperlukan untuk memperluas kesadaran (Willis,
2007). Tentu saja, kesadaran dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain. Sejak
awal kehidupan seseorang, pola fungsional dan disfungsional muncul dari matriks
hubungan.

Psikoterapi pada dasarnya adalah hubungan antara pasien dan terapis, hubungan
di mana pasien memiliki kesempatan lain untuk belajar, melupakan, dan belajar
bagaimana terus belajar. Pasien dan terapis membuat eksplisit pola pemikiran dan
perilaku yang terwujud dalam situasi psikoterapi. Terapis Gestalt berpendapat bahwa
pola yang muncul dalam terapi merekapitulasi pola yang terwujud dalam kehidupan
pasien.
Tujuan dari Terapi

Satu-satunya tujuan terapi Gestalt adalah kesadaran. Ini termasuk mencapai


kesadaran yang lebih besar di bidang-bidang tertentu dan juga meningkatkan
kemampuan untuk membawa kebiasaan otomatis ke dalam kesadaran sesuai kebutuhan.
Dalam pengertian sebelumnya, kesadaran mengacu pada konten; dalam pengertian yang
terakhir, ini mengacu pada proses, khususnya jenis kesadaran refleksi diri yang disebut
"kesadaran kesadaran." Kesadaran kesadaran adalah kemampuan pasien untuk
menggunakan keterampilannya dengan kesadaran untuk memperbaiki gangguan dalam
proses kesadarannya. Baik kesadaran sebagai isi maupun kesadaran sebagai proses yang
meluas dan mendalam seiring dengan berjalannya terapi. Kesadaran membutuhkan
pengetahuan diri, pengetahuan tentang lingkungan, tanggung jawab untuk pilihan,
penerimaan diri, dan kemampuan untuk menghubungi (Komalasari, 2011)

Pasien pemula terutama peduli dengan solusi masalah, sering berpikir bahwa
terapis akan "memperbaiki" mereka dengan cara yang sering dilakukan dokter untuk
menyembuhkan penyakit. Namun, terapi Gestalt tidak berfokus pada penyembuhan
penyakit, juga tidak terbatas pada membicarakan masalah. Terapi Gestalt menggunakan
hubungan aktif dan metode aktif untuk membantu pasien mendapatkan dukungan diri
yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Terapis Gestalt memberikan dukungan
melalui hubungan terapeutik dan menunjukkan kepada pasien bagaimana mereka
menghalangi kesadaran dan fungsi mereka. Saat terapi berlangsung, pasien dan terapis
lebih memperhatikan masalah kepribadian umum. Pada akhir terapi Gestalt yang sukses,
pasien mengarahkan banyak pekerjaan dan mampu mengintegrasikan pemecahan
masalah, tema karakterologis, masalah hubungan dengan terapis, dan pengaturan
kesadarannya sendiri.

Teknik Psikoterapi Gestalt meskipun hubungan longgar antara gestalt teori dan
praktik, teknik gestalt, terapi dan aplikasi Perls dari mereka adalah kreatif dan artistik
dan mewujudkan karismatik yang tidak biasa dan pendekatan otentik untuk pengobatan.
Terkini penelitian oleh Leslie Greenberg di dua kursi dialog dan dialog kursi kosong
untuk perpecahan konflik dan urusan yang belum selesai telah membantu menjelaskan
metode dua kursi dan telah membawa pemahaman baru tentang keefektifan Perls
bekerja.

Terapis Gestalt sering membuat eksperimen yang membantu klien meningkatkan


kesadaran dengan mengungkap aspek dari pengalaman mereka; terapis ini mungkin
berbagi firasat tentang apa yang terjadi atau mungkin ajarkan klien cara-cara di mana
mereka menyela atau menghindari pengalaman mereka sendiri (Greenberg & Beras,
1997). Keyakinan inti adalah bahwa klien akan lebih memahami sepenuhnya emosi dan
kebutuhan mereka sendiri melalui proses penemuan, bukan melalui pemahaman atau
interpretasi. Dalam banyak kasus, klien mungkin menemukan konflik antara aspek
pengalaman atau konflik di dalam diri (Greenberg & Rice, 1997). Konfrontasi antara
aspek-aspek pengalaman yang saling bertentangan ini dapat difasilitasi dengan teknik
seperti dialog dua kursi atau kursi kosong.

Teknik

Beberapa pendekatan terapi cenderung berfokus pada terapis sebagai ahli distres
dan gejala. Klien memiliki lebih banyak peran belajar, karena terapis membagikan
pengetahuan mereka tentang apa yang mereka alami dan bagaimana
menyembuhkannya. Dalam terapi gestalt, klien memiliki ruang untuk mengeksplorasi
pengalaman mereka dengan aman tanpa takut akan penilaian. Bahkan, klien didorong
untuk tidak hanya berbicara tentang emosi atau pengalamannya, tetapi membawanya ke
dalam ruangan sehingga dapat diproses secara real-time dengan terapis. Terapis dapat
memandu Anda menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :

1. Word and Language (Kata-kata dan Bahasa)

Terapis Gestalt memilih bahasa yang akan mendorong perubahan pada klien.
Berikut ini adalah cara agar hal ini dapat dicapai (Seligman, 2006):

a) Penekanan pada pernyataan daripada pertanyaan untuk menyoroti terapis klien


kolaboratif hubungan.
b) Pertanyaan "Apa" dan "Bagaimana" (ketika pertanyaan digunakan) untuk
menjaga klien tetap di masa sekarang dan mempromosikan integrasi.
c) Pernyataan "saya" digunakan untuk mempromosikan kepemilikan perasaan klien
daripada menyalahkan pada orang lain.
d) Present tense digunakan sehingga fokusnya adalah pada masa sekarang daripada
masa lalu.
e) Mendorong tanggung jawab klien atas kata-kata mereka,

2. Empty Chair (Kursi kosong)

Teknik kursi kosong adalah "metode memfasilitasi dialog pengambilan peran


antara "pasien dan orang lain atau antara bagian dari kepribadian pasien. Hal ini
umumnya digunakan dalam kelompoksituasi" (Patterson, 1986). Dua kursi ditempatkan
saling berhadapan: satu mewakili pasien atau satu aspek dari kepribadian pasien, dan
yang lainnya mewakili orang lain atau bagian yang berlawanan dari kepribadian. Saat
pasien berganti peran, dia duduk di satu atau kursi yang lain.

Terapis mungkin hanya mengamati saat dialog berlangsung atau mungkin


menginstruksikan pasien ketika: untuk mengganti kursi, menyarankan kalimat untuk
diucapkan, menarik perhatian pasien pada apa yang telah dikatakan, atau meminta
pasien untuk mengulangi atau melebih-lebihkan kata-kata atau tindakan. Dalam
prosesnya, emosi dan konflik timbul, kebuntuan dapat ditimbulkan dan diselesaikan,
dan kesadaran dan integrasi polaritas dapat berkembang – polaritas atau perpecahan
dalam pasien, antara pasien dan orang lain, atau antara keinginan pasien dan norma
sosial (Patterson, 1986).

3. Body Language (Bahasa tubuh)

Terapi Gestalt melihat bahwa tidak hanya pikiran dan emosi yang penting untuk
menciptakan perasaan dari "keutuhan" untuk klien, sensasi fisik juga penting. Seligman
(2006) memiliki mengidentifikasi tiga strategi untuk membantu memusatkan perhatian
pada sensasi fisik (Seligman, 2006):
a) Identifikasi - Terapis Gestalt harus dapat mengenali tanda-tanda fisik dari klien.
Misalnya, klien mungkin mengetuk-ngetukkan kakinya ke tanah. Terapis
mungkin katakan “Jadilah kakimu dan berikan suaranya?” Ini menciptakan
kesadaran fisik klien sensasi dan emosi.
b) Menemukan emosi dalam tubuh - Terapis Gestalt mungkin bertanya kepada
klien di mana mereka berada mengalami emosi dalam tubuh mereka. Misalnya,
klien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa gugup tentang sesuatu.
Terapis mungkin bertanya dari mana asalnya di dalam tubuh dan respon dari
klien mungkin perasaan seperti kupu-kupu di perut. Ini membantu klien untuk
membawa lebih banyak kesadaran ke dalam sensasi dan emosi mereka.
c) Pengulangan dan berlebihan - Jika ada pengulangan seperti contoh klien
mengetuk kaki mereka di tanah, terapis akan membuat mereka membesar-
besarkan gerakan dan berbicara tentang perasaan yang muncul.

4. Fantasy (Fantasi)
Fantasi digunakan dalam terapi Gestalt untuk meningkatkan kesadaran diri klien
tentang pikiran dan emosi dan untuk membawa penutupan untuk bisnis yang belum
selesai (Seligman, 2006). Terapis menggunakan teknik imajinasi terbimbing (fantasi)
untuk mendorong klien membayangkan situasi seperti apa akan mereka lakukan dalam
situasi tertentu atau dengan memproyeksikan diri mereka ke dalam peran yang berbeda.

5. Dreams (Mimpi)

Mimpi digunakan untuk mewujudkan integrasi oleh klien. Fokus impian klien bukanlah
pada alam bawah sadar, bukan pada proyeksi atau aspek si pemimpi (Seligman, 2006).
Terapis akan membuat klien berbicara tentang impian mereka dalam hal pentingnya
setiap peran dalam mimpi dan ini memungkinkan klien untuk bertanggung jawab atas
mimpi dan meningkatkan kesadaran akan pikiran dan emosi mereka.

6. Experiment (Eksperimen)

Terapis Gestalt menggunakan teknik eksperimen atau pengalaman belajar


dengan klien mereka. Eksperimen dirancang untuk individu dan mengambil bentuk
sebuah akting, permainan peran, pekerjaan rumah, atau aktivitas lain yang
meningkatkan kesadaran diri individu (Seligman, 2006). Contoh teknik ini adalah
dengan seorang pria yang merasa tidak aman dalam situasi sosial. Ia memiliki sebuah
fungsi kerja yang harus dilakukan dalam waktu dua minggu sehingga terapis
memberinya percobaan untuk memulai percakapan di acara dengan seseorang yang
biasanya tidak dia ajak bicara. Menghabiskan waktu memikirkan apa yang mungkin dia
katakan meningkatkan kesadaran diri dan eksperimen itu sendiri memberi dia lebih
percaya diri dalam situasi sosial.

7. Topdog – Underdog

Teknik Gestalt yang umum digunakan adalah dialog topdog-underdog. Teknik


ini digunakan ketika terapis memperhatikan dua pendapat/sikap yang berlawanan dalam
klien. Terapis mendorong klien untuk membedakan antara dua bagian ini dan
memainkannya peran masing-masing dalam dialog di antara mereka (Patterson, 1986).
'Topdog' yang tirani menuntut agar segala sesuatunya menjadi cara tertentu sementara
'underdog' bermain peran anak durhaka. Individu menjadi terbelah antara kedua belah
pihak yang berjuang untuk kontrol.

8. Confusion (Kebingungan)

Teknik menangani kebingungan klien adalah tentang menarik perhatian klien


keragu-raguan dalam membicarakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Keragu-raguan
dapat ditunjukkan melalui penghindaran, pengosongan, verbalisme dan fantasi
(Patterson, 1986). Dengan menarik perhatian pada keragu-raguan, itu menciptakan
kesadaran diri bagi klien dan memungkinkan klien untuk bekerja melalui masalah.

9. Confrontation (Konfrontasi)

Dalam terapi Gestalt, konfrontasi berarti 'untuk menantang atau membuat


frustrasi klien'. klien adalah ditantang dengan kepekaan dan empati dari pihak terapis
untuk menghadapi masalah penting bagi mereka. Ini adalah alat yang sangat berharga
untuk membawa klien ke kesadaran yang jelas tentang mereka kenyataan, bila
digunakan dengan tepat. Namun, konfrontasi bukanlah teknik yang bisa digunakan
dengan semua klien.
Proses Terapi Gestalt

Terapi Gestalt adalah eksplorasi daripada upaya langsung untuk mengubah


perilaku. Terapis dan pasien bekerja sama untuk meningkatkan pemahaman. Tujuannya
adalah pertumbuhan dan otonomi melalui peningkatan kesadaran. Metodenya adalah
salah satu keterlibatan langsung, apakah keterlibatan itu adalah pertemuan antara terapis
dan pasien atau keterlibatan dengan aspek bermasalah dari proses kontak dan kesadaran
pasien. Model keterlibatan datang langsung dari konsep kontak Gestalt. Kontak adalah
sarana di mana kehidupan dan pertumbuhan terjadi, jadi pengalaman hidup hampir
selalu lebih diutamakan daripada penjelasan. Daripada mempertahankan jarak
profesional impersonal dan membuat interpretasi, terapis Gestalt berhubungan dengan
pasien dengan kehadiran yang hidup, bersemangat, hangat, dan langsung (Corey, 2003).

Dalam hubungan yang terbuka dan terlibat ini, pasien tidak hanya mendapatkan
umpan balik yang jujur tetapi juga, dalam kontak otentik, dapat melihat, mendengar,
dan diberi tahu bagaimana pengalamannya oleh terapis, dapat mempelajari bagaimana
pengaruhnya terhadap terapis, dan (jika tertarik) dapat belajar sesuatu tentang terapis.
Mereka memiliki pengalaman penyembuhan didengarkan oleh seseorang yang sangat
peduli dengan perspektif, perasaan, dan pikiran mereka.

1. Disini dan sekarang (Here and Now)

Dalam terapi Gestalt, ada fokus ganda: penekanan yang konstan dan hati-hati
pada apa yang dilakukan pasien dan bagaimana hal itu dilakukan dan juga fokus serupa
pada interaksi antara terapis dan pasien. Pengalaman langsung adalah alat utama terapi
Gestalt, dan fokusnya selalu di sini dan sekarang. Sistem terapi Gestalt benar-benar
integratif dan mencakup komponen afektif, sensorik, kognitif, interpersonal, dan
perilaku (Joyce & Sills, 2009).Masa kini adalah transisi antara masa lalu dan masa
depan. Tidak berpusat pada masa kini mencerminkan gangguan waktu—tetapi juga
tidak dapat menghubungi masa lalu yang relevan atau tidak merencanakan masa depan.
Seringkali, pasien kehilangan kontak dengan masa kini dan hidup di masa lalu. Dalam
beberapa kasus, pasien hidup di masa sekarang seolah-olah mereka tidak memiliki masa
lalu, dengan konsekuensi yang tidak menguntungkan bahwa mereka tidak dapat belajar
dari masa lalu. Gangguan waktu yang paling umum adalah hidup dalam mengantisipasi
apa yang bisa terjadi di masa depan seolah-olah masa depan adalah sekarang (Kholifah,
2016).

Sekarang dimulai dengan kesadaran pasien saat ini. Dalam sesi terapi Gestalt,
yang terjadi dulu bukanlah masa kanak-kanak tetapi apa yang dialami sekarang.
Kesadaran terjadi sekarang. Peristiwa sebelumnya mungkin menjadi objek kesadaran
saat ini, tetapi proses kesadaran adalah sekarang. Sekarang saya dapat menghubungi
dunia di sekitar saya, atau sekarang saya dapat menghubungi kenangan atau harapan.
"Sekarang" mengacu pada saat ini. Ketika pasien merujuk pada kehidupan mereka di
luar jam terapi, atau bahkan lebih awal, isinya tidak dipertimbangkan sekarang, tetapi
tindakan berbicara sekarang. Kami lebih berorientasi pada terapi Gestalt sekarang
daripada dalam bentuk psikoterapi lainnya. Ini “apa dan bagaimana; metode here and
now” sering digunakan untuk mengerjakan tema-tema karakterologis dan
perkembangan. Eksplorasi pengalaman masa lalu berlabuh di masa sekarang (misalnya,
menentukan apa yang di bidang ini memicu memori lama tertentu). Kapan pun
memungkinkan, metode digunakan yang membawa pengalaman lama secara langsung
ke dalam pengalaman sekarang daripada hanya menceritakan masa lalu .

Ada kesadaran yang muncul dalam terapi Gestalt bahwa terapi terbaik
memerlukan sudut pandang binokular: Terapi Gestalt membutuhkan kerja teknis pada
proses kesadaran pasien, tetapi pada saat yang sama melibatkan hubungan pribadi di
mana perhatian yang cermat diberikan pada nuansa dari apa yang terjadi. dalam kontak
antara terapis dan pasien.

2. Kesadaran (Awarness)

Salah satu pilar terapi Gestalt adalah mengembangkan kesadaran akan proses
kesadaran. Idealnya, proses-proses yang perlu dalam kesadaran menjadi kesadaran
ketika dan sesuai kebutuhan dalam arus kehidupan yang sedang berlangsung. Ketika
transaksi menjadi kompleks, diperlukan pengaturan diri yang lebih sadar. Jika ini
berkembang dan seseorang berperilaku penuh perhatian, orang tersebut kemungkinan
besar akan belajar dari pengalaman.

Konsep kesadaran ada di sepanjang kontinum. Misalnya, terapi Gestalt


membedakan antara sekadar mengetahui tentang sesuatu dan memiliki apa yang sedang
dilakukan. Hanya mengetahui tentang sesuatu menandai transisi antara sesuatu yang
benar-benar di luar kesadaran dan berada dalam kesadaran fokus. Ketika orang
melaporkan menyadari sesuatu namun mengklaim bahwa mereka benar-benar tidak
berdaya untuk membuat perubahan yang diinginkan, mereka biasanya mengacu pada
situasi di mana mereka tahu tentang sesuatu tetapi tidak sepenuhnya merasakannya,
tidak tahu detail cara kerjanya, lakukan tidak sepenuhnya tahu bahwa mereka membuat
pilihan, dan tidak benar-benar mengintegrasikannya dan menjadikannya milik mereka.
Selain itu, mereka sering mengalami kesulitan membayangkan alternatif dan/atau
percaya bahwa alternatif dapat dicapai dan/atau mengetahui bagaimana mendukung
eksperimen dengan alternatif. Sadar sepenuhnya berarti mengalihkan perhatian pada
proses yang paling penting bagi orang dan lingkungan; ini adalah kejadian alami dalam
pengaturan diri yang sehat.

3. Kontak (Contact)

Kontak, hubungan antara pasien dan terapis, adalah pilar lain dari terapi Gestalt.
Hubungan itu adalah kontak dari waktu ke waktu. Apa yang terjadi dalam hubungan itu
sangat penting. Ini lebih dari apa yang dikatakan terapis kepada pasien, dan ini lebih
dari teknik yang digunakan. Yang paling penting adalah subteks nonverbal (postur, nada
suara, sintaksis, dan tingkat minat) yang mengkomunikasikan sejumlah besar informasi
kepada pasien tentang bagaimana terapis memandang pasien, apa yang penting, dan
bagaimana terapi bekerja.

Dalam hubungan terapi yang baik, terapis sangat memperhatikan apa yang
dilakukan pasien dari waktu ke waktu dan apa yang terjadi antara terapis dan pasien.
Terapis tidak hanya memperhatikan apa yang dialami pasien, tetapi juga sangat percaya
bahwa pengalaman subjektif pasien sama nyata dan validnya dengan "kenyataan"
terapis.
Terapis berada dalam posisi yang kuat dalam hubungannya dengan pasien. Jika
terapis memandang pasien dengan kejujuran, kasih sayang, belas kasih, kebaikan, dan
rasa hormat, maka suasana yang relatif aman bagi pasien untuk menjadi lebih sadar
akan apa yang selama ini disembunyikan dari kesadaran dapat diciptakan. Hal ini
memungkinkan pasien untuk mengalami dan mengekspresikan pikiran dan emosi yang
biasanya tidak dia rasa aman untuk dibagikan. Terapis berada dalam posisi untuk
memandu kerja kesadaran dengan memasuki pengalaman pasien secara mendalam dan
lengkap. Martin Buber mengacu pada "inklusi" sebagai merasakan pengalaman orang
lain sama seperti seseorang akan merasakan sesuatu di dalam tubuhnya sendiri sekaligus
menyadari dirinya sendiri.

Ada beberapa ketegangan antara dorongan manusiawi dari terapis untuk


meringankan rasa sakit pasien dan kebutuhan pasien yang sangat diperlukan untuk
seseorang yang dengan sukarela masuk ke dalam dan memahami rasa sakit subjektifnya.
Pengalaman empatik terapis terhadap rasa sakit pasien membawa pasien ke ranah
kontak manusia. Namun, mencoba membuat pasien merasa lebih baik sering dialami
oleh pasien sebagai bukti bahwa pasien hanya dapat diterima sejauh dia merasa baik.
Terapis mungkin tidak bermaksud untuk menyampaikan pesan ini, tetapi reaksi ini
sering dipicu ketika terapis tidak mematuhi teori perubahan paradoks.

4. Eksperimen (Experiment)

Dalam terapi yang berpusat pada klien, pekerjaan fenomenologis oleh terapis
terbatas pada refleksi apa yang dialami pasien secara subyektif. Dalam pekerjaan
psikoanalitik, terapis terbatas pada interpretasi atau refleksi. Intervensi ini merupakan
bagian dari repertoar terapi Gestalt, tetapi terapi Gestalt memiliki metode fenomenologi
eksperimental tambahan. Sederhananya, pasien dan terapis dapat bereksperimen dengan
cara berpikir dan tindakan yang berbeda untuk mencapai pemahaman yang tulus
daripada sekadar perubahan perilaku. Seperti dalam penelitian apa pun, eksperimen
dirancang untuk mendapatkan lebih banyak data. Dalam terapi Gestalt, datanya adalah
pengalaman fenomenologis pasien (Swanson, 2009).
Risiko terbesar dengan eksperimen adalah bahwa pasien yang rentan mungkin
percaya bahwa perubahan telah diamanatkan. Bahaya ini diperbesar jika kesadaran diri
seorang terapis menjadi kabur atau jika dia menyimpang dari komitmen terhadap teori
perubahan paradoks. Sangat penting dalam terapi Gestalt bahwa terapis tetap jelas
bahwa mode perubahan adalah pengetahuan pasien dan penerimaan diri, mengetahui
dan mendukung apa yang muncul dalam pengalaman kontemporer. Jika terapis
menjelaskan bahwa eksperimen adalah eksperimen dalam kesadaran dan bukan kritik
terhadap apa yang diamati, risiko menambah penolakan diri pasien diminimalkan.
Dalam eksperimen terapi Gestalt muncul dari interaksi antara terapis dan pasien dan
berfungsi untuk membantu mengembangkan hubungan. (Swanson, 2009).

5. Pengungkapan Diri (Self-Disclosure)

Salah satu aspek yang kuat dan membedakan terapi Gestalt adalah bahwa terapis
diizinkan dan didorong untuk mengungkapkan pengalaman pribadi mereka, baik pada
saat ini maupun dalam kehidupan mereka. Tidak seperti psikoanalisis klasik, dalam
terapi Gestalt data disediakan oleh pasien dan terapis, dan pasien dan terapis mengambil
bagian dalam mengarahkan terapi melalui proses eksplorasi fenomenologis bersama.

Hubungan terapeutik semacam ini mengharuskan terapis berdamai dengan


perbedaan antara mereka dan pasien mereka. Selain itu, terapis paling benar-benar
percaya bahwa rasa realitas subjektif pasien sama validnya dengan miliknya. Dengan
menghargai relativitas subjektivitas seseorang, menjadi mungkin bagi terapis untuk
mengungkapkan reaksi mereka kepada pasien tanpa mengharuskan pasien berubah.
Percakapan ini, yang dilakukan dengan hati-hati dan sensitif, umumnya cukup menarik
dan menggugah, dan sering kali meningkatkan rasa kemanjuran dan kelayakan pasien.

Dialog adalah dasar dari hubungan terapi Gestalt. Dalam dialog, terapis
mempraktikkan inklusi, keterlibatan empatik, dan kehadiran pribadi (misalnya,
pengungkapan diri). Terapis membayangkan realitas pengalaman pasien dan, dengan
demikian, menegaskan keberadaan dan potensi pasien. Namun, ini tidak cukup untuk
membuat interaksi menjadi dialog yang nyata.
Dialog nyata antara terapis dan pasien juga harus mencakup terapis yang
menyerah pada interaksi dan apa yang muncul dari interaksi itu. Terapis harus terbuka
untuk diubah oleh interaksi. Ini kadang-kadang mengharuskan terapis untuk mengakui
telah salah, menyakitkan, sombong, atau keliru. Pengakuan semacam ini menempatkan
terapis dan pasien pada bidang horizontal. Pengungkapan terbuka semacam ini
membutuhkan terapi pribadi bagi terapis untuk mengurangi sikap defensif dan
kebutuhan untuk mempertahankan citra diri pribadinya dengan bangga.

Proses Psikoterapi Gestalt

Orang-orang membentuk rasa diri mereka dan gaya kesadaran dan perilaku
mereka di masa kanak-kanak. Ini menjadi kebiasaan dan seringkali tidak disempurnakan
atau direvisi oleh pengalaman baru. Ketika seseorang keluar dari keluarga dan
memasuki dunia, situasi baru dihadapi dan cara berpikir, perasaan, dan tindakan lama
tidak lagi diperlukan atau adaptif dalam situasi baru. Tetapi cara-cara lama terkadang
bertahan karena tidak dalam kesadaran dan karenanya tidak tunduk pada tinjauan sadar.

Dalam terapi Gestalt, pasien bertemu dengan seseorang yang menganggap


pengalamannya serius, dan melalui hubungan yang berbeda dan saling menghormati ini,
rasa diri yang baru terbentuk. Dengan menggabungkan hubungan terapi Gestalt dengan
teknik pemfokusan fenomenologis, pasien menjadi sadar akan proses yang sebelumnya
tidak dapat diubah karena di luar kesadaran. Terapis Gestalt percaya bahwa kontak
antara terapis dan pasien mengatur panggung untuk pengembangan kapasitas untuk
berhubungan dengan figur minat yang berubah dari waktu ke waktu (Willis, 2007).

Terapi Gestalt mungkin memiliki rentang gaya dan modalitas yang lebih besar
daripada sistem lainnya. Terapi bisa jangka pendek atau jangka panjang. Modalitas
khusus meliputi individu, pasangan, keluarga, kelompok, dan sistem besar. Gaya
bervariasi dalam derajat dan jenis struktur; kuantitas dan kualitas teknik yang
digunakan; frekuensi sesi; konfrontasi versus hubungan yang penuh kasih; fokus pada
tubuh, kognisi, pengaruh, atau kontak interpersonal; pengetahuan dan pekerjaan dengan
tema psikodinamik; penekanan pada dialog dan kehadiran; penggunaan teknik; Dan
seterusnya. Semua gaya terapi Gestalt berbagi penekanan umum pada pengalaman
langsung dan eksperimen, penggunaan kontak langsung dan kehadiran pribadi, dan
fokus pada apa dan bagaimana, di sini dan sekarang. Terapi bervariasi sesuai dengan
konteks dan kepribadian terapis dan pasien.

Terapi Gestalt dimulai dengan kontak pertama antara terapis dan pasien. Terapis
menanyakan tentang keinginan atau kebutuhan pasien dan menjelaskan bagaimana dia
mempraktikkan terapi. Sejak awal, fokusnya adalah pada apa yang terjadi sekarang dan
apa yang dibutuhkan sekarang. Terapis segera mulai membantu memperjelas kesadaran
pasien tentang diri dan lingkungan. Dalam hal ini, hubungan potensial dengan terapis
adalah bagian dari lingkungan.

Terapis dan calon pasien terapi Gestalt bekerja sama untuk memperjelas apa
yang dibutuhkan pasien dan apakah terapis khusus ini cocok. Jika tampaknya ada
kecocokan antara keduanya, maka terapi dilanjutkan dengan berkenalan. Pasien dan
terapis mulai berhubungan dan memahami satu sama lain, dan proses penajaman
kesadaran dimulai. Pada awalnya, seringkali tidak jelas apakah terapi tersebut akan
berlangsung jangka pendek atau panjang atau bahkan apakah, pada pemeriksaan lebih
lanjut, kecocokan antara pasien dan terapis akan terbukti memuaskan (Surya, 2003).

Terapi biasanya dimulai dengan perhatian pada perasaan langsung pasien,


kebutuhan pasien saat ini, dan beberapa keadaan dan riwayat hidup pasien. Sejarah
sosial yang panjang jarang diambil, meskipun tidak ada teori Gestalt yang
mencegahnya. Biasanya, riwayat dikumpulkan dalam proses terapi karena menjadi
relevan dengan pekerjaan terapi saat ini dan dengan kecepatan yang nyaman bagi
pasien. Beberapa pasien memulai dengan kisah hidup mereka, yang lain dengan fokus
kontemporer. Terapis membantu pasien menjadi sadar akan apa yang muncul dan apa
yang mereka rasakan dan butuhkan saat mereka menceritakan kisah mereka. Hal ini
dilakukan dengan pernyataan reflektif dari pemahaman terapis tentang apa yang pasien
katakan dan rasakan dan dengan saran tentang bagaimana memfokuskan kesadaran
(atau pertanyaan yang mencapai tujuan yang sama).

Misalnya, seorang pasien mungkin mulai bercerita tentang kejadian baru-baru


ini tetapi tidak mengatakan bagaimana dia terpengaruh oleh kejadian tersebut. Terapis
mungkin menanyakan apa yang dirasakan pasien ketika peristiwa yang dilaporkan
terjadi atau apa yang dirasakan pasien saat menceritakan kisah tersebut. Terapis juga
mungkin kembali ke cerita, dengan fokus pada mengenali dan verbalisasi perasaan yang
terkait dengan berbagai tahap dalam cerita. Terapis juga melakukan penilaian terhadap
kekuatan dan kelemahan pasien, termasuk gaya kepribadian. Terapis mencari cara
tertentu di mana dukungan diri pasien baik genting atau kuat. Terapi Gestalt dapat
diadaptasi dan dipraktikkan dengan hampir semua pasien yang diindikasikan
psikoterapi. Namun, praktiknya harus disesuaikan dengan kebutuhan khusus setiap
orang. Terapis Gestalt yang kompeten, seperti terapis lainnya, harus memiliki pelatihan
dan kemampuan untuk membuat keputusan ini. Seorang terapis yang baik mengetahui
batas-batas pengalamannya dan pelatihan dan praktek dalam batas-batas ini (Afandi,
2007).

Perawatan biasanya dimulai dengan terapi individu atau pasangan—atau


keduanya. Terapi kelompok terkadang ditambahkan ke rencana perawatan, dan
kelompok dapat menjadi satu-satunya modalitas untuk perawatan. Fritz Perls
mengklaim bahwa pasien dapat diobati dengan terapi kelompok Gestalt saja. Keyakinan
ini tidak pernah diterima oleh sebagian besar terapis Gestalt dan benar-benar ditolak
hari ini. Terapi kelompok Gestalt melengkapi pekerjaan individu dan pasangan tetapi
tidak menggantikannya. Terapis Gestalt bekerja dengan orang-orang dari segala usia,
meskipun pelatihan khusus diperlukan untuk bekerja dengan anak kecil. Terapi Gestalt
dengan anak-anak dilakukan secara individu, sebagai bagian dari terapi keluarga
Gestalt, dan kadang-kadang dalam kelompok (Lampert, 2003).

Mekanisme Psikoterapi Gestalt

Semua teknik dalam terapi Gestalt dianggap eksperimen, dan pasien berulang
kali diberitahu untuk "Coba ini dan lihat apa yang Anda alami." Ada banyak "teknik
terapi Gestalt", tetapi teknik itu sendiri tidak terlalu penting. Teknik apa pun yang
konsisten dengan prinsip terapi Gestalt dapat dan akan digunakan. Bahkan, terapi
Gestalt secara eksplisit mendorong terapis untuk kreatif dalam intervensi mereka
(Yontef & Jacob, 2005).
1. Memfokuskan (Focusing)

Teknik yang paling umum adalah intervensi pemfokusan sederhana. Fokus


berkisar dari inklusi sederhana atau empati hingga latihan yang sebagian besar timbul
dari pengalaman terapis saat bersama pasien. Segala sesuatu dalam terapi Gestalt adalah
sekunder dari pengalaman aktual dan langsung para peserta. Terapis membantu
memperjelas apa yang penting dengan membantu pasien memfokuskan kesadarannya.

Eksperimen prototipe adalah beberapa bentuk pertanyaan "Apa yang Anda


sadari, atau alami, di sini dan sekarang?" Kesadaran terjadi terus menerus, dari waktu ke
waktu, dan terapis Gestalt memberikan perhatian khusus pada kontinum kesadaran,
aliran atau urutan kesadaran dari satu momen ke momen lainnya.

Terapis Gestalt juga menarik perhatian pada momen-momen penting dalam


terapi. Tentu saja, ini mengharuskan terapis memiliki kepekaan dan pengalaman untuk
mengenali momen-momen ini ketika itu terjadi. Beberapa pasien merasa ditinggalkan
jika terapis diam untuk waktu yang lama; yang lain merasa itu mengganggu ketika
terapis aktif. Oleh karena itu, terapis harus mempertimbangkan kemungkinan gangguan
kontinum kesadaran pasien jika ia menawarkan pengamatan atau saran pemandu
terhadap manfaat fasilitatif yang dapat diperoleh dari pemfokusan. Keseimbangan ini
dicapai melalui komunikasi yang berkelanjutan antara terapis dan pasien dan tidak
semata-mata diarahkan oleh terapis.

Salah satu momen kunci terjadi ketika seorang pasien menyela kesadaran yang
sedang berlangsung sebelum itu selesai. Terapis Gestalt mengenali tanda-tanda
gangguan ini, termasuk indikasi nonverbal, dengan memperhatikan perubahan status
ketegangan, tonus otot, dan/atau tingkat kegembiraan. Interpretasi terapis saat ini tidak
dianggap relevan atau berguna kecuali pasien dapat mengkonfirmasinya. Seorang pasien
mungkin menceritakan sebuah kisah tentang peristiwa dengan seseorang dalam
hidupnya dan pada saat-saat penting menggertakkan giginya, menahan napas, dan tidak
menghembuskan napas. Ini bisa berubah menjadi gangguan kesadaran atau ekspresi
kemarahan. Pada kesempatan lain, seorang terapis mungkin memperhatikan bahwa
ekspresi marah mulai berubah menjadi ekspresi sedih—tetapi kesedihan yang tidak
dilaporkan. Pasien mungkin beralih ke subjek lain atau mulai melakukan
intelektualisasi. Dalam hal ini, kesedihan dapat terganggu baik pada tingkat kesadaran
diri atau pada tingkat ekspresi pengaruh.

Ketika pasien melaporkan suatu perasaan, teknik lain adalah "tetap


bersamanya". Ini mendorong pasien untuk melanjutkan perasaan yang dilaporkan dan
membangun kapasitas pasien untuk memperdalam dan bekerja melalui perasaan. Sketsa
berikut mengilustrasikan teknik ini (P : Pasien; T : Terapis).

P: [Terlihat sedih.]

T: Apa yang kamu ketahui?

P: Saya sedih.

T: Tetap dengan itu.

P: [Air mata menggenang. Pasien menegang, memalingkan muka, dan menjadi


bijaksana.]

T: Saya melihat Anda mengencangkan. Apa yang kamu sadari?

P: Saya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan.

T: Tetap dengan yang tidak mau. Masukan kata-kata untuk tidak ingin. [Intervensi ini
kemungkinan akan membawa kesadaran akan resistensi pasien terhadap kerentanan.
Pasien mungkin menjawab "Saya tidak akan menangis di sini—tidak terasa aman," atau
"Saya malu," atau "Saya marah dan tidak mau mengakui bahwa saya sedih."]

Ada kesadaran yang muncul dalam terapi Gestalt bahwa saat-saat di mana
pasien mengubah subjek sering mencerminkan sesuatu yang terjadi dalam interaksi
antara terapis dan pasien. Sesuatu yang dikatakan terapis atau perilaku nonverbalnya
dapat memicu rasa tidak aman atau malu pada pasien. Paling sering ini tidak dalam
kesadaran pasien sampai perhatian difokuskan padanya oleh terapis dan dieksplorasi
melalui dialog (Jacobs, 1996).
2. Pemberlakuan (Enactment)

Pasien diminta untuk bereksperimen dengan menempatkan perasaan atau pikiran


ke dalam tindakan. Teknik ini mungkin sesederhana mendorong pasien untuk
"mengatakannya kepada orang tersebut" (jika orang yang terlibat hadir) atau mungkin
dilakukan dengan menggunakan permainan peran, psikodrama, atau teknik kursi kosong
terapi Gestalt yang terkenal. Terkadang pemberlakuan dikombinasikan dengan teknik
meminta pasien untuk melebih-lebihkan. Ini tidak dilakukan untuk mencapai katarsis,
tetapi lebih merupakan bentuk eksperimen yang terkadang menghasilkan peningkatan
kesadaran akan perasaan.

Ekspresi kreatif adalah bentuk lain dari enactment. Untuk beberapa pasien,
ekspresi kreatif dapat membantu memperjelas perasaan dengan cara yang tidak dapat
dilakukan oleh berbicara sendiri. Teknik ekspresi meliputi menulis jurnal, puisi, seni,
dan gerak. Ekspresi kreatif sangat penting dalam bekerja dengan anak-anak (Oaklander,
1988).

3. Eksperimen Mental, Fantasi Terpandu, dan Perumpamaan

Terkadang memvisualisasikan pengalaman di sini dan sekarang meningkatkan


kesadaran lebih efektif daripada memerankannya, seperti yang diilustrasikan dalam
sketsa singkat berikut (P : Pasien; T : Terapis).

P : Saya dengan pacar saya tadi malam. Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi tetapi saya
tidak berdaya. [Pasien memberikan lebih banyak detail dan riwayat.]

T: Tutup matamu. Bayangkan itu tadi malam dan Anda bersama pacar Anda. Katakan
dengan lantang apa yang Anda alami setiap saat.

P: Saya sedang duduk di sofa. Teman saya duduk di sebelah saya dan saya menjadi
bersemangat. Lalu aku menjadi lembut.

T: Mari kita ulangi lagi dalam gerakan lambat, dan lebih detail. Peka terhadap setiap
pikiran atau kesan indera.
P: Saya sedang duduk di sofa. Dia datang dan duduk di sebelahku. Dia menyentuh
leherku. Rasanya begitu hangat dan lembut. Saya menjadi bersemangat—Anda tahu,
sulit. Dia membelai lenganku dan aku menyukainya. [Berhenti sebentar. Tampak kaget.]
Lalu saya berpikir, saya mengalami hari yang menegangkan, mungkin saya tidak akan
bisa bangun.

Seseorang dapat menggunakan perumpamaan untuk mengeksplorasi dan


mengekspresikan emosi yang tidak sesuai dengan verbalisasi linier sederhana.
Misalnya, seorang pasien mungkin membayangkan sendirian di padang pasir, dimakan
hidup-hidup oleh serangga, tersedot oleh pusaran air, dan sebagainya. Ada
kemungkinan gambar tak terbatas yang dapat diambil dari mimpi, fantasi bangun, dan
penggunaan fantasi secara kreatif. Terapis Gestalt mungkin menyarankan agar pasien
membayangkan pengalaman yang terjadi saat ini daripada hanya mendiskusikannya.
“Bayangkan Anda benar-benar berada di gurun itu, sekarang. Apa yang kamu alami?”
Ini sering diikuti oleh beberapa versi "Tetap bersamanya."

Sebuah gambar mungkin muncul secara spontan dalam kesadaran pasien sebagai
pengalaman di sini dan sekarang, atau mungkin secara sadar diciptakan oleh pasien
dan/atau terapis. Pasien mungkin tiba-tiba melaporkan, “Baru saja saya merasa
kedinginan, seperti sendirian di luar angkasa.” Ini mungkin menunjukkan sesuatu
tentang apa yang terjadi antara terapis dan pasien pada saat itu; mungkin pasien
mengalami terapis sebagai tidak hadir secara emosional.

Teknik pencitraan juga dapat digunakan untuk memperluas teknik swadaya


pasien. Misalnya, dalam bekerja dengan pasien yang memiliki masalah rasa malu yang
kuat, kadang-kadang sangat membantu bagi mereka untuk membayangkan Ibu
Metaforis yang Baik, seseorang yang sepenuhnya hadir dan mencintai serta menerima
dan mencintai pasien apa adanya . Teknik meditasi, banyak yang dipinjam dari
psikoterapi Asia, juga bisa menjadi eksperimen yang sangat membantu.
Daftar Pustaka

Abdurrahman. (2015). Teori Belajar Aliran Psikologi Gestalt. Teori Belajar Aliran
Gestalt, 14 - 21.

Boeree, C. G. (2006). Sejarah Psikologi. Yogyakarta: Primasophie.

Brammer, L. M., & Shostrom, E. L. (1982). Therapeautic Psychology. Fundamentals


Of Counseling and Psychohotherapy. New Jersey: Englewood Cliffs.

Cholil, U. (1998). Ikhtisar Psikologi Pendidikan . Surabaya: Duta Aksara.

Clarkson, P. (1989). Gestalt Counselling in action. London: Sage.

Fudyartanto, K. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. Jogjakarta:


Global Pustaka Ilmu.

Hartono, & Soedarmadji, B. (2012). Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana Predana


Media Group.

Hidayati, T. N. (2011). Implementasi Teori Belajar Gestalt pada Proses. falasifa,


Bandung.

Hilgard, E. (1948). Theories of Learning. New york: Harper.

Jay, L. (2010). Gestalt Therapy : now and for tomorrow. Gestalt Review, 147-170.

Kartono, K. (1985). Bimbingan dan Dasar - dasar Pelaksanaan Teknik Bimbingan


Praktis. Jakarta: CV. Rajawali.

Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
PT. Indeks.

Latipun. (2003). Psikologi konseling. Malang: UMM Press.

Lefrancois, G. R. (1995). Theories Of Human Learning. Kanada: Universita Alberta.

Melnick, & Nevis. (2005). Gestalt Therapy Methodology. Gestalt Therapy; history,
Theory and practice, 101-116.

Mudzaki, A., & Sutrisno, J. (1979). Psikologi Pendidikan . Bandung: Pustaka Setia.

Namora, L. L. (2017). Memahami Dasar - dasar Konseling dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Nurfarhanah. (2018). TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN PSIKOLOGI GESTALT.
Padang: Universitas Negeri Padang.

O’Leary, E. (2013). Key Concepts of Gestalt Therapy. Gestalt Therapy Around the
World First Edition, 16 - 36.

Palmer, S. (2011). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

pendidikan, T. P. (1993). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP Univesrsitas


Yogyakarta.

Purwanto, & Ngalim. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sagala, & Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sobur, A. (2016). Psikologi Umum. Jakarta: Pustaka Setia.

Soewondo, & Soetinah. (1993). Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Offset.

Sofyan, W. S. (2009). Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Sumadi, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suwarno, W. (2006). Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Willis, S. S. (2007). Konseling Individual dan Praktek. Bandung: 2007.

Yontef, G., & Jacob, l. (2005). Gestalt Therapy. Current psychotherapies, 299–336.

Anda mungkin juga menyukai