Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TAHAP-TAHAP PSIKOSOSIAL DALAM TEORI PERKEMBANGAN KRISIS


ERIKSON

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta
Didik dan Teori Belajar

Dosen Pengampu:

Arih Merdekasari, M.Psi. Psikolog

Disusun Oleh:

1. Iksan Setia Nugraha


2. Kholifatul Mutya Hafid
3. Muhammad Yusuf

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ISLAMIYAH

KARYA PEMBANGUNAN PARON NGAWI

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat karunianya kepada
kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Dasar-Dasar
Penddikan dengan tema yang berjudul “Tahap-Tahap Psikososial dalam Teori
Perkembangan Krisis Erikson”.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, dan kritik supaya terselesaikannya makalah
ini dengan tepat waktu.

Kami juga sepenuhnya menyadari bahwa makalah yang kami buat tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Kami mengharapkan segala bentuk kritik, saran serta masukan yang bisa membangun
dari berbagai pihak yang akan menjadi suatu motivasi untuk kedepannya supaya kami lebih
semangat dan cerdas dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya. Dan kami berharap
makalah kami dapat memberikan dampak positif serta manfaat yang baik di dunia pendidikan
nantinya. Akhir kata dari kami mengucapkan banyak terimakasih.

Ngawi, 11 Maret 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................0
PENDAHULUAN......................................................................................................................0
A. Latar Belakang...................................................................................................................0
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Biografi Singkat Erik Erikson.........................................................................................2
B. Tahap-Tahap Psikososial dalam Teori Perkembangan Erik Erikson..............................5
C. Kelebihan dan Kekurangan Psikososial dalam Teori Perkembangan Erikson.............12
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan merupakan proses perubahan secara progres baik secara fisik


maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik merupakan
perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang individu. Sedangkan
perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan emosi, perkembangan
kognitif dan perkembangan sosial. Manusia itu termasuk sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan peran lingkungan atau bantuan dari orang lain untuk dapat tumbuh
kembang menjadi manusia yang utuh.

Dalam pskologi perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana tahap


perkembangan sosial anak, diantara tokoh yang memberi kontribusi dalam hal ini
adalah teori perkembangan psikososial Erik H. Erikson. Erikson telah memberi kita
gambaran baru yang lebih besar mengenai tugas anak disetiap tahapan freud. Bukan
itu saja, dia juga menambahkan tiga tahapan baru tentang fase-fase dewasa, sehingga
teori psikonalisasi dapat mencakup seluruh siklus hidup manusia. Adaupun tahap-
tahap perkembangan psikososialnya dibagi menjadi delapan tahap berdasarkan
kualitas ego, yaitu empat tahap pertama terjadi pada masa bayi dan masa kanak-
kanak, tahap kedua pada masa aldosen, dan tiga terakhir pada masa dewasa dan usia
tua (lansia).

Penjelasan lebih lebih rinci mengenai tahap-tahap psikososial perkembangan


Erikson akan kami jelaskan pada pembahasan berikutnya.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Erik Erikson?


2. Apa saja tahap-tahap psikososial dalam perkembangan teori Erik Erikson?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dalam perkembangan teori Erikson?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui biografi Erik Erikson


2. Untuk mengetahui tahap-tahap psikososial dalam teori perkembangan Erik Erikson
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan psikososial dalam teori
perkembangan Erik Erikson

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Erik Erikson

Erik Erikson lahir pada 15 Juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Orang tuanya berasal
dari Denmark, tapi cerai beberapa bulan sebelum dia lahir sehingga Ibunya pergi ke
Frankfurt. Di sana dia membesarkan Erikson sendiri sampai berusia 3 tahun,
kemudian menikah dengan dokter setempat, dr. Homburger. Ibu Erikson dan ayah
tirinya keturunan Yahudi, namun fisik Erikson berbeda lebih tinggi, pirang dan
bermata biru seperti orang Denmark. Karena itu anak-anak Yahudi setempat
memanggilnya ‘goy’ (bukan Yahudi) (Coles, 1970, h.180).1 Erikson dibesarkan oleh
ibu kandung dan ayah tirinya namun, saat itu dia masih tidak mengetahui jati diri ayah
kandungnya. Untuk menemukan makna dalam hidup, Erikson mengembara jauh dari
rumah selama masa remaja, dia mengambil bentuk kehidupan sebagai seniman dan
penyair pengelana. Setelah hampir 7 tahun berpetualang dan menyelidiki, dia Kembali
pulang kerumah dengan penuh kebingungan, kelelahan, depresi dan tidak sanggup
membuat sketsa ataupun lukisan. Pada waktu ini, sebuah peristiwa penting mengubah
hidupnya. Dia menerima sepucuk surat dari temannya Peter Blos yang mengundang
dia untuk mengajar anak-anak disebuah sekolah baru di wina. Salah satu pendiri
sekolah ini adalah Anna Freud, yang bukan hanya menjadi bos Erikson,tetapi
psikoanalisnya juga.

Ketika menjalani perawatan analisis dia menceritakan kepada Anna Freud


bahwa masalahnya yang paling sulit adalah pencarian identitas ayah kandungnya.
Namun Nona freud ini tidak begitu tertarik dan menyuruh Erikson untuk berhenti
berfantasi tentang ayahnya yang tidak pernah ada itu. Meskipun Erikson biasanya
mematuhi psikoanalisnya, namun untuk hal ini dia tidak bisa menerima nasehat Anna
agar berhenti mencari jati diri sang ayah.

Ketika di wina, Erikson bertemu dan, atas seizin Anna freud, ia menikahi Joan
Serson, seorang penari, seniman, dan guru berkebangsaan kanada, yang juga mejalani

1
William Crain.2007.Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.(Yogyakarta,PUSTAKA
PELAJAR),hlm.425

2
sesi analisis. Dengan latar belakang psikoanalitiknya itu dan kemampuannya
berbahasa inggris, Joan menjadi editor sekaligus penulis pendamping yang berharga
bagi buku- buku Erikson.

Erikson memiliki empat anak: tiga putra Kai, Jon, Neil, dan satu putri Sue
mengejar karir profesional yang penting namun, Jon mengikuti ayahnya sebagai
seniman, pengembara, berkerja sebagai guru dan tidak pernah merasakan kedekatan
emosinal dengan orang tuanya.

Pencarian identitas Erikson membawanya kepada pengalaman-pengalaman sulit


selama tahap perkembangan dewasanya (friedmam, 1999). Menurut Erikson tahapan
ini mensyaratkan seseorang untuk mengasuh anak, produk-produk dan ide-ide yang
sudah dibangkitkan sebelumnya. Untuk hal ini, Erikson tidak bisa memenuhi
standarnya sendiri. Dia gagal mengasuh Neil yang lahir dengan Sindrom Down. Di
rumah sakit Ketika Joan masih tinggal di bangsal ibu melahirkan, Erik setuju untuk
mamasukkan Neil ke dalam institusi kejiwaan. Kemudian dia pulang dan
menceritakan pada ketiga anaknya bahwa adiknya sudah meninggal waktu lahir. Dia
berbohong kepada mereka seperti ibunya sudah mmembohongi dia tentang identitas
ayah kandungnya. Di kemudian hari, Erikson menceritakan kebenaran ini pada Kai
putra tertuanya namun, tetap berbohong kepada dua adiknya,Jon dan Sue.Meskipun
kebohongan ibunya sudah membuat Erikson begitu tertekan namun, dia gagal
memahami bahwa kebohongannya tentang Neil membuat anak- anaknya seperti itu.
Erikson sudah melanggar dua prinsip ajarannya sendiri,”jangan berbohong kepada
mereka yang harusnya kamu rawat”, dan “jangan membuat anggota keluarga
bertengkar satu sama lain.” Untuk menceritakan kebenaran yang sesungguhnya,
Ketika Neil meninggal di usia 20 tahun, keluarga Erikson yang saat itu sedang berada
di Eropa, memanggil Sue dan Jon dan memerintahkan mereka menangani semua
urusan pemakaman adik yang tidak pernah mereka temui, dan yang saat itu baru
mengetahui kalua mereka memiliki seorang adik (Freidman, 1999).

Erikson juga mencari identitasnya dengan berganti-ganti pekerjaan dan tempat


tinggal. Karena tidak memiliki gelar akademik, dia pun tidak memiliki identitas
professional spesifik, dan umumnya dia dikenal sebagai seniman, psikolog,
psikonalis, psikobiografer,dan cendekiawan masyarakat.

3
Pada 1933, dengan kebangkitan rasisme di Eropa, Erikson dan keluarganya
meninggalkan Wina dan pindah untuk sementara waktu ke Denmark, berharap dapat
memperoleh kewarganegaraan di sana. Ketika pemerintahan Denmark menolak
permintaannya, dia pun meninggalkan Kopenhagen dan bermigrasi ke Amerika
Serikat.

Di Amerika, Erikson melanjutkan polanya untuk berpindah-pindah tempat .Dia


pertama tinggal di sekitar Boston tempatnya membuka praktik psikoanalisis yang
sudah dimodifikasi. Tanpa gelar medis maupun gelar universitas mana pun, dia
menerima posisi sebagai peneliti di Rumah sakit Umum Massachussetts fakultas
kedokteran Harvard dan klinik psikologi Harvard.

Erikson ingin menulis tetapi karena waktu yang diberikan jadwalnya yang padat
di Buston dan Cambridge sangat sedikit, dia pun menerima tawaran di bridge sangat
sedikit, dia pun menerima tawaran di Yale pada 1936 namun setelah 24 tahun dia
pindah lagi kali ini Universaity of California di Barkeley, dan menghabiskan beberapa
waktu tinggal di tengah-tengah Suku Indian di Cagar budaya Pine Ridge.

Erikson menerbitkan Childhood and society sebuah judul yang sekilas


tampaknya menjadi perangkum dari bab-bab yang isinya tidak saling berkaitan.
Erikson sendiri awalnya memiliki sejumlah temuan yang menyulitkan perihal tema
umum uang melandasi topik-topik penelitiannya seperti masa kanak-kanak di dua
suku Indian Amerika, pertumbuhan ego, delapan tahap perkembangan manusia, dan
masa kanak - kanak Hitler. Namun akhirnya dia menyadari bahwa pengaruh dari
faktor-faktor psikologis, budaya, dua historis mengenai identitas adalah elemen yang
melandasi penyatuan bab-bab yang beragam itu. Childhood And society, karya klasik
dan mengantarkan Erikson kepada reputasi internasional sebagai pemikir yang penuh
imajinatif, merupakan pengenalan terbaik bagi teori kepribadian post-freudiannya.

Pada 1949, para petinggi University of California menuntut anggota-anggotanya


menandatangi surat pernyataan sumpah setia kepada Amerika Serikat. Permintaan
seperti ini lumprah pada masa itu Ketika Joseph McCarty menegaskan bahwa warga
Amerika yang menganut paham komunis akan diusir keluar dari Amerika Serikat.

4
Erikson bukan pengikut komunis namun, dia menolak menandatangani sumpah itu

5
karena sudah melanggar prinsip kebebasan privasi warga. Meskipun komite khusus
jabatan merekomdasikan agar Erikson tetap menempati posisinya namum, dia
meninggalkan Califarnia dan Kembali lagi ke Massachussets, tempat dia bekerja
sebagai terapis di Austen Riggs, sebuah pusat perawatan, pelatihan, dan riset
psikoanalitik yang berlokasi diStockbridge.

Pada 1960, dia Kembali ke Harvard dan selama 10 tahun berikutya, memegang
posisi sebagai profesor di bidang perkembangan manusia. Setelah pensiun, Erikson
meneruskan karir aktifnya- menulis, memberikan kuliah dan menangani pasien.
Selama tahun-tahun awal sehabis pensiun, dia berpindah-pindah dari Marin County di
California ke Cambridge di Massachussets, dan kemudian ke Cape Cod. Selama
perubahan domisili ini pun, Erikson masih terus mencari jati diri ayahnya, sampai
akhirya dia meninggal pada 12 Mei 1994 di usia 91 tahun.

B. Tahap-Tahap Psikososial dalam Teori Perkembangan Erik Erikson

Freud merumuskan urut-urutan pentahapan psikoseksual dengan memusatkannya


kepada zona-zona tubuh.2 Dengan bertambahnya usia anak, ketertarikan seksual
bergeser dari zona oral menuju zona anal dan zona falik, kemudian setelah periode
latensi, fokusnya kembali lagi ke wilayah genital. Namun teori pentahapan Freud ini
sangat terbatas, karena terlalu berfokus kepada zona-zona tubuh saja. Dia juga
membahas interaksi-interaksi krusial hidupnya. Di titik inilah Erikson memperdalam
penggalian psikoanalisis antara anak dan orang lain yang memiliki pengaruh
signifikan bagi Freud. Karena itu, di setiap tahapan Freud dia mulai memperkenalkan
sejumlah konsep yang secara bertahap mengarah kepada hubungan paling umum
sekaligus krusial antara anak dan dunia sosial.

1. Tahap Oral

2
William Crain.2007.Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.(Yogyakarta,PUSTAKA
PELAJAR),hlm.427

6
Zona-zona dan Mode-modenya. Pertama-tama, Erikson berusaha
memberikan kepada pentahapan Freud generalitas lebih besar dengan
menunjukkan bahwa di tiap zona libidinal kita bisa menemukan mode ego yang
khas. Di tahap awal, zona utamanya adalah mulut, Namun dia memiliki mode
aktivitas yang disebut inkorporasi, memasuki sesuatu ke dalam dirinya secara
pasif namun sangat mendambakan suatu itu (Erikson, 1963, h.72). Namun
aktivitas inkorporasi tidak henti hanya pada mulut, dia juga mencirikan aktivitas
inderawi yang lain. Bayi tidak hanya memasukkan sesuatu lewat mulutnya, tapi
juga lewat matanya. Ketika melihat sesuatu yang menarik, dia membuka mata
lebar-lebar dengan penuh semangat, berusaha memasukkan objek itu ke dalam
dirinya dengan segenap kemampuannya. Sejalan dengan itu, tampaknya mereka
juga memasukkan ke dalam dirinya perasaan-perasaan, lewat indra mereka yang
masih rapuh. Bahkan refleks mendasar, seperti refleks menggenggam. Mode
inkorporasi ini juga ketika objek menyentuh telapak tangan bayi, otomatis telapak
tangannya menggenggam disekitar objek. Dengan kata lain, aktivitas inkorporasi
melukiskan mode umum ego bayi waktu pertama kali menghadapi dunia
eksternal. Masa bayi, kalau begitu ditandai psikoseksual oral-pengindraan, krisis
psikososialnya rasa percaya mendasar vs rasa tidak percaya mendasar, dan
kekuatan dasarnya harapan.

2. Tahap Anal atau Masa Kanak-Kanak Awal (2-3 Tahun)


Zona-zona dan Mode-modenya. Tahap kedua Freud, yang berlangsung
selama tahun kedua dan ketiga bayi, memperlihatkan pendominasian zona anal.
Seiring dengan kematangan sistem saraf, anak memperoleh kontrol kehendak atas
otot-otot perutnya sekarang mereka dapat menahan atau menghilangkan dorongan
untuk buang hajat sesuai kehendak mereka. Mereka jadi lebih sering
mengendalikan gerakan-gerakan otot dubur ini untuk memaksimalkan sensasi
pelepasan terakhir fesesnya. Erikson setuju dengan Freud kalau mode dasar
tahapan ini adalah retensi dan eliminasi, menahan atau melepaskan. Namun
Erikson juga, Menunjukkan mode ini meluas lebih dari sekadar zona anal.
Contohnya, anak-anak mulai menggunakan tangan untuk memegang erat-erat
objek, dan sebaliknya, bisa melemparnya kuat- kuat. Sekali sanggup jongkok
dengan baik, anak dapat mengubur barang dengan hati-hati, untuk kemudian
mengeluarkannya keesokan harinya. Dengan orang dewasa kadang mereka juga

7
suka menahannya, mengendus-endusnya, namun, kadang pada saat yang lain,
mereka mendorong orang dewasa agar pergi menjauh

8
darinya (1959, h.82, 86). Masa kanak-kanak awal adalah waktu bagi pertentangan,
waktunya pemberontakan yang keras kepala, waktunya pengekspresian diri yang
impulsif, tetapi juga waktunya kerja sama yang penuh cinta dan perlawanan yang
penuh kebencian. Kekeras kepalaan ini terus mendesakkan impuls-impuls
berlawanan yang memicu krisis psikososial utama masa kanak-kanak otonomi vs
rasa malu-malu dan ragu-ragu.

3. Tahap Falik (Odipal)


Zona-zona dan Mode-modenya. Selama tahap ketiga Freud (antara usia 3-6
tahun), kepedulian anak kepada zona anal membuka jalan menuju perhatian
kepada zona genital. Anak memfokuskan ketertarikan pada alat kelaminnya dan
menjadi sangat ingin tahu organ kelamin anak lain. Mereka juga mulai
membayangkan dirinya di dalam peran orang dewasa, bahkan berani bersaing
dengan salah satu orang tuanya untuk memperoleh kasih sayang yang lain. Anak
memasuki krisis Odipal.

Erikson menyebut mode utama di tahap ini sebagai intrusi. Lewat istilah ini,
dia berharap bisa menangkap maksud Freud tentang anak yang semakin tumbuh
dalam keberanian, keingintahuan dan hasrat persaingan. Istilah intrusi melukiskan
aktivitas penis anak laki-laki, namun sebagai mode umum, istilah ini mengacu
lebih banyak hal lagi. Bagi kedua jenis kelamin, pematangan fisik dan
kemampuan mental mendorong anak maju menuju beragam aktivitas intrusif.
“Hal-hal ini mencakup intrusi kepada tubuh orang lain lewat serangan fisik. Intrusi
ke dalam telinga dan pikiran orang lain lewat percakapan agresif, intrusi ke dalam
ruang lewat gerakan-gerakan yang menyolok, dan intrusi ke dalam hal-hal yang
tidak diketahui lewat keingintahuan” (Erikson, 1963, h.87).

Tahap umum: inisiatif vs rasa bersalah. Inisiatif, seperti intrusi, berarti


pergerakan ke depan. Lewat inisiatif, anak membuat rencana, menetapkan tujuan,
dan mempunyai semangat untuk mencapainya. Ketika anak-anak mulai bergerak
ke sana-kemari dengan lebih mudah dan mantap dan ketika ketertarikan genital
terbangun, mereka mengadopsi mode maju terus pantang mundur untuk mendekati

9
dunia. Meskipun mereka mulai mengadopsi inisiatif dalam penyelesaian mereka
dan mengejar tujuan-tujuan namun, banyak tujuan seperti minggat dari rumah.
Konsekuensi dari tujuan yang dlarang ini adalah rasa bersalah. Konflik antara
inisiatif dan rasa bersalah menjadi krisis psikososial yang dominan di usia
bermain.

4. Tahap Latensi
Di dalam teori Freud, jalan keluar bagi kompleks Odipus adalah periode
latensi, yang bertahan sampai usia 11 tahun. Selama periode ini, dorongan-
dorongan seksual dan agresif yang menghasilkan krisis di periode-periode
sebelumnya tidur untuk sementara waktu. Tidak ada zona libidinal (seksual) di
tahap ini.

Namun begitu, kehidupan anak di periode ini tidaklah bebas konflik.


Contohnya, kelahiran saudara kandung bisa saja membangkitkan kecemburuan
mendalam. Tapi umumnya, periode ini tenang dan stabil, tidak ada gejolak dalam
insting maupun dorongan.

Meskipun tenang, Erikson menunjukkan kalau tahap ini justru paling


menentukan bagi pertumbuhan ego. Di sini, anak belajar menguasai kemampuan
kognitif dan sosial yang penting. Sementara krisis di tahap ini adalah industri vs
inferioritas. Anak melupakan harapan dan keinginan masa lalu, yang sering kali
merupakan harapan dan keinginan keluarganya, dan sangat ingin mempelajari
kemampuan dan kegunaan peralatan budayanya yang lebih luas. Di dalam
masyarakat Prabaca, anak mulai belajar berburu, bertani dan membuat perkakas.
Di dalam budaya-budaya ini, belajar sering kali bersifat informal, dan kebanyakan
dibimbing oleh anak-anak yang lebih tua usianya. Namun di masyarakat
teknologis modern seperti sekarang, anak pergi ke sekolah, di mana mereka
diminta untuk menguasai kemampuan yang lebih mengutamakan otak, seperti
membaca, menulis dan berhitung. Meski sekilas dua bentuk budaya ini berbeda,
tapi anak sama-sama belajar melakukan pekerjaan yang bermakna,
mengembangkan kekuatan ego “melalui perhatian terus-menerus dan kerajinan
yang tidak pernah kendor” (1963, h.259).

1
Jika perjuangan antara industry dan inferioritas terlalu mengarah kepada
inferioritas atau industri (produktivitas) yang berlebihan, anak-anak akan
cenderung mudah menyerah dan mundur ketahap perkembangan sebelumnya.
Mereka bias jadi terlalu asik dengan fantasi-fantasi genital dan odipal infantilnya,
dan menghabiskan banyak waktu dalam permainan yang tidak produktif.

5. Tahap Pubertas (Tahap Genital)


Menurut Sigmund dan Anna Freud, masa remaja merupakan tahap penuh
gejolak karena perubahan fisiologis yang dramatis dialami di usia ini. Dorongan-
dorongan seksual dan agresif, yang tidur selama tahap latensi, sekarang
mengancam untuk menaklukkan ego dan membobol pertahanannya. Zona genital,
khususnya, mulai dirasuki energi seksual yang sangat dahsyat, membuat masa
remaja sekali lagi diganggu oleh fantasi-fantasi odipal. Remaja yang menemukan
periode ini sulit, biasanya langsung mendekatkan diri kepada orang tuanya.

Erikson setuju kalau peningkatan pesat di dalam energi pendorong ini sangat
mengganggu remaja, namun dia juga melihat bahwa persoalan hanya sebagian
dari yang sesungguhnya. Masa remaja juga terganggu dan kacau lantaran konflik
dan tuntutan sosial yang baru. Tugas utama remaja, kata Erikson, adalah
membangun pemahaman baru mengenai identitas ego sebuah perasaan tentang
siapa dirinya dan apa tempatnya di tatanan sosial yang lebih besar. Krisis ini
merupakan salah satu dari krisis identitas versus kebingungan peran.

Lebih-lebih ketika dorongan instingtual tiba-tiba menyeruak lagi, makin


memperkeruh pencarian remaja akan identitas dirinya. Mereka tiba-tiba merasa
seolah impuls-impuls memiliki kehendaknya sendiri, tidak lagi bisa menyatu
dengannya. Selain itu, pertumbuhan fisik yang sangat cepat pada masa pubertas
telah menciptakan rasa kebingungan identitas. Anak muda mulai tumbuh sangat
cepat dan mengubah begitu banyak cara yang sudah ditemukan sebelumnya.
Mungkin karena alasan inlah para remaja menghabiskan banyak waktu untuk
menatap cermin dan begitu memerhatikan penampilan mereka.

Masalah identitas yang dihadapi remaja sama banyaknya dengan Masalah


sosialnya, bahkan mungkin lebih banyak lagi. Tapi bukan pertumbuhan fisik atau

1
impuls seksual per se yang mengganggu mereka, melainkan ketakutan tidak
terlihat baik atau tidak memenuhi harapan arang lain. Selain itu, anak muda mulai
khawatir akan tempat mereka di masa depan, di dunia sosial yang lebih besar. Para
remaja, yang di satu sisi merasa kekuatan mentalnya berkembang cepat, namun di
sisi lain merasa takluk oleh tawaran dan alternatif yang tak terhitung di hadapan
mereka.

Karena remaja merasa tidak begitu pasti dengan siapa dirinya, mereka pun
sangat bersemangat untuk mengidentifikasi diri dengan geng tertentu. Mereka bisa
“menjadi sangat nge-geng, tidak toleran, dan kejam waktu mengucilkan orang lain
yang berbeda’ dari mereka.... (1959, h.92). Di dalam ketergesaan menemukan
identitas ini, mereka mulai menstereotipkan “diri sendiri, ideal-ideal mereka dan
musuh- musuh mereka” (1959, h.92). Sering kali mereka meletakkan diri sendiri
dan orang lain di dalam ‘tes kesetiaan’. Beberapa anak muda bahkan membiarkan
dirinya terserap ke dalam ideologi politik atau religius tertentu. Dan di dalam
semuanya ini, kita bisa mendeteksi pencarian anak muda akan nilai-nilai yang
dapat membuat mereka merasa dirinya sudah melakukan sesuatu yang benar.

Untuk memahami pembentukan-identitas, kita harus paham lebih dulu kalau


ini proses seumur hidup. Sebagian dari diri kita, membentuk identitasnya lewat
pengidentifikasian. Tanpa sadar kita sudah mengidentifikasi diri dengan mereka
yang tampak kepada kita, menjadikan diri kita seperti mereka. Setiap identitas
kedirian manusia, kalau begitu, sebagiannya merupakan sintesis dari beragam
pengidentifikasian parsial (1959, h.112-113).

6. Tahap Dewasa Muda (19-30 Tahun)


Erikson adalah Freudian pertama dan salah satu dari sejumlah kecil penulis
perkembangan yang sanggup mengamati tahap dewasa secara mendetail. Jika
kemudian pemikirannya hanya terlihat seperti garis-garis besar, kita harus ingat
kalau dia sedang menulis wilayah yang belum dipetakan dengan jelas waktu itu.

Tahap perkembangan dewasa Erikson berisi langkah-langkah manusia


memperlebar dan memperdalam kapasitas mencintai dan memerhatikan orang
lain. Pada masa remaja sebelumnya, mereka hanya berpusat kepada diri sendiri,

1
lebih bergulat dengan bagaimana penampilan mereka di mata orang lain, dan
akan

1
menjadi apa mereka di masa depan. Mereka jadi tertarik secara seksual kepada
orang lain bahkan jatuh cinta, namun kedekatan itu sering kali hanya bertujuan
untuk mendefinisikan dirinya saja. Di dalam interaksi-interaksi awal itu, anak
muda berusaha menemukan siapa diri mereka, lewat percakapan tanpa batas
mengenai perasaan mereka yang sesungguhnya, mengenal pandangan terhadap
satu sama lain, dan mengenai rencana, harapan dan cita-cita mereka (1959, h.95).

7. Tahap Dewasa (31-60 Tahnu)


Sekali dua insan muda-mudi sanggup membangun keintiman yang benar,
ketertarikan mereka mulai berkembang melampaui fokus pada diri sendiri.
Mereka jadi peduli dengan membesarkan generasi selanjutnya. Di dalam
terminologi Erikson, mereka memasuki tahapan semangat-berbagi vs penyerapan-
diri dan stagnasi (Erikson, 1982, 1.67). Semangat-berbagi merupakan istilah yang
sangat luas, mengacu bukan hanya kepada memproduksi anak, tapi juga
memproduksi hal- hal dan ide- Ide lewat kerja. Namun Erikson lebih menyoroti
yang pertama membesarkan anak.

Fakta seseorang sudah memiliki anak tidak menjamin dia memiliki


semangat berbagi Orang tua harus melakukan lebih banyak hal dari- pada hanya
menghasilkan keturunan mereka juga harus melindungi dan membimbing mereka.
Ini artinya orang tua harus sering mengorbankan kebutuhan-kebutuhan mereka
sendiri. Mereka harus mengatasi godaan untuk memuaskan diri sendiri, yang
hanya akan mengarah kepada stagnasi yang tidak produktif. Apabila mereka bisa
mengatasi konflik ini secara positif, mereka akan mengembangkan kemampuan
untuk memerhatikan generasi selanjutnya.

8. Tahap Usia Senja


Literatur psikologis mengenai usia senja yang masih sangat jarang jumlahnya
biasanya melihat periode ini sebagai kemunduran. Kaum tua-tua, berulang kali
ditunjukkan, harus menghadapi serangkaian kehilangan fisik dan sosial. Mereka
kehilangan kekuatan fisik dan kesehatan, kehilangan pekerjaan sehingga
pendapatan mereka sekarang bergantung kepada dana pensiun, dan seiring
berjalannya waktu, mereka mulai kehilangan pasangan, kerabat dan teman-teman
satu persatu. Yang sama merusaknya adalah mereka menderita kehilangan status

1
sosialnya, menjadi tidak bisa aktif lagi, dan merasa diri tidak berguna. Terkadang
para penulis menyebutkan kalau usia senja mestinya diiringi pertambahan
kebijaksanaan, tapi mungkin hal seperti ini terjadi di budaya lain yang sangat jauh
tempatnya, atau di masa lalu yang sangat kuno. Namun orang tua yang berhasil
mengatasi kesulitan ini akan sanggup menyesuaikan diri dengan kondisi fisik dan
sosialnya yang baru (lihat Havig hurst, 1952 dan 1968; Gitelson, 1975, Sze, 1975,
h. 569-574).

Usia senja bisa menjadi waktu bagi kemuraman, depresi, dan keputusasaan.
Mode psikoseksual usia senja adalah sensualitas general (generalized sensuality),
krisis psikososialnya adalah integritas (integrity) vs keputusasaan (despair), dana
kekuatan dasarnya adalah kebijaksanaan (wisdom).

C. Kelebihan dan Kekurangan Psikososial dalam Teori Perkembangan Erikson

Shaffer (2005) mengatakan banyak orang lebih memilih teori Erikson dari pada
Freud karena mereka hanya menolak untuk percaya bahwa manusia didominasi oleh
naluri seksual mereka.3 Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema pribadi
yang dialami seseorang atau orang yang mereka kenal, sehingga mereka dapat dengan
mudah mengantisipasinya. Erikson tampaknya telah menangkap banyak isu sentral
dalam kehidupan yang dituangkannya dalam delapan tahapan perkembangan
psikososialnya. Selain itu, rentang usia yang yang dinyatakan dalam teori Erikson ini
mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan krisis yang dihadapi, tetapi
itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk menyelesaikannya (Slavin,
2006).

Selain memiliki kelebihan, teori Erikson juga memiliki beberapa kelemahan.


Berikut beberapa kritikan terhadap teori Erikson.
1. Tidak semua orang mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang sama
seperti yang dikemukakan Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya
(Slavin, 2006).

3
Sasongko Heru,Laela Nur.2022.Teori Perkembangan Psikososial Eric
Ericson.Makalah,hlm.12
1
2. Teori ini benar-benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan
emosional seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa
perkembangan ini bisa terjadi (Shaffer, 2005).
3. Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki daripada untuk anak perempuan dan
perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak daripada masa
dewasa.

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Erik Erikson lahir pada 15 juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Orang tuanya berasal
dari Denmark, tapi cerai beberapa bulan sebelum dia lahir sehingga Ibunya pergi
ke Frankfurt. Disana dia membesarkan Erikson sendiri sampai berusia 3 tahun,
kemudian menikah dengan dokter setempat, Dr. Homburger. Ibu Erikson dan ayah
tirinya keturunan Yahudi, namun fisik Erikson berbeda lebih tinggi, pirang dan
bermata biru seperti orang Denmark. Karena itu anak-anak Yahudi setempat
memanggilnya ‘goy’ (bukan Yahudi). Erikson dibesarkan oleh ibu kandung dan
ayah tirinya namun, saat itu dia masih tidak mengetahui jati diri ayah kandungnya.
2. Tahap tahap psikososial dalam teori perkembangan Erikson : Tahap Anal, Tahap
Falik (Odipal), Tahap Latensi, Tahap Pubertas (Tahap Genital), Tahap Dewasa
Muda, Tahap Dewasa, Tahap Usia Senja.
3. Kelebihan dan kekurangan psikososial dalam teori perkembangan Erik Erikson.
kelebihannya yaitu : Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema
pribadi yang dialami seseorang atau orang yang mereka kenal, sehingga mereka
dapat dengan mudah mengantisipasinya, dan rentang usia yang yang dinyatakan
dalam teori Erikson ini mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan
krisis yang dihadapi, tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk
menyelesaikannya. Sedangkan kekurangan teori Erikson: Tidak semua orang
mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang sama, Teori ini benar-
benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan emosional
seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa perkembangan ini
bisa, dan Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki dari pada untuk anak
perempuan dan perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak dari
pada masa dewasa.

1
DAFTAR PUSTAKA

Crain,William.2007.Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.Yogyakarta:PUSTAKA


PELAJAR
Feist Jess,Feist Gregory J.2008.Theories of Personality.Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR
Sasongko Heru,Laela Nur.2022.Teori Perkembangan Psikososial Eric Ericson.Makalah

Anda mungkin juga menyukai