Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta
Didik dan Teori Belajar
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat karunianya kepada
kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Dasar-Dasar
Penddikan dengan tema yang berjudul “Tahap-Tahap Psikososial dalam Teori
Perkembangan Krisis Erikson”.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, dan kritik supaya terselesaikannya makalah
ini dengan tepat waktu.
Kami juga sepenuhnya menyadari bahwa makalah yang kami buat tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Kami mengharapkan segala bentuk kritik, saran serta masukan yang bisa membangun
dari berbagai pihak yang akan menjadi suatu motivasi untuk kedepannya supaya kami lebih
semangat dan cerdas dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya. Dan kami berharap
makalah kami dapat memberikan dampak positif serta manfaat yang baik di dunia pendidikan
nantinya. Akhir kata dari kami mengucapkan banyak terimakasih.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................0
PENDAHULUAN......................................................................................................................0
A. Latar Belakang...................................................................................................................0
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Biografi Singkat Erik Erikson.........................................................................................2
B. Tahap-Tahap Psikososial dalam Teori Perkembangan Erik Erikson..............................5
C. Kelebihan dan Kekurangan Psikososial dalam Teori Perkembangan Erikson.............12
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Erik Erikson lahir pada 15 Juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Orang tuanya berasal
dari Denmark, tapi cerai beberapa bulan sebelum dia lahir sehingga Ibunya pergi ke
Frankfurt. Di sana dia membesarkan Erikson sendiri sampai berusia 3 tahun,
kemudian menikah dengan dokter setempat, dr. Homburger. Ibu Erikson dan ayah
tirinya keturunan Yahudi, namun fisik Erikson berbeda lebih tinggi, pirang dan
bermata biru seperti orang Denmark. Karena itu anak-anak Yahudi setempat
memanggilnya ‘goy’ (bukan Yahudi) (Coles, 1970, h.180).1 Erikson dibesarkan oleh
ibu kandung dan ayah tirinya namun, saat itu dia masih tidak mengetahui jati diri ayah
kandungnya. Untuk menemukan makna dalam hidup, Erikson mengembara jauh dari
rumah selama masa remaja, dia mengambil bentuk kehidupan sebagai seniman dan
penyair pengelana. Setelah hampir 7 tahun berpetualang dan menyelidiki, dia Kembali
pulang kerumah dengan penuh kebingungan, kelelahan, depresi dan tidak sanggup
membuat sketsa ataupun lukisan. Pada waktu ini, sebuah peristiwa penting mengubah
hidupnya. Dia menerima sepucuk surat dari temannya Peter Blos yang mengundang
dia untuk mengajar anak-anak disebuah sekolah baru di wina. Salah satu pendiri
sekolah ini adalah Anna Freud, yang bukan hanya menjadi bos Erikson,tetapi
psikoanalisnya juga.
Ketika di wina, Erikson bertemu dan, atas seizin Anna freud, ia menikahi Joan
Serson, seorang penari, seniman, dan guru berkebangsaan kanada, yang juga mejalani
1
William Crain.2007.Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.(Yogyakarta,PUSTAKA
PELAJAR),hlm.425
2
sesi analisis. Dengan latar belakang psikoanalitiknya itu dan kemampuannya
berbahasa inggris, Joan menjadi editor sekaligus penulis pendamping yang berharga
bagi buku- buku Erikson.
Erikson memiliki empat anak: tiga putra Kai, Jon, Neil, dan satu putri Sue
mengejar karir profesional yang penting namun, Jon mengikuti ayahnya sebagai
seniman, pengembara, berkerja sebagai guru dan tidak pernah merasakan kedekatan
emosinal dengan orang tuanya.
3
Pada 1933, dengan kebangkitan rasisme di Eropa, Erikson dan keluarganya
meninggalkan Wina dan pindah untuk sementara waktu ke Denmark, berharap dapat
memperoleh kewarganegaraan di sana. Ketika pemerintahan Denmark menolak
permintaannya, dia pun meninggalkan Kopenhagen dan bermigrasi ke Amerika
Serikat.
Erikson ingin menulis tetapi karena waktu yang diberikan jadwalnya yang padat
di Buston dan Cambridge sangat sedikit, dia pun menerima tawaran di bridge sangat
sedikit, dia pun menerima tawaran di Yale pada 1936 namun setelah 24 tahun dia
pindah lagi kali ini Universaity of California di Barkeley, dan menghabiskan beberapa
waktu tinggal di tengah-tengah Suku Indian di Cagar budaya Pine Ridge.
4
Erikson bukan pengikut komunis namun, dia menolak menandatangani sumpah itu
5
karena sudah melanggar prinsip kebebasan privasi warga. Meskipun komite khusus
jabatan merekomdasikan agar Erikson tetap menempati posisinya namum, dia
meninggalkan Califarnia dan Kembali lagi ke Massachussets, tempat dia bekerja
sebagai terapis di Austen Riggs, sebuah pusat perawatan, pelatihan, dan riset
psikoanalitik yang berlokasi diStockbridge.
Pada 1960, dia Kembali ke Harvard dan selama 10 tahun berikutya, memegang
posisi sebagai profesor di bidang perkembangan manusia. Setelah pensiun, Erikson
meneruskan karir aktifnya- menulis, memberikan kuliah dan menangani pasien.
Selama tahun-tahun awal sehabis pensiun, dia berpindah-pindah dari Marin County di
California ke Cambridge di Massachussets, dan kemudian ke Cape Cod. Selama
perubahan domisili ini pun, Erikson masih terus mencari jati diri ayahnya, sampai
akhirya dia meninggal pada 12 Mei 1994 di usia 91 tahun.
1. Tahap Oral
2
William Crain.2007.Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.(Yogyakarta,PUSTAKA
PELAJAR),hlm.427
6
Zona-zona dan Mode-modenya. Pertama-tama, Erikson berusaha
memberikan kepada pentahapan Freud generalitas lebih besar dengan
menunjukkan bahwa di tiap zona libidinal kita bisa menemukan mode ego yang
khas. Di tahap awal, zona utamanya adalah mulut, Namun dia memiliki mode
aktivitas yang disebut inkorporasi, memasuki sesuatu ke dalam dirinya secara
pasif namun sangat mendambakan suatu itu (Erikson, 1963, h.72). Namun
aktivitas inkorporasi tidak henti hanya pada mulut, dia juga mencirikan aktivitas
inderawi yang lain. Bayi tidak hanya memasukkan sesuatu lewat mulutnya, tapi
juga lewat matanya. Ketika melihat sesuatu yang menarik, dia membuka mata
lebar-lebar dengan penuh semangat, berusaha memasukkan objek itu ke dalam
dirinya dengan segenap kemampuannya. Sejalan dengan itu, tampaknya mereka
juga memasukkan ke dalam dirinya perasaan-perasaan, lewat indra mereka yang
masih rapuh. Bahkan refleks mendasar, seperti refleks menggenggam. Mode
inkorporasi ini juga ketika objek menyentuh telapak tangan bayi, otomatis telapak
tangannya menggenggam disekitar objek. Dengan kata lain, aktivitas inkorporasi
melukiskan mode umum ego bayi waktu pertama kali menghadapi dunia
eksternal. Masa bayi, kalau begitu ditandai psikoseksual oral-pengindraan, krisis
psikososialnya rasa percaya mendasar vs rasa tidak percaya mendasar, dan
kekuatan dasarnya harapan.
7
suka menahannya, mengendus-endusnya, namun, kadang pada saat yang lain,
mereka mendorong orang dewasa agar pergi menjauh
8
darinya (1959, h.82, 86). Masa kanak-kanak awal adalah waktu bagi pertentangan,
waktunya pemberontakan yang keras kepala, waktunya pengekspresian diri yang
impulsif, tetapi juga waktunya kerja sama yang penuh cinta dan perlawanan yang
penuh kebencian. Kekeras kepalaan ini terus mendesakkan impuls-impuls
berlawanan yang memicu krisis psikososial utama masa kanak-kanak otonomi vs
rasa malu-malu dan ragu-ragu.
Erikson menyebut mode utama di tahap ini sebagai intrusi. Lewat istilah ini,
dia berharap bisa menangkap maksud Freud tentang anak yang semakin tumbuh
dalam keberanian, keingintahuan dan hasrat persaingan. Istilah intrusi melukiskan
aktivitas penis anak laki-laki, namun sebagai mode umum, istilah ini mengacu
lebih banyak hal lagi. Bagi kedua jenis kelamin, pematangan fisik dan
kemampuan mental mendorong anak maju menuju beragam aktivitas intrusif.
“Hal-hal ini mencakup intrusi kepada tubuh orang lain lewat serangan fisik. Intrusi
ke dalam telinga dan pikiran orang lain lewat percakapan agresif, intrusi ke dalam
ruang lewat gerakan-gerakan yang menyolok, dan intrusi ke dalam hal-hal yang
tidak diketahui lewat keingintahuan” (Erikson, 1963, h.87).
9
dunia. Meskipun mereka mulai mengadopsi inisiatif dalam penyelesaian mereka
dan mengejar tujuan-tujuan namun, banyak tujuan seperti minggat dari rumah.
Konsekuensi dari tujuan yang dlarang ini adalah rasa bersalah. Konflik antara
inisiatif dan rasa bersalah menjadi krisis psikososial yang dominan di usia
bermain.
4. Tahap Latensi
Di dalam teori Freud, jalan keluar bagi kompleks Odipus adalah periode
latensi, yang bertahan sampai usia 11 tahun. Selama periode ini, dorongan-
dorongan seksual dan agresif yang menghasilkan krisis di periode-periode
sebelumnya tidur untuk sementara waktu. Tidak ada zona libidinal (seksual) di
tahap ini.
1
Jika perjuangan antara industry dan inferioritas terlalu mengarah kepada
inferioritas atau industri (produktivitas) yang berlebihan, anak-anak akan
cenderung mudah menyerah dan mundur ketahap perkembangan sebelumnya.
Mereka bias jadi terlalu asik dengan fantasi-fantasi genital dan odipal infantilnya,
dan menghabiskan banyak waktu dalam permainan yang tidak produktif.
Erikson setuju kalau peningkatan pesat di dalam energi pendorong ini sangat
mengganggu remaja, namun dia juga melihat bahwa persoalan hanya sebagian
dari yang sesungguhnya. Masa remaja juga terganggu dan kacau lantaran konflik
dan tuntutan sosial yang baru. Tugas utama remaja, kata Erikson, adalah
membangun pemahaman baru mengenai identitas ego sebuah perasaan tentang
siapa dirinya dan apa tempatnya di tatanan sosial yang lebih besar. Krisis ini
merupakan salah satu dari krisis identitas versus kebingungan peran.
1
impuls seksual per se yang mengganggu mereka, melainkan ketakutan tidak
terlihat baik atau tidak memenuhi harapan arang lain. Selain itu, anak muda mulai
khawatir akan tempat mereka di masa depan, di dunia sosial yang lebih besar. Para
remaja, yang di satu sisi merasa kekuatan mentalnya berkembang cepat, namun di
sisi lain merasa takluk oleh tawaran dan alternatif yang tak terhitung di hadapan
mereka.
Karena remaja merasa tidak begitu pasti dengan siapa dirinya, mereka pun
sangat bersemangat untuk mengidentifikasi diri dengan geng tertentu. Mereka bisa
“menjadi sangat nge-geng, tidak toleran, dan kejam waktu mengucilkan orang lain
yang berbeda’ dari mereka.... (1959, h.92). Di dalam ketergesaan menemukan
identitas ini, mereka mulai menstereotipkan “diri sendiri, ideal-ideal mereka dan
musuh- musuh mereka” (1959, h.92). Sering kali mereka meletakkan diri sendiri
dan orang lain di dalam ‘tes kesetiaan’. Beberapa anak muda bahkan membiarkan
dirinya terserap ke dalam ideologi politik atau religius tertentu. Dan di dalam
semuanya ini, kita bisa mendeteksi pencarian anak muda akan nilai-nilai yang
dapat membuat mereka merasa dirinya sudah melakukan sesuatu yang benar.
1
lebih bergulat dengan bagaimana penampilan mereka di mata orang lain, dan
akan
1
menjadi apa mereka di masa depan. Mereka jadi tertarik secara seksual kepada
orang lain bahkan jatuh cinta, namun kedekatan itu sering kali hanya bertujuan
untuk mendefinisikan dirinya saja. Di dalam interaksi-interaksi awal itu, anak
muda berusaha menemukan siapa diri mereka, lewat percakapan tanpa batas
mengenai perasaan mereka yang sesungguhnya, mengenal pandangan terhadap
satu sama lain, dan mengenai rencana, harapan dan cita-cita mereka (1959, h.95).
1
sosialnya, menjadi tidak bisa aktif lagi, dan merasa diri tidak berguna. Terkadang
para penulis menyebutkan kalau usia senja mestinya diiringi pertambahan
kebijaksanaan, tapi mungkin hal seperti ini terjadi di budaya lain yang sangat jauh
tempatnya, atau di masa lalu yang sangat kuno. Namun orang tua yang berhasil
mengatasi kesulitan ini akan sanggup menyesuaikan diri dengan kondisi fisik dan
sosialnya yang baru (lihat Havig hurst, 1952 dan 1968; Gitelson, 1975, Sze, 1975,
h. 569-574).
Usia senja bisa menjadi waktu bagi kemuraman, depresi, dan keputusasaan.
Mode psikoseksual usia senja adalah sensualitas general (generalized sensuality),
krisis psikososialnya adalah integritas (integrity) vs keputusasaan (despair), dana
kekuatan dasarnya adalah kebijaksanaan (wisdom).
Shaffer (2005) mengatakan banyak orang lebih memilih teori Erikson dari pada
Freud karena mereka hanya menolak untuk percaya bahwa manusia didominasi oleh
naluri seksual mereka.3 Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema pribadi
yang dialami seseorang atau orang yang mereka kenal, sehingga mereka dapat dengan
mudah mengantisipasinya. Erikson tampaknya telah menangkap banyak isu sentral
dalam kehidupan yang dituangkannya dalam delapan tahapan perkembangan
psikososialnya. Selain itu, rentang usia yang yang dinyatakan dalam teori Erikson ini
mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan krisis yang dihadapi, tetapi
itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk menyelesaikannya (Slavin,
2006).
3
Sasongko Heru,Laela Nur.2022.Teori Perkembangan Psikososial Eric
Ericson.Makalah,hlm.12
1
2. Teori ini benar-benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan
emosional seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa
perkembangan ini bisa terjadi (Shaffer, 2005).
3. Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki daripada untuk anak perempuan dan
perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak daripada masa
dewasa.
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Erik Erikson lahir pada 15 juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Orang tuanya berasal
dari Denmark, tapi cerai beberapa bulan sebelum dia lahir sehingga Ibunya pergi
ke Frankfurt. Disana dia membesarkan Erikson sendiri sampai berusia 3 tahun,
kemudian menikah dengan dokter setempat, Dr. Homburger. Ibu Erikson dan ayah
tirinya keturunan Yahudi, namun fisik Erikson berbeda lebih tinggi, pirang dan
bermata biru seperti orang Denmark. Karena itu anak-anak Yahudi setempat
memanggilnya ‘goy’ (bukan Yahudi). Erikson dibesarkan oleh ibu kandung dan
ayah tirinya namun, saat itu dia masih tidak mengetahui jati diri ayah kandungnya.
2. Tahap tahap psikososial dalam teori perkembangan Erikson : Tahap Anal, Tahap
Falik (Odipal), Tahap Latensi, Tahap Pubertas (Tahap Genital), Tahap Dewasa
Muda, Tahap Dewasa, Tahap Usia Senja.
3. Kelebihan dan kekurangan psikososial dalam teori perkembangan Erik Erikson.
kelebihannya yaitu : Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema
pribadi yang dialami seseorang atau orang yang mereka kenal, sehingga mereka
dapat dengan mudah mengantisipasinya, dan rentang usia yang yang dinyatakan
dalam teori Erikson ini mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan
krisis yang dihadapi, tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk
menyelesaikannya. Sedangkan kekurangan teori Erikson: Tidak semua orang
mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang sama, Teori ini benar-
benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan emosional
seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa perkembangan ini
bisa, dan Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki dari pada untuk anak
perempuan dan perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak dari
pada masa dewasa.
1
DAFTAR PUSTAKA