Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi dengan dosen pengampu Dr.
Muallifah, S.Psi., MA
Disusun Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
MALANG 2021
A. Sejarah Lahirnya Teori Gestalt
Teori Gestalt muncul sekitar tahun 1940 sampai 1943 disusul dengan lahirnya
teori kognitif. Penemu dari teori Gestalt ini adalah psikolog asal Jerman yaitu Max
Wertheimer berawal dari dimuatnya di artikel pada tahun 1912 (Nurfarhanah, 2018).
Max Wertheimer melakukan penelitian dan uji coba mengenai teori gestalt ini dibantu
dengan teman dekatnya yaitu Wolfgang Kohler dan Kurt Kofka. Wolfgang Kohler dan
Kurt Kofka melakukan berbagai macam percobaan mengenai teori Bersama dengan
Wertheimer dengan ide – ide mereka yang sejajar yang akhirnya menghasilkan
sumbangan ilmu yang berarti bagi teori psikologi gestalt. Awal ide teori dasar dari
psikologi gestalt dimunculkan oleh Max Wertheimer mengenai pengamatan dan
penyelesaian masalah. Lalu Kurt Kofka memberikan tambahan terpenrinci mengenai
hukum – hukum pengamatan bersamaan dengan Wolfgang Kohler yang melakukan
research tentang wawasan yang dimiliki hewan mamalia yaitu simpanse. Para ahli
penganut gestalt mengungkapkan bahwa penelitian dari Whertheimer, Kofka dan
Kohler saling berkaitan berkaitan dan berstruktur yang menjadi suatu bentuk secara
keseluruhan.
Menurut ketiga ahli tersebut teori gestalt adalah segala aktifitas pembelajaran
yang menggunakan pemaknaan terkait hubungan – hubungan, khususnya hubungan
antar bagian dengan keseluruhan kesatuan. Maksudnya adalah tingkat dari pemahaman,
kejelasan dan keberartian dari sebuah pengamatan dalam situasi belajar lebih condong
meningkatkan kemampuan belajar daripada hukuman. Dari segi bahasa gestalt berasal
dari Bahasa Jerman yang sulit diterjemahkan ke Bahasa lain. Jika diterjemahkan ke
dalam Bahasa Inggris Gestalt memiliki arti yang rancu, dapat berarti “form” atau
“shape” dan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia gestalt dapat berarti
peristiwa, hakikat, hal, esensi, totalitas, bentuk (Sobur, 2010). Karena terdapat
pengartian yang kurang jelas maka para ahli psikologi di seluruh dunia menyepakati
untuk tetap memakai istilah nama “gestalt” tanpa merubahnya ke bahasa lain.
Belajar menurut teori gestalt berfokus pada pengamatan dan penyelesaian
masalah seseorang, ketiga ahli penemu teori ini menganggap teknik hafalan yang
diterapkan di sekolah kurang efektif dan menyarankan untuk mengajarkan murid untuk
belajar dengan pemahaman wawasan mereka bukan dengan hafalan. Rancangan yang
penting dalam teori gestalt ini adalah tentang pemahaman dan pengamatan terhadap
kondisi atau situasi permasalahan. Seperti contohnya ketika dalam pembelajaran di
kelas, guru tidak hanya memberikan potongan atau bagian bahan ajaran saja namun
guru memberika keseluruhan satuan bahan ajaran kepada siswanya karena pengamatan
adalah jalan utama dalam mengembangkan kognitif.
Bagi para ahli pengikut teori gestalt perkembangan adalah proses membedakan
atau diferensiasi. Proses tersebut menimbulkan 2 hal yaitu primer dan sekunder, primer
merupakan suatu kesatuan sedangkan sekunder adalah bagian – bagian dari kesatuan.
Kesatuan ada terlebih dahulu baru bagian dilanjutkan dengan bagian – bagian yang
lainnya, contohnya ketika kita bertemu dengan seseorang yang kita kenal, dari kejauhan
yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah sepatu atau baju barunya melainkan
seseorang yang kita kenal itu sebagai keseluruhan baru kemudian menyusul
menyaksikan adanya hal tertentu yang meliputi baju, celana, atau sepatu. Dalam teori
gestalt pengamatan manusia memiliki sifat yang umum terhadap suatu objek yang
mereka lihat, oleh karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan terlebih dahulu baru
berlanjut dengan bagian – bagian. Pengamatan berarti proses pemaknaan, menerima,
dideskripsikan rangsangan yang masuk melalui indra (Boeree, 2006).
Terdapat suatu hukum yang terkenal dalam teori gestalt yaitu hukum Pragnanz.
Hukum pragnanz berarti suatu kesatuan, keharmonisan, seimbang, simetris dan teratur.
Untuk menemukan hukum Pragnanz diperlukan wawasan, yang telah dikategorikan oleh
Ernest Hilgard menjadi 6 ciri – ciri pemahaman, yaitu :
1. Dipengaruhi oleh kemampuan dasar
2. Dipengaruhi oleh pengalaman
3. Dipengaruhi oleh mencoba
4. Dipangaruhi oleh pengaturan situasi
5. Belajar dengan pemahaman yang diulang – ulang
6. Dipengaruhi oleh penerapan
Penemuan teori gestalt ini awalnya diakibatkan ketika Wertheimer ketika naik
kereta api sambil membaca buku. Wertheimwe melihat sinar yang bergerak seperti
berkedi – kedip atau nyala dan mati. Sinar yang berkedip tersebut membari kesan
seperti suatu sinar yang datang dan pergi tidaj terputus. Kemudian setelah turun dari
kereta Wertheimer turun dari kereta dan membeli mainan yang ia gunakan untuk
melihat rangsangan penglihatan dalam jarak waktu tertentu (Lefrancois, 1995).
Menurut teori gestlat belajar memiliki nama lain yaitu insight full learning atau
field theory. Dilihat dari namanya saja teori gestalt memiliki pendapat yang berbeda
dengan teori behavioristik. Menurut para ahli psikologi yang menganut teori gestalt,
manusia bukanlah makhluk yang bergerak atau bertindak karena adanya rangsangan
dari luar atau ada sesuatu yang mempengaruhinya. Namun manusia adalah suatu
kesatuan antara jasmani dan rohani. Maksud dari penjelasan tersebut adalah manuisa
akan bertindak atau bereaksi sesuai dengan kepribadiannya atau dengan cara unik
mereka masing – masing. Jadi tidak ada manusia yang memiliki pengalaman atau
pandangan yang sama mengenai suatu objek atau peristiwa (Purwanto, 2007).
Teori psikologi gestalt adalah salah satu aliran psikologi yang berfokus
mempelajari suatu kejadian atau gejala sebagai data – data atau dalam teori gestalt
disebut dengan phenomena (gejala) (Palmer, 2011). Teori psikologi gestalt ini
sependapat dengan teori filsafat phenomenologi yang memaparkan bahwa suatu
pengalaman harus dinilai secara netral. Hal tersebut dikarenakan teori gestalt ini
berpendapat bahwa phenomena adalah data yang paling mendasar. Selain itu teori ini
juga berpendapat bahwa objek adalah merupakan sesuatu yang memiliki makna dan
dapat dideskripsikan. Objek yang kita lihat dapat menjadi suatu informasi dan langsung
dapat kita beri makna pada objek tersebut.
Jadi gestalt adalah teori yang menelaah proses persepsi awal yang melalui
pengelolaan komponen sensasi yang memiliki hubungan menjadi suatu kesatuan . Teori
gestalt menggandeng teori struktualisme karena teori gestalt ini berupaya mengurangi
pembagian sensasi menjadi bagian yang kecil. Seperti sejarah yang telah dijelaskan
dibagian sebelumnya teori gestalt ini terbentuk antara kerjasama 3 orang yaitu Max
Whertheimer, Kurt Koffka, dan Woflgang Kohler. Mereka bertiga berpendapat sama
bahwa seorang manusia cenderung mempersepsikan apa yang terlihat di lingkungannya
sebagai sesuatu yang utuh.
Teori gestalt berasal dari bahasa jerman, yang memiliki arti whole configuration
atau dalam bahasa indonesia adalah bentuk keseluruhan atau bentuk kesatuan. Sebelum
Max Whertheirmer, Kurt Kofka dan Woflgang Kohler mengemukakan teori gestalt
Chryon Ehrenfels telah merintis teori ini terlebih dahulu pada tahun 1890 dalam
karyanya yang berjudul Uber Gestalt Qualification. Rancangan atau konsep teori gestalt
berbeda dengan konsep teori yang lain seperti teori behavioristik, teori asosiasi dan
sebagainya. Menurut para ahli penganut teori gestalt mendefinisikan perkembangan
sebuah proses pembedaan atau diferensiasi. Proses diferensiasi yang utama adalah
sebuah keseluruhan sedangkan proses sekunder merupakan bagian – bagian dari
keseluruhan. Proses sekunder yang merupakan bagian – bagian dari keseluruhan
merupakan arti sebagian dari keseluruhan atau kesatuan dalam hubungan fungsional
yang dimana keseluruhan ada terlebih dahulu baru diikuti oleh bagian – bagiannya.
Contohnya ketika kita bertemu dengan teman dari kejauhan yang kita saksikan terlebih
dahulu bukanlah sepatu, tas atau baju dari teman yang kita temui tersebut, namun yang
kita perhatikan terlebih dahulu adalah teman kita tersebut sebagai keseluruhan lalu
diikuti dengan melihat bagian khusus seperti topi, baju, celana atau sepatunya yang
merupakan bagian – bagian dari keseluruhan tersebut.
Eksperimen I
Eksperimen II
Pada eksperiman kedua peneliti membuat kondisi baru dengan permasalahan
baru yakni dengan menggantung pisang lebih tinggi dari sebelumnya sehingga tidak
bisa diraih hanya dengan 1 tongkat saja. Peneliti tentunya menambahkan jumlah
tongkat yang ada di dalam sangkar menjadi 2 buah tongkat. Awalnya simpanse masih
dengan wawasan atau pemahaman dari eksperimen pertama yaitu meraih pisang dengan
1 tongkat namun gagal meraihnya karena pisang digantung di tempat yang lebih tinggi.
Setelah itu tiba – tiba muncul pemahaman baru dalam diri simpanse jika diperlukan
sesuatu yang lebih panjang untuk meraih pisang tersebut lalu simpanse tersebut
menyambungkan kedua tongkat agar bisa meraih pisang yang digantung. Akhirnya
setelah menyambung kedua tongkat tersebut simpanse dapat meraih pisang yang
digantung.
Eksperimen III
Pada eksperimen ketiga peneliti membuat setting yang sama dengan
menggunakan sangkar dan pisang namun dengan kondisi yang berbeda. Kondisi di
ekperimen ketiga yaitu dengan sangkar yang lebih besar dan ditambahkan kotak di
dalamnya. Pisang tetap digantung diatas sangkar dan simpanse dihadapkan dengan
keadaan dimana dia harus bisa meraih pisang tersebut tanpa menggunakan tongkat. Lalu
setelah beberapa simpanse tersebut melihat kotak yang ada dalam sangkar dan
membawanya tepat di bawah pisang digantung. Lalu simpanse tersebut naik keatas
kotak tersebut dan meraih pisangnya. Dihilangkannya tongkat dan digantikan dengan
kotak yang ada di dalam sangkar memberikan pemahaman baru bagi simpanse tersebut.
Eksperimen IV
Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga, yaitu
buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak ditinggikan, sementara di
dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula Simpanse hanya menggunakan kotak satu
untuk meraih pisang, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam
sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya
lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di
atas susunan kotak - kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas sangkar dengan
tangannya. Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat
memecahkan problemnya dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut
untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya. (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni,
2008).
Teori gestalt memiliki beberapa prinsip belajar gestalt, yakni yang pertama
interaksi antara individu dengan lingkungan yang disebut dengan istilah perceptual
field. Setiap perseptual mempunyai organisasi yang biasanya dipersepsikan manusia
sebagai figure ground. Figure ground merupakan persepsi manusia ketika
mendefinisikan objek yang mereka lihat disekitarnya. Oleh karena itu kemampuan
persepsi ini adalah kemampuan bawaan manusia dan bukan sebuah keahlian yang perlu
dipelajari terlebih dahulu. Pengorganisasian tersebut merupakan pemaknaan yang
dibentuk.
Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa prinsip tersebut, prinsip umum atau
keseluruhan teori gestalt adalah belajar dimulai dari keseluruhan dan diikuti dengan
bagian – bagian dari keseluruhan. Untuk belajar diperlukan wawasan dan perlu adanya
pengelolaan dari pengalaman yang berkelanjutan. Dari keseluruhan tersebut
memberikan makna pada bagian – bagian yang mengikutinya. Karena bagian – bagian
dari keseluruhan maka bagian dapat dilihat dari keseluruhan.
Teori Gestalt bukanlah satu – satunya teori di muka bumi ini, masih ada teori –
teori lainnya yang selaras maupun berlawanan dengan teori gestalt ini. Oleh karena itu
teori gestalt ini memiliki kelebihan dan kekurangan (Hidayati, 2011). Kelebihan teori
gestalt yang pertama yaitu teori gestalt ini melihat setiap manusia mempunyai
keunikannya masing – masing, antara satu individu dengan individu yang lain berbeda.
Kedua dengan teori gestalt lebih menitik beratkan pada pemaknaan dalam proses belajar
yang lebih efektif untuk perkembangan belajar. Teori gestalt ini digunakan juga untuk
terapi gestalt tentang masa lalu dengan membawa aspek masa lalu yang berguna ke
masa sekarang. Teori gestalt memberikan pesan yang nonverbal dan pesan tubuh. Dan
teori gestalt menempatkan individu untuk menemukan sebuah makna sendiri.
Namun dibalik kelebihan – kelebihan dari teori gestalt ini, teori ini memiliki
kekurangan, yaitu yang pertama teori ini tidak berlandaskan pada suatu teori yang
kukuh. Kedua teori ini kurang memperhatikan faktor kognitif karena teori ini
menekankan pada pemahaman yang tidak memperdulikan intelektual seseorang. Teori
ini mengajarkan tentang tanggung jawab kepada diri sendiri namun melupakan
tanggung jawab kepada orang lain. Teori ini yang mengajarkan belajar dari keseluruhan
maka dari itu dikhawatirkan beban yang ditanggung terlalu banyak.
C. Konsep Prilaku Sehat dan Tidak sehat/normal Vs abnormal
1. Konsep Perilaku Sehat Teori Gestalt
Menurut Perls, orang-orang yang solid adalah individu yang dapat bertindak
secara menguntungkan ketika menyelesaikan pekerjaan dan pemeliharaan, dan secara
alami berjalan menuju pengembangan dan perlindungan diri. Setiap individu dapat
mengelola masalah dalam kehidupan sehari-harinya dengan tepat dengan asumsi
mereka tahu apa identitas mereka dan dapat mengatur (mengkoordinasikan) setiap
kapasitas mereka menjadi rangkaian kegiatan yang kuat.
Ciri Kepribadian Yang Sehat Menurut Pendekatan Gestalt Menurut Gantina
Komalasari mengatakan pendekatan Gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat
secara mental adalah sebagai berikut (Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, 2011) :
1. Seseorang yang dapat menjaga kesadaran mereka tanpa terisolasi oleh
perubahan iklim yang berbeda yang bisa menyinggung pikiran individu tersebut.
Individu ini bisa sepenuhnya dan tidak salah lagi menghadapi dan memahami
persyaratan mereka dan kondisi elektif yang diharapkan untuk mengatasi masalah
mereka.
2. Seseorang yang bisa merasakan dan berbagi konflik serta frustrasi pribadi,
tetapi memiliki tingkat kesadaran dan konsentrasi yang tinggi, dan tidak memiliki
fantasi.
3. Seseorang yang bisa mengenali bentrokan serta permasalahan yang bisa serta
tidak bisa terselesaikan.
4. Seseorang yang bisa memikul tanggung jawab atas hidup mereka.
5. Seseorang yang bisa membidik suatu keinginan (diagram) dalam suatu waktu
dengan menghubungkannya pada kebutuhan yang berbeda, oleh karena itu ketika
keinginan serta kebutuhan tersebut dapat dipenuhi, dapat disebut juga total gestalt.
Hartono dan Boy Soedarmadji berpendapat bahwa dalam pendekatan Gestalt
memberikan beberapa ciri kepribadian yang normal (Hartono & Soedarmadji, 2012).
Ada pun ciri kepribadian seseorang yang normal ialah (1) mampu mengatur diri sendiri,
(2) bertanggung jawab, (3) memiliki kematangan, (4) memiliki keseimbangan diri.
1. Dapat mengatur diri sendiri. Strategi Gestalt menerima bahwa seorang individu
terikat untuk memiliki pilihan untuk mengendalikan diri terlepas dari keadaan
atau masalah yang menjengkelkan. Seorang individu yang sehat dapat
mengendalikan diri tanpa halangan dari luar.
2. Tanggung Jawab. Jika seseorang dapat memikul tanggung jawab dan
menanggung resiko yang terjadi akibat perbuatannya, maka ia dianggap sehat.
Tanggung jawab semacam ini muncul dari kesadaran diri saat melakukan
aktivitas.
3. Kedewasaan Dalam metode Gestalt, orang yang sudah dewasa dapat dikatakan
sehat. Kedewasaan ini diawalai pada pengetahuan seseorang tentang dirinya serta
lingkungan sekitarnya.
4. Terdapat keseimbangan dalam diri. Salah satu ciri individu yang bisa dikatakan
normal merupakan indiviud yang memiliki keseimbangan. Yang disebut
keseimbangan disini ialah keseimbangan antara diri individu dan lingkungan
sekitar saat ini.
Menurut Gestalt, contoh orang yang tidak sehat adalah orang yang depresi
karena kematian orang terdekat seperti ibunya. Oleh karena itu, menurut Gestalt, anak
ini adalah orang yang tidak sehat karena beberapa alasan, alasannya sebagai berikut:
1. Karena dorongan alami, perhatian dan pertimbangan individu menjadi terisolasi
2. Orang kurang siap untuk merasakan dan berbagi masalah/kekecewaan
pribadinya
3. Masyarakat kurang siap untuk mengenali isu-isu yang dapat ditangani dan isu-
isu yang tidak dapat ditangani.
4. Individu kurang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, merasa hidupnya
mengikuti keinginan ibunya.
5. Individu kurang siap untuk membidik hidupnya.
D. Aplikasi Terapi Gestalt
Karena terapi Gestalt adalah teori proses, terapi ini dapat digunakan secara
efektif dengan populasi pasien mana pun yang dipahami dan dirasakan nyaman oleh
terapis. Yontef, misalnya, telah menulis tentang penerapannya pada pasien borderline
dan narsistik (Yontef, 1993). Jika terapis dapat berhubungan dengan pasien dan
memahami prinsip-prinsip dasar terapi Gestalt dan bagaimana menyesuaikan prinsip-
prinsip ini agar sesuai dengan kebutuhan unik setiap pasien baru, prinsip-prinsip terapi
Gestalt adalah kesadaran (pengalaman langsung), kontak (hubungan), dan eksperimen.
(fokus dan eksperimentasi fenomenologis) dapat diterapkan. Terapi Gestalt tidak
menganjurkan buku resep teknik yang ditentukan untuk kelompok individu khusus.
Terapis yang ingin bekerja dengan pasien yang secara budaya berbeda dari diri mereka
sendiri mendapatkan dukungan dengan memperhatikan kondisi lapangan yang
mempengaruhi pemahaman mereka tentang kehidupan dan budaya pasien (Jacobs,
2000). Sikap terapi Gestalt dialog dan asumsi fenomenologis dari beberapa realitas yang
valid mendukung terapis dalam bekerja dengan pasien dari budaya lain, memungkinkan
pasien dan terapis untuk saling memahami perbedaan latar belakang, asumsi, dan
sebagainya.
Filosofi terapi Gestalt dan metodologi terapi Gestalt menyatakan bahwa prinsip-
prinsip umum harus selalu disesuaikan untuk setiap situasi klinis tertentu. Cara
berhubungan dan pilihan serta pelaksanaan teknik harus disesuaikan dengan kebutuhan
setiap pasien baru, bukan untuk kategori diagnostik en bloc. Terapi tidak akan efektif
atau berbahaya jika pasien dibuat untuk menyesuaikan diri dengan sistem daripada
membuat sistem menyesuaikan diri dengan pasien.
Telah lama diterima bahwa terapi Gestalt dalam gaya konfrontatif dan teatrikal
dari lokakarya Fritz Perls tahun 1960-an jauh lebih terbatas penerapannya daripada
terapi Gestalt yang dijelaskan dalam bab ini. Akal sehat, latar belakang profesional,
fleksibilitas, dan kreativitas sangat penting dalam diagnosis dan perencanaan perawatan.
Metode, penekanan, tindakan pencegahan, batasan, komitmen, dan dukungan tambahan
(seperti pengobatan, perawatan harian, dan panduan nutrisi) harus dimodifikasi dengan
pasien yang berbeda sesuai dengan organisasi kepribadian mereka (misalnya, adanya
psikosis, sosiopati, atau gangguan kepribadian).
Praktik terapi Gestalt yang kompeten membutuhkan latar belakang klinis umum
yang kuat dan pelatihan lebih dari sekadar terapi Gestalt. Selain pelatihan dalam teori
dan praktik terapi Gestalt, terapis Gestalt perlu memiliki landasan yang kuat dalam teori
kepribadian, psikopatologi dan diagnosis, teori dan aplikasi sistem psikoterapi lainnya,
pengetahuan tentang psikodinamika, terapi pribadi yang komprehensif, dan pelatihan
klinis lanjutan. , pengawasan, dan pengalaman (Darminto, 2007).
Latar belakang ini sangat penting dalam terapi Gestalt karena terapis dan pasien
didorong untuk menjadi kreatif dan bereksperimen dengan perilaku baru di dalam dan di
luar sesi. Dokter individu memiliki banyak kebijaksanaan dalam terapi Gestalt.
Modifikasi dilakukan oleh terapis individu dan pasien sesuai dengan gaya terapi,
kepribadian terapis dan pasien, dan pertimbangan diagnostik. Pengetahuan yang baik
tentang penelitian, sistem lain, dan prinsip-prinsip organisasi kepribadian diperlukan
untuk membimbing dan membatasi kreativitas spontan terapis. Terapis Gestalt
diharapkan menjadi kreatif, tetapi dia tidak dapat melepaskan tanggung jawab atas
diskriminasi profesional, penilaian, dan kehati-hatian yang tepat (Namora, 2017).
Perlakuan (Treatment)
Tom adalah pria berusia 45 tahun yang bangga akan kecerdasan, kemandirian,
dan kemandiriannya. Dia tidak sadar bahwa dia memiliki kebutuhan ketergantungan dan
kebencian yang tidak terpenuhi. Keyakinan pria ini dalam swasembada dan penolakan
ketergantungan mengharuskan terapisnya melanjutkan dengan rasa hormat dan
kepekaan. Keyakinan akan swasembada memenuhi kebutuhan, sebagian konstruktif,
dan merupakan dasar bagi harga diri pasien. Terapis mampu menanggapi kebutuhan
mendasar pasien tanpa mengancam harga diri pasien (P Pasien; T Terapis).
P: [Dengan bangga] Ketika saya masih kecil, ibu saya sangat sibuk sehingga saya hanya
harus belajar mengandalkan diri sendiri.
T: Saya menghargai kekuatan Anda, tetapi ketika saya menganggap Anda sebagai anak
yang mandiri, saya ingin membelai Anda dan memberi Anda pengasuhan.
P: [Sobek sedikit.] Tidak ada yang pernah melakukan itu untuk saya.
Bob adalah seorang pria berusia 45 tahun yang merasa malu dan mengasingkan
diri sebagai reaksi atas setiap interaksi yang tidak sepenuhnya positif. Dia secara
konsisten enggan untuk mendukung dirinya sendiri, menyesuaikan diri dan bergantung
sepenuhnya pada orang lain. Respons empatik atau simpatik sebelumnya hanya
berfungsi untuk memperkuat keyakinan pasien akan ketidakmampuannya sendiri.
Grup (Group)
Perawatan kelompok sering menjadi bagian dari program perawatan terapi
Gestalt secara keseluruhan. Ada tiga model umum untuk melakukan terapi kelompok
Gestalt (Frew, 1988). Pada model pertama, peserta bekerja satu lawan satu dengan
terapis sementara peserta lain tetap relatif tenang dan bekerja secara perwakilan.
Pekerjaan tersebut kemudian diikuti dengan umpan balik dan interaksi dengan peserta
lain, dengan penekanan pada bagaimana orang dipengaruhi oleh pekerjaan tersebut.
Dalam model kedua, peserta berbicara satu sama lain dengan penekanan pada
komunikasi langsung di sini dan sekarang antara anggota kelompok. Model ini mirip
dengan model Yalom untuk terapi kelompok eksistensial. Model ketiga menggabungkan
dua aktivitas ini dalam kelompok yang sama (Yontef, 1990). Kelompok dan terapis
secara kreatif mengatur gerakan dan keseimbangan antara interaksi dan fokus satu
lawan satu.
Semua teknik yang dibahas dalam bab ini dapat digunakan dalam kelompok.
Selain itu, ada kemungkinan untuk pemfokusan eksperimental yang dirancang untuk
kelompok. Kelompok terapi Gestalt biasanya dimulai dengan beberapa prosedur untuk
membawa peserta ke sini dan sekarang dan saling menghubungi. Ini sering disebut
"putaran" atau "check-in."
Sebuah contoh sederhana dan jelas dari kerja kelompok Gestalt terjadi ketika
terapis meminta setiap anggota kelompok melihat anggota lain dari kelompok dan
mengungkapkan apa yang dia alami di sini dan sekarang. Beberapa terapis Gestalt juga
menggunakan eksperimen terstruktur, seperti eksperimen di mana partisipan
mengekspresikan emosi tertentu (“Saya membenci......”, “Anda karena . . .”). Gaya
terapis Gestalt lainnya cair dan diatur oleh apa yang muncul dalam kelompok.
Terapi pasangan dan terapi keluarga mirip dengan terapi kelompok karena ada
kombinasi kerja dengan setiap orang dalam sesi dan kerja dengan interaksi di antara
anggota kelompok. Terapis Gestalt bervariasi di mana mereka lebih suka untuk
mencapai keseimbangan ini. Ada juga variasi dalam bagaimana terstrukturnya gaya
intervensi terapis dan seberapa banyak terapis mengikuti, mengamati, dan
memfokuskan fungsi spontan pasangan atau keluarga (Kartono, 1985).
Kausalitas melingkar adalah pola yang sering terjadi pada pasangan yang tidak
bahagia. Dalam kausalitas melingkar, A menyebabkan B dan B menyebabkan A.
Terlepas dari bagaimana interaksi dimulai, A memicu respons di B yang kemudian A
bereaksi negatif tanpa menyadari perannya dalam memicu respons negatif. B juga
memicu respons negatif oleh A tanpa menyadari perannya dalam memicu respons
negatif. Kausalitas melingkar diilustrasikan dalam contoh berikut.
Seringkali pernyataan menyalahkan memicu rasa malu, dan rasa malu memicu
pembelaan. Dalam suasana beracun seperti ini, tidak ada yang mendengarkan. Tidak ada
kontak sejati dan tidak ada perbaikan atau penyembuhan. Mengekspresikan pengalaman
yang sebenarnya, bukan penilaian, dan membiarkan diri sendiri untuk benar-benar
mendengar pengalaman pasangan adalah langkah pertama menuju penyembuhan. Tentu
saja, ini mengharuskan kedua pasangan mengetahui, atau belajar, bagaimana mengenali
pengalaman mereka yang sebenarnya.
Sangat penting dalam terapi pasangan bagi terapis untuk memodelkan gaya
mendengarkan yang menurutnya akan meningkatkan kemampuan setiap pasangan untuk
mengungkapkan pengalamannya, dan untuk mendorong setiap pasangan untuk
mendengarkan serta berbicara. Berbagai eksperimen membantu menyampaikan kepada
pasien bahwa pernyataan verbal bukanlah sesuatu yang tertulis di atas batu tetapi
merupakan bagian dari dialog yang berkelanjutan. Pemulihan dialog adalah tanda
bahwa terapi sedang berkembang (Latipun, 2003).
Terapis Gestalt cenderung menemui pasien setiap minggu. Karena lebih banyak
perhatian difokuskan pada hubungan terapis-pasien, pasien ingin datang lebih sering,
sehingga beberapa terapis Gestalt melihat orang lebih sering dari sekali seminggu.
Banyak terapis Gestalt juga menjalankan kelompok, dan ada terapis yang mengajar dan
mengadakan lokakarya untuk masyarakat umum. Lainnya terutama mengajar dan
melatih terapis. Bentuk praktik seseorang hanya dibatasi oleh minat dan urgensi
lingkungan kerja.
Psikoterapi pada dasarnya adalah hubungan antara pasien dan terapis, hubungan
di mana pasien memiliki kesempatan lain untuk belajar, melupakan, dan belajar
bagaimana terus belajar. Pasien dan terapis membuat eksplisit pola pemikiran dan
perilaku yang terwujud dalam situasi psikoterapi. Terapis Gestalt berpendapat bahwa
pola yang muncul dalam terapi merekapitulasi pola yang terwujud dalam kehidupan
pasien.
Tujuan dari Terapi
Pasien pemula terutama peduli dengan solusi masalah, sering berpikir bahwa
terapis akan "memperbaiki" mereka dengan cara yang sering dilakukan dokter untuk
menyembuhkan penyakit. Namun, terapi Gestalt tidak berfokus pada penyembuhan
penyakit, juga tidak terbatas pada membicarakan masalah. Terapi Gestalt menggunakan
hubungan aktif dan metode aktif untuk membantu pasien mendapatkan dukungan diri
yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Terapis Gestalt memberikan dukungan
melalui hubungan terapeutik dan menunjukkan kepada pasien bagaimana mereka
menghalangi kesadaran dan fungsi mereka. Saat terapi berlangsung, pasien dan terapis
lebih memperhatikan masalah kepribadian umum. Pada akhir terapi Gestalt yang sukses,
pasien mengarahkan banyak pekerjaan dan mampu mengintegrasikan pemecahan
masalah, tema karakterologis, masalah hubungan dengan terapis, dan pengaturan
kesadarannya sendiri.
Teknik Psikoterapi Gestalt meskipun hubungan longgar antara gestalt teori dan
praktik, teknik gestalt, terapi dan aplikasi Perls dari mereka adalah kreatif dan artistik
dan mewujudkan karismatik yang tidak biasa dan pendekatan otentik untuk pengobatan.
Terkini penelitian oleh Leslie Greenberg di dua kursi dialog dan dialog kursi kosong
untuk perpecahan konflik dan urusan yang belum selesai telah membantu menjelaskan
metode dua kursi dan telah membawa pemahaman baru tentang keefektifan Perls
bekerja.
Teknik
Beberapa pendekatan terapi cenderung berfokus pada terapis sebagai ahli distres
dan gejala. Klien memiliki lebih banyak peran belajar, karena terapis membagikan
pengetahuan mereka tentang apa yang mereka alami dan bagaimana
menyembuhkannya. Dalam terapi gestalt, klien memiliki ruang untuk mengeksplorasi
pengalaman mereka dengan aman tanpa takut akan penilaian. Bahkan, klien didorong
untuk tidak hanya berbicara tentang emosi atau pengalamannya, tetapi membawanya ke
dalam ruangan sehingga dapat diproses secara real-time dengan terapis. Terapis dapat
memandu Anda menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
Terapis Gestalt memilih bahasa yang akan mendorong perubahan pada klien.
Berikut ini adalah cara agar hal ini dapat dicapai (Seligman, 2006):
Terapi Gestalt melihat bahwa tidak hanya pikiran dan emosi yang penting untuk
menciptakan perasaan dari "keutuhan" untuk klien, sensasi fisik juga penting. Seligman
(2006) memiliki mengidentifikasi tiga strategi untuk membantu memusatkan perhatian
pada sensasi fisik (Seligman, 2006):
a) Identifikasi - Terapis Gestalt harus dapat mengenali tanda-tanda fisik dari klien.
Misalnya, klien mungkin mengetuk-ngetukkan kakinya ke tanah. Terapis
mungkin katakan “Jadilah kakimu dan berikan suaranya?” Ini menciptakan
kesadaran fisik klien sensasi dan emosi.
b) Menemukan emosi dalam tubuh - Terapis Gestalt mungkin bertanya kepada
klien di mana mereka berada mengalami emosi dalam tubuh mereka. Misalnya,
klien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa gugup tentang sesuatu.
Terapis mungkin bertanya dari mana asalnya di dalam tubuh dan respon dari
klien mungkin perasaan seperti kupu-kupu di perut. Ini membantu klien untuk
membawa lebih banyak kesadaran ke dalam sensasi dan emosi mereka.
c) Pengulangan dan berlebihan - Jika ada pengulangan seperti contoh klien
mengetuk kaki mereka di tanah, terapis akan membuat mereka membesar-
besarkan gerakan dan berbicara tentang perasaan yang muncul.
4. Fantasy (Fantasi)
Fantasi digunakan dalam terapi Gestalt untuk meningkatkan kesadaran diri klien
tentang pikiran dan emosi dan untuk membawa penutupan untuk bisnis yang belum
selesai (Seligman, 2006). Terapis menggunakan teknik imajinasi terbimbing (fantasi)
untuk mendorong klien membayangkan situasi seperti apa akan mereka lakukan dalam
situasi tertentu atau dengan memproyeksikan diri mereka ke dalam peran yang berbeda.
5. Dreams (Mimpi)
Mimpi digunakan untuk mewujudkan integrasi oleh klien. Fokus impian klien bukanlah
pada alam bawah sadar, bukan pada proyeksi atau aspek si pemimpi (Seligman, 2006).
Terapis akan membuat klien berbicara tentang impian mereka dalam hal pentingnya
setiap peran dalam mimpi dan ini memungkinkan klien untuk bertanggung jawab atas
mimpi dan meningkatkan kesadaran akan pikiran dan emosi mereka.
6. Experiment (Eksperimen)
7. Topdog – Underdog
8. Confusion (Kebingungan)
9. Confrontation (Konfrontasi)
Dalam hubungan yang terbuka dan terlibat ini, pasien tidak hanya mendapatkan
umpan balik yang jujur tetapi juga, dalam kontak otentik, dapat melihat, mendengar,
dan diberi tahu bagaimana pengalamannya oleh terapis, dapat mempelajari bagaimana
pengaruhnya terhadap terapis, dan (jika tertarik) dapat belajar sesuatu tentang terapis.
Mereka memiliki pengalaman penyembuhan didengarkan oleh seseorang yang sangat
peduli dengan perspektif, perasaan, dan pikiran mereka.
Dalam terapi Gestalt, ada fokus ganda: penekanan yang konstan dan hati-hati
pada apa yang dilakukan pasien dan bagaimana hal itu dilakukan dan juga fokus serupa
pada interaksi antara terapis dan pasien. Pengalaman langsung adalah alat utama terapi
Gestalt, dan fokusnya selalu di sini dan sekarang. Sistem terapi Gestalt benar-benar
integratif dan mencakup komponen afektif, sensorik, kognitif, interpersonal, dan
perilaku (Joyce & Sills, 2009).Masa kini adalah transisi antara masa lalu dan masa
depan. Tidak berpusat pada masa kini mencerminkan gangguan waktu—tetapi juga
tidak dapat menghubungi masa lalu yang relevan atau tidak merencanakan masa depan.
Seringkali, pasien kehilangan kontak dengan masa kini dan hidup di masa lalu. Dalam
beberapa kasus, pasien hidup di masa sekarang seolah-olah mereka tidak memiliki masa
lalu, dengan konsekuensi yang tidak menguntungkan bahwa mereka tidak dapat belajar
dari masa lalu. Gangguan waktu yang paling umum adalah hidup dalam mengantisipasi
apa yang bisa terjadi di masa depan seolah-olah masa depan adalah sekarang (Kholifah,
2016).
Sekarang dimulai dengan kesadaran pasien saat ini. Dalam sesi terapi Gestalt,
yang terjadi dulu bukanlah masa kanak-kanak tetapi apa yang dialami sekarang.
Kesadaran terjadi sekarang. Peristiwa sebelumnya mungkin menjadi objek kesadaran
saat ini, tetapi proses kesadaran adalah sekarang. Sekarang saya dapat menghubungi
dunia di sekitar saya, atau sekarang saya dapat menghubungi kenangan atau harapan.
"Sekarang" mengacu pada saat ini. Ketika pasien merujuk pada kehidupan mereka di
luar jam terapi, atau bahkan lebih awal, isinya tidak dipertimbangkan sekarang, tetapi
tindakan berbicara sekarang. Kami lebih berorientasi pada terapi Gestalt sekarang
daripada dalam bentuk psikoterapi lainnya. Ini “apa dan bagaimana; metode here and
now” sering digunakan untuk mengerjakan tema-tema karakterologis dan
perkembangan. Eksplorasi pengalaman masa lalu berlabuh di masa sekarang (misalnya,
menentukan apa yang di bidang ini memicu memori lama tertentu). Kapan pun
memungkinkan, metode digunakan yang membawa pengalaman lama secara langsung
ke dalam pengalaman sekarang daripada hanya menceritakan masa lalu .
Ada kesadaran yang muncul dalam terapi Gestalt bahwa terapi terbaik
memerlukan sudut pandang binokular: Terapi Gestalt membutuhkan kerja teknis pada
proses kesadaran pasien, tetapi pada saat yang sama melibatkan hubungan pribadi di
mana perhatian yang cermat diberikan pada nuansa dari apa yang terjadi. dalam kontak
antara terapis dan pasien.
2. Kesadaran (Awarness)
Salah satu pilar terapi Gestalt adalah mengembangkan kesadaran akan proses
kesadaran. Idealnya, proses-proses yang perlu dalam kesadaran menjadi kesadaran
ketika dan sesuai kebutuhan dalam arus kehidupan yang sedang berlangsung. Ketika
transaksi menjadi kompleks, diperlukan pengaturan diri yang lebih sadar. Jika ini
berkembang dan seseorang berperilaku penuh perhatian, orang tersebut kemungkinan
besar akan belajar dari pengalaman.
3. Kontak (Contact)
Kontak, hubungan antara pasien dan terapis, adalah pilar lain dari terapi Gestalt.
Hubungan itu adalah kontak dari waktu ke waktu. Apa yang terjadi dalam hubungan itu
sangat penting. Ini lebih dari apa yang dikatakan terapis kepada pasien, dan ini lebih
dari teknik yang digunakan. Yang paling penting adalah subteks nonverbal (postur, nada
suara, sintaksis, dan tingkat minat) yang mengkomunikasikan sejumlah besar informasi
kepada pasien tentang bagaimana terapis memandang pasien, apa yang penting, dan
bagaimana terapi bekerja.
Dalam hubungan terapi yang baik, terapis sangat memperhatikan apa yang
dilakukan pasien dari waktu ke waktu dan apa yang terjadi antara terapis dan pasien.
Terapis tidak hanya memperhatikan apa yang dialami pasien, tetapi juga sangat percaya
bahwa pengalaman subjektif pasien sama nyata dan validnya dengan "kenyataan"
terapis.
Terapis berada dalam posisi yang kuat dalam hubungannya dengan pasien. Jika
terapis memandang pasien dengan kejujuran, kasih sayang, belas kasih, kebaikan, dan
rasa hormat, maka suasana yang relatif aman bagi pasien untuk menjadi lebih sadar
akan apa yang selama ini disembunyikan dari kesadaran dapat diciptakan. Hal ini
memungkinkan pasien untuk mengalami dan mengekspresikan pikiran dan emosi yang
biasanya tidak dia rasa aman untuk dibagikan. Terapis berada dalam posisi untuk
memandu kerja kesadaran dengan memasuki pengalaman pasien secara mendalam dan
lengkap. Martin Buber mengacu pada "inklusi" sebagai merasakan pengalaman orang
lain sama seperti seseorang akan merasakan sesuatu di dalam tubuhnya sendiri sekaligus
menyadari dirinya sendiri.
4. Eksperimen (Experiment)
Dalam terapi yang berpusat pada klien, pekerjaan fenomenologis oleh terapis
terbatas pada refleksi apa yang dialami pasien secara subyektif. Dalam pekerjaan
psikoanalitik, terapis terbatas pada interpretasi atau refleksi. Intervensi ini merupakan
bagian dari repertoar terapi Gestalt, tetapi terapi Gestalt memiliki metode fenomenologi
eksperimental tambahan. Sederhananya, pasien dan terapis dapat bereksperimen dengan
cara berpikir dan tindakan yang berbeda untuk mencapai pemahaman yang tulus
daripada sekadar perubahan perilaku. Seperti dalam penelitian apa pun, eksperimen
dirancang untuk mendapatkan lebih banyak data. Dalam terapi Gestalt, datanya adalah
pengalaman fenomenologis pasien (Swanson, 2009).
Risiko terbesar dengan eksperimen adalah bahwa pasien yang rentan mungkin
percaya bahwa perubahan telah diamanatkan. Bahaya ini diperbesar jika kesadaran diri
seorang terapis menjadi kabur atau jika dia menyimpang dari komitmen terhadap teori
perubahan paradoks. Sangat penting dalam terapi Gestalt bahwa terapis tetap jelas
bahwa mode perubahan adalah pengetahuan pasien dan penerimaan diri, mengetahui
dan mendukung apa yang muncul dalam pengalaman kontemporer. Jika terapis
menjelaskan bahwa eksperimen adalah eksperimen dalam kesadaran dan bukan kritik
terhadap apa yang diamati, risiko menambah penolakan diri pasien diminimalkan.
Dalam eksperimen terapi Gestalt muncul dari interaksi antara terapis dan pasien dan
berfungsi untuk membantu mengembangkan hubungan. (Swanson, 2009).
Salah satu aspek yang kuat dan membedakan terapi Gestalt adalah bahwa terapis
diizinkan dan didorong untuk mengungkapkan pengalaman pribadi mereka, baik pada
saat ini maupun dalam kehidupan mereka. Tidak seperti psikoanalisis klasik, dalam
terapi Gestalt data disediakan oleh pasien dan terapis, dan pasien dan terapis mengambil
bagian dalam mengarahkan terapi melalui proses eksplorasi fenomenologis bersama.
Dialog adalah dasar dari hubungan terapi Gestalt. Dalam dialog, terapis
mempraktikkan inklusi, keterlibatan empatik, dan kehadiran pribadi (misalnya,
pengungkapan diri). Terapis membayangkan realitas pengalaman pasien dan, dengan
demikian, menegaskan keberadaan dan potensi pasien. Namun, ini tidak cukup untuk
membuat interaksi menjadi dialog yang nyata.
Dialog nyata antara terapis dan pasien juga harus mencakup terapis yang
menyerah pada interaksi dan apa yang muncul dari interaksi itu. Terapis harus terbuka
untuk diubah oleh interaksi. Ini kadang-kadang mengharuskan terapis untuk mengakui
telah salah, menyakitkan, sombong, atau keliru. Pengakuan semacam ini menempatkan
terapis dan pasien pada bidang horizontal. Pengungkapan terbuka semacam ini
membutuhkan terapi pribadi bagi terapis untuk mengurangi sikap defensif dan
kebutuhan untuk mempertahankan citra diri pribadinya dengan bangga.
Orang-orang membentuk rasa diri mereka dan gaya kesadaran dan perilaku
mereka di masa kanak-kanak. Ini menjadi kebiasaan dan seringkali tidak disempurnakan
atau direvisi oleh pengalaman baru. Ketika seseorang keluar dari keluarga dan
memasuki dunia, situasi baru dihadapi dan cara berpikir, perasaan, dan tindakan lama
tidak lagi diperlukan atau adaptif dalam situasi baru. Tetapi cara-cara lama terkadang
bertahan karena tidak dalam kesadaran dan karenanya tidak tunduk pada tinjauan sadar.
Terapi Gestalt mungkin memiliki rentang gaya dan modalitas yang lebih besar
daripada sistem lainnya. Terapi bisa jangka pendek atau jangka panjang. Modalitas
khusus meliputi individu, pasangan, keluarga, kelompok, dan sistem besar. Gaya
bervariasi dalam derajat dan jenis struktur; kuantitas dan kualitas teknik yang
digunakan; frekuensi sesi; konfrontasi versus hubungan yang penuh kasih; fokus pada
tubuh, kognisi, pengaruh, atau kontak interpersonal; pengetahuan dan pekerjaan dengan
tema psikodinamik; penekanan pada dialog dan kehadiran; penggunaan teknik; Dan
seterusnya. Semua gaya terapi Gestalt berbagi penekanan umum pada pengalaman
langsung dan eksperimen, penggunaan kontak langsung dan kehadiran pribadi, dan
fokus pada apa dan bagaimana, di sini dan sekarang. Terapi bervariasi sesuai dengan
konteks dan kepribadian terapis dan pasien.
Terapi Gestalt dimulai dengan kontak pertama antara terapis dan pasien. Terapis
menanyakan tentang keinginan atau kebutuhan pasien dan menjelaskan bagaimana dia
mempraktikkan terapi. Sejak awal, fokusnya adalah pada apa yang terjadi sekarang dan
apa yang dibutuhkan sekarang. Terapis segera mulai membantu memperjelas kesadaran
pasien tentang diri dan lingkungan. Dalam hal ini, hubungan potensial dengan terapis
adalah bagian dari lingkungan.
Terapis dan calon pasien terapi Gestalt bekerja sama untuk memperjelas apa
yang dibutuhkan pasien dan apakah terapis khusus ini cocok. Jika tampaknya ada
kecocokan antara keduanya, maka terapi dilanjutkan dengan berkenalan. Pasien dan
terapis mulai berhubungan dan memahami satu sama lain, dan proses penajaman
kesadaran dimulai. Pada awalnya, seringkali tidak jelas apakah terapi tersebut akan
berlangsung jangka pendek atau panjang atau bahkan apakah, pada pemeriksaan lebih
lanjut, kecocokan antara pasien dan terapis akan terbukti memuaskan (Surya, 2003).
Semua teknik dalam terapi Gestalt dianggap eksperimen, dan pasien berulang
kali diberitahu untuk "Coba ini dan lihat apa yang Anda alami." Ada banyak "teknik
terapi Gestalt", tetapi teknik itu sendiri tidak terlalu penting. Teknik apa pun yang
konsisten dengan prinsip terapi Gestalt dapat dan akan digunakan. Bahkan, terapi
Gestalt secara eksplisit mendorong terapis untuk kreatif dalam intervensi mereka
(Yontef & Jacob, 2005).
1. Memfokuskan (Focusing)
Salah satu momen kunci terjadi ketika seorang pasien menyela kesadaran yang
sedang berlangsung sebelum itu selesai. Terapis Gestalt mengenali tanda-tanda
gangguan ini, termasuk indikasi nonverbal, dengan memperhatikan perubahan status
ketegangan, tonus otot, dan/atau tingkat kegembiraan. Interpretasi terapis saat ini tidak
dianggap relevan atau berguna kecuali pasien dapat mengkonfirmasinya. Seorang pasien
mungkin menceritakan sebuah kisah tentang peristiwa dengan seseorang dalam
hidupnya dan pada saat-saat penting menggertakkan giginya, menahan napas, dan tidak
menghembuskan napas. Ini bisa berubah menjadi gangguan kesadaran atau ekspresi
kemarahan. Pada kesempatan lain, seorang terapis mungkin memperhatikan bahwa
ekspresi marah mulai berubah menjadi ekspresi sedih—tetapi kesedihan yang tidak
dilaporkan. Pasien mungkin beralih ke subjek lain atau mulai melakukan
intelektualisasi. Dalam hal ini, kesedihan dapat terganggu baik pada tingkat kesadaran
diri atau pada tingkat ekspresi pengaruh.
P: [Terlihat sedih.]
P: Saya sedih.
T: Tetap dengan yang tidak mau. Masukan kata-kata untuk tidak ingin. [Intervensi ini
kemungkinan akan membawa kesadaran akan resistensi pasien terhadap kerentanan.
Pasien mungkin menjawab "Saya tidak akan menangis di sini—tidak terasa aman," atau
"Saya malu," atau "Saya marah dan tidak mau mengakui bahwa saya sedih."]
Ada kesadaran yang muncul dalam terapi Gestalt bahwa saat-saat di mana
pasien mengubah subjek sering mencerminkan sesuatu yang terjadi dalam interaksi
antara terapis dan pasien. Sesuatu yang dikatakan terapis atau perilaku nonverbalnya
dapat memicu rasa tidak aman atau malu pada pasien. Paling sering ini tidak dalam
kesadaran pasien sampai perhatian difokuskan padanya oleh terapis dan dieksplorasi
melalui dialog (Jacobs, 1996).
2. Pemberlakuan (Enactment)
Ekspresi kreatif adalah bentuk lain dari enactment. Untuk beberapa pasien,
ekspresi kreatif dapat membantu memperjelas perasaan dengan cara yang tidak dapat
dilakukan oleh berbicara sendiri. Teknik ekspresi meliputi menulis jurnal, puisi, seni,
dan gerak. Ekspresi kreatif sangat penting dalam bekerja dengan anak-anak (Oaklander,
1988).
P : Saya dengan pacar saya tadi malam. Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi tetapi saya
tidak berdaya. [Pasien memberikan lebih banyak detail dan riwayat.]
T: Tutup matamu. Bayangkan itu tadi malam dan Anda bersama pacar Anda. Katakan
dengan lantang apa yang Anda alami setiap saat.
P: Saya sedang duduk di sofa. Teman saya duduk di sebelah saya dan saya menjadi
bersemangat. Lalu aku menjadi lembut.
T: Mari kita ulangi lagi dalam gerakan lambat, dan lebih detail. Peka terhadap setiap
pikiran atau kesan indera.
P: Saya sedang duduk di sofa. Dia datang dan duduk di sebelahku. Dia menyentuh
leherku. Rasanya begitu hangat dan lembut. Saya menjadi bersemangat—Anda tahu,
sulit. Dia membelai lenganku dan aku menyukainya. [Berhenti sebentar. Tampak kaget.]
Lalu saya berpikir, saya mengalami hari yang menegangkan, mungkin saya tidak akan
bisa bangun.
Sebuah gambar mungkin muncul secara spontan dalam kesadaran pasien sebagai
pengalaman di sini dan sekarang, atau mungkin secara sadar diciptakan oleh pasien
dan/atau terapis. Pasien mungkin tiba-tiba melaporkan, “Baru saja saya merasa
kedinginan, seperti sendirian di luar angkasa.” Ini mungkin menunjukkan sesuatu
tentang apa yang terjadi antara terapis dan pasien pada saat itu; mungkin pasien
mengalami terapis sebagai tidak hadir secara emosional.
Abdurrahman. (2015). Teori Belajar Aliran Psikologi Gestalt. Teori Belajar Aliran
Gestalt, 14 - 21.
Jay, L. (2010). Gestalt Therapy : now and for tomorrow. Gestalt Review, 147-170.
Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
PT. Indeks.
Melnick, & Nevis. (2005). Gestalt Therapy Methodology. Gestalt Therapy; history,
Theory and practice, 101-116.
Mudzaki, A., & Sutrisno, J. (1979). Psikologi Pendidikan . Bandung: Pustaka Setia.
Namora, L. L. (2017). Memahami Dasar - dasar Konseling dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Nurfarhanah. (2018). TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN PSIKOLOGI GESTALT.
Padang: Universitas Negeri Padang.
O’Leary, E. (2013). Key Concepts of Gestalt Therapy. Gestalt Therapy Around the
World First Edition, 16 - 36.
Purwanto, & Ngalim. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sagala, & Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yontef, G., & Jacob, l. (2005). Gestalt Therapy. Current psychotherapies, 299–336.