Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

(Teori Kepribadian Hans Eysenck)

Disusun Oleh Kelompok 6:

Agnes Djaima Kewasare (E1E020001)

Anis Aeni (E1E020014)

Dosen Pengampu:
Dr. H. A. Hari Witono, M.Pd.
Muh. Amin Arqi, S.Psi., M.A.

Kelas: 7 – A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Teori Kperibadian Hans Eysenck” ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi
Kepribadian” yang diampu oleh bapak Dr. H. A. Hari Witono,M.Pd. dan bapak Muh.
Amin Arqi, S.Psi., M.A.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini jauh dari kata
kesempurnaan baik materi maupun tata cara penulisannya. Namun kami telah berusaha
dengan segala kemampuan yang kami miliki sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik, oleh karena itu dengan rendah hati dan tangan terbuka kami mengharapkan
kritikan dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata apabila ada kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf.

Mataram, 24 Agustus 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 3
A. Biografi Hans Eysenck ........................................................................................ 3
B. Kriteria Faktor Hans Eysenck .............................................................................. 4
C. Dimensi Teori Hans Eysenck............................................................................... 4
D. Hierarki Organisasi Perilaku ................................................................................ 6
E. Mengukur Kepribadian ........................................................................................ 7
F. Implikasi Teori Hans Eysenck dalam Pembelajaran di SD ................................. 8

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 9


A. Kesimpulan .......................................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia adalah unik, masing-masing berbeda antara satu dan lainnya secara
fisik maupun psikologis termasuk kepribadian. Kepribadian adalah pola sifat yang relatif
permanen yang merupakan karakteristik unik yang memberikan konsistensi dan
individualitas pada perilaku seseorang. Teori kepribadian yang dikemukakan para
teoritikus kepribadian sangat banyak dan beragam. Banyaknya teori yang berbeda
tersebut disebabkan sifat dasar teori yang memang memungkinkan bagi teoritikus untuk
membuat pemikiran dari sudut pandangnya masing-masing. Tentu para teoritikus harus
dapat bersikap objektif ketika mengumpulkan data, tetapi keputusan mengenai data apa
yang dikumpulkan dan cara data tersebut diinterpretasikan adalah bergantung pada
pandangan masing-masing.
Dalam pandangan Eysenck, manusia adalah hewan biososial. Eysenck melihat
psikologi berdiri di persimpangan ilmu-ilmu biologi (genetika, fisiologi, neurologi,
anatomi, biokimia, farmakologi, dan sebagainya) dan ilmu sosial (sejarah, sosiologi,
antropologi, ekonomi, sosiometri, dan sebagainya). Pada saat yang sama, ia percaya
bahwa psikologi harus menjadi lebih dari ilmu pengetahuan yang benar. Eysenck
berkomitmen pada metode fisika hipotetis-deduktif klasik di mana seseorang dimulai
dengan hipotesis atau penjelasan tentatif yang dapat disimpulkan untuk menguji
hipotesis. Psikologi harus melepaskan diri dari pendekatan dinamis, humanistik,
eksistensial, fenomenal, atau pendekatan lain yang menyangkal keunggulan eksperimen
dan teori yang dapat dipalsukan. Metode semacam pseudoscientific dan tidak mengikuti
kerasnya prosedur ilmiah inilah yang berusaha Eysenck terapkan pada studi kepribadian.
Untuk mencapai tujuan ini, Eysenck menyarankan bahwa dua pendekatan ini perlu
diintegrasikan dengan cara: (1) mengidentifikasi dimensi utama kepribadian; (2)
merancang cara untuk mengukurnya; dan (3) menghubungkannya dengan prosedur
eksperimental dan kuantitatif. Hanya dengan cara ini, Eysenck percaya suatu teori dapat
diuji menggunakan perspektif ilmiah. Teori kepribadian yang dikemukakan Eysenck
adalah teori sifat yang didasarkan pada biologis. Eysenck mengembangkan teori faktor,
tetapi juga mendasarkan taksonominya pada faktor analisis maupun biologi. Ia
menyimpulkan hanya tiga dimensi kepribadian. Bagi Eysenck perbedaan individual
dalam kepribadaan manusia adalah aspek biologis dan bukan hanya prikologis. Adanya

1
perbedaan genetik menyebabkan perbedaan stuktural pada sistem syaraf pusat, termasuk
struktur otak, hormon, serta neurotransmiter, dan perbedaan struktural dalam biologi
menyebabkan perbedaan pada tiga faktor kepribadian yaitu ekstraversi, neurotisme, dan
psikotik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana biografi Hans Eysenk?
2. Bagaimana kriteria faktor Hans Eysenck?
3. Bagaimana dimensi teori kepribadian Hans Eysenck?
4. Bagaimana hierarki organisasi perilaku Hans Eysenck?
5. Bagaimana mengukur kepribadian dari teori Hans Eysenck?
6. Bagaimana implikasi teori Hans Eysenck dalm pembelajaran di SD?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuannya adalah:
1. Untuk mengetahui biografi Hans Eysenk.
2. Untuk mengetahui kriteria faktor Hans Eysenck.
3. Untuk mengetahui dimensi teori kepribadian Hans Eysenck.
4. Untuk mengetahui hierarki organisasi perilaku Hans Eysenck.
5. Untuk mengetahui cara mengukur kepribadian dari teori Hans Eysenck.
6. Untuk mengetahui implikasi teori Hans Eysenck dalam pembelajaran di SD.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Hans Eyesenck


Hans Jurgen Eysenk lahir pada tanggal 4 Maret 1916 di Berlin, Jerman sebagai anak
tunggal suatu keluarga yang dramatis. Ibunya bernama Helga Molander dan ayahnya
bernama Eduard Anton Eysenck. Ibunya adalah seorang bintang pada saat Eysenck lahir.
Sedangkan ayahnya, adalah seorang komedian, penyanyi dan aktor. Ketika orangtuanya
bercerai, Eysenck tinggal bersama nenek dari pihak ibunya Frau Werner, yang juga
merupakan bagian dari teater. Setelah tinggal bersama neneknya, dia mendapatkan
pendidikan gratis dan penuh dengan rangsangan intelektual dan budaya.
Pada tahun 1934, Antipati terhadap Hitler dan Nazi membuatnya pindah ke Inggris
ketika dia berusia 18 tahun. Karena kewarganegaraannya di Jerman, dia merasa sulit
untuk mencari pekerjaan di Inggris. Dia akhirnya melanjutkan untuk mendapatkan gelar
Ph.D. dalam Psikologi dari University College London pada tahun 1940 di bawah
pengawasan psikolog Cyril Burt. Di kota yang sama, ia bekerja sebagai psikolog klinis
dan bahkan bekerja di Institute of Psychiatry. Selama Perang Dunia II, dia bekerja
sebagai psikolog di bagian gawat darurat perang.
Selama perang dunia kedua dia bertugas di Mill Hill Emergency Hospital, yaitu
rumah sakit jiwa yang merawat penderita-penderita gangguan jiwa yang terdiri dari para
militer. Disinilah berkembang pesat psikiatri sosial. Usai perang dunia kedua selesai dia
diangkat menjadi dosen mata kuliah psikologi pada Universitas London dan direktur
Departemen Psikologi pada lembaga Psikiatri, yang meliputi Mansley Hospital dan
Bethlem Royal Hospital, di tempat-tempat tersebutlah kebanyakan research Eysenck
dilakukan. Pada tahun 1949-1950 dia datang di Amerika Serikat sebagai guru besar tamu
di Universitas California. Pada tahun 1954 dia ditunjuk sebagai guru besar psikologi pada
Universitas London.
Pada tahun 1983, Eyesenck pensiun dari jabatannya sebagai profesor psikologi di
Institut Psikiatri University of London, dan sebagai psikiatris senior RS Maudsley an
Betlehem Royal. Namun, tetap menjadi profesor emeritus di University of London
sampai meninggal akibat kanker pada 4 September 1997. Eyesenck memperoleh banyak
penghargaan sepanjang hidupnya, seperti Distinguished Contribution Award of the
International Society for the Study of Individual Differences pada tahun 1991. APA juga
memberikan penghargaan Distinguished Scientist Award (1988), Presidential Citation for

3
Scientific Contribution (1993), William James Fellow Award (1994), dan Centennial
Award for Distinguished Contributions to Clinical Psychology (1996).
Sebagai penulis Eysenck sangat produktif. Tulisan-tulisannya dimuat dalam tidak
kurang dari tujuh belas majalah, sedangkan buku-bukunya yang terpenting antara lain :
• Dimension of Personality (1947)
• The scientific study of personality (1952)
• The structure of human personality (1953)

B. Kriteria Faktor Hans Eysenck


Kriteria untuk mengidentifikasikan faktor, yaitu:
1. Kriteria pertama, bukti psikometri bagi keberadaan faktor harus disusun. Yang terkait
dengan kriteria ini adalah faktor harus bisa diandalkan dan direplikasi. Penelitian lain
dari labolatorium lain, harus juga menemukan suatu faktor, dan para peneliti ini
harus mengidentifikasi secara konsisten ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme
Eysenck.
2. Kriteria kedua, adalah faktor juga harus memiliki sifat warisan dan cocok dengan
model genetik yang ada. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari,
seperti kemampuan untuk meniru pandangan pribadi yang terkenal atau keyakinan
agama atau politik tertentu.
3. Kriteria ketiga, faktor harus masuk akal dari sudut pandang teoretis. Eysenck
menggunakan metode deduktif untuk melakukan penelitiannya, dimulai dari teori
dan kemudian mengumpulkan data yang secara logis konsisten dengan teori tersebut.
4. Kriteria keempat, kriteria terakhir bagi eksistensi sebuah faktor adalah faktor harus
memiliki relevansi sosial, artinya harus bisa dibuktikan bahwa faktor-faktor yang
diperoleh secara matematis memiliki kaitan (meski tidak selalu kausal). Dengan
variabel-variabel yang relevan secara sosial seperti ketagihan pada obat-obatan,
kecerobohan untuk melukai tanpa sengaja, performa menakjubkan dalam olahraga,
perilaku psikotik, kriminalitas, dan sebagainya.

C. Dimensi Teori Hans Eysenck


Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis, yaitu melalui
DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen anak. Temperamen
didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir dan merupakan warisan
dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007). Kepribadian organisme lebih
4
ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas, namun faktor lingkungan juga
berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck, 1998). Penelitian korelasional dan
eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada akhirnya melahirkan 3 dimensi
kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism), Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis
(Neuroticism).
Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The Three-Factor
Theory), yang membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005) yaitu ekstraversi (E),
neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9
trait, sehingga total ada 27 trait. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya
introversi, neurotisme lawannya stabilitas dan psikotisme lawannya superego.
1. Dimensi Neurotisme (Neuroticism)
Dimensi kepribadian neurotisme sebelumnya dikenal dengan dimensi stabilitas
emosi-ketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist & Feist (2006)
menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen hereditas yang kuat dalam
memprediksi gangguan yang dialami oleh individu, dalam hal ini individu yang memiliki
skor neurotisme yang tinggi memiliki kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara
emosional terhadap satu situasi dan mereka kesulitan untuk kembali ke keadaan semula
sebelum mereka dihadapkan pada situasi yang demikian.
Dimensi ini menggambarkan tingkat stabilitas emosional seseorang. Individu yang
memiliki skor tinggi dalam neurotisisme cenderung lebih rentan terhadap emosi negatif
seperti kecemasan, depresi, dan mudah terganggu. Di sisi lain, individu dengan skor
rendah dalam neurotisisme cenderung lebih stabil emosionalnya dan kurang rentan
terhadap gangguan emosional. Dasar biologis dari neurotisme adalah kepekaan reaksi
sistem syaraf otonom (ANS=automatic Nervous System Reactivity).
2. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)
Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini memiliki faktor bipolar, yaitu:
psikotitisme dan superego (psychoticism – superego). Seperti halnya neurotisme, individu
psikotistik bukan berarti psikotik, namun hanya memperlihatkan beberapa gejala yang
umumnya terdapat pada individu-individu psikotik (Boeree, 2013). Beberapa gejala yang
biasanya ditemukan pada individu-individu psikotistik, di antaranya adalah: tidak
memiliki daya respon (recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah
berlaku, dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate
emotional expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang mendapatkan
skor tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung cuek (insensitive), memiliki trait agresif,
5
dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsive, antisosial, tak empatik, kreatif dan keras hati.
Sebaliknya jika skor psikotismena rendah maka memiliki trait merawat/baik hati, hangat,
penuh perhatian, akrab, tenang, sangat sosial, empatik, kooperatif, dan sabar. Psikotisme
juga mengikuti model stress-diatesis (diathesis-stress model).
3. Dimensi Introvert-Ekstrovert (Introversion-Extroversion)
Konsep yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi yaitu orang-orang
ekstrover mempunyai karakteristik utama, yaitu kemampuan bersosialisasi dan sifat
impulsif, senang bercanda, penuh gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat
lain yang mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka dengan
orang lain. Orang-orang introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang berkebalikan
dari mereka yang ekstrover. Mereka dapat dideskripsikan sebagai pendiam, pasif, tidak
terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang, dan
terkontrol. Akan tetapi, menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara ekstraversi
dan introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat dasar biologis dan
genetiknya.
Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara orang ekstrover dan
introvert adalah tingkat rangsangan kortikal-suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar
diwariskan secara genetik. Oleh karena itu orang ekstrovert mempunyai tingkat
rangsangan kortikal yang lebih rendah daripada yang introvert, mereka mempunyai
ambang sensoris yang lebih tinggi sehingga akan bereaksi lebih sedikit pada stimulus
sensoris. Sebaliknya, orang-orang introvert mempunyai karakteristik berupa tingkat
rangsangan kortikal yang lebih tinggi, sehingga mempunyai ambang sensoris yang lebih
rendah dan mengalami reaksi yang lebih banyak pada stimulus sensoris. Orang introvert
memilih aktivitas yang kurang rangsangan social seperti membaca, olahraga soliter (main
sky dan atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang ekstrovert memilih
berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, dan olahraga beregu (sepak bola,
arum jeram).

D. Hierarki Organisasi Perilaku


Eysenck mengenali suatu hierarki empat level dalam pengorganisasian perilaku,
yaitu:
1. Level tertinggi adalah Tipe (Type) atau Superfaktor
Suatu tipe terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. Sebagai contoh,
ketekunan dapat berkaitan dengan inferioritas, penyesuaian emosional yang buruk,

6
sifat pemalu secara sosial, dan beberapa sifat lainnya, yang kesemuanya dapat
membentuk tipe introversi.
2. Level ketiga adalah Trait atau respon umum
Respon umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu sifat. Eysenck
mendefinisikan sifat sebagai disposisi kepribadian yang penting dan semipermanen.
Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila mereka biasanya
menyelesaikan tugas kelas dan terus bekerja pada tugas-tugas lain sampai benar-
benar selesai.
3. Level kedua adalah Habitual response atau tindakan umum
Respon yang terjadi secara berulang dalam kondisi yang serupa. Sebagai contoh,
apabila seorang murid sering bertahan dengan suatu tugas sampai suatu tugas itu
selesai, maka perilaku ini dapat menjadi respons yang umum. Kebalikan dari respons
spesifik, respons yang umum harus cukup reliable atau konsisten.
4. Level terendah adalah Specific response atau tindakan spesifik
Perilaku atau pikiran individual yang mungkin ataupun tidak merupakan karakteristik
dari seseorang. Seorang murid yang menyelesaikan tugas membaca merupakan salah
satu contoh dari respons spesifik.

E. Mengukur Kepribadian
Eysenck mengembangkan empat inventori kepribadian yang mengukur perbedaan
individu dalam superfaktor yang digagasnya, yaitu:
1. Maudsley Personality Inventory (MPI), inventori ini hanya mengkaji E dan N, serta
menghasilkan beberapa kolerasi dari kedua faktor tersebut.
2. Eysenck Personality Inventory (EPI). Alat tes EPI ini memiliki skala kebohongan,
untuk mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang penting tes tersebut mengukur
ekstraversi dan interversi serta neurotisme secara independen, dengan kolerasi yang
hampir 0 antara E dan N.
3. Eysenck Personality Questionnaire (EPQ), yang memasukkan skala psikotik (P).
Alattes EPQ yang mempunyai versi dewasa maupun anak-anak, adalah revisi dari
EPI yang sampai sekarang masih juga diterbitkan.
4. Eysenck Personality Questionnaire-Revised, revisi dari EPQ muncul karena kritik
terhadap adanya skala P dalam EPQ.

7
F. Implikasi Teori Hans Eysenck dalam Pembelajaran di SD
Teori kepribadian Hans Eysenck memiliki beberapa implikasi yang relevan dalam
konteks pembelajaran di sekolah dasar. Meskipun teori ini lebih sering digunakan dalam
bidang psikologi kepribadian, ada beberapa cara di mana konsep-konsep teori Eysenck
dapat diaplikasikan dalam pendidikan dasar untuk membantu pengajaran dan
perkembangan siswa. Berikut beberapa implikasi yang relevan, yaitu:
1. Pemahaman Siswa: Guru dapat memanfaatkan konsep dimensi kepribadian Eysenck,
seperti ekstroversi-introversi, untuk memahami preferensi dan gaya belajar siswa. Ini
dapat membantu guru menyesuaikan pendekatan pengajaran yang lebih sesuai
dengan karakteristik individu siswa.
2. Mengatasi Stres Belajar: Pemahaman tentang dimensi neurotisisme-stabilitas
emosional dapat membantu guru mengenali siswa yang lebih rentan terhadap stres
dalam konteks pembelajaran. Guru dapat memberikan dukungan ekstra kepada siswa
ini, mengajarkan strategi pengelolaan emosi, dan menciptakan lingkungan belajar
yang mendukung.
3. Pembinaan Hubungan Sosial: Melalui pemahaman tentang dimensi kepribadian
ekstroversi-introversi, guru dapat membantu siswa dalam membangun hubungan
sosial yang sehat. Siswa ekstrovert mungkin perlu bimbingan dalam
mengembangkan keterampilan mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain,
sementara siswa introvert mungkin membutuhkan dukungan dalam mengatasi rasa
canggung dalam interaksi sosial.
4. Diferensiasi Pengajaran: Guru dapat menggunakan pengetahuan tentang dimensi
kepribadian untuk merencanakan pengajaran yang lebih beragam. Misalnya, siswa
dengan preferensi ekstrovert mungkin lebih merespons baik pada aktivitas kelompok
atau presentasi, sedangkan siswa introvert mungkin lebih suka belajar secara individu
atau dalam kelompok kecil.
5. Penanganan Konflik: Konsep psikotisme dalam teori Eysenck dapat memberikan
wawasan tentang bagaimana siswa menangani konflik dan emosi negatif. Guru dapat
mengajarkan strategi penyelesaian konflik yang sehat dan cara mengatasi impuls
negatif.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari teori kepribadian Hans Eysenck adalah bahwa kepribadian manusia
dapat dijelaskan melalui beberapa dimensi utama, terutama neurotisisme-stabilitas
emosional, ekstroversi-introversi, dan psikotisme. Eysenck percaya bahwa faktor-faktor
biologis dan genetik berperan penting dalam membentuk perbedaan-perbedaan dalam
kepribadian individu. Terdapat beberapa implikasi yang relevan dalam teori kepribadian
Hans Eysenck, contohnya pemahaman siswa, diferensiasi pengajaran, dan lainnya.
Meskipun teori ini telah memberikan kontribusi penting dalam memahami keragaman
kepribadian manusia, ia juga telah menghadapi kritik dalam bidang psikologi modern,
dengan beberapa penelitian menunjukkan keterbatasan dan kompleksitas yang lebih besar
dalam sifat kepribadian manusia.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil pemaparan teori dalam makalah ini
sebagai berikut. Bagi pendidik, apabila menerapkan teori kepribadian Hans Eysenck
hendaknya mengkaji teori-teori lain agar hasil lebih maksimal. Bagi siswa, hendaknya
melatih kepribadian dalam bentuk sederhana misalnya mengerjakan tugas dengan tekun
dan lainnya.
Bagi pembaca, makalah ini tentunya dapat menjadi bahan referensi terkait teori
kepribadian Hans Eysenck. Namun, demi penyempurnaan makalah ini segala kritik dan
saran sangat dibutuhkan penulis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Boeree, G. (2013). Personality Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog


Dunia. Yogyakarta:Prismasophie.

Cherry, Kendra.” Hans Eysenk (1916-1967). Reoveme. Diakses pada tanggal 25 Agustus
2023. https://id.reoveme.com/hans-eysenck-1916-1997/

Eysenck, H. (1998). Dimensions of personality. Transaction Publishers.

Feist, J., & Gregory J. Feist. (2006). Theories of Personality Sixth Edition. United States:
McGraw-Hill Companies. Inc.

Khoirunnisa, Niki. (2015). ”Teori Kepribadian Hans J. Eysenck”. Kompasiana. Diakses


tanggal 25 Agustus 2023. https://www.kompasiana.com/karyamsadpan/54f74e
94a33311cd308b45 9c/teori-k epribadian-hans-j-eysenck

Papalia, Diane E., Feldman, Ruth Daskin, & Olds, Sally Wendkos. (2007). Human
Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.

Pervin, L. A., Cervone, D., & John, O. P. (2005). Personality: Theory and Research.
Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

Utami, Nindia. (2013). Psikolog Kepribadian : HANS J. EYESENCK. NINDIHONG.


Diakses tanggal 25 Agustus 2023. https://nindihong.wordpress.com/2013/12/22/psi
kologi-kepribadian-hans-j-eyesenck/

VandenBos, G. (2007). APA Dictionary of Psychology 2nd Edition. Washington, DC:


AmericanPsychological Association.

10

Anda mungkin juga menyukai