Anda di halaman 1dari 2

Perspektif Koneksionis

Model jaringan memberikan dasar struktural untuk model pemrosesan terdistribusi


paralel koneksionis (PDP) (lihat juga Bab 8; Frean, 2003; Sun, 2003). Menurut model PDP,
kunci representasi pengetahuan terletak pada koneksi antar berbagai node, atau elemen, yang
disimpan dalam memori, bukan pada masing-masing node (Feldman & Shastri, 2003).
Aktivasi satu node dapat meminta aktivasi node yang terhubung. Proses penyebaran aktivasi
ini mungkin mendorong aktivasi node tambahan (Gambar 5.9). Model PDP sangat cocok
dengan gagasan memori kerja yang terdiri dari bagian memori jangka panjang yang
diaktifkan. Dalam model ini, aktivasi menyebar melalui node dalam jaringan. Penyebaran ini
berlanjut selama aktivasi tidak melebihi batas memori kerja.
Prime adalah node yang mengaktifkan node yang terhubung. Efek priming adalah
hasil aktivasi node. Efek priming telah didukung oleh banyak bukti. Contohnya adalah studi
tentang priming sebagai aspek memori implisit yang disebutkan di atas. Selain itu, beberapa
bukti mendukung anggapan bahwa priming disebabkan oleh penyebaran aktivasi
(McClelland & Rumelhart, 1985, 1988). Namun tidak semua orang sepakat mengenai
mekanisme efek priming (lihat McKoon & Ratcliff, 1992b).
Model koneksionis juga memiliki daya tarik intuitif dalam kemampuannya
mengintegrasikan beberapa gagasan kontemporer tentang memori: Memori kerja memahami
bagian aktif dari memori jangka panjang dan beroperasi melalui setidaknya sejumlah
pemrosesan paralel. Aktivasi penyebaran melibatkan aktivasi (priming) secara simultan
(paralel) dari beberapa tautan antar node dalam jaringan. Banyak psikolog kognitif yang
menganut pandangan terpadu ini menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa kita manusia
bisa seefisien kita dalam memproses informasi adalah karena kita dapat menangani banyak
operasi sekaligus. Dengan demikian, konsepsi kognitif-psikologis kontemporer tentang
memori kerja, model jaringan memori, penyebaran aktivasi, priming, dan proses paralel
saling meningkatkan dan mendukung satu sama lain.
Beberapa penelitian yang mendukung model memori koneksionis ini datang langsung
dari studi eksperimental terhadap orang-orang yang melakukan tugas kognitif di lingkungan
laboratorium. Model koneksionis secara efektif menjelaskan efek priming, pembelajaran
keterampilan (memori prosedural), dan beberapa fenomena memori lainnya. Namun sejauh
ini, model koneksionis gagal memberikan prediksi dan penjelasan yang jelas mengenai
ingatan ingatan dan pengenalan yang terjadi setelah satu episode atau paparan tunggal
terhadap informasi semantik.
Selain menggunakan eksperimen laboratorium pada partisipan manusia, psikolog
kognitif telah menggunakan model komputer untuk mensimulasikan berbagai aspek
pemrosesan informasi. Model tiga toko didasarkan pada pemrosesan informasi serial
(berurutan). Pemrosesan serial dapat disimulasikan pada komputer individual yang hanya
menangani satu operasi pada satu waktu. Sebaliknya, model pemrosesan paralel dari memori
kerja, yang melibatkan pemrosesan beberapa operasi secara simultan, tidak dapat
disimulasikan pada satu komputer. Pemrosesan paralel membutuhkan jaringan saraf. Dalam
jaringan ini, beberapa komputer dihubungkan dan beroperasi secara bersamaan.
Alternatifnya, satu komputer khusus dapat beroperasi dengan jaringan paralel. Banyak
psikolog kognitif sekarang lebih memilih model pemrosesan paralel untuk menggambarkan
banyak fenomena memori. Model pemrosesan paralel sebenarnya terinspirasi dari
pengamatan bagaimana otak manusia memproses informasi. Di sini, banyak proses berjalan
secara bersamaan. Selain menginspirasi model teoritis fungsi memori, penelitian
neuropsikologis telah menawarkan wawasan spesifik tentang proses memori. Hal ini juga
memberikan bukti mengenai berbagai hipotesis tentang cara kerja ingatan manusia.
Tidak semua peneliti kognitif menerima model koneksionis. Beberapa orang percaya
bahwa pemikiran manusia lebih sistematis dan terintegrasi daripada yang dimungkinkan oleh
model koneksionis (Fodor & Pylyshyn, 1988; Matthews, 2003). Mereka percaya bahwa
perilaku kompleks menunjukkan tingkat keteraturan dan tujuan dari atas ke bawah yang tidak
dapat diterapkan oleh model koneksionis, yang bersifat bottom-up. Para pemodel koneksionis
membantah klaim ini. Masalah ini akan terselesaikan ketika para psikolog kognitif
mengeksplorasi sejauh mana model koneksionis dapat mereproduksi dan bahkan menjelaskan
perilaku kompleks.

Anda mungkin juga menyukai