1
pertentangan antar tata hukum; (vi) The so-called Fundam ental Rights and Duties
of the States, soal jaminan hak dan kebebasan asasi manusia; dan (vii) The Pow er of
the State, aspek-aspek mengenai kekuasaan negara.7
Negara sebenarnya merupakan konstruksi yang diciptakan oleh umat
manusia (human creation) tentang pola hubungan antar manusia dalam kehidupan
berma- syarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi
kepentingan dan mencapai tujuan bersama. Apabila perkumpulan orang
bermasyarakat itu diorganisasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit
pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara
politik, dan disebut body politic atau negara (state) sebagai a society politically
organized.
Negara sebagai body politic itu oleh ilmu negara dan ilmu politik sama-sama
dijadikan sebagai objek utama kajiannya. Sementara, ilmu Hukum Tata Negara
mengkaji aspek hukum yang membentuk dan yang di- bentuk oleh organisasi negara
itu. Ilmu politik melihat negara sebagai a political society dengan memusatkan
perhatian pada 2 (dua) bidang kajian, yaitu teori politik (political theory) dan
organisasi politik (political organization). Ilmu Politik sebagai bagian dari ilmu
sosial lebih memusatkan perhatian pada negara sebagai realitas politik.
Ilmu politik hanya dapat dimengerti melalui perilaku para partisipannya yang
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, kelompok-kelompok rasial, dan
sebagainya. Lebih lanjut, Clarke menyatakan bahwa legalisme itu bersifat redundant
dalam studi ilmu politik, tetapi bahwa the rules of the constitution dan, lebih penting
lagi, struktur-struktur institutional pemerintahan negara, bukanlah hal yang relevan
untuk dipersoalkan dalam ilmu politik. Struktur kelembagaan negara itu, menurut
Clarke, tidak mempunyai pengaruh yang berarti perilakulah yang menjadi subjek
utama dalam ilmu politik. 10 Orang boleh menerima begitu saja pendapat Clarke ini
dalam kerangka studi ilmu politik, tetapi di lingkungan negara-negara yang sedang
berkembang, banyak studi ilmu sosial lainnya yang justru menunjuk- kan gejala
yang sebaliknya, yaitu bahwa peranan institusi kenegaraan itu justru sangat
signifikan pengaruhnya terhadap perilaku politik warga masyarakat.
Bagi disiplin ilmu politik, pendapat Clarke itu tidak aneh. Bahkan, Robert
Dahl dalam bukunya “Pre- face to Dem ocratic Theory ” (1956) juga menyatakan
bahwa bagi para ilmuwan sosial yang lebih penting adalah social not constitutional.
11 Ilmu politik lebih mengutakan dinamika yang terjadi dalam masyarakat daripada
norma-norma yang tertuang dalam konstitusi negara. Hal itu tentunya sangat berbeda
dari ke- cenderungan yang terdapat dalam ilmu hukum, khu- susnya ilmu hukum tata
negara (constitutional law). Dalam studi ilmu hukum tata negara (the study of the
constitution atau constitutional law), yang lebih diutamakan justru adalah norma
hukum konstitusi yang biasanya tertuang dalam naskah undang-undang dasar. Di
situlah letak perbedaan mendasar antara ilmu Hukum Tata Negara dari ilmu politik.
praktik hukum di negara-negara lain yang dinilai patut untuk dicontoh. 26 Atas
dasar alasan inilah, maka pemberlakuan produk-produk hukum peninggalan
zaman Hindia Belanda dapat dibenarkan, meskipun hal itu tetap tidak menutup
keharusan untuk melakukan upaya pembaruan besar-besaran terhadap produk-
produk hukum masa lalu itu disesuaikan dengan kehendak perubahan zaman.
Apalagi, Indonesia dewasa ini berada dalam alam modern yang sangat
ditentukan oleh (i) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, (ii)
sistem de- mokrasi yang terus tumbuh, dengan (iii) tuntutan sistem ekonomi
pasar yang semakin kuat, serta (iv) diiringi pula oleh pengaruh globalisasi dan
gejolak kedaerahan yang sangat kuat. Semua ini memerlukan respons sistem
hukum dan konstitusi yang dapat menjalankan fungsi kontrol dan sekaligus
fungsi pendorong ke arah pem- baruan terus menerus menuju kemajuan bangsa
yang semakin cerdas, damai, sejahtera, demokratis, dan ber- keadilan.
2. Definisi Hukum Tata Negara
Di antara para ahli hukum, dapat dikatakan tidak terdapat rumusan yang
sama tentang definisi hukum dan demikian pula dengan definisi hukum tata
negara sebagai hukum dan sebagai cabang ilmu pengetahuan hukum.
Perbedaan-perbedaan itu sebagian disebabkan oleh faktor-faktor perbedaan
pandangan di antara para ahli hukum itu sendiri, dan sebagian lagi dapat
disebabkan oleh perbedaan sistem yang dianut oleh negara yang dija dikan objek
penelitian oleh sarjana hukum itu masing- masing. Misalnya, di negara-negara
yang menganut tradisi common law tentu berbeda dari apa yang dipraktikkan di
lingkungan negara-negara yang menganut tradisi civil law .
Bahkan, dalam perkembangan praktik selama berabad-abad, di antara
negara-negara yang menganut tradisi hukum yang sama pun dapat timbul
perbedaan- perbedaan karena latar belakang sejarah antara satu negara dengan
negara lain yang juga berbeda-beda. Misalnya, meskipun sama-sama
menganut tradisi common law , antara Inggris dan Amerika Serikat jelas mem-
punyai sejarah hukum yang berbeda, sehingga konsep- konsep hukum dan
konstitusi yang dipraktikkan di kedua negara ini juga banyak sekali yang tidak
sama. Apalagi, di Inggris sendiri tidak terdapat naskah konstitusi yang bersifat
tertulis dalam satu naskah UUD, sedangkan Amerika Serikat memiliki naskah
UUD tertulis yang dapat dikatakan sebagai negara modern pertama yang
memilikinya.
Berbagai pandangan para sarjana mengenai definisi hukum tata negara
itu dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
a. Christian van Vollenhoven
Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua
masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut
berasal dari negara.29 J ika yang diatur adalah orga- nisasi negara, maka
hukum yang mengaturnya itulah yang disebut sebagai hukum tata negara
(constitutional law ). Mengenai hubungan antara organisasi negara dengan
warga negara, seperti mengenai soal hak asasi manusia, belum
dipertimbangkan oleh Paul Scholten.
c. Van Der Pot
Menurut van der Pot, hukum tata negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan beserta kewenangannya masing-
masing, hubungannya satu sama lain, serta hubungannya dengan individu
warga negara dalam kegiatannya.30 Pandangan van der Pot ini mencakup
pengertian yang luas, di sam- ping mencakup soal-soal hak asasi manusia,
juga menjangkau pula berbagai aspek kegiatan negara dan warga negara
yang dalam definisi sebelumnya dianggap sebagai objek kajian hukum
administrasi negara.
d. J .H.A. Logemann
Mirip dengan pendapat Paul Scholten, menurut J .H.A. Logemann,
hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara.
Pada umumnya, aspek hukum tata negara yang kebanyakan mewarnai pemikiran
para ahli hukum tata negara kita seperti yang tercermin dalam berbagai buku yang
diterbitkan dan menjadi bahan bacaan di berbagai perguruan di Indonesia adalah yang
disebutkan terakhir, yaitu Hukum Tata Negara Positif. Sudah tentu hal ini tidak ada
salahnya, karena nyatanya pada aspek ketiga ini, buku-buku yang ditulis dan diterbitkan
juga terbilang masih sangat sedikit. Namun demikian, jika semua ahli hukum tata negara
dan semua sarjana hukum tata ne- gara di tanah air kita hanya terpaku kepada fenomena
hukum tata negara positif saja, maka kita sebagai bangsa akan ketinggalan zaman di bidang
ini.
Sekarang dunia sudah sangat pesat berubah. Ilmu pengetahuan dan teknologi di
semua cabang dan ranting- nya juga bergerak cepat menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman. Dalam bidang ilmu hukum tata negara, tidak terkecuali, juga telah mengalami
peruba- han yang fundamental di era globalisasi sekarang ini. Oleh karena itu, teori-teori
umum tentang hukum tata negara yang berkembang di dunia juga penting untuk diikuti
dengan seksama oleh para sarjana hukum, khu- susnya oleh para ahli hukum tata negara
kita. Oleh karena itu, sudah saatnya, studi hukum tata negara di berbagai fakultas hukum
di tanah air hendaklah me- ngembangkan ketiga aspek hukum tata negara tersebut secara
bersama-sama dan seimbang. Kita tidak boleh membiarkan bidang hukum tata negara
hanya dikembangkan sebagai ilmu kata-kata dan upaya pengkajian terhadap konstitusi
dipersempit hanya sebagai studi tentang perumusan kata-kata dalam pasal- pasal
konstitusi belaka. Hukum Tata Negara, pertama- tama haruslah dikembangkan sebagai
ilmu pengetahuan hukum yang bersifat universal. Setelah itu, Hukum Tata Negara baru
dapat dipahami sebagai persoalan hukum dan konstitusi yang tumbuh dalam praktik
ketatane- garaan Indonesia dari waktu ke waktu, sehingga untuk selanjutnya dapat pula
dimengerti sebagai persoalan hu- kum positif di negara kita yang berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Hukum Tata Negara Statis dan Dinamis
Hukum Tata Negara juga dapat dibedakan antara sifatnya yang statis dan dinamis. Ilmu
Hukum Tata Ne- gara itu disebut sebagai ilmu yang statis apabila negara yang dijadikan objek
kajiannya berada dalam keadaan statis atau keadaan diam (staat in rust). Hukum Tata
Negara yang bersifat statis inilah yang biasa disebut sebagai Hukum Tata Negara dalam arti
sempit. Sedang- kan Hukum Tata Negara dalam arti luas, mencakup Hu- kum Tata Negara
dalam arti dinamis, yaitu manakala negara sebagai objek kajiannya ditelaah dalam keadaan
bergerak (staat in bew eging). Pengertian yang terakhir inilah yang biasa disebut sebagai bidang
Ilmu Hukum Administrasi Negara (Adm inistrative Law , Verw altung- srecht).
Perhatian pokok ilmu Hukum Tata Negara (Verfas- sungsrecht, Constitutional Law ,
Droit Constitutionnel) adalah menyangkut struktur hukum dan kehidupan ber- negara,
sedangkan ilmu Hukum Administrasi Negara memusatkan perhatian pada substansi
sistem pengam- bilan keputusan dalam kegiatan berpemerintahan. 54