Anda di halaman 1dari 22

Metode dan Teknik Konseling

dengan Pendekatan Humanistic dan Gestalt

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling

Dosen Pengampu : Ora Gorez Uke, M. Pd

Disusun Oleh :

Anis Khoiru Rosyidah NIM : 202044510102

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH ASSUNNIYYAH
KENCONG – JEMBER
2021
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Konseling dengan lancar
dan tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Konseling, Ibu Ora Gorez Uke, M.pd. dan juga teman – teman seperjuangan
program studi Bimbingan Konseling dan Pendidikan Islam yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.Selain itu makalah ini kami buat untuk menambah wawasan tentang
metode dan teknik konseling dengan menggunakan pendekatan Humanistic dan Gestalt.
Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan baik internal maupun eksternal. Namun
dengan penuh kesabaran dan kegigihan, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada pembaca maupun dosen
pengampu untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca dan dapat
menambah ilmu kita semua dan bermanfaat untuk kita kedepan nya.

Penulis

2
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................................2

Bab I Pendahuluan.....................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................5

Bab II Pembahasan.....................................................................................................................6

2.1. Sejarah munculnya pendekatan humanistic dan gestalt..................................................6

2.2. Pendapat pendekatan humanistic dan gestalt tentang pandangan manusia.....................7

2.3. Konsep Dasar pada Pendekatan Humanistic dan Gestalt................................................9

2.4. Proses dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt........................................................13

2.5. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendekatan humanistic dan gestalt..........................14

2.6. Peran dan Fungsi Konselor dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt.......................15

2.7. Tahapan dan Teknik dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt.................................16

Bab III Penutup........................................................................................................................19

Kesimpulan..............................................................................................................................19

Daftar Pustaka..........................................................................................................................20

3
Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah
suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia,
yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi
sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli
psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional
behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya
bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik
(humanistic keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek
emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistic.
Terapi Gestalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran di sini dan
sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimana tingkah laku dan pada
peran urusan yang tidak selesai dari masa lampau yang menghambat kemampuan
individu untuk bisa berfungsi secara efektif. Konsep utamanya mencakup menerimaan
tanggung jawab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman langsung yang
merupakan kebalikkan dari membicarakan pengalaman-pengalaman secara abstrak,
penghindaran diri, unfinished business dan penembusan jalan buntu. Sasaran
terapeutiknya utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan
lingkungan kepada dukungan diri. Perluasan kesadaran, yang dipandang kuratif
dengan dan pada dirinya adalah suatu tujuan dasar. Dengan kesadaran, klien mampu
mendamaikan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi yang ada dalam dirinya
sehingga bergerak menuju reintegrasi segenap aspek dari dirinya.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana sejarah munculnya pendekatan humanistic dan gestalt ?
b. Bagamana pendapat pendekatan humanistic dan gestalt tentang pandangan manusia ?
c. Apa konsep dasar pada pendekatan humanistic dan gestalt ?
d. Bagaimana proses dalam pendekatan humanistic dan gestalt ?
e. Apa tujuan yang ingin dicapai dalam pendekatan humanistic dan gestalt ?
f. Bagaimana peran dan fungsi konselor dalam pendekatan humanistic dan gestalt ?
g. Bagaimana tahapan dan teknik dalam pendekatan humanistic dan gestalt ?

4
1.3. Tujuan Penulisan
a. Memenuhi tugas mata kuliah psikologi konseling
b. Mengetahui tentang sejarah pendekatan humanistic dan gestalt dan juga tentang
pandangan manusia menurut humanistic dan gestalt
c. Menambah wawasan tentang proses, tahapan dan teknik dalam pendekatan humanistic
dan gestalt
d. Memberikan informasi mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam pendekatan
humanistic dan gestalt
e. Mengetahui peran dan fungsi konselor dalam pendekatan humanistic dan gestalt
f. Memberikan manfaat berupa ilmu yang lebih dalam mengenai teori psikologi yaitu
dengan menggunakan pendekatan humanistic dan gestalt

5
Bab II Pembahasan

2.1. Sejarah munculnya pendekatan humanistic dan gestalt


Humanistic
Perkembangan teori psikologi humanistik berkembang sekitar tahun 1950-an
sebagai suatu teori yang menentang teori lain yang lebih dulu ada seperti teori teori
psikoanalisis klasik dan behavioristik. Teori humanistik menyatakan bahwa kedua
teori tersebut bersifat melecehkan nilai – nilai manusia atau berlawanan dengan nilai –
nilai kemanusiaan. Teori humanistik mengkritik teori psikososial freud karena dalam
teorinya, Freud menyatakan bahwa tingkah laku manusia didominasi oleh dorongan
yang bersifat primitif dan bersifat hewani. Psikologi humanistik mencoba untuk
melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka
cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia.
Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional
untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal
mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup
dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah
sikap dan perilaku mereka.

Gestalt
Konseling Gestalt dikembangkan oleh Frederick S. Perls. Perls mendapatkan
gelar dalam bidang medis di Universitas Frederick Wilhelm Berlin, Jerman pada
tahun 1921. Pendekatan Gestalt dimulai ketika Perls menulis Ego, Hunger and
Aggression pada tahun 1941-1942. Terbitan pertama buku ini pada tahun 1946 di
Afrika Utara yang berjudul A Revision of Freud’s Theory and Methods. Kemudian
buku ini diterbitkan dengan judul The Beginning of Gestalt Theraphy pada tahun
1966. Kata ”Gestalt Theraphy” pertama kali digunakan sebagai judul buku yang
ditulis oleh Frederich Perls, Ralph Hefferline, dan Paul Goodman pada tahun 1951,
tidak lama setelah dibentuknya The New York Institute for Getslat Theraphy, yang
bermarkas di apartemen milik Fritz dan Lura Perls di New York City. Frederick
"Fritz" Perls, Laura Perls dan Paul Goodman mensintesis berbagai tren budaya dan
intelektual tahun 1940-an dan 1950-an menjadi Gestalt baru, yang memberikan
alternatif klinis dan teoritis yang canggih untuk dua teori utama lainnya pada zaman
mereka: behaviorisme dan psikoanalisis klasik.

6
Terapi Gestalt dimulai sebagai revisi psikoanalisis dan dengan cepat
berkembang sebagai sistem yang sepenuhnya independen dan terintegrasi. Karena
terapi Gestalt adalah pendekatan pengalaman dan humanistik, terapi ini bekerja
dengan kesadaran dan keterampilan kesadaran pasien daripada menggunakan
ketergantungan psikoanalitik klasik pada interpretasi analisis atas alam bawah sadar.
Dalam terapi Gestalt, terapis/konselor secara aktif dan pribadi terlibat dengan
pasien daripada mendorong pemindahan dengan tetap dalam peran analitik netralitas.
Terapi Gestalt menggantikan sistem psikoanalisis klasik mekanistik, simplistik, sistem
Newtonian dengan teori bidang relasional postmodern berbasis proses.
Terapis/Konselor Gestalt menggunakan metode aktif yang tidak hanya
mengembangkan kesadaran pasien tetapi juga aspek kesadaran dan perilaku mereka.
Metode aktif dan keterlibatan pribadi aktif dari terapi Gestalt digunakan untuk
meningkatkan kesadaran, kebebasan, dan pengarahan diri sendiri dari pasien daripada
mengarahkan pasien ke tujuan yang telah ditetapkan seperti dalam terapi perilaku
(behavior). Sistem terapi Gestalt benar-benar integratif dan mencakup komponen
afektif, sensorik, kognitif, interpersonal, dan perilaku. Dalam terapi Gestalt, terapis
dan pasien didorong untuk kreatif dalam melakukan pekerjaan penyadaran. Tidak ada
teknik yang diresepkan atau dilarang dalam terapi Gestalt.

2.2. Pendapat pendekatan humanistic dan gestalt tentang pandangan manusia


Humanistic

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.


Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya
memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan
positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam
domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para
pendidik beraliran humanisme. Dalam artikel “some educational implications of the
Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud
dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah
potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti
yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana

7
manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan
bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang
beraliran humanistic biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan
kemampuan positif ini.

Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu


usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan Freud yang melihat
motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistic melihat perilaku
manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini
memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat
adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara
motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi
maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama
manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan
motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing
oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-
pengalaman mereka sendiri. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada
materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme
memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan
fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan
kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami
cara-cara yang menghambat kesadaran. Dalam terapinya, pendekatan Gestalt berfokus
pada pemulihan kesadaran serta pada pemaduan polaritas-polartias dan dikotomi-
dikotomi dalam diri. Terapi diarahkan bukan pada analisis, melainkan pada integrasi
yang berjalan selangkah demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup
kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri. Pandangan Gestalt mengenai
manusia bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan
hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah
tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari

8
masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya (Corey,
2009). Menurut Perls dalam Hansen, terdapat 8 asumsi mengenai manusia (Hansen,
1977), antara lain:
1. Manusia merupakan satu kesatuan, keterpaduan dari berbagai elemen seperti
pikiran, sensasi, persepsi. Dari berbagai yang ada pada dirinya tersebut tidak
satupun yang dapat dimengerti tanpa mengaitkan dengan keseluruhan orang itu.
2. Manusia merupakan bagian dari lingkungannya dan ia tidak akan bisa dimengerti
apabila kita melepaskan dari lingkungannya itu.
3. Manusia memilih bagaimana caranya merespon terhadap perangsang internal
maupun perangsang eksternal. Manusia itu merupakan aktor (pelaku) bagi
dunianya bukan hanya reaktor (pasif).
4. Manusia mempunyai potensi untuk sepenuh-penuhnya menyadari sensasinya
(rasa badannya), pikirannya, emosinya dan persepsinya.
5. Manusia dapat membuat pilihan-pilihan karena manusia menyadari sensasinya,
pikiran dan emosinya, dan manusia yang berbahagia adalah yang menyadari
ketiga hal tersebut.
6. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri secara efektif.
7. Manusia tidak dapat mengalami masa lalunya atau masa depannya, manusia
hanya dapat melalui masa sekarang, dan masa sekarang selalu tidak akan pernah
terulang.
8. Manusia pada dasarnya dikatakan bagus, ya tidak bagus, dikatakan jelek ya tidak
jelek, dengan demikian jangan menghebat-hebatkan manusia dan jangan pula
menjelekjelekkan manusia itu

2.3. Konsep Dasar pada Pendekatan Humanistic dan Gestalt


Konsep Dasar Kon=seling Humanistik:
1. Memandang manusia sebagai individu yang unik. Manusia merupakan seseorang
yang ada, sadar dan waspada akan keberadaannya sendiri. Setiap orang
menciptakan tujuannnya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempurnakan
esensi dan fakta eksistensinya.
2. Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia
kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia
inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.

9
3. Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena
itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju
aktualisasi diri.
4. Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas
merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh
bentuk self expression.

Konsep Dasar Konseling Gestalt


1. Di Sini dan Sekarang (Here and Now)

Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (power is in the
present). Pendekatan gestalt mengutamakan masa sekarang. Menurut gestalt,
kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena individu
menginvestasikan energinya untuk mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan
bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Oleh
karena itu, kekuatan individu untuk melihat masa sekarang menjadi berkurang
bahkan hilang.
Selanjutnya Perls berpendapat bahwa kecemasan yang dialami individu
terjadi karena ada jarak antara kenyataan masa sekarang dengan harapan masa
yang akan datang. Menurutnya ketika individu memulai berpikir, merasa dan
bertindak dari masa kini namun dikuasai oleh harapan-harapan masa depan.
Kecemasan yang dialami individu diakibatkan oleh harapan katastropik dan
harapan anastropik. Harapan katastropik, yaitu kecemasan akan kejadian-kejadian
buruk dan tidak menyenangkan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Harapan anastropik, yaitu harapan-harapan yang berlebihan bahwa hal-hal yang
baik dan menyenangkan akan terjadi di masa depan .
Dalam model konseling gestalt, untuk membantu konseli melakukan
kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya
“apa” (what) dan “bagaimana” (how). Jarang sekali koselor menggunakan kata
“mengapa” (why). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan
fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang. Dengan demikian
ketika konselor membahas masa lalu yang signifikan tersebut, konselor
membawanya ke masa sekarang. Misalnya, ketika membicarakan trauma masa
kecil yang dialami konseli berkaitan dengan ayahnya, konselor bukan hanya

10
membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana trauma itu
berpengaruh ketika konseli berbicara dengan ayahnya di masa sekarang. Dengan
proses ini, individu mendapatkan kelegaan dari kesakitan dan potensi untuk
berubah serta mencapai resolusi baru.
2. Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan penghindaran (avoidance)
Urusan yang tidak selesai (unfinished business) adalah perasaan-
perasaan yang tidak dapat diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan,
kecemasan, perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Walaupun perasaan-
perasaan tersebut tidak diekspresikan, namun berkaitan dengan ingatan dan
fantasi. Hal ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus mengganggu
kehidupan masa sekarang, dan membuat individu tidak dapat melakukan kontak
dengan orang lain dengan autentik. Urusan yang tidak kunjung selesai memiliki
efek yang dapat mengganggu individu, seperti kecemasan yang berlebihan
sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal penting lain, tingkah laku yang
tidak terkontrol, terlalu berhati-hati dan menyakiti diri sendiri.
Penghindaran berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran
adalah individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished
business dan dari mengalami pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan unfinished business. Perls mengatakan bahwa individu
cenderung lebih memilih menghindari pengalaman yang menyakitkan secara
emosional dari pada melakukan sesuatu yang ia butuhkan untuk berubah.
3. Bentuk-bentuk Pertahanan Diri
Individu memiliki lima bentuk pertahanan diri yang beroperasi dalam
dirinya, yaitu :
a. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah memasukkan ide-ide, keyakinan-keyakinan dan
asumsi-asumsi tentang diri individu, seperti apa individu seharusnya dan
bagaimanan individu harus bertingkah laku. Dalam proses interaksi dengan
lingkungan, individu yang sehat dapat membedakan dan memberikan batasan
antara dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi, individu yang melakukan proses
introyeksi pada diri (self) individu, yaitu bila individu memasukkan ide-ide,
keyakinan, dan nilai yang dianut lingkungan terhadap dirinya tanpa proses
filterisasi, sehingga individu tidak dapat membedakan dirinya dengan lingkungan.

11
Hal ini membuat self mengadopsi semua nilai lingkungan yang top
dog, sehingga self berusaha untuk mempertahankan diri dalam posisi under dog.
b. Proyeksi
Proses dimana individu melakukan atribusi kepada pemikiran,
perasaan, keyakinan dan sikap orang lain yang sebenarnya adalah bukan milik
individu. Proyeksi juga berarti individu tidak dapat membedakan dirinya dan
lingkungan, mengatribusikan diri kepada orang lain serta menghindari tanggung
jawab terhadap perasaan dan diri individu sebenarnya, serta membuat individu
tidak berdaya untuk membuat perubahan.
c. Retrofleksi (retroflection)
Retrifleksi adalah proses di mana individu mengembalikan implus-
implus dan respon-respon kepada dirirnya karena ia tidak dapat
mengekspresikannya kepada orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini individu
menekan perasaanya karena ia tidak dapat menerima kehadiran perasaan tersebut,
atau individu mengetahui dan mempercayai bahwa perasaan itu tidak dapat
diterima oleh orang lain disekitarnya.
d. Defleksi (deflection)
Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu cara mengubah pertanyaan
atau pernyataan menjadi memiliki makna lain sehingga individu dapat
menghindari dari merespon pertanyaan atau pernyataan tersebut. Defleksi
merupakan cara untuk menghindari kontak dengan kenyataan. Defleksi dapat
terlihat dari penggunaan humor yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan
tersenyum atau tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari kontak
mata.
e. Confluence dan Isolasi (isolation)
Confluence secara harfiah berarti menyatu. Hal ini bermakna bahwa
individu berada dalam hubungan dengan linngkungan, menjadi orang lain,
tempat, objek, atau ideal-ideal. Individu tidak dapat membedakan antara dirinya
dengan lingkungan, selalu sesuai dan tidak ada konflik antara keyakinan dan
pikiran orang lain dengan dirinya. Orang yang mengalami confluence biasanya
tidak pernah mengekspresikan perasaan sebenarnya. Orang yang
mengalami confluence biasanya mengisolasi diri dari lingkungan. Ia menarik diri
dari lingkungan dalam rangkan mengamankan perasaanya dari kondisi yang tidak
dapat ditoleransi oleh dirinya.

12
2.4. Proses dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt
Humanistic

1. Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.


2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem
dan apa yang diinginkannya.
3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku
individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
4. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan
kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan
dalam hubungan konseling.
5. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya
sangat diperlukan oleh konselor.

Gestalt

a. Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan konseli
sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh
karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk dapat melihat
kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal
ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara
penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan
menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa
yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
b. Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi
nasihat.
c. Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar konseli menjadi
matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan
konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah
membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap
faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan
menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.
d. Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan
kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya,

13
dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat
perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga
potensinya dapat berkembang lebih optimal.

2.5. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendekatan humanistic dan gestalt
Tujuan Konseling Humanistik :
1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima
keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai
dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self
actualization seoptimal mungkin.
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu
dalam proses aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin
dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.

Tujuan Konseling Gestalt :


Tujuan terapi/konseling Gestalt adalah agar klien dapat berkolaborasi dengan
terapis untuk meningkatkan kesadaran pribadi dan secara aktif menantang hambatan
yang telah menghalangi penyembuhan hingga saat ini (Clarke, 2021).
Terapi/konseling Gestalt juga bertujuan membantu klien untuk sepenuhnya menerima
dirinya yang sekarang membentuk kemampuan klien untuk mengatasi masalahnya.
Tujuan-tujuan ini dapat dicapai melalui pencapaian satu atau lebih beberapa tujuan
khusus yaitu membangun kesadaran, integrasi, pematangan, tanggung jawab,
otentisitas, pengaturan diri, dan perubahan perilaku (Harman, 1974). Tujuan konseling
Gestalt juga dikemukakan oleh Prayitno adalah sebagai berikut (Prayitno, 1998):
1. Membangun integrasi kepribadian.
2. Mengentaskan individu dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang
lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself).
3. Integrasi tidak pernah sempurna, kematangan tidak pernah penuh. Dan hal itu
adalah proses yang berlangsung terus, dan tidak pernah berhenti.

14
4. Meningkatkan kesadaran individual: individu dapat bertingkah laku menurut
prinsip- prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah yang muncul dan selalu akan
muncul dapat diatasi dengan baik.
Tujuan konseling Gestalt adalah menciptakan eksperimen dengan konseli untuk
membantu konseli:
1. Mencapai kesadaran atas apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka
melakukannya. Kesadaran itu termasuk di dalamnya, insight, penerimaan diri,
pengetahuan tentang lingkungan, tanggung jawab terhadap pilihannya.
2. Kemampuan untuk melakukan kontak dengan dengan orang lain.
3. Memiliki kemampuan mengenali, menerima, mengekspresikan perasaan, pikiran
dan keyakinan dirinya (Komalasari, 2011).

2.6. Peran dan Fungsi Konselor dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt
Humanistic
1. Memahami dunia klien dan membantu klien untuk berfikir dan mengambil
keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang.
2. Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar
klien memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri.
3. Konselor sebagai fasilitator memberi dorongan dan motivasi agar klien mampu
memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality.
4. Membentuk kesempatan seluas luasnya kepada klien bahwa putusan akhir
pilihannya terletak ditangan klien.

Gestalt
Penekanan penting dari terapi Gestalt adalah konselor tidak bertujuan untuk
mengubah klien mereka. Peran konselor adalah membantu klien dalam
mengembangkan kesadaran diri mereka sendiri tentang bagaimana mereka saat ini.
Oleh karena itu, ini akan memungkinkan mereka untuk memperbaiki masalah yang
mempengaruhi hidupnya. Pekerjaan Konselor adalah mengajak klien ke dalam
kemitraan aktif di mana mereka dapat belajar tentang diri mereka sendiri dengan
mengadopsi sikap pengalaman terhadap kehidupan di mana mereka mencoba perilaku
baru dan memperhatikan apa yang terjadi (Corey, 2009).
Sesi terapi Gestalt tidak mengikuti pedoman khusus, pada kenyataannya,
konselor didorong untuk menggunakan kreativitas dalam pendekatan mereka,

15
tergantung pada konteks dan kepribadian masing-masing klien. Apa yang konsisten
adalah penekanan pada kontak langsung antara konselor dan klien, pengalaman
langsung dan eksperimen, dan fokus pada “apa dan bagaimana”, apa yang dilakukan
klien dan bagaimana dia melakukannya, serta “di sini dan sekarang . ” Bersama-sama,
konselor dan klien akan mengevaluasi apa yang terjadi sekarang dan apa yang
dibutuhkan sebagai hasilnya. Konselor menahan diri dari menafsirkan peristiwa,
dengan fokus hanya pada yang langsung, termasuk tanggapan fisik klien.
Mengomentari perubahan postur tubuh yang halus, misalnya, dapat membawa
seseorang ke masa kini. Dengan cara ini, terapi Gestalt membantu orang mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tubuh emosional dan fisik mereka
terhubung. Memahami diri internal adalah kunci untuk memahami tindakan, reaksi,
dan perilaku. Terapi Gestalt membantu orang mengambil langkah pertama menuju
kesadaran ini sehingga mereka dapat mengenali dan menerima pola-pola ini (B.
Bowins, 2021; Zahm & Gold, 2002, 2004).
Dalam proses konseling Gestalt, konselor memiliki peran dan fungsi yang
unik (Prayitno, 1998), yaitu:
a. Konselor memfokuskan pada perasaan, kesadaran, bahasa tubuh, hambatan
energi, dan hambatan untuk mencapai kesadaran yang ada pada konseli.
b. Konselor adalah “artisti participant” yang memiliki peranan dalam
menciptakan hidup baru klien. Sama halnya dengan para seniman yang perlu
mempunyai hubungan dengan apa yang dilukisnya, terapis adalah partisipan
artistik dalam penciptaan suatu hidup baru (Corey, 2009).
c. Konselor berperan sebagai projection screen. Klien menggunakan terapis
sebagai layar proyeksi dan memandang terapis sebagai pemberi apa-apa yang
hilang darinya.
d. Konselor harus dapat membaca dan mengintrepetasi bentuk-bentuk bahasa
yang dilontarkan klien. Isyarat-isyarat baik verbal dan noverbal menghasilkan
informasi yang kaya bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering
menghianati perasaan-perasaan klien, yang klien sendiri tidak menyadarinya.
e. Peran konselor adalah menyediakan atmosfer di mana klien diberikan
kesempatan untuk mengetahui kebutuhannya; Menyediakan tempat agar klien
dapat mengalami pertumbuhan.

16
2.7. Tahapan dan Teknik dalam Pendekatan Humanistic dan Gestalt
Humanistik
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client
centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi:
1. acceptance (penerimaan), sikap konselor yang ditujukan agar konseli dapat
melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2. respect (rasa hormat)
3. understanding (pemahaman), konselor harus dapat secara akurat dan
memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien
itu.
4. reassurance (menentramkan hati)
5. encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas), dan
6. reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan)

Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami


dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang
tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.

Gestalt

Konseling Gestalt melalui proses sebagai berikut (Prayitno, 1998 Taufik, 2012;
Yontef & Jacobs, 1994):
A. Teknik Umum
1) Pengawalan konseling
Yaitu yang menggarap pengawalan proses dan dilakukan usaha
sehingga klien menyadari bahwa meskipun konselor memberikan bantuan tetapi
klien sendirilah yang berusaha mengadakan perubahan pada diri sendiri. Dalam
penerapan teknik ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor
adalah:
a. Konselor tidak merekontruksi masa lampau serta tidak pula menghidup-
hidupkan ketidaksadaran klien
b. Masa lampau itu tidak perlu diabaikan, namun digunakan juga jika masih
dialami oleh klien sekarang
c. Konselor tidak bertanya “mengapa” kepada klien sebab akan menyebabkan
klien akan menutup-nutupi kesalahannya.

17
2) Orientasi sekarang dan di sini
Maksudnya adalah tidak mengkonstruksi masa lalu atau motif-motif
tidak sadar, tetapi memfokuskan pembahasan pada keadaan sekarang. Ini bukan
berarti bahwa masa lalu tidak penting. Pentingnya masa lalu hanya dalam
kaitannya dengan masa sekarang.
B. Memfrustasikan klien
Adalah menyadarkan klien bahwa ia betul-betul bermasalah. Lakukan terus
menerus sampai klien bertemu dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Setelah masalahnya disadari klien, kemudian klien dapat mengemukakan modal
dasar dan kekuatan yang dimilikinya yang dapat dipergunakan dalam konseling
guna mengatasi masalah yang dialaminya
C. Teknik eksperinsial
Mengarahkan klien untuk mengalami sendiri, yaitu konselor berusaha agar
klien mengalami langsung terhadap apa-apa yang dikemukakannya. Dan dalam hal
ini dapatdigunakan teknik khusus antara lain:
1. Klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang (personal pronoun)
misalnya klien mesti berkata “saya merasa senang bertemu dengan dia” jadi
klien harus berkata “saya” bukan “kami”. Konselor juga bertanya “anda
bagaimana?” yang bertujuan agar klien bertanggung jawab dan tidak
menyalahkan orang lain.
2. Mengubah kalimat pertanyaan menjadi kalimat pernyataan, misalnya “apakah
saya dapat melakukannya?”, menjadi “saya dapat melakukannya.”
3. Menggunakan kalimat-kalimat yang langsung menimbulkan arti tanggung
jawab dan meminta ketegasan dari klien.
4. Membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan. Misalnya
konselor berkata “Anda sedih dengan kepergiannya.”
5. Melakukan permainan proyeksi, jika klien memproyeksikan sesuatu kepada
orang ketiga, selanjutnya diminta bagaimana pendapatnya apabila hal itu terjadi
pada dirinya sendiri. Dan dapat pula menanyakan alasan yang bersumber dari
dirinya sendiri.

18
6. Konselor menyatakan penghargaan bagi yang cocok dikemukakan klien dan
ketidaksukaan terhadap sesuatu yang tidak cocok. Klien juga diajak untuk
mengemukakan hal-hal yang bagus dan tidak bagus bagi orang lain.
7. Permainan kebalikan, yaitu apabila klien memperlakukan sesuatu terhadap
orang lain dibalikkan menjadi seolah-oleh klien yang diperlakukan begitu oleh
orang lain.
8. Permainan dialog, yaitu pembicaraan diantara dua orang. Dialog antara dua
kecenderungan yang berlawanan memiliki sasaran meningkatkan taraf integrasi
polaritas-polaritas dan konflik-konflik yang ada pada diri seseorang ke taraf
yang lebih tinggi.

19
Bab III Penutup

Kesimpulan

Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :

1. Psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk
memahami sifat dan keadaan manusia.
2. Psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaidah penyelidikan
dalam bidang tingkah laku manusia.
3. Psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luas akan kaidah-kaidah yang
lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi.

Sedangkan tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses


pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Fokus
utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari
keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (selft-support).
Konsep utama pendekatan Gestalat adalah here and now dan unfinished business yang
tercakup didalamnya adalah emosi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan
(memories), yang terhambat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan.

20
Daftar Pustaka

- Ahmad, B. (2021). Pendakatan Gestalt: Konsep dan Aplikasi dalam Proses


Konseling. IJoCE: Indonesian Journal of Counseling and Education, 2(2), 44-56.

- Syifaâ, R. (2008). Psikologi humanistik dan aplikasinya dalam pendidikan. EL


TARBAWI, 1(1), 99-114.

- Insani, F. D. (2019). Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl Rogers
Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. As-Salam:
Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(2), 209-230.

- Sumantri, B. A., & Ahmad, N. (2019). Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Fondatia, 3(2), 1-18.

- Putri, E. I. E. (2018). Humanis dalam Mendidik (Analisis Terapan Aliran Psikologi


Humanistik). Tarbiyatuna: Kajian Pendidikan Islam, 2(2), 50-65.

- Payong, M. R. (2017). JEJAK-JEJAK EPISTEMOLOGIS TEORI BELAJAR DAN


PEMBELAJARAN: SEBUAH SKETSA RINGKAS. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan
Dasar), 1(2),131-139.

21
- Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mass
Offset

22

Anda mungkin juga menyukai