Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Teori Erik Erikson


Dosen Pengampu
Dyta Setiawati, M. Psi psikolog

KELOMPOK 8
Muhammad Farid Fikriansyah
Rahmat Hidayatullah
Ghina Aulia
Felita Ayu Rahmadhi

Kata Pengantar
Terimakasih kami panjatkan kehadiran Tuhan yang maha esa karena atas perkenan beliau lah
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Semua itu hanya karena
berkat serta tuntunan Tuhan dalam kehidupan kami. Dalam makalah yang kami susun ini berisi
tentang bagaimana Teori Kepribadian Erik Erikson.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami
dalam Menyusun makalah ini baik dosen, teman-teman dan semua yang telah membantu yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik dan dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belumlah sepurna untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah
selanjutnya. Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih.
Daftar Isi
BAB Ⅰ
A. Pendahuluan
Kepribadian adalah kualitas masing-masing individu yang menyebabkan munculnya
konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku. Selain itu, kepribadian juga sebagai
susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu.
Mutu pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu pendidikan sangat
dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori yang telah terbukti
secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran, di antaranya adalah teori
kepribadian Erik Erikson. Teori ini masih relevan dengan pembelajaran berbasis
kompetensi. Pemahaman guru terhadap teori pembelajaran masih beragam sebagian
besar guru mengajar tidak berlandaskan teori belajar tertentu. Mereka mengajar yang
penting tujuan tercapai dan pembelajaran dapat dinyatakan tuntas. Oleh karena itu
pentingnya untuk mempelajari konsep, struktur dan dinamika kepribadian, agar
pembaca minimal mengetahui konsep, struktur dan dinamika kepribadian.

B. Perumusan Masalah
1. Biografi Erik H. Erikson
2. Konsep kepribadian menurut Erik H. Erikson
3. Struktur kepribadian menurut Erik H. Erikson

C. Tujuan
1. Bagaimana biografi Erik H. Erison?
2. Bagaimana konsep kepribadian menurut Erik H. Erikson?
3. Bagaimana struktur kepribadian menurut Erik H. Erikson?
BAB ⅠⅠ
Pembahasan
A. Profil Erik Erikson
Erikson lahir di Jerman, 15 Juni 1902 dari orang tua Denmark yang dipisahkan
sebelum kelahirannya. Selama bertahun-tahun, Erikson diasumsikan bahwa ayah
Jerman, seorang dokter anak, adalah ayahnya yang sebenarnya; ia tidak pernah bertemu
ayah kandungnya. Karena latar belakangnya Denmark, penampilan Nordic, dan warisan
Yahudi (ayahnya adalah Kristen, ibu dan ayah tirinya adalah Yahudi), Erikson tidak
sepenuhnya diterima oleh sekolahnya. Rekan-rekan Yahudi menjuluki "the goy” (istilah
Yiddish untuk " kafir "), dan kenalan non Yahudi menganggap dia seorang Yahudi
(Coles, 1970, hlm. 180).

Pada 1927 ia mulai mengajar, di Wina, di sekolah progresif kecil untuk anak-anak
Amerika. Banyak anak-anak orang tua dan beberapa anak-anak juga telah datang ke
Wina untuk dianalisis oleh Freud atau oleh salah satu pengikutnya, dan akhirnya
Erikson bertemu Freud dan keluarganya. Segera Erikson menerdaftar ke Wina
Psikoanalitik Institute dan mulai analisis pribadi dengan Anna Freud. Erikson dianggap
salah satu merupakan terang dan paling menjanjikan siswa. Ia dilatih di kedua orang
dewasa dan anak psikoanalisis, dan ia lulus pada tahun 1933. Erikson sangat menyadari
iklim politik yang memburuk dari tahun 1930-an dengan demikian, pada tahun 1933
Erikson pindah ke Amerika Serikat, dengan membawa istrinya, mantan Joan Serson,
Kanada-Amerika yang datang ke Wina untuk penelitian sejarah tari-dan anak-anak
mereka, Kai dan Jon (anak ketiga mereka, adalah lahir di Amerika). Menetap di boston,
Erikson membuka praktik pribadi dan menjadi kota psikoanalitik anak pertama. Erikson
telah diberi janji di Harvard Medical School dan di Rumah Sakit Umum Massachusetts,
dan ia segera berafiliasi juga dengan Harvard Psychological Clinic dan Hakim Baker
Pusat Bimbingan, klinik perintis untuk pengobatan anak-anak yang terganggu
emosinya. Dari Harvard, Erikson pindah ke University of California di Berkeley, di
mana ia menulis bukunya pertama yang penting, "Childhood and Society" (1950,
rev.1963).
Kemudian, sebagai protes pemecatan universitas anggota fakultas yang menolak
tanda royalti sumpah atau untuk memberikan informasi apapun tentang afiliasi politik
mereka, Erikson mengundurkan diri dari posisinya. Setelah mengundurkan diri dari
University of California, Erikson pindah ke Austen Riggs Pusat pelatihan psikoanalitik
dan penelitian, di Massachusetts, di mana ia melanjutkan untuk mengeksplorasi
masalah khusus pemuda dan mulai membuat studinya di psychohisPada tahun 1960 ia
kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi dan tinggal di sana hingga pensiun
formal pada tahun 1970. Selama periode kedua di Harvard, Erikson didirikan tentu saja
sekarang terkenal di "The Human Life Cycle". Saat ini, Erikson tinggal di dekat San
Francisco, di mana ia menjabat sebagai konsultan untuk Mt. Zion Hospital dan The
University of California's Health and Medical Sciences Program. Dia melanjutkan
pengejaran teoritis; selain memperluas topik yang ia telah tangani sebelumnya, dia
sekarang juga menekankan daerah baru yang menjadi perhatian, seperti dewasa dan
penuaan. Meninggal tanggal 12 Mei 1994 di Harwich, Amerika Serikat.

B. Konsep
Erik Erikson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari Sigmund Freud
seorang tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik sebagai dasar teorinya
namun ia mengikut sertakan pengaruh-pengaruh sosial individu dalam
perkembangannya. Berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa pengalaman masa
kanak-kanak, terutama di lima tahun awal, yang mempengaruhi kepribdian seseorang
ketika dewasa. Erikson berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah hasil dari
pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutan dari tahapan
sebelumnya.
Erik Erikson membantah ide Freud yang mengatakan bahwa identitas sudah
ditentukan dan terbentuk sejak kanak-kanak, pada usia lima atau enam tahun. Erikson
berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung
seumur hidup.

Manusia adalah makhluk yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling
berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat.
Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai
kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .
1. Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah dorongan-dorongan yang
menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative. Pada diri
individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat muncul,misalnya
dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi ego
disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku
secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.

2. Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk
menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behavior. Individu yang
memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek
pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan.
Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku
individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

3. Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk
menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behavior. Individu yang
memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek
pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan.
Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku
individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

C. Struktur

Erikson mengembang-modifikasikan teori freud mengenai struktur kepribadian


sebelumnya. Ia lebih menekankan pengembangan teorinya kepada unsur “ego” dan
hubungannya dengan Id.
1. Ego Kreatif
Ego memiliki komponen yang tidak ada dalam teori Psikoanalisis Freud, yaitu
kepercayaan, penghargan, otonomi, kemauan, kerajinan, kompetensi, identitas,
kesetiaan, keakraban, cinta, generativitas, pemeliharaan dan integritas. Dengan
kompinen-komponen tersebut, manusia bisa menemukan pemecahan kreatif
atas masalah pada setiap tahap kehidupannya melalui penggunaan dari hasil
kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan.
Sehingga, Ego yang mengatur Id, superego dan dunia luar, bukan sebaliknya,
sebagaimana teorinya Freud, ego justeru menjadi budak dari Id.
2. Ego Otonomi Fungsional
a. Teori ego Erikson merupakan pengembangan dari teori perkembangan
seksual-infantil dari Freud
b. Fungsi psikoseksual Freud bersifat Epigenesis
c. Id dan Ego memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi,
tergantung pada stimulus yang diberikan oleh lingkungan.

3. Aspek Psikoseksual
Erikson mengakui adanya aspek psikoseksual dalam perkembangan individu,
yang menurutnya bisa berkembang positif dan negatif. Dia memusatkan
perhatiannya kepada mendeskripsikan bagaimana kapasitas kemanusiaan
mengatasi aspek psikoseksual itu; bagaimana mengembangkan insting seksual
menjadi positif.

D. Dinamika

Delapan tahap perkembangan menurut Erikson


1. Tahap Pertama (Infancy / Masa Bayi)
Masa ini ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari
oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.
Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia
tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di
pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut
seringkali bayi menangis.

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 tahun.
Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan
mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya
suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila
dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang,
menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang
kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya.
Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kualitatif sangat
menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila
seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas
kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan
menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk
didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling
menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang
diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi.
Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk
mengantungkan diri dan percaya kepada mereka.

Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan


dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat
terhadap lingkungannya. Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan
kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman
atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-
kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih
mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.

Bayi memerlukan kasih sayang dari orang sekitarnya, terutama kedua


orangtuanya. Menurut Yususf & Nurihsan, “Kondisi atau kualitas keakraban dan
kehangatan yang diciptakan orangtua, tidak mengartikan orang tua harus
sempurna. Ayah dan ibu tidak perlu menjadi sempurna dengan tergesa-gesa tapi
harus sempurna secara pasti (konsisten)”.

Sebagian besar ibu (dalam budaya Barat, setidaknya) melakukan hal tertentu
setiap kali mereka mendekati bayi mereka: mereka memandang bayi mereka,
menyentuh dan memeluk mereka, memeriksa untuk melihat apakah ada sesuatu
yang menyakiti mereka. Dan bayi umumnya menanggapi dengan menatap
kembali, meringkuk, membuat suara kenikmatan, dan sebagainya.

2. Tahap Kedua (Childhood / Masa Kanak-Kanak Awal)


Masa ini ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini
sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk,
berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang
tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam
berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1-3 tahun. Tugas yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi
antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat
menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam
mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dielakkan tapi bermanfaat.
Tanpa itu, anaka akan berkembang pada tendensi maladiptif, Erikson
menyebutnya dengan impulsiveness yang akan membuat anak melakukan sesuatu
tanpa pertimbangan. Orang yang kompulsif akan merasa semua gampang
dilakukan dan akan sempurna. Sehingga banyak orang yang pemalu dan merasa
ragu pada dirinya. Sedikit kesabaran dan toleransi dalam membantu anak akan
membantu perkembangan anak.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-
ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan
kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya
tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan
keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain,
keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali
menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni
“tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya,
karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan
harga diri. Apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan
memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan mengalami
hambatan terus-menerus pada tahap selanjutnya.

3. Tahap Ketiga (Play Age/Masa Bermain)


Masa ini sering disebut dengan masa pra sekolah (Preschool Age) yang ditandai
dengan adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah
memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia
terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut
masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan
tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu
dia tidak mau berinisatif atau berbuat.

Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap infantile genital, locomotor atau
yang biasa disebut masa bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak
pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu
melakukan kesalahan. Inisiatif maksudnya respon positif pada tantangan dunia,
tanggung jawab, belajar keahlian baru, dan merasa bermanfaat. Orangtua
mengharapkan inisiatif yang ditimbulkan anak adalah anak mampu mengeluarkan
idenya. Kita terima harapan fantasi dan imajinasinya. Pada tahap ini, waktunya
bermain bukan belajar formal.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal
ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu
minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu
apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau
karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang
menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan
demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode
mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah
akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam
diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba
melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa
terhindar dari suatu kesalahan. Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat
diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan
(purpose).

4. Tahap Keempat (School Age/Masa Sekolah)


Masa ini ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan
dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui
dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini
dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Tugasnya adalah mengembangkan
suatu kapasitas untuk industri atau menghasilkan dan saat menghindari sebuah
perasaan rendah diri yang berlebihan. Anak-anak harus mengendalikan
imajinasinya dan mengabdikan diri mereka kepada pendidikan dan untuk
mempelajari keterampilan sosial yang dituntut oleh masyarakat. (Yusus &
Nurihsan, 2011, hlm. 106).

Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan
mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah
diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari
lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek
memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi
perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.

Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang


pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring
bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk
dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan
bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui
tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau
anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),
sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu,
peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang
menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang
dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih
banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak
terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka.

5. Tahap kelima (adolescence/masa remaja)


Di sini, anak sudah mulai menjadi remaja. Masa ini merupakan masa pencarian
identitas. Akan ada berbagai macam gangguan yang harus diatasi agar dapat
mencapai identitasnya. Jika tidak maka akan terjadi krisis identitas. Bisa dilihat
dalam tabel 2.1 bahwa agar kita tidak mengalami krisis untuk mencari identitas,
kita harus taat/setia untuk dapat ideal dan menjadi identitas yang kuat.
6. Tahap kelima (adolescence/masa remaja)
Dalam tahap ini, orang dewasa awal siap dan ingin menyatukan identitasnya
dengan orang lain. Pendekatan yang mencerminkan fakta bahwa kita mencintai,
memelihara persahabatan, dan pekerjaan, kita membaginya dengan orang lain.
Menikah mungkin salah satu contoh terbaik untuk pendekatan, dan dengan
demikian pasangan akan menjadi satu. Earlier sexual encounters are little more
than efforts to define a person’s own sexual identity; “each partner is really
trying only to reach himself” (Erikson dalam Hall & Lindzey, 1985, hlm. 87).
“lebih awalnya menemukan pasangan sedikit lebih dari usaha untuk menegaskan
orang tentang sexual identity nya; ‘tiap orang benar – benar mencoba hanya untuk
meraih dirinya sendiri’”. Isolasi adalah hal yang berbahaya dalam tahap ini,
ketidak mampuan untuk mengambil kesempatan dengan satu identitas untuk
berbagi kerukunan.

7. Tahap Ketujuh (middle adutlhood/ dewasa madya)


Krisis psikososial yang ditandai dengan perhatian terhadap apa yang dihasilkan
serta pembentukan dan penetapan garis pedoman untuk generasi mendatang. Pada
masa ini orang akan berkembang menjadi lebih produktif dan kreatif, akan tetapi
krisis yang terjadi disebagian orang adalah terjadinya stagnantion atau tidak
berkembang, kepribadian menjadi menurun dan menurunnya perhatian diri.

8. Tahap Kedelapan (late adulthood/ dewasa akhir)


Integritas, kebijaksanaan dan keputus-asaan.

E. Pembahasan
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dan dikenal dengan
teori perkembangan psikososial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu
teori terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa
kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari
teori tingkatan psiksosial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan
ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut
Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi
baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya
bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan
menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori
perkembangan psikososial.

Teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi
dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas
perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun
antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang
dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap masa-masa berikutnya,
akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki perubahan kualitatif yang
terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehidupan.

Pentingnya teori psikososial Erik Erikson untuk bimbingan dan konseling adalah teori
ini dapat digunakan dalam penelitian mengenai identitas diri dan dapat menganalisis
konflik sosial yang dapat membantu memahami kepribadian konseli. Serta dapat di
implikasikan dalam bimbingan dan konseling dengan adanya teori konseling yang
dapat dipakai yaitu konseling ego.

Fungsi Ego
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Impulse Economics (Fungsi dorongan ekonomis)
Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol dorongan-dorongan, tetapi
menyalurkannya ke arah tingkah laku yang lebih dapat diterima dan berguna.
b. Cognitive Function (Fungsi kognitif)
Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan,
ini merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh id.
c. Controlling Function (Fungsi Pengawasan)
Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian tugas tanpa
diganggu oleh perasaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan ErikErikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia. Selain, teori Erikson juga
membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya yang dianggap lebih realistis.

Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Hal ini
berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir dibentuk oleh pengaruh-pengaruh
sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme. Sehingga seseorang tersebut menjadi
matang secara fisik dan psikologi.Masyarakat yang berbeda, dengan perbedaan kebiasaan
cara mengasuh anak, cenderung membentuk kepribadian yang sesuai dengan kebutuhan dan
nilai-nilai budayanya.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Erik_Erikson
https://student-activity.binus.ac.id/himpsiko/2017/12/1086/
https://wilayah3.ilmpi.org/2014/06/04/teori-perkembangan-erick-erickson/

Anda mungkin juga menyukai