Anda di halaman 1dari 8

TEORI PSIKOLOGIS KOGNITIF GESTALT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu :

Dr. Dwijanto, M.S.

Dr. Iwan Junaidi, M.Pd

Oleh

Muhamad Gani Rohman


NIM. 0401514060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pendidikan adalah hak dari setiap warga negara tanpa terkecuali. Menurut UU nomor
20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jelas bahwa
pendidikan tidak bisa lepas dari kegiatan pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (UU Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 1 ayat 20). Oleh karena itu, perlu adanya kerja
sama yang baik antara peserta didik, pendidik, dan dukungan dari lingkungan belajar yang
kondusif agar pembelajaran dapat berjalan secara lancar yang berimplikasi kepada suksesnya
pendidikan di negara ini.
Pada awal abad ke-20, banyak pakar meneliti tentang hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan sehingga muncul aliran-aliran psikologi pendidikan, seperti aliran
psikologi tingkah laku, aliran psikologi konitif, dan aliran psikologi humanistik. Banyak teori
yang muncul dari berbagai macam aliran psikologi tersebut. Kendati terlihat berbeda antara
yang satu dengan yang lain, tapi pada hakekatnya setiap teori yang muncul memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk mengkaji tentang unsur-unsur yang berpengaruh pada suksesnya
pendidikan itu sendiri.

Di Indonesia, pendidikan dilandaskan kepada tercapainya tiga aspek penting, yaitu


aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selama ini aspek kognitif yang dianggap paling
menggambarkan ketercapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, penulis mengangkat salah
satu teori belajar yang termasuk ke dalam aliran psikologi kognitif yaitu teori Gestalt sebagai
bahasan pada makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Siapakah tokoh-tokoh yang mengembangkan teori Gestalt?
2. Bagaimanakah karakteristik dari teori Gestalt?

3. Bagaimanakah implementasi teori Gestalt dalam pembelajaran?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui tokoh-tokoh yang berjasa mengembangkan teori Gestalt.
2. Mengetahui karakteristik dari teori Gestalt.
3. Mengetahui implementasi teori Gestalt dalam pembelajaran.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-tokoh Pengembang Teori Gestalt


Istilah ‘Gestalt’ merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya
dalam bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu ‘form’, ‘shape’
(dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya
dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain ‘shape psychology’,
‘configurationism’, ‘whole psychology’ dan sebagainya. Psikologi Gestalt merupakan salah
satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas,
data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah
data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat
dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat
secara netral. Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Menurut
gestalt, belajar adalah gejala kognitif pada organisme untuk mendapatkan penyelesaian
problema yang dihadapi. Teori ini dikembangkan oleh tiga orang, Max Wertheimer, Kurt
Koffka, dan Wolfgang Köhler.
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Wertheimer dianggap
sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat
yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk
dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu
melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian,
dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara
terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke
melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis
tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian. Pada tahun 1923,
Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul
“Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
1. Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
2. Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
3. Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Sumbangan Koffka kepada psikologi
adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam
rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi
belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan
bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka
tentang belajar antara lain:
1. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak.
Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip
Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa
dengan jejak-jejak ingatan tadi.
2. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak
dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih
baik dalam ingatan.
3. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Menurut Kohler apabila
organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi
ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut
terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif,
hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Eksperimennya adalah
seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam
sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat
untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak
membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk
mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun
kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai
pisang itu. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme
(dalam hal ini simpanse) dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan
pengertian atau dengan insight.

2.2 Karakteristik Teori Gestalt


Dari uraian singkat tentang tokoh pengembang teori Gestalt di atas, ada beberapa
karakteristik dari teori Gestalt itu sendiri, yaitu
1. Mempunyai Hukum keterdekatan, hukum ketertutupan dan hukum kesamaan.
Hukum menurut Wertheimer tahun 1923, dalam bukunya “Investigation of Gestalt
Theory”:
1)      Hukum keterdekatan (Law of Proximity)
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai
suatu totalitas.
2)     Hukum ketertutupan (Law of Closure)
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
3)    Hukum kesamaan (Law of Equivalence)
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu
kelompok atau suatu totalitas.
2. Proses pembelajaran secara terus–menerus dapat memperkuat jejak ingatan peserta didik.
3. Adanya pemahaman belajar Insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar
bagian di dalam situasi permasalahan.

2.3 Implementasi Teori Gestalt dalam Pembelajaran


Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku
paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah. beberapa aplikasi teori Gestalt dalam
proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta
didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam
memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok
dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal. Di antaranya
1. Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Teori ini dikembangkan oleh tiga ahli, yaitu Max
Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Köhler.
2. Teori Gestalt memiliki karakteristik di antaranya mempunyai Hukum keterdekatan,
hukum ketertutupan dan hukum kesamaan, proses pembelajaran secara terus–menerus
dapat memperkuat jejak ingatan peserta didik, dan adanya pemahaman belajar Insight.
Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam situasi
permasalahan.
3. Beberapa aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain : pengalaman
tilikan (insight), pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), perilaku bertujuan
(pusposive behavior), prinsip ruang hidup (life space), dan Transfer dalam belajar.

3.2 Saran
Beberapa saran yang penulis dapat berikan kepada para pembaca antara lain :
1. Hendaknya kita bersikap bijaksana dalam mempelajari suatu teori pendidikan.
2. Trial and error adalah suatu keniscayaan dalam pembelajaran. Hendaknya kita bisa
bijaksana dalam menyikapinya.
3. Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pendidik haruslah memahami dan mengimplementasikan kompetensi pedagogis dalam
proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai