“TEORI ERIKSON”
Disusun guna memenuhi tugas kuliah Psikologi Kepribadian 2
Dosen pengampu:
Muthia Dwi Santika, M.Psi. Psikolog
Disusun oleh:
1. Febriansyah Widjaya (03052011031)
2. Indri Maulia (03052011038)
3. Riska Hikmah Alwiyah (03052011036)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL PASIM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul tentang Teori
Erikson ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu
Muthia Dwi Santika, M.Psi. Psikolog Pada bidang studi mata kuliah Psikologi
Kepribadian 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang pikiran bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Muthia Dwi Santika, M.Psi.
Psikolog selaku dosen Psikologi Kepribadian 2 yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami kerjakan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami meminta maaf apabila ada kesalahan atau kekurangan yang
terdapat di dalam makalah ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................I
BAB 1.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................1
BAB 2.............................................................................................................................2
ISI...................................................................................................................................2
2.1. Biografi Erik Erikson..............................................................................................2
2.2. Konsep dasar struktur kepribadian menurut Erikson..............................................4
2.3. Psikoterapi menurut Erikson...................................................................................7
2.4. Kritik terhadap teori Erikson...................................................................................7
BAB 3...........................................................................................................................10
PENUTUP...................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................10
3.2 Saran.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................11
II
BAB 1
PENDAHULUAN
Erik Erikson seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang
delapan tahap perkembangan pada manusia. Sebenarnya Erikson adalah seorang
psikolog Freudian, namun teorinya lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan jika
dibandingkan dengan para psikolog Freudian lainnya.
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah biografi dari erikson, konsep
dasar struktur kepribadian, psikoterapi, dan kritik teori.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
b) Agar pembaca dapat mengerti tentang konsep dasar struktur kepribadian menurut
Erikson
2
BAB 2
ISI
Erik H. Erikson adalah salah satu tokoh psikoanalisa yang lahir di fankfurt,
Jerman tanggal 15 Juni 1902 . Erikkson adalah anak dari hasil pernikahan dari
seorang Ibu yaitu Karla Abrahamsen, yang adalah anggota sebuah keluarga yahudi
terkemuka di Kopenhagen. Di tahun 1898, karla yang berusia 21 tahun, menikah
dengan seorang pialang saham yang berkebangsaan yahudi berusia 27 tahun yaitu
Veldemar Isidor Salomonsen. Namun yang meninggalkan Erikson pada usia tiga
tahun sehingga ibu Erikson yang bernama Karla Abrhamsen menikah lagi dengan
Theodore Homberger yang menjadi ayah tiri Erikson dan nama Hamberger kini
menjadi bagian dari nama Erikson.
Setelah lulus SMA, Erikson menjadi seniman namun tidak mengambil kuliah
seni dan memelih berkeliling Eropa untuk menikmati dan belajar seni. Erikson
menjadi guru pada sekolah yang dikelolah Dorothy Burlingham, teman Anna Freud
yang direkomendasikan oleh Peter Blos pada usia 25 tahun. Tahun 1927 – 1933,
Erikson belajar sebagai Child Analyst di Vienna Psycholoanalytic Institute bersama
Anna Freud dan menikahi Joan Serson pada tahun 1930 serta memiliki tiga orang
anak. Selama tahun tersebut, Erikson mendapat sertifikan dari Motessori Education
dan Vienna Psychoanalityc Society. Tahun 1933 ketika Nazi berkuasa, Erikson
Pindah ke Copenhagen, lalu pindah ke Denmark dan ke Boston, Amerika. Erikson
mengajar di Harvard Medical School dan membuka praktik psikoanalisis anak-anak.
3
Di sinilah Erikson bertemu Henry Murray dan Kurt Lewin serta tokoh-tokoh besar
lainnya.
A. Ego Kreatif
Ego kreatif adalah ego yang dapat menemukan pemecahan kreativitas atas
masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemukan hambatan atau
konflik pada suatu fase, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan
kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego yg
sempurna memiliki 3 dimensi, yaitu faktualisasi, universalitas dan aktualitas.
a) Faktualisasi
Kumpulan sumber data dan fakta serta metode yang dapat dicocokkan atau
diverifikasi dengan metode yang sedang digunakan pada suatu peristiwa. Dalam hal
ini, ego berisikan kumpulan hasil interaksi individu dengan lingkungannya yang
dikemas dalam bentuk data dan fakta.
b) Universalitas
Dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang dikemukakan oleh Freud.
Dimensi ini berkaitan dengan sens of reality yang menggabungkan pandangan
semesta/alam dengan sesuatu yang dianggap konkrit dan praktis.
c) Aktualitas
Metode baru yang digunakan oleh individu untuk berhubungan dengan orang
lain demi mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, ego merupakan realitas masa kini
yang berusaha mengembangankan cara baru untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapi, menjadi lebih efektif, progresif, dan prospektif.
5
Erikson (Alwisol, 2009:86) berpendapat bahwa sebagian ego yang ada pada
individu bersifat tak sadar, mengorganisir pengalaman yang terjadi pada masa lalu
dan pengalaman yang akan terjadi pada masa mendatang. Dalam hal ini, Erikson
menemukan tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu body ego, ego ideal dan ego
identity, yang umumnya akan mengalami perkembangan pesat pada masa dewasa
meskipun ketiga aspek tersebut terjadi pada setiap fase kehidupan.
1) Body ego
2) Ego ideal
3) Ego identity
Ego otonomi fungsional adalah ego yang berfokus pada penyesuaian ego
terhadap realita. Contohnya yaitu hubungan ibu dan anak. Meskipun Erikson
sependapat dengan Freud mengenai hubungan ibu dan anak mampu memengaruhi
serta menjadi hal terpenting dari perkembangan kepribadian anak, tetapi Erikson tidak
membatasi teori teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id
oleh ego. Erikson (Alwisol, 2009:86) menganggap bahwa proses pemberian makanan
pada bayi merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan lingkungan sosialnya.
6
makan oleh ibunya. Basic trust yang dimaksud yaitu suatu kepercayaan dasar anak
yang memandang kontak dengan manusia dan dunia luar adalah hal yang sangat
menyenangkan karena pada masa lalu (bayi) hubungan tersebut menimbulkan rasa
aman dan menyenangkan terhadap dirinya.
C. Pengaruh Masyarakat
a) Dinamika Kepribadian
7
bagian, masing-masing bagian mempunya waktu khusus utk menjadi pusat
perkembangan, sampai semua bagian muncul untuk membentuk keseluruhan fungsi.
b) Tahap Perkembangan
Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling
berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan
sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah pentingnya bagi
individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan
kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari
masyarakat (Berk, 2003). Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial
menurut Erik Erikson (Berk, 2003):
Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan
kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan
mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa
(hope). Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan
mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang
hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil
keuntungan dari dirinya.
Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas
tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk
mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang
kasar. Mereka melatih kehendak, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa
belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan
pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang diharapkan. Alwisol
(2009:93) melanjutkan bahwa apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka
anak tidak akan memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan
mengalami hambatan terus-menerus pada tahap selanjutnya.
8
3) Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)
Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan
dari menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas akademik. Penyelesaian yang sukses
pada tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan
bangga akan prestasi yang diperoleh. Keterampilan ego yang diperoleh adalah
kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan
tidak mampu mencapai apa yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior.
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti
orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak anak
dianggap dewasa tetapi di sisi lain dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan
masa stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan
kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai
menurun. Adapun peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Apabila anak tidak
sukses pada fase ini, maka akan membuat anak mengalami krisis identitas, begitupun
sebaliknya.
Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan
orang lain secara lebih mendalam. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial
9
yang kuat akan menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini,
maka keterampilan ego yang diperoleh adalah cinta.
Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai balasan
dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat
memastikan kelangsungan generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk
memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak
berharga dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini
maka ketrampilan ego yang dimiliki adalah perhatian, sedangkan bila individu tidak
sukses melewatinya maka akan merasa bahwa hidupnya tidak berarti.
Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan
melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa
menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup
yang telah dikejar selama bertahun-tahun. Apabila individu sukses melewati faase ini
maka akan timbul perasaan puas akan diri, sedangkan apabila mengalami kegagalan
dalam melewati tahapan ini akan menyebabkan munculnya rasa putus asa.
10
2.4. Kritik terhadap teori Erikson
Sekurang kurangnya ada lima kritikan yang dilontarkan pada teori kepribadian
Erikson yaitu:
Meski mengklaim sebuah afiliasi yang dekat dengan teori Freud, Erikson
melukiskan sebuah gambar yang jauh lebih manusiawi. Sedikit saja di teori Erikson
yang mendeskripsikan perjuangan intens mengendalikan sifat hewani manusia.
Dengan menekankan dan meluaskan fungsi ego, Erikson berkonsentrrasi kepada
persoalan-persoalan tentang identitas, penyelesaian masalah-maslah, dan hubungan
antas pribadi lebih dari pada menjinakkan insting-insting seksualitas dan agresivitas.
Potret Erikson tentang manusia terlalu optimis, tidak realistik dan simplistik.
11
mensyaratkan dukungan terhadap peran-peran yang mendapat sangsi budaya, dan
penitik beratan ini dinilai banyak pihak sebgai penguatan atas peran-peran itu. Bagi
mereka yang melihat ketidakadilan, nilai-nilai yang tidak manusiawi dan kebodohan-
kebodohan dibudayanya, tentulah sulit mengamini konsep bahwa kesehatan mental
berarti penyesuaian deiri dengan situasi yang abnormal ini.
d) Moralisasi berlebihan
Satu kritikan yang menyoroti klaim Erikson bahwa teorinya pasca Freudian
padahal faktanya, sedikit saja kemiripan substansial antara teorinya dengan dengan
teori Freud. Kritik ini juga mengatakan bahwa Erikson sengaja melabeli teorinya
demikian untuk menghindari pengecualian dari lingkaran psikoanalitik, dengan kata
lain, tujuannya semata-mata bersifat politisi dan pragmatis selain itu, meski Erikson
banyak memuji kontribusi Freud bagi teorinya, namun jelas-jelas pemikirannya sam
dengan para teorisi lain seperti Adler dan Horney, yang sama-sama menekankan
pentingnya variabel sosial sebelum Erikson menggulirkan teorinya itu.
12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14