Anda di halaman 1dari 12

ILMU NEGARA

(Teori tentang hakikat negara)

Disusun oleh kelompok 1:


1. Dian Ariyani (06051181419002)
2. Fenni Aprillia (06051181621009)
3. Muhammad Syafrizal A.T (06051281621023)
4. Nur Imanti (06051181621060)
5. Rias Nara (06051181621073)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKN)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA
2015/2016
A.     ETIMOLOGI DAN PERTUMBUHAN ISTILAH NEGARA
                                                                                      
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing, yaitu:
“staat” (bahasa Belanda dan Jerman)
“state” (bahasa Inggris)
“Etat” (bahasa Prancis)
Istilah “staat” mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu mula-mulanya dipergunakan dalam
abad XV di Eropa Barat. Anggapan umum yang diterima bahwa “staat” (state, etat) tersebut
dialihkan dari kata latin “status” atau “statum”. Kaisar Romawi, Ulpianus, dikatakan pernah
memakai kata “statum”  dalam ucapannya “Publicum iusest quad ad statum rei Romanae
spectat”. Menurut Jellinek,kata “statum” pada waktu itu masih berarti “die Vervassung, die
Ordunung” atau sebagaimana disebut sekarang adalah konstitusi. Kemudian kata “status” itu
juga lazim dipergunakan dalam hubungannya dengan kesejahtraan umum.
Secara etimologis kata status itu dalam bahasa latin klasik adalah satu istilah yang abstrak
yang menujukan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang mamiliki sifat – sifat yang
tegak dan tetap itu. Sejak cicero (104-43) kata  status atau statum itu lazim diartikan sebagai
standing atau station (kedudukan) dan dihubungkan dengan kedudukan persekutukan hidup
manusia sebagaimana diartikan  dalam istilah status civitatis  atau  status republicae dari kata
latin klasik itu dialihkan  beberapa istilah  lainya di samping istilah state  atau  staat seperti
istilah  estate  dalam arti real estate atau personal estate  dan  juga  estate dalam arti dewan  atau 
perwakilan  golongan  sosial dalam arti  yang belakangan inilah kata  status  semula diartikan 
dan  baru  dalam abad XVI kata itu  dipertalikan dengan kata  Negara.
Menurut kranenburg, “lo stato” dari bahasa Italia yang juga dialihkan dari kata latin
“status”itu rupa-rupannya semula dipergunakan dalam abad XV, dalam laporan-laporan wakil
persekutuan Italai, yang mula-mula berarti:
-   Pertama, dalam arti keseluruhan jabatan tetap;
-  Kemudian, dalam arti pejabat-pejabat jabatan itu sendiri, penguasa beserta pengikut
Pengikut mereka;
-   Lebih luas lagi, dalam arti kesatuan wilayah yang dikuasai.
Demikianlah orang berkata tentang”stato die Medici”, stato di Firenzi”, stato della Chiesa”,
dan sebagainya. Dalam abad-abad “res publica” daripada kata “stato” itu, terutama oleh orang-
orang Romawi. Maka dari itu , kata “lo stato” adalah sesuatu penemuan yang baru, baikdalam
pemakaiannya maupun dalam maknanya.  Kata “lo stato” tidak lagi dipergunakan  bagi ”polis”
Yunani maupun bagi negara Feodal dari abad menengah yang pada waktu itu masih yang
merupakan “estate-state” atau standen staat”. Istilah “lostato” itu tepat menunjuk negara teritorial
yang muncul dalam abad XVI,sebagai istilah yang menunjukkan sistem fungsi dan segenap
organ umum yang tersusun rapi yang mendiami sesuatu wilayah tertentu.
Jika praktik mengalihkan kata “state” itu dari kata “status”, maka doktrin mengenal untuk
pertama kali dari tulisan Niccolo Machiavellin yang lazim dianggap sebagai Bapak Ilmu Politik
Modern (sesudah Aristoteles). Dalam bukunya yang termasyur “the prince”, Machiavelli-lah
yang pertama-tama memperkenalkan istilah “lo stato” dalam pustakaan ilmu politik. Jean Bodin,
sekalipun menemukan istilah “Ilmu politik”, namun masih menggunakan kata “republique”
dalam edisi bahasa prancis dari bukunya yang termasyur itu dan kata “civitas” dalam edisi
bahasa Latinnya.juga Grotius dalam ‘de Jure belli ac pacis”(1625) masih menggunakan kata
“civitas” dan Thomas Hobbes menggunakan istilah “ Commonwealth”.
Sejak kata “negara” diterima sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi bangsa
yang bersifat territorial dan mempunyai kekuasaan tertinggi, yang perlu ada untuk
menyelenggarakan kepentingan bersama dan mencapai tujuan bersama, maka sejak itu pula
“Negara” di tafsirkan dalam sebagai arti, yaitu:
1. Perkataan  “Negara” dipakai dalam arti penguasa
Jadi untuk mengatakan orang atau orang-orang yang melakukan kekuasaan yang
persekutuan rakyat yang tertempat tinggi dalam sesuatu daerah.
2. Perkataan “Negara” dipakai dalam arti persekutuan rakyat
Jadi untuk menyatakan sesuatu lembaga yang hidup dalam suatu daerah, di bawah
kekuasaan yang tertinggi, menurut kaedah-kaedah hukum yang sama.
3. Perkataan “Negara” didefinisikan dengan pemerintah
Apabila kata itu digunakan dalam dalam pengertian kekuasaan Negara, kemauan Negara.
4. Perkataan  “Negara” didefinisikan dengan suatu wilayah yang tertentu
Dalam hal ini perkataan dipakai untuk menyatakan suatu daerah, diman diam sesuatu
bangsa dibawah kekuasaan yang tertinggi.
5. Perkataan “Negara” didefinisikan dengan arti “kas Negara”
Jadi untuk harta yang dipegang oleh punguasa guna kepentingan umum.

Secara yuridis perkataan Negara selalu mempunyai ikatan dengan salah satu dari ke-5
pengertian itu.
B.     IDE DAN PENGERTIAN (KONSEP) NEGARA
  Konsep Negara memiliki dua pengertian:
    Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati rakyatny.
Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan
politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.Antara ide dan pengertian
Negara dapat di tarik perbedaan yang tegas. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Ide Negara yaitu:


-  Sebagai cita-cita
-  Sebagai idealisme
-  Bagaimana Negara “seharusnya ada”
-  Pemikiran –pemikiran tertentu mengenai Negara

Pengertian Negara, yaitu:


-  sebagai kenyataan
-  sebagai realisme
-  bagaimana Negara itu “ada” dalam kenyataan sejarah
-  kenytaan dari pemikiran tertentu mengenai Negara
                         
Antara ide dan kenyataan mungkin terdapat diskrepansi yang besar, yang sudah lumrah
diketahui. Apabila diskrepansi antara ide dan kenyataan Negara terlalu besar adanya, maka ide
itu dapat menjadi utopi belaka atau suatu impian yang tidak dibenarkan oleh kenyataan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasroen, ide Negara tidak boleh idealistis semata-meta
sehingga tidak boleh dilaksanakan dalam kenyataan. Apabila ide dan konsep Negara itu bertemu
dalam kenyataan, maka dalam hal ini terjelmalah Negara yang ideal.
Ide tidak dapat dipikirkan terlepas dari kenyataan. Ide tidak lahir dalam suatu vakum, tetapi
merupakan suatu refleksi dari suatu keadaan yang nyata. Demikian dengan halnya dengan ide
Negara. Lahirnya ide Negara sudah dapat ditemukan sejak manusia itu merupakan  makhluk
social atau untuk lebih tepat lagi sejak manusia merupakan “zoon politicon”. Jika ada kebenaran
mutlak dalam alam yang serba relative ini, maka kebenaran itu adalah bahwa manusia adalah
makhluk yang suka berkelompok, bermasyarakat. Sebagai makhluk social, maka pada diri
manusia sudah tertanam niat dan hasrat berorgonisasi. Organisasi, sekalipun tidak sama dengan
ketertiban, namun merupakan dua muka dari satu medali yang sama. Organisasi secara implicit
mencakup pengertian ketertiban. Negara adalah suatu bentuk yang terjelma dari hasrat
berorganisasi manusia. Dalam hasrat-hasrat hidup bersama, hidup berorganisasi, terletak ide
yang kasar dari Negara. Memang benar asal mula Negara tidak dapat dengan tegas ditentukan.
Ini soal pertumbuhan sejarah (historical development). Tetapi secara logis rasional dapat
ditetapkan bahwa berkat adanya hasrat-hasrat social, hasrat-hasrat berorganisasi, maka hidup
bersama manusia mendahului Negara. Dalam kehidupan bersama ini sudah ada bentuk-bentuk
Negara secara embrio (in embrio).
Namun sekalipun ide Negara merupakan refleksi dari kenyataan, namun masih sering kali
antara ide dan kenyataan terdapat diskrepansi yang adakalanya teramat besar, dan adakalanya
kedua hal tersebut agak berdekatan, ide Negara hanya sebagai yang terjelma. Maka, bagian dari
ide Negara yang terjelma dalam sejarah merupakan titik pertemuan antara ide dan pengertian
(konsep). Semakin besar ide ini terjelma, semakin besar persamaan antar a cita-cita dan
kenyataan, tentunya semakin mendekati Negara yang ideal.
Bierens de Haan mengungkapkan bahwa dalam penjelmaan ide Negara dalam sejarah
dapat dibedakan tipe-tipe Negara yang sedikit banyaknya telah merealisasikan 3 tipe ideal
Negara. Ke-3 tipe ideal Negara itu ditinjau berdasarkan kekuasaan pemerintah sebagai pangkal
tolak ide Negara, yakni tipe-tupe Negara yang ditentukan oleh “dasar kekuasaan Negara” dan
“tujuan dari campur tangan pemerintah”. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditemukan
3 tipe ide Negara yang pernah terjelma dalam sejarah, yaitu:

a. Ide Negara yang didasarkan atas ide yang abstrak, atau yang transcendental, yaitu ide
Negara yang bersumberkan cipta Tuhan (ide Ketuhanan). Dalam hal ini negara dianggap
sebagai ciptaan Tuhan dan kekuasaan pemerintah bersumberkan pada kuasa dan
penetapan tuhan. Dari ide Negara seperti ini, maka lahirlah pengertian Negara teokratis.
b. Ide Negara yang didasarkan atas ide yang empiris. Ide ini melahirkan konsep Negara
yang didasarka atas kedaulatan rakyat, yang lebih terkenal dengan sebutan Negara
Demokrasi.
c. Ide Negara yang didasarkan atas ide yang immanent, keyakinan akan akal Ketuhanan
yang terjelma dalam sejarah, dalam persekutuan manusia. Tipe neagra yang timbul
berdasarkan ide tersebut belakangan ini merupakan sintetis tipe-tipe yang telah
disebutkan pada bagian a dan b.
C. TEORI TENTANG SIFAT HAKIKAT NEGARA

1. Peninjauan Sosiologis
Mengenai hakekat negara yang dimaksudkan adalah hakekat daripada apa yang
dinamakan negara itu. Apakah itu merupakan keluarga yang besar, atau merupakan suatu
alat, atau wadah, atau organisasi, atau perkumpulan ini nanti kita akan menjumpai
pendapat-pendapat banyak sekali.
Dari sisi sosiologis, negara adalah memahaminya sebagai anggota masyarakat
(zoon politicon). Dimana manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri, kebutuhan antar individu tersebut membentuk suatu masyarakat. Negara sebagai
wadah bangsa yang menggambarkan cita-cita kehidupan bangsanya. Pandangan sifat
hakekat berkaitan dengan pandangan hidup yang dianutnya. Oleh sebab itu banyak
paham sarjana yang mengungkap-kannya :

a. Pandangan Socrates

   Semua manusia menginginkan kehidupan aman,tenteram,dan lepas dari gangguan yang


memusnahkan harkat manusia. Kala itu,orang-orang yang mendambakan ketenteraman menuju
bukit dan membangun benteng,serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok
inilah yang oleh Socrates dinamakan polis (satu kota saja).Organisasi yang mengatur  hubungan
antara orang –orang yang ada di dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan organisasinya
saja,tapi juga tentang kepribadian orang-orang di sekitarnya. Socrates menganggap polis identik
dengan masyarakat,dan masyarakat identik dengan Negara. (Abu Daud Busroh,2001:20-21).

b. Pandangan Plato

   Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis buku,diantaranya yang terpenting
adalah “Politeia” atau Negara, “Politicos” atau ahli negara, dan  “nomoi” atau undang-undang.
Paham plato mengenai Negara adalah keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi
kepentingan mereka.Kesatuan mereka inilah kemudian disebut masyarakat,dan masyarakat itu
adalah negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Negara.(Abu Daud
Busroh,2001:21).

c. Pandangan Aristoteles

   Menurut Aristoteles, negara itu adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok
yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai bila terciptanya kebahagiaan individu
(perseorangan). Sebaliknya,bila manusia ingin bahagia,dia harus bernegara,karena manusia
saling membutuhkan  satu dengan yang lainnya dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak
dapat lepas dari kesatuannya. Kesatuan manusia itu adalah negara. negara menyelenggarakan
kemakmuran warganya. Oleh karena itu ,negara sebagai alat agar  kelompok manusia bertingkah
laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat. Dengan demikian ,negara sekaligus
merupakan organisasi kekuasaan.(Abu Daud Busroh,2001:22).

d. Pandangan Kranenburg dan Rudolf Smend

Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini adalah bagaimana kelompok manusia
sebelum terjadinya negara. Karena kelompok itu perlu diatur,maka dibentuklah organisasi
sebagai alat untuk mengatur kelompok tersebut,yaitu organisasi negara. Agar alat itu dapat
bermanfaat, maka alat itu harus mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian,maka
muncul sifat hakikat negara adalah:  
  Dwang organisatie;atau
  Zwang ordnung;atau
  Coercion instrument
 Jadi, Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat yang dapat memaksakan manusia-
manusia dalam kelompok itu tunduk pada kekuasaannya,agar berlaku tata tertib yang baik dalam
masyarakat.(Max Boli Sabon,1994:70-71).
Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama dilihat dalam masyarakat
keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang mempunyai kekuasaan itu. Kemudian
masyarakat itu menjadi makin besar yang disebut negara,kekuasaan demikian masih tetap
terbawa oleh pemimpin Negara itu (from the family to state).perkembangan lebih lanjut,ternyata
bahwa tidak semua kelompok masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga
itu,melainkan adapula kelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok masyarakat itu
sengaja dibuat,karena orang-orang yang berkelompok itu merasa dirinya
senasib,sekeinginan,sekemauan,dan setujuan.untuk itu,Kranenburg mencoba mengadakan system
pengelompokan manusia didalam masyarakat berdasarkan dua ukuran,yaitu:

i. Apakah perkelompokan itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak;


ii. Apakah kelompok itu teratur atau tidak.

Dari dua unsur tersebut,diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai berikut:  
 Kelompok yang ada disatu tempat tertentu dan teratur,contohnya,kelompok orang-orang
dalam ruang kuliah,atau kelompok orang-orang yang menonton bioskop.
 Kelompok yang ada disatu tempat tertentu,namun tidak teratur,misalnya,massa dalam
demonstrasi liar
 Kelompok yang tidak setempat dan tidak teratur;misalnya,kelompok tukang jual kacang
rebus,kelompok penjaja Koran.
 Kelompok yang tidak setempat tetapi teratur;kelompok inilah yang disebut Negara,oleh
Kranenburg,karena kelompok ini terbentuk bukan karena kesamaan tempat, melainkan 
membentuk kelompok yang teratur.

Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena adanya rasa bersatu yang erat
disamping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi yang penting menurut Kranenburg adalah
pengelompokan itu terjadi atas dasar bahaya bersama,an tujuan kelompok itu adalah mengatur
diri mereka sendiri.dengan peratura yang dibuat.sebaliknya dari segi individu,timbul keinginan
untuk menaati peraturan-peraturanyang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan keinginan itu
lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan istilah willenverhaltnis,baru
kemudian secara logis timbul suatu tujuan bersama. Kesatuan akan tujuan bersama disebut
teleologische einheit.Setelah adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan,yaitu
persoalan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan adalah
ikatan penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis. Ikatan penguasa dilihat
dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya peraturan dalam Negara tersebut.
Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf demi taraf sampai timbulnya hubungan antara
yang menguasai dan yang dikuasai inilah merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.
   Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini adalah peninjauan politis. Menurut
Rudolf Smend,fungsi dari Negara yang terpenting ialah untuk integrasi (mempersatukan).
Kerangka berfikir Rudolf Smend adalah Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar
selalu tetap (statis), dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan
dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu lepas dari Negara, maka
Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan separatisme. Oleh karena Rudolf Smend
mengatakan bahwa tugas Negara yang terpenting adalah integrasi, maka peninjauannya bersifat
politis.

e. Pandangan Heller dan Logemann

Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan Logemann menyatakan, bahwa yang
terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu kesatuan bangsa,melainkan kewibawaan atau
kekuasaa tertinggi ada pada siapa atau berlakunya untuk siapa.
Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi
kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa.
Jadi, pertama-tama Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dalam mana terkandung
pengertian dapat memeksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi
ini. Maka, Logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya, yaitu
Negara. sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder.
Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu tidak benar karena jika dalam Negara
jajahan maka antara yang menguasai dengan yang dikuasai tidak meupakan satu kesatuan
bangsa. Demikian pila, seperti di Commenwealth Inggris.

f. Pandangan Openheimer dan Gumplowicks

Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks berpendapat bahwa suatu Negara itu ada
karena penaklukan kelompok yang satu dengan yang lain. Jadi, sifat hakikat Negara adalah
organisasi yang melaklukan kelompok-kelompok lain.

g. Pandangan Leon Duguit

Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang bertolak dari herrschaftsverhaltnis,


demikian pula Leon Duguit, namun dengan versi yang berbeda. Leon Duguit mengatakan, bahwa
sifat hakikat Negara adalah oarganisasi dari orang-orang yang kuat untuk melaksanakan
kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah.

h. Pandangan Harold J. Laski


Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya kekuasaan tertentu, yang biasanya
disebut adanya suatu kedaulatan tertentu. Laski berpendapat, bahwa akibat perkembangan
peradaban manusia, maka banyak kelompok masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan
bahaya bersama. Kelompok-kelompok itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya
sendiri pula (misalnya perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola). Jika
dibandingkan dengan Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan tertinggi (top
organisatie). Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui kedaulatan ditiap kelompok
organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme. Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya.
Kedaulatan dalam organisasi yang bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh
serjana-serjana belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel, misalnya
gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri  

2.     Peninjauan Yuridis


Dalam peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat yang perlu
diketahui sebelumnya, yaitu:

a. Rechts objek;
b. Rechts subjek;
c. Rechts verhaltnis;

Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai dengan Rechts subjek, yaitu mengenai
siapa yang menjadi sujek dalam hukum, artinya yang mempunyai hak dan kewajiban. Rechts
subjek yang satu mengadakan hubungan hukum dengan Rechts subjek yang lain. Hubungan ini
disebut Rechts objek.

a. Negara sebagai Rechts Objek

Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang sebagai objek dari oarng unutk
bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai alat dari manusia tertentu
untuk melaksanakan kekuasaannya. Oleh karena itu, manusia tertentu itu mempunyai status lebih
tinggi dari Negara sebagai objek tadi.
Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan, dimana panglima, raja, dan tuan-
tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara hanyalah Rechts objek, yaitu alat untuk menguasai
orang yang ada di atas tanah. Jadi, status Negara lebih rendah daripada orang-orang tertentu
tersebut. Negara ini terjadi karena tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas
sehingga diangkatlah panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadia. Selain tuan tanah
mempunyai hak atas tanah, dia mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang
berada diatas tanah tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan menghukum orang-
orang yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar orang tersebut dapat tunduk pada
kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau dibentuklah Negara. Maka Negara sebagai alat dari
tuan tanah dan panglima tersebut.

b. Negara sebagai Rechts verhaltnis


Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat, sedangkan yang kedua ini mengenai
Negara sebagai hasil perjanjian. Setelah ada perjanjian masyarakat, lalu timbul ikatan
(verhaltnis) dan ikatan inilah yang dinamakan Negara itu.
Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau mengenai pejanjian pembentuk
Negara, terjadilah pertemuan pentingan. Pandangan dualism pada abad pertengahan mengatakan
bahwa para petani, pedagang, tukang, dan lainnya selaku warga masyarakat yang tidak dapat
menjamin keselamatannya, maka mereka memerlukan perlindungan dengan mengadakan
kontrak dengan penguasa sebagai orang sekotanya. Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang
berbeda, yang satu pihak menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain menghendaki
uang (berupa pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut verdrag.
Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat mempunyai keinginan yang satu,
kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara, atau biasa disebut gesamtakt (suatu tindak
hukum  bersama).
Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk verhaltnis. Maka, sifat hakikat
Negara jika dipandang sebagai Rechts verhaltnis, Negara adalah perjanjian yang merupakan
tampat pertemuan kepentingan. Meskipun demikian, kontruksi tentang sifat hakikat Negara
berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam, yaitu:
i.        Pertemuan yang timbale balik (verdrag); dan
ii.       Pertemuan kepentingan yang sama (tidak timbal balik) atau gesamtakt.

c. Negara sebagai Rechts subjek

Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara sebagai pembuat hukum. Oleh
karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka Negara juga dipandang sama dengan
organisasi lainnya yang dipandang sebagai orang atau persoon atau subjek hukum  (Rechts
persoon) sebagai Rechts persoon, Negara juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak
untuk membuat hukum, dan kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh
karena itu, sifat hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara adalah
Rechts persoon.

3.     Penggolongan Lain


Selain peninjauan sifat hakikat Negara menurut penggolongan sosiologis dan yuridis,
masih diketehui pula ada penggolongan lain yang meggolongkan dengan cara:
a.     Subyektif dan Obyektif

1. Subyektif

Dari pandangan subyektif maka dapatlah dikenal sifat hakikat Negara yang selaraskan
dengan pandangan Negara sebagai suatu gejala tertentu di dunia.

2. Obyektif

Dari sudut obyektif, Negara dapatlah digolongkan sebagai berikut:


1.      Negara sebagai kenyataan (tatsche);
2.      Negara sebagai keadaan (zustand);
3.      Negara disamakan dengan sslah satu unsur:
4.      Negara sebagai organisme.

b.     Formil dan Materil


1.      Formil
Negara dalam arti formil, dimaksudkan bahwa Negara ditinjau dari aspek kekuasaan,
Negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. Pemerintah
menjelmakan aspek formil dari Negara. Karakteristik dari Negara formil adalah wewenang
pemerintah untuk menjalankan pakasaan fisik secara legal. Negara dalam arti formil adalah
Negara sebagai pemerintah (staat-overheid).
2.      Materil
Negara dalam arti materil, dimaksudkan bahwa Negara sebagai masyarakat (staat-
gamenschap), Negara sebagai persekutuan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Lemhanas.2001.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama


Suradinata,Ermaya.2001.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
Abubakar H Suardi dkk.Tanpa Tahun.Kewarganegaraan 1.Jakarta:Yudhistira
Anisa aprilia:Makalah Hakikat Bangsa dan Unsur-Unsur TerbentuknyaBangsa:
(Ardiansyah), http://annisaapriliastory.blogspot.com/2012/06/hakikat-bangsa-dan-unsur-
unsur.html:(Diakses pada tanggal 20 april 2014) 

einjelfin:Makalah Hakikat Bangsa dan negara:


(Ardiansyah),http://einjelfin.blogspot.com/2013/05/makalah-hakikat-bangsa-dan-
negara.html:(Diakses pada tanggal 20 april 2014) 

Fera Deslia Ahyar :Makalah Hakikat Bangsa dan negara:(Ardiansyah),


http://feradesliaahyar.wordpress.com/2012/10/06/makalah-hakikat-bangsa-dan-negara/:
(Diakses pada tanggal 20 april 2014) 

Gabriella Aningtyas Varianggi:pengertian bangsa dan negara:(Ardiansyah),


http://gabriellaaningtyas.wordpress.com/2013/05/13/pengertian-negara/:(Diakses pada
tanggal 20 april 2014) 

Juna dinasthi: system pemerintaha indonesia:(Ardiansyah), http://sistempemerintahan-


indonesia.blogspot.com/2013/09/pengertian-negara-unsur-fungsi-tujuan.html:(Diakses
pada tanggal 20 april 2014) 

Angga’s:tujuan Negara dan fungsi negara:(Ardiansyah),


http://krsmwn.blogspot.com/2013/09/tujuan-negara-dan-fungsi-negara-menurut-para-
ahli.html:(Diakses pada tanggal 20 april 2014) 

Bona ventura:bentuk-bentuk negara:(Ardiansyah), http://master-


bonbon.blogspot.com/2012/04/bentuk-bentuk-negara.html:(Diakses pada tanggal 20 april
2014

Anda mungkin juga menyukai