Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TENTANG TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL MENURUT ERIKSON

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Perkembangan Peserta didik

Dosen Pengampu : Dian Novita Rohmatin, M. Pd.

Disusun oleh :

Miftakhul Khoiroh (2420002)

Dina Dwi Anggraini (2420009)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita


ucapkan. Atas karunia-nya berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Perkembangan Menurut Erikson” tepat
waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Dian Novita Rohmatin, M. Pd.
pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di Universitas Pesantren Tinggi Darul ulum
Jombang. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
bagi yang membacanya,

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. selaku
dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan dalam rangka penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.

Wasalamualaikum wr.wb

Jombang, 28 Februari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………..……..1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….…….2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..….....4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….……….4

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….………..5

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………...………..5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………6

2.1 Biografi Erik Erikson…………………………………………………….……….6

2.2 Perkembangan sosial menurut Erikson………………………………..…………7

2.3 Tingkatan perkembangan menurut Erikson………………………………………8

2.4 Pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain……………………………….14

2.5 Konsep diri dan kehidupan sekolah……………………………………………..15

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..18

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………...……………18

3.2 Saran………………………………………………………………..……………18

3.3 Hasil Diskusi………………………………………………………………..…...18

3.4 Tambahan………………………………………………………………..….........22

DAFTAR PESTAKA………………………………………………………………………30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada perkembangan teknologi di masa sekarang, manusia seakan kehilangan konsep
kepribadian. Menghadirkan wacana baru, kemudian dikemukakan dalam sebuah
penelitian yang mencoba mengangkat sebuah konsep atau teori tentang kepribadian
manusia merupakan suatu keharusan. Terdapat banyak alasan mengapa hal itu harus
dilakukan. Dari sisi pengembangan ilmu upaya ini sebagai pembanding terhadapa teori-
teori kepribadian manusia yang dibangun dari paradigma psikologi sekuler. Dalam
kancah ilmiah pertarungan antara kaum agamawan dan kaum mulhid menjadi seru karena
masing-masing digerakan oleh pasukan kaum intelektual dan gerakan politik
international. Disatu sisi pernyataan-pernyataan pemikir ateis, terutama pemuja
materialisme-evolusionis, mendeklarasikan bahwa manusia ada dengan sendirinya begitu
saja sebagai akibat ledakan besar atau manusia adalah hasil evolusi.1
Dalam psikologi perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana tahap
perkembangan sosial anak, diantara tokoh yang memberi konstribusi dalam hal ini adalah
teori perkembangan psikososial Erik H.Erikson. Erikson mengatakan bahwa istilah
“psikososial” dalam kaitannya dalam perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap
kehidupan seseorang dari lahir samapai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial
yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadikan seseorang matang secara fisik
dan psikologis.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan biografi Erik Erikson!
2. Jelaskan teori perkembangan sosial menurut Erikson!
3. Bagaimana tingkatan perkembangan menurut Erikson?
4. Bagaimana pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain ?
5. Bagaimana konsep diri dan kehidupan sekolah?

1
Yadi Purwanto, Psikologi Kepribadian Integrasi Nafsiyah dan Aqliyah Prespektif
Psikologi Islam (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) hlm. 25.
2
Erik Erikson, 2010. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. Jakarta

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik
2. Untuk mengetahui tentang biografi Erikson
3. Untuk mengetahui tentang perkembangan sosial
4. Untuk mengetahui tentang tingkat perkembangan
5. Untuk mengetahui tentang pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain
6. Untuk mengetahui tentang konsep diri dan kehidupan sekolah

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi penulis, sebagai sarana untuk memperoleh keterampilan dalam melakukan
penulisan dan pengetahuan tentang perkembangan sosial.
2. Bagi pembaca, sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan ilmu tentang
perkembangan sosial.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Erik H. Erikson

Erik Homburger Erikson adalah seorang


toritisi ternama dalam bidang perkembangan
rentang hidup, ia juga memiliki kontribusi
yang banyak dalam bidang psikologi
terutama pada pengembangan anak dan krisis
identitas. Ia lahir di Franfrurt Jerman, pada
tanggal 15 Juni 1902. Ayahnya (Danish)
telah meninggal dunia sebelum ia lahir.
Hingga akhirnya saat remaja, ibunya (yang
seorang Yahudi) menikah lagi dengan
psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
Semasa kecilnya, Erikson sebagai anak yang tidak pandai, ia tidak menyukai
Pendidikan formal, sebaliknya ia lebih dikenal sebagai seseorang yang menyukai
pengembaraan. Bagaimanapun ia tetap menempuh Pendidikan formal tetapi gagal
meneruskan program diplomanya. Tetapi perjalanan Erikson ke beberapa negara dan
perjumpaannya dengan beberapa penggiat ilmu menjadikannya seorang ilmuwan
sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama ia berjumpa dengan ahli analisa jiwa
dari Austria yaitu Anna Freud. Dengan dorongannya, ia mulai mempelajari ilmu tersebut
di Vienna Psychoanalytic Institute, kemudian ia mengkhususkan diri dalam psikoanalisa
anak. Terakhir pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
Setelah menghabiskan waktu dalam perjalanan panjangnya di Eropa Pada tahun 1933
ia kemudian berpindah ke USA dan kemudian ditawari untuk mengajar di Harvad
Medical School. Selain itu ia memiliki pratek mandiri tentang psiko analisis anak.
Terakhir, ia menjadi pengajar pada Universitas California di Berkeley, Yale, San
Francisco Psychoanalytic Institute, Austen Riggs Center, dan Center for Advanced
Studies of Behavioral Sciences.
Selama periode ini Erikson menjadi tertarik akan pengaruh masyarakat dan kultur
terhadap perkembangan anak. Ia belajar dari kelompok anak-anak Amerika asli untuk
membantu merumuskan teori-teorinya. Berdasarkan studinya ini, membuka peluang

6
baginya untuk menghubungkan pertumbuhan kepribadian yang berkenaan dengan
orangtua dan nilai kemasyarakatan.
Buku pertamanya adalah Childhood dan Society (1950), yang menjadi salah satu buku
klasik di dalam bidang ini. Saat ia melanjut pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda,
Erikson mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang
tak bisa diacuhkan pada masa remaja. Buku-buku karyanya antara lain yaitu: Young Man
Luther (1958), Insight and Responsibility (1964), Identity(1968), Gandhi’s Truth (1969):
yang menang pada Pulitzer Prize and a National Book Award dan Vital Involvement in
Old Age (1986).3

2.2 Perkembangan sosial menurut Erikson


Dalam karyanya Childhood and society (1963), Erikson menawarkan kerangka dasar
untuk memahami kebutuhan anak muda dalam hubungannya dengan masyarakat dimana
mereka tumbuh, belajar, dan kemudian memberikan sumbangan mereka. Bukunya yang
kemudian, identity, Youth, and Criss (1998) dan Identity and the Life Cycle (1980)
dikembangkan berdasarkan idenya. Meskipun pendekatan Erikson tidak merupakan satu-
satunya penjelasan tentang perkembangan individual dan sosial, Woolfolk memilih
pendekatan itu untuk mengorganisasikan karena beberapa alasan. Erikson menekankan
pengembangan diri (self), mencari identitas, dan hubungan individu dengan orang lain di
sepanjang hidupnya. Karena anak-anak menghabiskan banyak tahun-tahun penting di
sekolah pada saat saat mereka mengindra diri mereka sendiri dan orang lain yang sedang
berkembang, sekolah merupakan faktor utama dalam perkembangan.
Setelah mempelajari cara cara mengasuh anak dalam beberapa budaya, Erikson
menyimpulkan bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar sama dan
setiap masyarakat harus berupaya dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Perubahan-perubahan emosional dan hubungannya dengan
lingkungan sosial dalam tiap masyarakat mengikuti pola yang serupa. Penekanan pada
hubungan budaya dan individu ini mengarahkan Erikson untuk menyusun teori
perkembangan psikososial (psychosocial).
Seperti piaget, Erikson memandang perkembangan sebagai suatu perjalanan melalui
suatu urutan tingkatan, setiap tingkatan memiliki tujuan khusus, perhatian, kecakapan,
dan bahaya sendiri-sendiri. Tingkatan-tingkatan itu saling tergantung; kecakapan pada
tingkat yang lebih lanjut tergantung kepada bagaimana konflik-konflik dipecahkan pada
3
https://www.slideshare.net/mobile/masgar1/perkembangan-psikososial

7
tahun-tahun sebelumnya. Pada setiap tingkat, menurut Erikson merupakan suatu krisis
proses perkembangan (developmental crisis). Setiap krisis melibatkan suatu konflik
antara suatu alternatif positif dan suatu alternatif yang memiliki potensi tidak sehat. Cara
bagaimana individu menyelesaikan setiap krisis akan berpengaruh mendalam terhadap
gambaran diri (self-image) individu dan pandangan terhadap masyarakat.4

2.3 Tingkatan perkembangan menurut Erikson


Menurut teori psikososial erikson, terdapat delapan tingkatan perkembangan manusia.

No Tingkat Usia Deskripsi


.
1. Percaya vs tidak Sejak lahir s/d Bayi, harus membentuk rasa cinta pertama,
percaya usia 12-18 hubungan kepercayaan dengan pengasuh, atau
bulan justru mengembangkan rasa tidak percaya.
2. Otonomi vs 18 bulan s/d Energi anak diarahkan ke perkembangan
malu/ragu-ragu 3 tahun keterampilan fisik, termasuk berjalan,
memegang, dan pengendalian otot spinkter.
Anak belajar mengontrol tetapi mungkin
berkembang rasa malu dan ragu-ragu jika tidak
dapat menangani dengan baik
3. Inisiatif vs rasa 3 s/d 6 tahun Anak terus berkembang menjadi lebih tegas dan
bersalah banyak mengambil inisiatif, tetapi mungkin
terlalu ambisi, yang mengarah pada
terbentuknya rasa besalah.
4. Percaya diri vs rendah 6 s/d 12 tahun Anak harus menghadapi tuntutan untuk belajar
diri keterampilan baru atau resiko mengidap rasa
rendah diri, kegagalan, dan tidak mampu.
5. Identitas vs bingung Adolesen Remaja harus mencapai suatu rasa memiliki
thd. peran identitas pekerjaan, peran seks, politik, dan
agama.
6. Akrab vs isolasi Dewasa awal Abak dewasa awal harus mengembangkan
hubungan yang akrab atau menderita perasaan
terisolasi.
7. Mempertahankan Dewasa Setiap orang dewasa harus menemukan
keturunan vs stagnasi pertengahan berbagai cara untuk menyenangkan dan
mendukung generasi berikutnya.
8. Integrasi ego vs putus Dewasa akhir Kulminasinya adalah timbulnya rasa
asa penerimaan diri sendiri sebagai seseorang
sebagaimana adanya dan merasa puas.

A. Tahun tahun Masa Pra Sekolah : Percaya, Otonomi, dan Inisiatif


Erikson mengidentifikasi percaya vs tidak percaya sebagai konflik dasar pada
masa bayi. Dalam bulan-bulan pertama dari kehidupannya, bayi mulai mengetahui
bahwa mereka bergantung kepada dunia di sekitarnya. Menurut Erikson bayi itu akan

4
Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021)

8
mengembangkan rasa percaya (trust) jika kebutuhan akan makan dan perlindungan
dipenuhi secara baik dan teratur. Kedekatan dan keras orang tua pada saat ini
memberikan sumbangan besar kepada tumbuhnya rasa percaya ini (Lamb, 1982 ;
Bretherton dan Water, 1985).
Perlu dicatat bahwa dalam tahun pertama ini bayi berada pada fase awal
tingkat sensori motor piaget. Mereka mulai menyadari bahwa mereka merupakan
bagian dari dunia sekitar mereka dan bahwa objek objek lain dan orang itu ada
meskipun jika bayi itu tidak dapat melihat mereka titik realisasi dari keterpisahan ini
merupakan bagian dari apa yang membuat kepercayaan sangat penting: bayi harus
percaya kepada aspek-aspek dari dunia mereka yang ada diluar pengendalian mereka
(Bretherton dan Water, 1985).
Tingkat kedua Ericsson, otonomi vs malu dan ragu-ragu, menandai awal
pengendalian diri dan percaya diri. Anak kecil semakin lama semakin mampu
berbuat untuk diri mereka sendiri titik mereka harus mulai menerima tanggung jawab
penting untuk merawat diri sendiri seperti makan ke kamar mandi dan berpakaian
titik mereka sedang berusaha ke arah otonomi.
Selama periode ini orang tua harus menempatkan diri pada posisi yang benar,
mereka harus melindungi tetapi tidak boleh berlebihan. Jika orangtua tidak
memelihara ketenangan, sikap percaya diri dan tidak mendukung upaya anak untuk
menguasai keterampilan motorik dan keterampilan kognitif dasar anak dapat mulai
merasa malu mereka mungkin meragukan kemampuan mereka untuk menghadapi
dunia nyata sesuai kemampuan mereka sendiri. Erikson yakin bahwa anak-anak yang
terlalu banyak mengalami keraguan keraguan pada tingkat ini akan kehilangan
kepercayaan terhadap kemampuan sendiri selama hidup mereka.
Bagi Erikson, inisiatif menambah otonomi kualitas usaha penerapan dan
penyelesaian suatu tugas demi menjadi aktif dan tetap bergerak (Erikson, 1963).
Tetapi dengan inisiatif muncul kenyataan bahwa ada beberapa aktivitas yang
terlarang titik ada saat-saat di mana anak-anak dapat berada di persimpangan jalan
antara apa yang ingin mereka lakukan dan apa yang seharusnya atau tidak seharusnya
dilakukan. Tantangan pada periode ini adalah memelihara semangat untuk tetap aktif
dan pada waktu yang sama memahami bahwa tidak setiap keinginan dapat dilakukan.
Petunjuk mendorong inisiatif pada anak prasekolah
1. Mendorong anak-anak untuk membuat pilihan dan bertindak atas dasar sejumlah
pilihan
9
2. Mendorong pengembangan keyakinan dengan berbagai macam peran
3. Bersikap toleran terhadap kecelakaan dan kesalahan terutama ketika anak sedang
mencoba melakukan sesuatu atas kehendak mereka sendiri

B. Usia Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah: (Percaya diri) vs Rendah Diri
Pada tahun-tahun awal sekolah, siswa sedang mengembangkan apa yang disebut
Erikson rasa percaya diri atau industry (industry). Mereka mulai melihat hubungan
antara menyelesaikan pekerjaan. Krisis pada tingkat ini adalah percaya diri vs rendah
diri. Bagi anak-anak yang hidup dalam masyarakat modern sekolah dan lingkungan
sekitar menawarkan suatu tantangan baru yang hal itu harus diimbangi dengan dengan
apa yang ada di rumah. Demikian juga interaksi dengan teman sebaya menjadi
semakin penting. Kemampuan anak untuk bergerak antara dunia tersebut dan
mengatasi tugas akademik aktivitas kelompok dan teman-teman akan membawa ke
arah pengembangan rasa mampu. Kesulitan dalam mengatasi tantangan ini dapat
mendatangkan rasa rendah diri.
Penelitian George dan Vailant (1981) mendukung gagasan Erikson mengenai
pentingnya percaya diri peneliti ini mengikuti 450 laki-laki selama 35 tahun, mulai
dari awal masa anak-anak mereka menyampaikan bahwa laki-laki yang paling
percaya diri dan mau bekerja ketika anak-anak adalah yang terbaik dalam
penyesuaian paling termotivasi dan gajinya terbaik ketika dewasa. Laki-laki ini juga
memiliki hubungan pribadi yang paling menyenangkan. Kemampuan bekerja keras
ketika anak-anak tampak lebih penting dalam meraih sukses dalam kehidupan di
kemudian hari daripada intelegensi atau latar belakang keluarga. Ini hanya sekedar
data korelasional belum benar-benar diketahui apakah percaya diri menyebabkan
sukses dalam kehidupan di kemudian hari. Meskipun demikian tetap saja percaya diri
patut untuk dikembangkan.
Petunjuk mendorong rasa percaya diri
1. Meyakinkan siswa bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk menetapkan dan
mengupayakan tercapainya tujuan yang realistik .
2. Beri kesempatan siswa menunjukkan kemandirian dan tanggung jawab
3. Memberikan dorongan terhadap siswa yang tampak kurang bersemangat

C. Masa Remaja: Pencarian Identitas

10
Masalah pokok remaja adalah pengembangan identitas yang akan memberikan
suatu dasar yang kokoh untuk masa dewasa. Individual sudah barang tentu
mengembalikan rasa kenal diri (sense of self) sejak bayi. Meskipun demikian, masa
remaja ditandai pertama kali dengan upaya secara sadar untuk menjawab pertanyaan
siapa saya? Konflik yang menandai pada tingkat ini adalah identitas vs kebingungan
peran.
Ericsson mengemukakan bahwa jalan keluar sehat atas konflik yang dialami
sebelumnya merupakan dasar untuk pencarian identitas. Remaja yang telah berhasil
membentuk suatu rasa percaya diri (sense of trust) siap untuk bergaul dengan orang-
orang dan mendengarkan ide-ide yang bermanfaat bagi rasa percaya mereka. Rasa
otonomi yang memberikan semangat kepada remaja untuk tahap-tahap pada pilihan
bebas tentang karir dan gaya hidupnya. Inisiatif yang mendorong remaja memainkan
peran sebagai ahli hukum atau pelukis dapat membantu remaja itu langkah demi
langkah menuju kearah penerimaan suatu peran sebenarnya dari orang dewasa. Dan
karena rasa percaya diri yang kuat dapat menumbuhkan suatu perasaan competent
yaitu suatu keyakinan terhadap kemampuan seseorang untuk memberikan sumbangan
yang berarti kepada masyarakat tempatnya apakah makna identitas krisis apa yang
terjadi pada tingkat remaja? Identitas mengacu pada pengorganisasian lorongan,
kemampuan, kepercayaan, dan latar belakang individu ke dalam suatu gambaran diri
yang konsisten. Hal ini melibatkan pilihan dan keputusan yang tidak tergesa-gesa
terutama mengenai pekerjaan orientasi jenis kelamin dari filsafat hidup (Marcia,
1987; Waterman, 19850. Jika remaja gagal mengintegrasikan semua aspek dan pilihan
ini atau mereka merasa tidak mampu memilih sama sekali maka kebingungan peran
akan mengancan.
Melakukan perluasan atas konsep Eriksson, Marcia dkk. mengemukakan
bahwa ada 4 pilihan untuk remaja pada saat mereka menghadapi diri mereka sendiri
dan pilihan mereka (Marcia, 1980; Schiedel dan Marcia, 1985.) Pertama adalah
penemuan identitas (identity achievement). Ini berarti bahwa setelah
mempertimbangkan pilihan-pilihan yang positif individu membuat pilihan dan
kemudian mengikuti pilihan itu. Tampak sebagian kecil siswa mencapai status ini
pada akhir sekolah menengah atas sebagian besar tidak yakin pada pilihan mereka
untuk beberapa tahun (Archer, 1982). Pengalihan identitas (identity loreclosure)
menggambarkan situasi remaja yang tidak mencoba berbagai identitas yang berbeda
atau mempertimbangkan sejumlah pilihan tetapi semata-mata hanya mengambil alih
11
bagi diri mereka sendiri tujuan nilai dan gaya hidup orang lain biasanya orang tua
mereka. Dipihak lain, keraguan identitas (identity diffusion), terjadi jika individu
tidak sampai pada keputusan mengenai siapa mereka atau apa yang ingin mereka
lakukan dengan hidupnya mereka tidak mempunyai arah yang jelas remaja yang
mengalami keraguan identitas mungkin pernah gagal dalam usahanya membuat
pilihan atau mungkin mereka telah sama sekali menghindari dari pemikiran secara
serius isu-isu tentang identitas akhirnya remaja pada pertengahan usaha mereka untuk
membuat pilihan mengalami apa yang dinamakan Ericsson penangguhan atau
moratorium Ericsson menggunakan istilah monotaenium untuk mendiskusikan
penundaan komitmen remaja terhadap pilihan pribadi dan pekerjaan, penundaan ini
sangat biasa dan boleh jadi merupakan hal yang sehat bagi remaja modern Marcia
mengembangkan makna ratorium meliputi usaha-usaha aktif remaja dalam
menghadapi krisis pembentukan identitas.
a. Identitas dan peranan sekolah
Dalam banyak hal guru merupakan orang dewasa yang tersedia dan paling
sesuai untuk membantu remaja dalam pencarian jati dirinya. Pada saat mahasiswa
diminta mengajukan sejumlah alasan mengapa memilih satu mayor tertentu, mereka
sering menyebut pentingnya dosen yang efektif, menantang dan hangat. Dosen dapat
menawarkan mahasiswa ide-ide dan orang-orang untuk dipercayai. Dosen dapat
mendukung kebutuhan mahasiswa untuk bebas dalam memilih karir. Dosen dapat
mendorong aspirasi dan umpan balik yang relevan.
Tahun-tahun masa sekolah mungkin hanya melihat awal pembentukan
identitas. Seperti halnya operasi formal (piaget), pembentukan identitas dapat
merupakan suatu proses yang diperpanjang bagi banyak orang. Banyak mahasiswa
yang berubah dari moratorium ke status pencapaian identitas, antara tahun awal
mahasiswa dan tahun akhir mahasiswa (senior).
b. Kebanggaan suku dan identitas
Bagi semua siswa, bangga terhadap keluarga dan masyarakat merupakan
bagian dari dasar untuk suatu identitas yang stabil. Karena siswa yang berasal dari
suku minoritas merupakan anggota baik dari suatu budaya mayoritas maupun
minoritas, hal ini kadang-kadang menyulitkan bagi mereka untuk membentuk
identitas yang jelas. Nilai, gaya belajar, dan pola komunikasi sub-kultur siswa
mungkin menjadi tidak konsisten dengan harapan sekolah dan masyarakat yang lebih
luas. Jika bahasa pertama siswa bukan bahasa nasional (misal bahasa Inggris),
12
masalahnya malah dapat lebih besar lagi, apalagi jika sekolah memberikan
penghargaan kecil terhadap bahasa dan budaya siswa. Usaha khusus untuk
mendorong kebanggaan suku sungguh-sungguh penting sehingga siswa ini jangan
sampai mendapat pesan bahwa perbedaan merupakan kekurangan. Misalnya,
perbedaan warna kulit, panjang rambut, pakaian dialek, atau aksen semata-mata hanya
merupakan perbedaan, bukan mencerminkan kualitas rendah atau tinggi.
Petunjuk mendorong pembentukan identitas
1. Memberi siswa banyak model untuk pilihan karir dan peran orang dewasa yang
lain.
2. Membantu siswa menemukan sumber-sumber untuk menyelesaikan problem-
problem pribadi.
3. Bersikap toleran terhadap remaja yang iseng selama mereka tidak mengganggu
yang lain atau menganggapnya belajar.
4. Memberikan umpan balik yang realistik kepada siswa tentang diri mereka sendiri.

D. Setelah Masa Sekolah


Krisis dari tingkat-tingkat usia dewasa menurut Erikson seluruhnya
melibatkan kualitas hubungan manusia. Yang pertama dari tingkat ini adalah
keakraban vs pengisolasian. keakraban mengacu pada kesediaan untuk berhubungan
dengan orang lain secara akrab, menjalin hubungan berdasarkan pada lebih daripada
saling membutuhkan. seseorang yang belum mencapai rasa identitas yang cukup kuat
cenderung takut yang berlebihan atau tertekan oleh orang lain dan dapat menarik diri
kearah isolasi. Konflik pada tingkat berikutnya adalah mempertahankan keturunan vs
stagnasi. Generativitas atau kesadaran akan mempertahankan keturunan,
mengembangkan kemampuan untuk melindungi orang lain dan termasuk
perlindungan dan bimbingan untuk generasi berikutnya dan untuk generasi yang akan
dating. Sementara generativitas sering mengacu kepada pendidikan dan pengasuhan
anak, sebenarnya generativitas memiliki arti lebih luas. Produktivitas dan kreativitas
merupakan ciri esensial.
Tingkat terakhir dari tingkat perkembangan psikososial menurut Erikson
adalah integritas vs putus asa. pencapaian integritas (Erikson menamakannya
integritas ego) berarti pengkonsolidasian rasa diri seseorang dan menerima
sepenuhnya diri sendiri itu, keunikannya, dan mulai saat ini sejarah tidak lagi dapat

13
diubah. Ketidakmampuan untuk mencapai suatu perasaan berhasil menyelesaikan
secara tuntas dapat terjerumus (tenggelam) ke dalam keputusasaan.5

2.4 Pemahaman Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain

Kerangka teori perkembangan psikososial Erikson dapat dipakai untuk mempelajari


beberapa aspek perkembangan pribadi dan perkembangan sosial mulai masa anak-anak
sampai dewasa.

Perkembangan konsep diri anak dipengaruhi oleh orang tua dan anggota keluarga lain
pada saat anak belum sekolah dan dipengaruhi oleh teman, teman sekolah, guru ketika
anak mulai sekolah. Sebelum usia sekitar 7 tahun, anak cenderung melihat diri mereka
secara global jika mereka mempunyai konsep diri positif, mereka menganggap bahwa
mereka baik untuk seluruh segi kinerja. Namun ketika mereka mencapai kematangan,
anak-anak mulai dapat memilah-milah dalam memandang diri mereka sendiri ; yaitu,
memandang diri sendiri memiliki kelebihan untuk kinerja tertentu dan kekurangan untuk
kinerja lain. Sebagai misal, anak perempuan usia 11 tahun melihat diri sendiri secara
simultan yang menjauhkan diri sebagai seorang teman yang setia, seorang anggota
keluarga, siswa yang kuat dalam matematika, seorang atlit yang sukar diurus, dan
sebagainya. Sebagai bagian dari pemilah-milahan ini, berkembang konsep diri yang
berbeda sebagai siswa (konsep diri akademik) dan konsep diri diluar sekolah (konsep diri
non akademik).

Seperti yang dapat Anda lihat pandangan umum individu terhadap diri sendiri
terbentuk dari sejumlah konsep diri yang lain, konsep diri yang lebih spesifik, termasuk
konsep diri non akademik, konsep diri dalam bahasa, dan konsep diri dalam matematika.
Riset telah menunjukkan bahwa konsep diri non akademik ini, konsep diri bahasa
Inggris, dan matematika tidak tinggi korelasinya.

Konsep diri non akademik, bahasa Inggris, dan matematika. Ketiganya terbentuk dari
konsep diri berbeda yang lebih spesifik, seperti konsep diri mengenai kemampuan fisik,
penampilan, hubungan dengan teman sebaya, hubungan dengan keluarga (terutama orang
tua). Konsep diri spesifik ini terbentuk berdasarkan banyak pengalaman dan kejadian-
kejadian, seperti sejauh mana dapat berolahraga dengan baik, bagaimana kita menghargai

5
Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021)

14
tubuh, kulit, atau rambut kita, persahabatan kita, kemampuan kita berkesenian,
sumbangan kita terhadap masyarakat, dan sebagainya.

Konsep diri berevolusi melalui evaluasi diri yang terus-menerus dalam berbagai
situasi yang berbeda. Anak-anak dan remaja secara terus-menerus bertanya kepada diri
mereka sendiri, ‟bagaimana kinerja saya?” Mereka membandingkan kinerja mereka
dengan standar mereka sendiri dengan kinerja sejawat. Mereka juga memperhatikan
reaksi verbal dan nonverbal dari orang-orang yang penting seperti, orang tua, teman
akrab, pemimpin, guru. Konteks sekolah juga membuat suatu perbedaan. Siswa yang
kuat dalam matematika di sekolah rata-rata merasa lebih baik dalam keterampilan
matematika daripada siswa yang kemampuannya sama dengan sekolah favorit. Cara
individu menjelaskan keberhasilan atau kegagalan nya juga penting. Kita harus
menghubungkan keberhasilan kita dengan tindakan kita sendiri, tidak dengan nasib baik,
atau bantuan orang lain agar supaya terbentuk harga diri.6

2.5 Konsep Diri dan Kehidupan Sekolah


Sekolah merupakan tempat dimana anak mengembangkan berbagai macam
kemampuan yang pada gilirannya akan menentukan konsep diri dan kemampuan, di
mana persahabatan dengan sebaya dipelihara, dan dimana peran dari anggota masyarakat
difungsikan, semuanya terjadi selama periode perkembangan yang amat formatif. Jadi,
pembentukan harga diri, kemampuan hubungan antar pribadi, pemecah masalah social,
dan kepemimpinan menjadi penting dengan sendirinya dan sebagai tiang penopang yang
penting dari keberhasilan dalam belajar secara akademik.
Apakah sekolah benar-benar demikian penting? Suatu penelitian mutakhir yang
diikuti oleh 322 siswa kelas 6 selama 2 tahun akan mengatakan ‟ya.” Hoge, smit dan
Hansen (1990) menemukan bahwa kepuasan siswa terhadap sekolah, perasaan mereka
bahwa kelas menarik dan guru memperhatikan, balikan dan penelitian guru
mempengaruhi harga diri siswa. Balikan guru dan nilai dalam mata pelajaran tertentu
mempengaruhi konsep diri dalam mata pelajaran tersebut. Dalam pendidikan olahraga,
pendapat guru amat kuat dalam membentuk konsep siswa terhadap kemampuan atletik
mereka. Menarik sekali bahwa program khusus seperti ‟Student of the Moon,”

6
Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021

15
partisipasi dalam Olimpiade Sains atau penelusuran bakat atau mengikuti kelas
matematika lanjut mempunyai pengaruh yang kecil terhadap harga diri.7

2. Diri sendiri dan orang lain

Pada saat kita mencari identitas diri kita sendiri dalam berbagai macam situasi akademik
maupun sosial, kita juga mencari dan mengembangkan cara untuk memahami ‟orang
penting lain” disekitar kita. Anak-anak melihat diri mereka sendiri sebagai terpisah dari
yang lain sehingga mereka melihat orang lain juga sebagai orang terpisah dengan identitas
diri mereka.

a. Kognisi sosial
Ahli psikologi tertarik dengan pertanyaan penelitian kognisi sosial ‟bagaimana anak
mengkonseptualisasikan orang lain dan bagaimana akhirnya mereka memahami
fikiran, emosi, perhatian, dan pandangan orang lain.” Martin Hoffman (1979)
mendeskripsikan ada 4 tingkat dalam perkembangan konsep anak tentang orang lain.
Selama tahun pertama usianya, anak tidak membedakan antara diri mereka sendiri dan
orang lain. Pada akhir tahun pertama, bersamaan dengan permanensi objek (object
permanence), anak mengembangkan permanensi orang (person permanence),
menyadari bahwa orang lain merupakan makhluk fisik yang tersendiri. Namun anak
pada tingkat ini masih percaya bahwa setiap orang lain punya pikiran dan perasaan
yang identik dengan pikiran dan perasaan mereka. Selama dua tahun berikutnya, anak
berkembang ke arah pemahaman bahwa dalam suatu situasi tertentu orang lain dapat
mempunyai perasaan dan ide yang berbeda. Tetapi baru setelah anak mencapai usia 8
sampai 12 tahun mereka sepenuhnya memahami bahwa orang lain mempunyai
identitas, latar belakang kehidupan, dan masa depan yang berbeda.
b. Empati
Martin Hoffman juga mengemukakan bahwa empati berkembang dengan pemahaman
identitas yang lain. Empati merupakan kemampuan untuk merasakan emosi yang
dialami orang lain, menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain. Baik orang
dewasa maupun anak-anak memberikan respon secara emosional kepada kesulitan
yang dialami orang lain. Tetapi reaksi emosional anak kecil tidak di dasarkan pada
pemahaman bagaimana perasaan orang lain, karena anak itu belum dapat melihat
emosi orang lain itu sebagai emosi tersendiri. Anak kecil mungkin merespon saat

7
Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021)

16
melihat anak kecil lain terluka seperti kalau mereka sendiri terluka. Beberapa saat
kemudian, anak mulai menyadari bahwa perasaan orang lain berbeda tetapi
memandang bahwa perasaan itu harus sama dengan perasaan mereka sendiri. Hoffman
memberikan contoh seorang anak laki-laki mengajak ibunya sendiri untuk
menyenangkan temannya yang sedang menangis, meskipun ibu temannya itu ada dan
bisa menolong. Anak laki-laki itu jelas menganggap bahwa temannya menginginkan
kesenangan persis sama dengan apa yang diinginkan dirinya sendiri pada saat
mengalami kesulitan. Anak lambat laun akan menjadi semakin dapat membayangkan
bagaimana perasaan orang lain saat menghadapi situasi tertentu. Empati memainkan
peran penting dalam kemampuan kita untuk memahami dan bergaul dengan orang lain.
Guru dapat mendorong perkembangan empati dengan memberi kesempatan kepada
siswa untuk bekerjasama dan mendiskusikan reaksi-reaksi emosional dan berbagai
macam pengalaman. Jika perselisihan terjadi di kelas-kelas tingkat SD dan SLTP, guru
hendaknya dapat menahan diri sendiri dari godaan untuk mengingatkan pada aturan
yang berlaku atau bertindak sebagai hakim, sebaiknya guru dapat membantu siswa
saling dapat mempelajari pandangan orang lain.8

8
Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021)

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Erik H. Erikson adalah seorang toritisi ternama dalam bidang perkembangan rentang
hidup, ia juga memiliki kontribusi yang banyak dalam bidang psikologi terutama pada
pengembangan anak dan krisis identitas, yaitu tentang perkembangan psikososial. Erik
H. Erikson lahir di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902, ayahnya bernama Danis
telah meninggal dunia sebelum ia lahir.
Menurut teori psikososial erikson, terdapat delapan tingkatan perkembangan
manusia,yaitu (1) percaya vs tidak percaya, yang terjadi mulai sejak lahir s/d usia 12-18
bulan, (2) otonomi vs malu/ragu-ragu, terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun, (3) inisiatif
vs rasa bersalah, terjadi pada usia 3 s/d 6 tahun, (4) percaya diri vs rendah diri, terjadi
pada usia 6 s/d 12 tahun, (5) identitas vs bingung terhadap peran, terjadi pada usia remaja
atau sekolah menengah, (6) akrab vs isolasi, terjadi pada usia dewasa awal, (7)
mempertahankan keturunan vs stagnasi, terjadi pada usia dewasa pertengahan, (8)
integrasi ego vs putus asa terjadi pada usia dewasa akhir.
3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi makalah ini
belumlah sempurna dan masih kurang baik mengenai materi maupun cara penulisannya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pihak lain yang dapat menyempurnakan makalah berikutnya.

3.3 Hasil Diskusi

1. Disampaikan oleh : Nisatun Nahdliya NIM 2420008 ingin bertanya. Di dalam


makalah ada point yang menjelaskan masa remaja atau pencarian identitas, disitu
dijelaskan ada penemuan identitas, pengalihan identitas, keraguan identitas dan
moratorium. Bisa tolong dijelaskan lagi dan berikan contohnya ?
Dijawab oleh pemateri : Saya akan menjawab pertanyaan dari Nisa di dalam
makalah ada poin yang menjelaskan masa remaja atau pencarian identitas disitu
dijelaskan ada penemuan identitas pengaliran identitas keraguan identitas dan
moratorium bisa dijelaskan lagi dan dari berikan contohnya. Contohnya adalah misal

18
ada pertanyaan bagaimana keinginanmu untuk menghentikan rencanamu yang terkini
jika sesuatu yang lebih baik terjadi?
 Penemuan identitas sangat sulit membayangkan sesuatu yang benar-benar
lebih baik bagi saya. Saya kira saya mungkin akan mempertimbangkan hal itu
tetapi saya telah memikirkan mengenai keputusan untuk jangka waktu yang
lama keputusan itu merupakan suatu keputusan yang tepat bagi saya.
 Pengalihan identitas saya tidak ingin mengubah rencana saya keluarga saya
dan saya telah bekerja sesuai rencana ini sejak lama sebenarnya saya malah
tidak dapat membayangkan untuk mengerjakan sesuatu yang lain Saya hanya
tidak ingin merasa tidak nyaman.
 Keraguan identitas saya sebenarnya tidak mempunyai rencana apapun oleh
karena itu harus ada 1atau 2 ide yang telah ada di benak saya saya sebenarnya
tidak benar-benar tahu apa yang harus saya lakukan.
 Moratorium sudah barang tentu Saya ingin mengubah tetapi saya sedang
berkonsentrasi pada satu ide untuk sementara waktu mempelajari ide ini dari
semua segi hal ini membuat saya bingung tetapi saya hampir sampai pada titik
dimana saya dapat mengatakan bahwa tampaknya ide ini yang baik buat saya
tetapi saya tidak dapat mengatakan bahwa saya telah yakin sebelumnya.

2. Disampaikan oleh : Irma Fani Rohmah 2420004 izin bertanya,Dimakalah dijelaskan


untuk poin A ada petunjuk mendorong inisiatif pada anak prasekolah itu meliputi
mendorong anak anak untuk membuat pilihan dan bertindak atas dasar sejumlah
pilihan, itu maksutnya bagaimana? Bisa dijelaskan dan diberikan contoh?
Dijawab oleh pemateri : Saya akan menjawab pertanyaan dari mbak Irma Fani
Rohmah. Yang dimaksud dengan mendorong anak-anak untuk membuat pilihan dan
bertindak atas dasar sejumlah pilihan adalah misalkan seorang anak dihadapkan
dengan beberapa pilihan (memilih suatu aktivitas) kita sebagai orang dewasa harus
memberikan kebebasan terhadap pilihan manapun yang akan diambil oleh anak
tersebut, asalkan pilihan itu bersifat positif.
Tambahan dari rekan Nanda : Kalo menurut pendapat saya kan itu untuk anak
prasekolah jadi setiap hal itu pasti d awasi oleh orang tua, dan d poin 1 itu, orang tua
sudah membuat pilihan apa yang baik bagi anak namun hal akhir atau keputusan
akhirnya bisa langsung d ambil oleh anak, sebagai dari kebebasan dari inisiatif anak

19
3. Disampaikan oleh : Umi Rahma, ingin bertanya. Yang dimaksud rasa otonomi itu
apa?
Dijawab oleh pemateri : Saya akan menjawab pertanyaan dari mbk umi rahma. Apa
yang dimaksud rasa otonomi? Pada makalah masa remaja:pencarian identitas
disebutkan rasa otonomi yang memberikan semangat kepada remaja untuk tahap
bertahan pada pilihan bebas tentang karir dan gaya hidupnya.. jadi yang dimaksud
rasa otonomi disini adalah rasa untuk mengatur diri sendiri sehingga remaja tersebut
merasa semangat untuk berusaha mengeksplorasi berbagai cara untuk memahami
identitas dirinya (mencari peran), sehingga mampu merancang jalan menuju masa
depan yang positif dengan identitas mereka.
Tambahan dari Bu Dian : Ok jelas yg ini y,,rasa otonomi pd saat remaja mengacu
pada kebebasan dlm memilih hal2 yg brkaitan dg hidup mereka,sprti karir,gaya
hidup,dll. Kl otonomi pd saat pra sekolah,,lbh mengacu pd kemampuan melakukan
sesuatu oleh dirinya sendiri.
Tambahan dari rekan Nanda : Intinya rasa otomoni itu adalah kebebasan untuk
membuat keputusan nya sendiri namun tetap keputusan tersebut tidak boleh
menyimpang

4. Disampaikan oleh : Nuril Hikmatul Laili 2420010 , Pengertian stagnasi itu apa?
Dijawab oleh pemateri : Saya akan menjawab pertanyaan dari rekan Nuril menurut
saya stagnasi adalah Keadaan tidak maju atau maju, tetapi pada tingkat yang sangat
lambat, Keadaan tidak mengalir,Keadaan terhenti (tidak bergerak, tidak aktif, tidak
jalan)
Tambhan dari rekan Nanda : Tambahan saja mungkin sama penanya bisa d
jelaskan awalnya bagaimana kok bisa ada kata² stagnasi biar lebih mudah dalam
menjelaskan.
Dijawab oleh pemateri : Merupakan tahapan ketujuh yang dialami oleh dewasa
pertengahan (40-an s.d 50-an). Generativitas merupakan upaya seseorang dalam
mentransmisikan sesuatu yang positif kepada generasi selanjutnya dengan pengajaran,
parenting atau dengan peran lainnya. Peran inilah yang membantu generasi elanjutnya
untuk mengembangkan hidup yang berguna. Sedangkan stagnasi sebagai perasaan
tidak mampu melakukan apa-apa untuk membantu generasi selanjutnya.

20
Tambahan dari Bu Dian : Ok...perhatikan pada tabel ttg 8 tingkatan perkmbgn
erikson bahwa masing2 ad "vs" yg berisi suatu hal beserta lawannya..spt percaya vs
tdk percaya. Bgitu jg pd thp k 7 itu stagnasi yg dimaksud dsini adl terhenti. Mksdnya
terhenti dr setiap hal yg bertujuan untuk menyenangkn dan mendukung generasi
berikutnya.

5. Disampaikan oleh : nur Afifah Muzaidah (2420005), bertanya. Pada pernyataan,


orang tua harus menempatkan diri pada posisi yang benar, mereka harus melindungi
tetapi tidak boleh berlebihan Apa contoh sederhana dari pernyataan tersebut? Dan
apakah pernyataan tersebut memiliki pengecualian untuk beberapa anak?
Dijawab oleh pemateri : Saya akan menjawab pertanyaan dari mbak afifah.Pada
pernyataan, orang tua harus menempatkan diri pada posisi yang benar, mereka harus
melindungi tetapi tidak boleh berlebihan. Apa contoh sederhana dari pernyataan
tersebut? Dan apakah pernyataan tersebut memiliki pengecualian untuk beberapa
anak? Melindungi dan mengawasi anak memang hal yang wajar, bahkan sudah
menjadi kewajiban kita sebagai orang tua. Namun, jangan sampai upaya untuk
melindungi anak dari pengaruh negatif menjadi terlalu berlebihan. Karena proteksi
yang terlalu berlebihan dari orang tua bisa menimbulkan pengaruh buruk bagi anak-
anak misalnya anak menjadi tertekan atau pembangkan .Proteksi yang berlebihan itu,
misalnya anak harus selalu bersama orang tuanya, tidak boleh pergi jauh-jauh, harus
mengikuti apa-apa yang kita tentukan. Dan menurut kami pernyataan tersebut
memiliki pengecualian terhadap anak SLB(keterbelakangan mental) karena meraka
harus membutuhkan perlindungan yang lebih dan penenganan khusus.
Tambahan dari rekan fenty : Iyya betul..pola asuh yang diterapkan orangtua pada
anak sangat berpengaruh besar bagi kesehatan mental sang anak di kemudian hari.
Pola asuh yang baik dapat menghasilkan anak dengan kepribadian yang baik juga.
Namun, pola asuh yang salah secara tidak langsung dapat membahayakan kehidupan
sang anak. Tentunya tidak ada orangtua yang ingin mencelakai anaknya. Namun, rasa
sayang yang berlebihan pada anak terkadang membuat orangtua tanpa sadar
menerapkan pola asuh yang salah.
Disanggah oleh nur Afifah : Lalu, teori perkembangan menurut Erikson ini, apakah
dapat di terapkan pada anak SLB tersebut? Ataukah teori tersebut dapat atau mampu
mencakup seluruhnya (baik anak normal ataupun anak SLB)?

21
Dijawab oleh pemateri : Mencakup keseluruhan. Tetapi untuk anak SLB mungkin
memerlukan bantuan yang lebih khusus sehingga mereka dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan menuru erikson

6. Disampaikan oleh Siti Nur Hidayah : apakah, Jika sejak kecil balita sudah candu
terhadap gadget itu artinya pola asuh kurang baik?Terkadang ada orang tua yg sibuk
dengan pekerjaannya.
Dijawab oleh pemateri : Bisa jadi begitu, karena pada usia2 balita adalah masa2
pengenalan dan pendekatan terhadap orang tua. seharusnya Meraka tidak membiarkan
Meraka bermain gadget terlebih dahulu. Dan jika orang tua sibuk dengan
pekerjaannya mungkin bisa memberikan permainan edukasi seperti permainan
murottal Qur'an.
Tambahan dari rekan fenty : Iyya ..itu termasuk pola asuh yg kurang baik..namun,
Pola asuh digital seperti itu banyak dilakukan orangtua karena dianggap praktis dan
bisa membuat anak tenang dalam waktu cepat jika anak tersebut menangis. Padahal,
ada cara lain yang lebih baik untuk menenangkan anak,mengasuh anak apabila
ditinggal orangtuanya kerja. Bila ibu terus mengasuh anak dengan mengandalkan
gadget seperti itu, jangan heran bila Si Kecil lama-kelamaan akan sulit atau tidak bisa
berhenti bermain gadget. selain itu, pola asuh digital juga bisa membuat anak jadi
sulit bergaul, karena sejak kecil dia minim berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang lain.

3.4 Tambahan

Seperti yang sudah kita ketahui, Erikson menjelaskan ada 8 tingkatan perkembangan
sosial, mulai dari percaya vs tidak percaya, otonomi vs malu atau ragu-ragu, inisiatif vs
rasa bersalah, percaya diri vs rendah diri, identitas vs bingung terhadap peran, akrab vs
isolasi, mempertahankan keturunan vs stagnasi, integrasi ego vs putus asa. Sama halnya
seperti perkembangan kognitif, perkembangan sosial ini juga berlaku pada seluruh
manusia pada umumnya yang berada pada tahapan tersebut (sesuai usia pada masing-
masing tingkat) seperti percaya vs tidak percaya itu mulai lahir sampai usia sekitar 12-18
tahun dsb, jadi masing² mempunyai tingkatan usia tertentu kapan itu berlaku atau terjadi
pada perkembangan manusia. Lalu untuk anak berkebutuhan khusus itu gimana? Nah,
sebagaimana teori itu berkembang berdasarkan kebutuhan, jadi para ilmuwan itu juga

22
awalnya mempelajari atau mengkaji melalui sebuah penelitian bagaimana mereka
berpikir tentang kognitifnya atau bagaimana cara mereka bersosialisasi atau kehidupan
sosial mereka selama masa hidupnya mulai dari lahir sampai akhir usianya (dewasa
akhir), nah itu juga melalui sebuah riset atau penelitian, pada sebuah riset atau penelitian
pastinya juga ada yang diteliti dan siapa yang diteliti? Ya orang-orang atau anak-anak
sesuai usia yang dituju tersebut, mulai dari bayi sampai dewasa akhir itu tetapi mereka
yang berada pada kriteria normal (manusia pada umumnya). Terkait dengan anak-anak
yang berkebutuhan khusus, sama halnya dengan perkembangan kognitif, mungkin
mereka bisa mencapai tetapi proses pencapaiannya sangat lambat atau mungkin seperti
masih berputar pada tahap-tahap tertentu saja. Jadi, percaya vs tidak percaya mungkin
bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus pasti dia juga akan melalui itu otonomi, ragu-
ragu, inisiatif, rasa bersalah. Tapi besar kemungkinannya jika anak-anak yang
berkebutuhan khusus mereka akan lebih sulit untuk mencapai tingkatan misalnya
identitas vs bingung terhadap peran, nah sebagai contohnya misalkan anak-anak yang
berkebutuhan khusus mungkin mereka belum memikirkan peran mereka nanti mau jadi
apa, kehidupan berikutnya nanti mereka mau seperti apa, besar kemungkinan mereka
tidak memikirkan sampai saat itu, berarti bagi mereka-mereka yang berkebutuhan khusus
mungkin saja seluruh tingkatan itu tidak akan tercapai, lalu sejauh mana tingkatan itu
mampu dicapai oleh mereka? Ya tergantung dari keadaan mereka masing² (sejauh mana
kebutuhan khusus yang mereka alami) tersebut.

Pada tahap awal pra sekolah terdapat rasa percaya, otonomi, dan inisiatif. Rasa
percaya itu berkembang mulai dari anak bayi sampai sekitar 18 bulan itu adalah
penanaman rasa percaya yang pertama, dimana rasa tersebut biasanya tumbuh kepada
orang tua (orang terdekat) misalkan bayi-bayi yang berada di panti asuhan mereka tidak
punya orang tua tetapi rasa percaya itu juga akan tetap berkembang, percaya terhadap
siapa? Ya terhadap mereka yang mengasuhnya itu. Makanya misalkan anda melihat
anak-anak yang usianya bayi seperti itu ketika mereka menangis karena mungkin
bermasalah atau tidak nyaman. Mereka akan berhenti menangis ketika mereka menemui
orang-orang yang dia percaya, misalnya melihat mamanya kemudian di gendong oleh
mamanya dia mulai terdiam, hal itu menunjukkan bahwa bayi tersebut merasa nyaman
dan percaya kepada mamanya tersebut karena yang biasanya bersosialisasi dengannya
adalah orang tuanya tersebut. Melalui itu mereka juga percaya bahwa dia butuh apa saja
ketika dia menangis, mamanya akan memberikannya susu, menangis itu bisa jadi karena

23
dia lapar atau menangis karena Pampers nya penuh sehingga mamanya akan mengganti
pampersnya dan dia merasa nyaman kembali. Disitu lah dia merasa percaya bahwa
semua kebutuhannya akan terpenuhi oleh orang-orang yang dipercaya tersebut.

Kemudian berlanjut ke usia yang lebih matang lagi sekitar 18 bulan sampai 3 tahun
masuk ke tingkatan kedua yaitu otonomi. Otonomi ini mereka akan berusaha berbuat
sesuatu dengan upaya mereka sendiri, misalkan pergi ke kamar mandi, berpakaian dsb
atau melakukan hal-hal kecil yang berdasarkan usaha mereka sendiri, disinilah peran
orang tua karena peran orang tua sangat besar bagi anak baik perkembangan kognitifnya,
emosinya, kecerdasan sosialnya dsb. Seperti halnya kita tahu bahwa belajar pertama itu
ada pada orang tua, keluarga, lingkungan rumah. Maka apa yang diucapkan, apa yang
dilakukan oleh orang-orang disekitar anak tersebut akan lebih mudah dipelajari
(dipercaya) oleh anak sehingga itulah yang akan melekat pada anak sampai dia dewasa
atau sampai dia bisa membedakan suatu hal yang baik dan buruk, yang benar dan tidak
benar. Tetapi, itu yang akan menjadi kepercayaan pertama anak. Contoh nya, misalkan
anak itu sebenarnya belum mempunyai rasa ragu atau malu-malu dan sejenisnya, tetapi
kebanyakan orang ketika anak kecil di Ling-Ling kemudian dia tersenyum
menyembunyikan wajahnya. Pertama orang pasti bilang malu ya, nah itulah anak akan
pertama mengenal rasa malu dan arti kata malu sehingga akan terbentuk dalam
pekirinnya oh jadi ketika seperti ini berarti saya malu dan itu akan membentuk
kepribadian anak menjadi anak yang pemalu. Jadi, seharusnya kita tidak perlu
memberikan respon seperti itu terhadap anak, karena seiring bertambahnya usia nya nanti
pasti mereka akan mengenal kata malu itu sendiri tetapi kata malu itu harusnya
ditempatkan pada situasi yang tepat misalnya ketika anak melakukan kesalahan kita
menjelaskan pada anak "kalau kamu melakukan kesalahan itu akan mempermalukan
dirimu sendiri, orang lain akan menganggap kamu bersalah dan itu akan membuat kamu
malu terhadap orang lain" dan itu porsinya tepat. Tetapi kalau, diajak bercanda kemudian
dia tidak mau dibilang malu, maka itu akan membuat rasa percaya diri anak itu kurang
dan anak akan tumbuh menjadi anak yang pemalu.

Tahap yang terakhir pada masa pra sekolah, pada tahap ini ada inisiatif atau
menambah otonomi, inisiatif ini maksudnya adalah memulai aktifitas baru dan
mengeksplorasi arah-arah baru, jadi anak-anak pada saat tersebut ingin diberi tanggung
jawab, mereka juga memerlukan konfirmasi dari orang dewasa bahwa inisiatifnya itu
diterima dan kegiatan mereka itu merasa diperlukan. Tetapi pada saat-saat tertentu

24
mereka itu belum bisa memahami apa yang jadi inisiatifnya atau kegiatan yang menjadi
inisiatifnya itu menjadi kegiatan yang perlu atau memang boleh dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Mereka (anak-anak) biasanya rasa penasarannya itu tinggi, misalkan
ada kursi dia naik keatas kursi, ketika kursi itu terbuat dari kayu maka tidak masalah
mungkin saja dia bisa naik dengan aman sehingga kursi itu atau dia tidak jatuh, tetapi
kemudian dia melihat kursi plastik dan mau menaiki kursi itu kemudian naiknya dari tepi
sehingga karena kursi plastik itu lebih ringan maka rentan untuk jatuh. Nah anak kan
tidak mempunyai perasaan mana yang baik, mana yang seharusnya dia lakukan dan
mana yang seharusnya tidak dia lakukan, jadi inisiatif seperti itulah yang muncul pada
tahap-tahap seperti ini. Perannya sebagai orang tua kita harus mengarahkan anak inisiatif
mana yang perlu di kembangkan dan inisiatif mana yang perlu diarahkan ke yang lebih
baik, misalnya menjelaskan "Jadi, kalau kursinya berat seperti ini boleh dinaiki. Tetapi
kalau misalkan kursinya itu ringan nanti kalau dinaiki bisa jatuh" atau biasanya anak-
anak melihat orang tuanya melakukan sesuatu kemudian dia bilang "aku bantu ya Bu",
ini adalah tanda yang menunjukkan bahwa anak-anak mulai mempunyai inisiatif untuk
melakukan sesuatu hal yang baru untuk memperkaya kegiatan dan pengetahuan dia,
respon kita sebagai orang dewasa tidak boleh (jangan) langsung mencegah, tetapi ikuti
dan arahkan kalau misalkan mereka melakukan sesuatu yang berbahaya baru dijelaskan
ke anak. Bahkan ada beberapa anak ketika dijelaskan pun mereka belum langsung
mempercayai tetapi mereka membutuhkan contoh, bukan berati anak dijatuhkan duluan
misalkan ketika naik kursi plastik, tetapi kita memberikan contoh yang lain.

Di masa sekolah dasar percaya diri versus rendah diri, jadi di sini mereka mulai
melihat hubungan antara ketekunan dan kepuasan yang diperoleh dari menyelesaikan
pekerjaan, ketekunan mereka dan kepuasannya ke yang diperoleh setelah menyelesaikan
pekerjaan itu akan mulai terlihat hubungannya oleh ketika dia mulai belajar dengan rajin
kemudian mengerjakan seluruh tugasnya, maka hasil yang dia peroleh secara akademik
nilainya akan lebih bagus dari pada ketika dia kurang aktif atau kurang rajin dalam
belajar hal terpenting disini adalah penelitian dari Jordan vaillant tahun 1981 Anda bisa
jadi modulnya, tentang anak laki-laki yang paling percaya diri dan mau bekerja ketika
dia masih berusia pada anak-anak sekolah dasar 6-12 tahun itu mereka akan mengalami
perkembangan yang baik dalam penyesuaian dan paling termotivasi dan gajinya paling
besar dalam bekerja ketika dia dewasa tapi ketika anak-anak dia itu punya rasa percaya
diri yang bagus dan mau bekerja dengan baik mau menyelesaikan tugasnya pada saat itu,

25
maka ketika dewasa anak-anak tersebut dia mempunyai kemampuan yang baik dalam
penyesuaian penyesuaian mungkin penyesuaian diri dalam lingkungannya dan lain
sebagainya kemudian punya motivasi yang baik dalam hidupnya dan gajinya juga baik
ketika dalam bekerja itu yang akan terjadi pada saat dewasa. Jadi disitu kemampuan
bekerja keras ketika anak-anak itu tampaknya lebih penting dalam meraih kesuksesan
dalam kehidupan di kemudian hari dari pada intelegensi dan latar belakang keluarga,
kemudian pada masa remaja yaitu masa pencarian identitas anak-anak remaja usia usia
sekolah menengah keatas itu masa pencarian identitas, apa itu masa pencarian identitas ?
itu adalah upaya untuk menjawab diri mereka sendiri pertanyaan pada diri mereka sendiri
tentang pertanyaan siapa sih Saya itu, mau jadi apa saya, dan akan seperti apa kehidupan
saya berikutnya, akan seperti apakah saya pada saat itu yang akan mulai dipikirkan anak-
anak pada usia remaja. Jadi mereka mulai membangun rasa kepercayaan diri kemudian
otonomi dan inisiatif seperti yang sudah dijelaskan kemudian ada beberapa empat pilihan
untuk remaja dalam menghadapi diri mereka sendiri yaitu penemuan identitas-identitas
keraguan identitas dan gangguan atau tadi sudah dibahas mengenai contohnya bagaimana
keinginanmu untuk menghentikan rencanamu yang terkini jika sesuatu yang lebih baik
terjadi? ada 4 kemungkinan yang terjadi di dalam

Kemudian yang terakhir yaitu setelah masa sekolah dimasa dewasa itu ada tiga tahap
yaitu keakraban, mempertahankan keturunan, dan integritas. keakraban ini mengacu pada
kesediaan untuk berhubungan dengan orang lain cara akrab menjalin hubungan
berdasarkan pada lebih dari pada saling membutuhkan. Jadi kalau misalkan di masa
sekolah itu biasanya punya teman akrab itu sudah tidak masalah itu sudah hal yang
secara umum ya tapi kalau sudah usia dewasa itu bagaimana dia bersosialisasi
menunjukkan dirinya itu terhadap lingkungan sosial tersedia kah dia menjalin keakraban
terhadap sosial atau lingkungan di sekitarnya itu yang menjadi masalah di sini atau kalau
dia tidak bersedia menjalin keakraban dengan lingkungan di sekitar rumahnya atau di
sekitar lingkungannya dia maka akan terjadi pengisolasi diri atau menarik diri dari
lingkungan tersebut. kemudian berikutnya adalah mempertahankan keturunan versus
stagnasi generativitas atau kesadaran akan mempertahankan keturunan mengembangkan
kemampuan untuk melindungi orang lain dan termasuk perlindungan dan membimbing
untuk generasi berikutnya dan untuk generasi yang akan datang. jadi, yang dimaksud
disini adalah rasa peduli atas generasi yang akan datang biasanya kalau di sini tadi
disebutkan sekitar umur 50 tahun itu kepedulian orang-orang dewasa terhadap generasi

26
berikutnya siapa misalkan anak-anaknya jadi mereka orang-orang dewasa itu biasanya
pada usia segitu dia memikirkan anak-anak saya ini nanti bagusnya mereka seperti apa
kehidupannya bagaimana bekerja sebagai apa kemudian nanti apa yang saya tinggalkan
buat mereka mulai mencicil memberi memberikan mereka tanah atau berinvestasi
sesuatu sebagai kalau mereka di masa mendatang ini adalah sebagai bentuk rasa peduli
akan generasinya yang akan datang kemudian yang di tingkat akhir yaitu integritas
versus putus asa pencapaian integritas diri seseorang dan menerima sepenuhnya diri
sendiri itu keunikannya dan mulai saat ini tidak lagi dapat diubah jadi pada masa akhir
hidupnya sudah sudah masa tuanya itu dia akan berupaya untuk menerima diri ternyata
jalan hidup saya itu seperti ini saya terima diri saya apa adanya kemudian saya ikhlaskan
apa yang sudah terjadi pada saya itu yang akan terjadi ketika dia pada fase terakhir dan
yang terjadi adalah integritas tetapi kalau tiga integritas yang terjadi adalah putus asa
maka dia akan menyesali apa yang sudah dilakukan meskipun yang sudah terjadi itu
tidak mungkin untuk diubah lagi, itu sebagai contohnya mungkin saya akan sedikit
bicara yang menyimpang dari yang bahasan ini tetapi juga masih ada kaitannya
kebetulan suami saya punya punya keterampilan lain selain bidang pendidikan
matematika juga terapi jadi ada beberapa pelayan begitu yang mengalami permasalahan
terkait masalah psikologi nya tapi bukan gila ya tidak seperti itu tapi tapi lebih mengarah
pada beban pikiran atau semacam itu beban pikiran mereka biasanya kasus terakhir saja
mungkin saya akan mengambil salah satu contoh kasus salah satu contoh kasus di sini
adalah mereka-mereka yang berada pada usia akhir kemudian post power syndrome apa
maksudnya post power syndrome itu mereka mereka yang sudah pensiun di usia pensiun
jadi ketika mereka pada usia aktif bekerja mereka melakukan pekerjaan dan lain
sebagainya kemudian pada saat post power syndrome setelah mereka pensiun maka
kegiatannya akan berhenti kemudian perannya akan berhent, mulai dari sini pikiran ini
akan akan mengarah ke mana-mana ketika dia tidak mencapai pada integritas maka tadi
kan integritas putus asa ketika tidak mencapai integritas maka yang terjadi adalah putus
asa ketika putus asa yang terjadi kenapa dulu saya tidak begini kenapa dulu saya tidak
begitu kenapa saya tidak menerima tidak melakukan ini kenapa saya dulu harusnya
melakukan harus melakukan itu dan sebagainya istilahnya berandai-andai terhadap apa
yang sudah terjadi atau telah terjadi dan tidak mungkin terulang lagi ya kalau Doraemon
ya ada pintu ke dimensi waktu yang berbeda gitu tapi ini kan kita tidak bisa mengulang
lagi nah itu sebagai salah satu terapinya adalah melakukan penerimaan terhadap diri
sendiri dan apa yang terjadi terhadap dirinya sendiri kemudian berbesar hati dan
27
bersyukur berterima kasih kepada tuhan kepada Allah bahwa yang sudah mencapai
menjadi pencapaian kita itu adalah yang terbaik yang bisa kita lakukan itu salah satu
contoh dari permasalahan pada saat integritas vs putus asa. kemudian ada satu lagi kasus
tadi kan ada tahap tentang pada masa prasekolah otonomi kemudian ada pernyataan
bahwa orang tua harus menempatkan diri pada posisi yang benar mereka harus
melindungi tetapi tidak boleh berlebihan begitu hari kan sudah ada contohnya yang ada
di bahas dalam diskusi pertanyaan kalau mau contoh myata saya ambil lagi satu kasus
dari yang kami alamitapi bukan saya tapi ada pelayan yang mengalami seperti itu Jadi
kami menemui ada anak yang ketakutan terhadap wafer jadi dia mempunyai phobia
wafer wafer makanan ringan yang padahal biasanya disukai anak-anak ya tapi orang
tersebut mempunyai phobia terhadap wafer setelah dilakukan wawancara secara
mendalam ternyata ada satu kejadian yang mendasari dia untuk takut terhadap wafer apa
itu pada saat itu pada saat dia masih kecil dia pernah mengalami sakit kemudian yang
mengharuskan dia tidak memakan makanan yang berbau coklat manis dan lain
sebagainya karena ketika dia kebetulan badannya itu sangat sensitif ketika dia makan itu
sedikit saja maka akan timbul gejala lagi atas derita tersebut kemudian yang dilakukan
oleh orang tuanya adalah menakut-nakuti anak tersebut agar dia tidak menyentuh
makanan makanan yang manis-manis tersebut seperti halnya usahakan wafernya itu tadi
dia makan wafer dia pasti biasanya kemudian anak tersebut ditakut-takuti terhadap wafer
agar anak itu tidak maka pada saat itu, akan menjadi phobia ternyata pada Raka dia
dewasa sehingga dia akan ketakutan terhadap lapar pada orang itu sendiri juga akan saat
dia dewasa sehingga dia akan ketakutan terhadap wafer, pada orang itu sendiri juga akan
merasa tersiksa ya kenapa karena wafer itu adalah makanan yang umum kemudian
disukai banyak orang tapi dia merasa ketakutan bahkan ketika ada teman-temannya
berkumpul akan terjadi kan candaan dilempar wafer seperti itu teman yang ketawa
senang melihat dia ketakutan padahal dia nya sendiri itu ketakutan sampai keringat
dingin mau pingsan itu kan dia merasa tersiksa kenapa karena punya pengalaman buruk
yang sudah dipercayai dari dari informasi dari orang tuanya itu tadi maksudnya orang
tuanya Kan awalnya melindungi anak tersebut agar dia nggak sakit ketika dia makan
wafer itu tadi biar dia nggak makan pakai biar dia nggak sakit itu tapi caranya untuk
memberikan informasi kepada anak itu berlebihan sedemikian hingga anak tersebut takut
terhadap wafer dan itu akan menyebabkan phobia terhadap salah satu contoh perlunya
orang tua itu menempatkan diri pada posisi yang benar melindungi tetapi tidak boleh
Seperti perkembangan kognitif cara belajarnya bukan hanya membaca tetapi dipahami
28
dan diupayakan untuk mengingat apa yang sudah terjadi pada lingkungan Anda jadi
misalkan anak pada usia 3 tahun itu apa ya yang dilakukan waktu saya baca buku dia
mengalami seperti ini amati anak-anak yang ada di sekitar Anda usia segitu apa yang
dilakukan oh ternyata seperti ini salah satu contohnya itu cara belajar yang lebih efektif
dengan mengamati lingkungan tidak hanya membaca atau mendengarkan voice note dari
saya tetapi juga melalui lingkungan Anda akan lebih mempunyai manfaat ilmu ketika
anda belajar melalui pengamatan terhadap lingkungan Anda.

3.3

29
DAFTAR PUSTAKA

Yadi Purwanto, Psikologi Kepribadian Integrasi Nafsiyah dan Aqliyah Prespektif


Psikologi Islam (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) hlm. 25.

Erik Erikson, 2010. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. Jakarta

https://www.slideshare.net/mobile/masgar1/perkembangan-psikososial

Dosen Pengampu, Bu Dian Novita Rohmatin, M. Pd. 06.36(11 Maret 2021)

30

Anda mungkin juga menyukai