Anda di halaman 1dari 12

TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL (ERIK ERIKSON)

Posted on 21 Januari 2014 by Desyandri


Oleh: Desyandri

Perkembangan Psikososial menurut pandangan Erik Erikson
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu
teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya
bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen
penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan
ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi
sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan
orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan
perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa
teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.

Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-
proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut
pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada
dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson
membahas perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya
tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga
meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap
masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki
perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir
kehiduaan.

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund
Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia
menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu
hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara
dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek
kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan
kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson
berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar
psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson
adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih
tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang
ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan
dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu,
maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak
menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan
kepribadian yang diajukan oleh Freud.

Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi
mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah
ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia.

Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan memberi perhatian
yang lebih kepada ego dari pada id dan superego. Dia masih tetap menghargai teori
Freud, namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan
tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego
berkembang melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan
sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri
menangani dunianya. Erikson masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai
bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu hanya bisa berkembang dan masak
melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan ego,
defense yang irasional, efek trauma-anxieO-guilt yang langgeng, dan dampak
lingkungan yang membatasi dan tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya
ego memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom (adaptable, creative, dan autonomy).
Dia memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum
(Freud), tetapi juga mendorong dan membantu individu. Ego menjadi mampu
terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis menangani masalah secara efektif.

Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada
pada psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan
kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta,
generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut juga ego-
kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada
setiap tahap kehidupan. Apabila menemui hambatan atau konflik, ego tidak
menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin
dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego bukan budak tetapi justru menjadi
tuan/pengatur id, superego dan dunia luar. Jadi, ego di samping basil proses faktor-
faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan
historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson memiliki tiga dimensi, faktualitas,
universalitas, dan aktualitas:

Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan
metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data basil
interaksi dengan lingkungan.
Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sells of reality) yang
menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip
dengan prinsip realita dari Freud.
Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat
hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realitas kekinian, terus
mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan, yang lebih
efektif, prospektif, dan progresif.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensintesa
pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa
yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling behubungan, yakni
body ego (mengacu ke pangalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri), ego ideal
(gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal), dan
ego identity (gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial). Ketiga aspek itu
umumnya berkembang sangat cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya
perubahan ketiga elemen itu terjadi pada semua tahap kehidupan.

Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori
perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai
teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti
prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari
struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus.
Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat
epigenesis, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus
dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial.

Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian
penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori
hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.
Menurutnya, situasi memberi makan merupakan model interaksi sosial antara bayi
dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi biologis, tetapi konsekuensi dari
pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi bayi tentang dunia luar.
Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi interaksinya dalam
bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang kontak dengan
manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam itu
menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust bayi
akan mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu
hubungan interpersonalnya menimbulkan frustrasi dan rasa sakit

Kepercaayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri, bebas
dari dorongan drives darimana dia berasal. Hal yang sama terjadi pada fungsi ego
seperti persepsi, pemecahan masalah, dan identias ego, beroperasi independen dari
drive yang melahirkan mereka. Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas
sebagai berikut:

Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh
sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat, alih-alih
konflik salah suai yang neurotik.
Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan
konsep epigenetik kepribadian.
Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id
yang taksadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu
meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah,
persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari Id, membangun sistem
kerja sendiri yang terlepas dari sitem kerja id.
Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama
menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan diri
dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
Perkembangan berlangsung melalui penyelesaian krisis-krisis yang ada pada
tahapan perkembangan yang terjadi berurutan. Erikson pertama kali memaparkan
kedelapan tahapan ini dalam bukunya yang termasyhur, Childhood and Society
(1950a). Tabel Delapan Tahapan Perkembangan Psikososial menyajikan daftar
tahapan dan menunjukkan krisis atau tugas psikososial apa yang terkait dengan
masing-masing tahapan tersebut, kondisi-kondisi sosial yang mungkin membantu
atau mengganggu penyelesaian tahapan itu, dan hasil-hasil perilaku yang muncul
dari penyelesaian tahapan tersebut entah itu berhasil maupun gagal.

TABEL Delapan Tahapan Perkembangan Psikososial Menurut Erikson
Tahapan

Tahapan Psikososial

Tugas

Kondisi-kondisi Sosial

Hasil Psikososial

Tahapan 1
(lahir s.d 1 tahun)Oral-SensoriBisakah aku memercayai dunia?Dukungan,
penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar, kesinambungan

Ketiadaan dukungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, inkonsistensiRasa percaya

Rasa tidak percayaTahapan 2

(2 s.d 3 tahun)Muskular-AnalBisakah aku mengendalikan perilakuku?Dukungan,
sikap membolehkan dengan pertimbangan

Perlindungan yang berlebihan, kekurangan dukungan, kekurangan rasa percaya
diriOtonomi

KeraguanTahapan 3

(4 s.d 5 tahun)Lokomotor-GenitalBisakah aku mandiri dari orang tuaku dan
menjelajahi batas-batas kemampuanku?Dorongan, kesempatan

Kekurangan kesempatan, perasaan-perasaan negatifInisiatif

Rasa bersalahTahapan 4

(6 s.d 11 tahun)LatensiBisakah aku menguasai keahlian untuk hidup dan
beradaptasi?Pelatihan yang memadai, pendidikan yang bagus, model-model yang
baik.

Pendidikan atau palatihan yang buruk, kurangnya pengarahan dan dukunganRasa
mantap

Rasa rendah diriTahapan 5

(12 s.d 18 tahun)Pubertas dan Masa RemajaSiapa saya? Seperti apa keyakinanku,
perasaanku, dan sikap-sikapku?Stabilitas internal dan kesinambungan, model-model
seks yang tepat, dan umpan balik yang positif

Kekacauan tujuan, umpan balik yang tidak jelas, harapan-harapan yang tidak
tepatIdentitas

Kekacauan atau kebingungan peranTahapan 6

(awal masa dewasa)Awal Masa DewasaBisakah aku memberikan diriku sepenuhnya
bagi orang lain?Sikap hangat, pemahaman, rasa percaya

Kesepian, perasaan terasingKedekatan

KeterkucilanTahapan 7

(masa dewasa)Masa DewasaApa yang kutawarkan pada generasi
selanjutnya?Kepastian tujuan, produktivitas

Kurang menghasilkan, kemunduran

Generativitas

KemandekanTahapan 8

(masa kematangan)Masa KematanganSudahkah kutemukan kepauasan dan
kelegaan dalam segala kegiatan hidupku?Perasaan aman, utuh, dan terarah

Rasa kurang, rasa tidak puasIntegritas ego

Rasa putus asaSumber: Diadaptasi dari Erikson (1950a)

Konflik-konflik ini tidak berlangsung dalam situasi sekali untuk selamanya
melainkan berlangsung sebagai proses di sepanjang rangkaian (kontinum)
psikologis. Titik-titik ekstrem dalam kontinum ini tidak ada dalam kenyataan, namun
bagian-bagian dari setiap titik ekstrem itu seringkali bisa ditemukan pada semua
individu dalam tahapan mana pun. Sebagai contoh, tidak ada anak yang tumbuh
dengan rasa percaya (trust) sepenuhnya atau rasa tidak percaya (distrust)
sepenuhnya masing-masing individu beradaptasi sesuai dengan apa yang
digariskan oleh tuntutan-tuntutan sosial.



Perbandingan Tahapan Erik Erikson dengan Sigmund Freud

Seperti dijelaskan pada jawaban di atas bahwa, Erikson adalah murid dari Freud
sehingga Erikson adalah pengembang teori Freud dan mendasarkan kunstruk teori
psikososialnya dari psiko-analisas Freud. Kalau Freud memapar teori
perkembangan manusia hanya sampai masa remaja, maka para penganut teori
psiko-analisa (freud) akan menemukan kelengkapan penjelasan dari Erikson,
walaupun demikian ada perbedaan antara psikoseksual Freud dengan psikososial
Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut dapat dilihat di bawah ini:

Erik Erikson

Sigmund Freud

Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang berhubungan dengan tingkah laku yang
nyata. Peranan/fungsi id dan ketidaksadaran sangat penting
Hubungan-hubungan yang penting lebih luas, karena mengikutsertakan pribadi-
pribadi lain yang ada dalam lingkungan hidup yang langsung pada anak. Hubungan
antara anak dan orang tua melalui pola pengaturan bersama (mutual regulation).
Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah menjadi landasan yang
terpenting dalam perkembangan kepribadian.
Orientasinya optimistik, kerena kondisi-kondisi dari pengaruh lingkungan sosial yang
ikut mempengaruhi perkembang kepribadian anak bisa diatur. Orientasi
patologik, mistik karena ber-hubungan dengan berbagai hambatan pada struktur
kepribadian dalam perkembangan kepribadian.
Konflik timbul antara ego dengan lingkungan sosial yang disebut: konflik sosial.
Timbulnya berbagai hambatan dalam ke-hidupan psikisnya karena konflik
internal, antara id dan super ego.
Menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi

Menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi psikologi

Kesimpulan pandangan Freud dan Erik Erikson

Padangan teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama
dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini
dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga
lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih
banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, sementara teori Erikson
yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Seperfi teori Freud, teori Erikson juga membagi proses-proses perkembangan ke
dalam serangkaian tahapan yang diatur oleh kekuatan-kekuatan maturasional dan
ditandai oleh adanya konflik. Teori Erikson terdiri atas delapan tahapan semacam
itu, yang masing-masingnya terkait dengan krisis yang harus diselesaikan oleh
individu untuk bisa berpindah ke tahapan berikutnya. Dalam pandangan Erikson,
proses pematangan (maturational) bisa jadi merupakan faktor pendorong munculnya
tahapan baru; adapun tuntutan sosial, yang telah ada sejak manusia dalam
kandungan hingga kematian, bertindak sebagai kekuatan penengah dan pembentuk.

Apabila teori Freud bertumpu pada hubungan antara energi kehidupan (libido)
dengan fungsi-fungsi psikologis individu, teori Erikson menekankan pentingnya
kedudukan ego. Bagi Erikson, ego merupakan struktur penyatu, dan kekuatan ego
merupakan lem yang merekatkan berbagai aspek atau dimensi fungsi-fungsi
psikologis. Pandangan Erikson mengenai ego ini serupa dengan yang ada pada
Freud: ego adalah pelaksana tindakan pencapaian-tujuan realistis dan menjadi
penengah antara dorongan biologis id dan batasan masyarakat berupa superego.
Namun sifat perkembangan yang ada dalam teori Erikson menjadikan ego sebagai
struktur yang paling penting. Melalui ego, manusia mengalami dan menyelesaikan
krisis-krisis perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa menangani
suatu krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam.

Seperti Freud, Erikson yakin bahwa meskipun dorongan biologis memiliki arti yang
amat penting, namun tekanan sosial dan kekuatan lingkungan memiliki dampak
yang lebih besar. Pengamatan terperinci atas kekuatan-kekuatan seperti ini dalam
kehidupan individu akan memperlihatkan apa yang oleh Erikson disebut sebagai
psikohistori (psychohistory) -yakni riwayat kejadian-kejadian sosial yang berinteraksi
dengan proses-proses biologis sehingga menghasilkan perilaku. Teknik yang
banyak digunakan Erikson adalah menghubungkan antara pengalaman masa lalu
individu dengan perilaku mereka sekarang sebagai upaya untuk memahami faktor-
faktor motivasi, hasil-hasil perilaku, dan kebutuhan-kebutuhan individu pada masa
berikutnya. Apabila tahapan-tahapan perkembangan dalam teori Freud mengandung
ciri psikoseksual, maka tahapan-tahapan Erikson mengandung ciri psikososial,
lantaran pengamatannya yang serius terhadap faktor-faktor tersebut.

Anda mungkin juga menyukai