Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

”Neofreudian Theory: Erik Erikson, Karen Horney, Erich Fromm, and Sullivan”

Dosen Pengampu:
Satiningsih, S.Psi., M.Si.
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Aisya Laila Delima (22010664139)

2. Amalia Rahim Khairunisa (22010664244)

3. Brainy Fadli Adi Putra (22010664310)

4. Rania Sabhita Ikbar (22010664312)

Jurusan Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul
“Neofreudian Theory: Erik Erikson, Karen Horney, Erich Fromm, and Sullivan”
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian.
Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori
neufreudian meliputi tokoh yaitu Erik Erikson, Karen Horney, Erich Fromm, dan Sullivan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Satiningsih, S.Psi., M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah Psikologi Kepribadian yang telah membimbing kami dalam Menyusun
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurnadan banyak
kekurangan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Sabtu, 18 Februari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori psikologi Kepribadian melahirkan konsep-konsep seperti dinamika


pengaturan tingkah laku dan perkembangan repertoire tingkah laku, dalam tujuan
mengurai kompleksitas tingkah laku manusia. Teori psikologi Kepribadian bersifat
deskriptif dalam wujud penggambaran organisasi tingkah laku secara sistemais dan
mudah dipahami. Menurut teori psikologi kepribadian tidak ada perilaku yang terjadi
begitu saja tanpa alasan, pasti ada faktor-faktor, tujuan, dan atar belakangnya. Faktor-
faktor tersebut harus diletakkan dalam suatu kerangka saling berhubungan yang
bermakna, agar deskripsi yang dilakukan menggunakan sistematik yang jelas dan
komunikatif. Teori Psikologi Kepribadian tidak hanya mendeskripsikan kejadian masa
lalu dan sekarang, tetapi juga mampu memprediksi kejadian yang akan datang. Sifat
prediktif dari teori psikologi kepribadian pada sisi lain justru menjadi bukti bahwa
konsep-konsep itu teruji kebenarannya.
Secara umum fungsi aplikasi dari ilmu psikologi kepribadian membutuhkan
keterandalan dari prediksi-prediksi yang dilakukan oleh teori psikologi kepribadian.
Tentu saja tidak ada prediksi yang 100% benar, tetapi saran-saran psikologi kepribadian
dapat membantu proses pengambilan keputusan. Nilai-nilai prediksi itu dapat menjadi
andal manakala terus menerus dilakukan riset empirik dalam bidang ilmu kepribadian.
Kepribadian adalah ranah kajian psikologi tentang pemahaman tingkah laku pikiran,
perasaan, dan kegiatan manusia menggunakan sistematik, metode, dan rasional
psikologik. Teori psikologi kepribadian mempelajari individu secara spesifik; siapa dia,
apa yang dimilikinya, dan apa yang dikerjakannya Analisis terhadap selain individu
(misalnya kelompok, bangsa, binatang atay mesin) berarti memandang mereka sebagai
individu bukan sebagai kelompok.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia
menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian
berarti memahami aku, diri, self, atau memahami manusia seutuhnya. Hal terpenting
yang harus diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah; bahwa
pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk
mengembangkan teori tu sendiri.Teori-teori kepribadian itu dapat dibedakan atau
dikelompok-kelompokkan berdasarkan paradigma yang dipakai untuk
mengembangkannya. Para ahli kepribadian ternyata meyakini paradigma yang berbeda
beda, yang mempengaruhi secara sistemik seluruh pola pemikirannya tentang kepribadian
manusia.
Ada 4 paradigma yang paling banyak dipakai sebagai acuan. Keempat-empatnya
dapat dirunut sumbernya dari sejarah perkembangan psikologi kepribadian. Pada makalah
kali ini kami akan membahas paradigma psikoanalisis dan tokohnya yang meliputi Erik
H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan Harry Stack Sullivan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan Harry
Stack Sullivan?
2. Apa prinsip utama dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan Harry
Stack Sullivan?
3. Apa konsep dasar dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan Harry
Stack Sullivan?
4. Bagaimana kritik terhadap Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan
Harry Stack Sullivan?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui biografi dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan Harry
Stack Sullivan.
2. Mengetahui prinsip utama dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan
Harry Stack Sullivan.
3. Mengetahui konsep dasar dari Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan
Harry Stack Sullivan.
4. Mengetahui kritik terhadap Erik H. Erikson, Eric Fromm, Karen Horney, dan
Harry Stack Sullivan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Erik H. Erikson

A. Biografi
Lahir pada 15 Juni 1902, di Jerman selatan, Erikson dibesarkan oleh ibu dan ayah
tirinya, tetapi dia tetap tidak yakin dengan identitas ayah kandungnya yang sebenarnya.
Untuk menemukan ceruk hidupnya, Erikson berkelana jauh dari rumah selama masa
remaja akhir, mengadopsi kehidupan seorang seniman dan penyair pengembara. Erik
Erikson menikah dengan Joan Serson, seorang penart, seniman, dan guru kelahiran
Kanada yang juga menjalani psikoanalisis dan memiliki empat anak putra Kai, Jon, dan
Neil dan putri Sue.
Pencarian identitas Erikson membawanya melalui beberapa pengalaman sulit
selama tahap perkembangan dewasanya (Friedman, 1999). Menurut Erikson, tahap ini
menuntut seseorang untuk menjaga anak, produk, dan ide-ide yang dihasilkannya.
Mengenai masalah ini, Erikson kurang memenuhi standarnya sendiri. Erikson juga
mencari jati dirinya melalui segudang perubahan pekerjaan dan tempat tinggal. Karena
tidak memiliki kredensial akademis, dia tidak memiliki identitas profesional khusus dan
dikenal sebagai seniman, psikolog, psikoanalis, dokter, profesor, antropolog budaya,
eksistensialis, psikobiografer, dan intelektual public.
Pada tahun 1933, dengan meningkatnya fasisme di Eropa, Erikson dan
keluarganya meninggalkan Wina ke Denmark, berharap mendapatkan kewarganegaraan
Denmark. Ketika pejabat Denmark menolak permintaannya, dia meninggalkan
Kopenhagen dan bermigrasi ke Amerika Serikat. Di Amerika, dia mengubah namanya
dari Homburger menjadi Erikson. Awalnya, Erikson membenci implikasi apa pun bahwa
dia meninggalkan identitas Yahudinya dengan mengubah namanya. Dia membalas
tuduhan ini dengan menunjukkan bahwa dia menggunakan nama lengkapnya-Erik
Homburger Erikson-dalam buku dan esainya. Namun seiring berjalannya waktu, ia
mencoret nama tengahnya dan menggantinya dengan inisial H. Maka, orang yang di
akhir hayatnya dikenal dengan nama Erik H. Erikson Ini sebelumnya dipanggil Erik
Salomonsen, Erik Homburger, dan Erik Homburger Erikson.
Erikson sendiri awalnya mengalami kesulitan menemukan tema umum yang
mendasari topik seperti masa kanak-kanak di dua suku asli Amerika, pertumbuhan ego,
delapan tahap perkembangan manusia, dan masa kecil Hitler. Namun, pada akhirnya,
dia mengakui bahwa pengaruh faktor-faktor psikologis, budaya, dan sejarah pada
identitas adalah elemen dasar yang menyatukan berbagai bab. Childhood and Society,
yang menjadi klasik dan memberi Erikson reputasi internasional sebagai pemikir
imajinatif, tetap menjadi pengantar terbalk untuk teori kepribadian pasca-Freudiannya.
Melalui semua perubahan tersebut, Erikson terus mencari nama ayahnya. Dia meninggal
pada 12 Mei 1994, pada usia 91 tahun.
B. Post-Freudian: Erikson
Tidak seperti ahli teori psikodinamik sebelumnya yang memutuskan hampir semua
hubungan dengan psikoanalisis Freud, Erikson bermaksud teori kepribadiannya untuk
memperluas daripada menolak asumsi Freud dan menawarkan "cara baru dalam
memandang sesuatu". Teorinya Pasca-Freudian memperpanjang tahap perkembangan
kekanak-kanakan Freud menjadi remaja, dewasa, dan usia tua. Erikson menyarankan bahwa
pada setiap tahap perjuangan psikososial tertentu berkontribusi pada pembentukan
kepribadian. Sejak masa remaja, pergulatan itu berbentuk krisis identitas—sebuah titik balik
dalam kehidupan seseorang yang dapat memperkuat atau melemahkan kepribadian. Erikson
menganggap teori pasca-Freudiannya sebagai perpanjangan dari psikoanalisis, sesuatu yang
mungkin dilakukan Freud pada waktunya. Meskipun dia menggunakan teori Freudian
sebagai dasar untuk pendekatan siklus hidupnya terhadap kepribadian, Erikson berbeda dari
Freud dalam beberapa hal. Selain menguraikan tahapan psikoseksual di luar masa kanak-
kanak, Erikson lebih menekankan pada pengaruh sosial dan sejarah.

Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan memberi


perhatian yang lebih kepada ego daripada id dan superego, Dia masih tetap nghargai
teori Freud, namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan
tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego berkembang
melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat
adaptif dan kreatif, berjuang anf (otonomi) membantu diri menangani dunianya.
Erikson masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada
tahap awal, namun hal itu hanya bisa berkembang dan masak melalui pengalaman
sosial dan lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan ego, defense yang irasional,
efek trema anxiety-guilt yang langgeng dan dampak lingkungan yang membatasi dan
tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya ego memiliki sifat adaptil, kreatif,
dan otonom (adaptable, creative, dan autonomy). Dia memandang Ingkungan bukan
semata-mata menghambat dan menghukum (Freud), tetapi Nga mendorong dan
membantu individu. Ego menjadi mampu terkadang dengan sedikit bantuan dari
terapis menangani masalah secara efektif.
1. Struktur Kepribadian
a. Ego Kreatif
Ego kreatif adalah ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas
masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila hambatan atau
konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan
kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan
lingkungan. Ego bukan budak tetapi justru menjadi tuan/pengatur id,
superego dan dunia luar. Jadi, ego di samping hasil proses faktor-
faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks
kultural dan historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson
memiliki tiga dimensi yaitu, faktualitas, universalitas, dan aktualitas.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan
mensintesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu
dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek
ego yang saling berhubungan, yakni body ego, ego ideal, dan ego
identity. Ketiga aspek itu umumnya berkembang sangat cepat pada
masa dewasa, namun sesungguhnya perubahan ketiga elemen itu
terjadi pada semua tahap kehidupan.
b. Ego Otonomi Fungsional
Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan
dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat
pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya
bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari Freud bersifat biologis juga
bersifat epigenesis, artinya psikoseksual yang untuk berkembang
membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang
terpenting adalah lingkungan sosial. Sama seperti Freud, Erikson
menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari
perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori
hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh
ego.
Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut:
 Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan
diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego
adalah kemasakan ego yang sehat, alih-alih konflik salah suai
yang neurotik.
 Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud
dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
 Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin
berasal dari impuls id yang taksadar, namun motif itu bisa
membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran
sosial di masa lalunya Fungsi ego dalam pemecahan manalah
persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dart id,
membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sitem kerja
id.
 Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri
seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego
mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa
lalu dan masa yang akan datang.
c. Pengaruh Masyarakat
Meskipun kapasitas bawaan penting dalam perkembangan kepribadian, ego
muncul dari dan sebagian besar dibentuk oleh masyarakat. Penekanan
Erikson pada faktor-faktor sosial dan sejarahnya berbeda dengan sudut
pandang Freud yang kebanyakan bersifat biologis. Bagi Erikson, ego ada
sebagai potensi sejak lahir, tetapi harus muncul dari dalam lingkungan
budaya. Masyarakat yang berbeda, dengan variasi dalam praktik
pengasuhan anak, cenderung membentuk kepribadian yang sesuai dengan
kebutuhan dan nilai budaya mereka.
2. Perkembangan Kepribadian: Teori Psikososial
a) Prinsip Epigenetik
Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan
mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi.
Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari
organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik,
artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan
tertentu dalam rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh
hereditas untuk berkembang). Tahap perkembangan yang satu
terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi
tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya). Erikson
menjelaskan prinsip epigenetiknya sebagai berikut: semuanya yang
berkembang mempunyai rencana dasar, dan dari perencanaan ini
muncul bagian-bagian, masing-masing bagian mempunyai waktu
khusus untuk menjadi pusat perkembangan, sampai semua bagian
muncul untuk membentuk keseluruhan fungsi."
b) Tahapan Perkembangan Psikososial
1) Fase Bayi
 Aspek Psikososial: Sensori Oral
Tahap ini ditandai oleh dua jenis inkorporasi yaitu
mendapat dan menerima.
 Krisis Psikososial: Kepercayaan vs Kecurigaan
Bayi harus mengembangkan dua sikap yaitu
kepercayaan dasar (sintonik) dan ketidakpercayaan
dasar (distonik).
 Virtue: Harapan
Konflik antara kepercayaan dan ketidakpercayaan
memunculkan harapan (hope).
 Ritualisasi-ritualisme: Keramat vs Pemujaan
Bayi menganggap hubungannya dengan ibu sebagai
sesuatu yang keramat (numinous).
2) Fase Anak-anak (1-3 Tahun)
 Aspek Psikososial: Otot Anal-Uretral
Pada tahun kedua, penyesuaian psikoseksual terpusat
pada otot anal-uretral.
 Krisis Psikososial: Otonomi vs Malu dan Ragu
Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang
menghambat ekspresi diri.
 Virtue: Kemauan
Hasil dari mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu
adalah kekuatan dasar kemauan.
 Ritualisasi-ritualisme: Bijaksana versus Legaisme
Pada tahap ini pola komunikasi mengembangakan
penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan
orang lain.
3) Usia Bermain (3-6 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Perkelaminan-Gerakan
Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan
peningkatan fasilitas utk bergerak
 Konflik Psikososial: Inisiatif versus Perasaan Berdosa
Ketika anak bergerak dengan mudah dan bersemangat,
minat seksualnya muncul mereka akan memakai
berbagai cara untuk memahami lingkungannya.
 Virtue: Tujuan-sengaja
Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan
kekuatan dasar (virtue) purpose.
 Ritualisasi-ritualisme: Dramatik versus Impersonisasi
Tahap ini dipenuhi dengan fantasi anak menjadi ayah,
ibu, atau menjadi karakter baik untuk mengalahkan
penjahat.
4) Usia Sekolah (6-12 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Terpendam (laten)
Memendam insting sesksual sangat penting karena akan
membuat anak dapat memakai enerjinya untuk belajar.
 Krisis Psikososial: Ketekunan versus inferioritas
Pada tahap ini perkembangan seksual terpendam dan
perkembangan social menjadi luar biasa.
 Vitue: Kompetensi
Dari konflik antara ketekunan dengan inferiorita anak
mengembangakan kekuatan dasar yaitu kemampuan.
 Ritualisasi-ritualisme: Formal versus Formalisme
Lingkungan social yang luas memaksa anak untuk
mengembangkan metode bagaimana berinteraksi secara
efektif.
5) Adolesen (12-20 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Pubertas
Perkembangan pubertas adalah tahap kematangan
secara seksual.
 Krisis Psikososial: Identitas dan Kekacauan Identitas
Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase
adolesen, Ketika remaja berjuang menemukan siapa
dirinya.
 Virtue: Kesetiaan
Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada
tahap adolesen adalah kesetiaan, yaitu setia dalam
beberapa pandangan atau visi masa depan.
 Ritualisasi-ritualisme: Ediologi versus Totalisme
Ritualisasi adalah gabungan dari ritualisasi tahap
sebelumnya menjadi keyakinan atau id-ide.
6) Dewasa Awal (20-30 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Perkelaminan
Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut
perkelaminan (genitally).
 Krisis Psikososial: Keakraban versus Isolasi
Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk
menyatukan identitas diri dgn identitas orang lain tanpa
ketakutan identitas diri.
 Virtue: Cinta
Cinta adalah kesetiaan yang matang sebagai dampak
dari perbedaan dasar antara pria dan Wanita.
 Ritualisasi-ritualisme: Afiliasi versus Elitism
Ritualisasi pada tahap ini adalah afiliasi, refleksi diri
dari kenyataan, adanya cinta, mempertahankan
persahabatan, dan ikatan kerja.
7) Dewasa (30-65 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Prokreativita
Adalah insting untuk mempertahankan jenisnya.
 Krisis Psikososial: Generativita versus Stagnasi
Kualita sintonik tahap dewasa adalah generativitas,
yaitu penurunan kehidupan baru serta produk dan ide
baru
 Virtue: Kepedulian
Kepedulian adalah perluasan komitmen untuk merawat
orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan
perhatian.
 Ritualisasi-ritualisme: Generasional versus Otoritisme
Ritualisasi generasional adalah interaksi antara orang
dewasa dengan generasi penerusnya.
8) Usia Tua (>65 Tahun)
 Aspek Psikoseksual: Generalisasi Seksualitas
Generalisasi seksualitas yaitu memperoleh kenikmatan
dari berbagai sensasi fisik, penglihatan, pendengaran,
kecapan, bau, pelukan, dan bisa juga stimulasi genitasl.
 Krisis Psikososial: Integritas versus Putus Asa
Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini,
kualitas distonik putus asa yang menang.
 Virtue: Kebijaksanaan (Wisdom)
Orang dengan kebijaksanaan yang matang tetap
mempertahankan integritasnya Ketika kemampuan fisik
dan mentalnya menurun.
 Ritualisasi-ritualisme: Integral versus Sapentisme
Pada tahap ini ritualisasinya dalah integral yaitu
ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman makna
kehidupan.

C. Kritik Terhadap Erik H. Erikson


Erikson membangun teorinya sebagian besar berdasarkan prinsip etika dan
tidak harus berdasarkan data ilmiah. Dia datang ke psikologi dari seni dan mengakui
bahwa dia melihat dunia lebih banyak melalui mata seorang seniman daripada melalui
mata seorang ilmuwan. Dia pernah menulis bahwa dia tidak punya apa-apa untuk
ditawarkan kecuali “cara memandang sesuatu”. Buku-bukunya diakui subjektif dan
pribadi, yang tidak diragukan lagi menambah daya tariknya. Namun demikian, teori
Erikson harus dinilai dengan standar sains, bukan etika atau seni.
Dalam kemampuannya mengorganisasikan pengetahuan, teori Erikson sebagian
besar terbatas pada tahaptahap perkembangan. Itu tidak cukup menjawab isu-isu
seperti sifat-sifat pribadi atau motivasi, suatu keterbatasan yang mengurangi
kemampuan teori untuk menumpahkan makna pada banyak dari apa yang saat ini
diketahui tentang kepribadian manusia. Delapan tahap perkembangan tetap merupakan
pernyataan yang fasih tentang seperti apa seharusnya siklus hidup, dan temuan
penelitian di bidang ini biasanya dapat dimasukkan ke dalam kerangka kerja Eriksonian.
Namun, teori tersebut tidak memiliki ruang lingkup yang cukup untuk dinilai tinggi pada
kriteria ini.
Sebagai panduan untuk bertindak, teori Erikson memberikan banyak panduan
umum, tetapi menawarkan sedikit saran khusus. Dibandingkan dengan teori-teori lain
yang dibahas dalam buku ini, teori ini menempati urutan teratas dalam menyarankan
pendekatan untuk berurusan dengan orang dewasa paruh baya dan lebih tua.
Pandangan Erikson tentang penuaan sangat membantu orang-orang di bidang gerontol,
dan gagasannya tentang identitas ego hampir selalu dikutip dalam buku teks psikologi
remaja. Selain itu, konsep keintiman versus isolasi dan generativitas versus stagnasi
memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada konselor pernikahan dan orang lain yang
peduli dengan hubungan intim di antara orang dewasa muda.

2.2 Erich Fromm

Anda mungkin juga menyukai