Oleh:
BERNARDUS ARDI DEDO
CITRA BAKTI
2023
1
KATA PENGANTAR
Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari ibu dosen, makalah ini
diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta penulis
sendiri,Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan Rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Perkembangan Belajar Peserta Didik ini yang berjudul “Teori Perkembangan
sosial Dan Kepribadian dari Erikson (Konsep,Tahap Perkembangan,Kritik,Revisi,dan
Penerapannya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen pada
kuliah yang sudah mempercayakan tugas ini kepada penulis, sehingga sangat
membantu penulis untuk memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang
ditekuni. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berbagi pengetahuannya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu
Kami menyadari jika makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan dari makalah ini.
2
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................II
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 . Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 . Tujuan Penulisan...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Teori Perkembangan Sosial dan Kepribadian dari Erikson...........................6
2.2. Tahap Teori Perkembangan Sosial dan Kepribadian dari Erikson.................................8
2.3. Kritik dan Revisi Teori Perkembangan Sosial dan Kepribadian dari Erikson................10
BAB : 3 Penutup............................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................16
3.2 Saran.....................................................................................................................16
Daftar Pustaka.............................................................................................................17
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Erikson terlatih sebagai seorang tenaga analisis lepas dalam tradisi pengikut
Freud.Erikson dan nego neo-Freudnya tentang perkembangan teori kepribadian telah
dikenal secara luas melalui empat bukunya, risetnya, ajaran kuliahnya secara luas, dan
lusinan artikel jurnal, Erikson adalah pengikut Neo freud yang terlatih sebagai
psikoanalisis lepas, dan masih meneruskan secara luas dalam tradisi teori pengikut Freud.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada
psikoanalisis Freud, yang digambarkan pada masing-masing 8 tahap perkembangan umur.
Kualitas-kualitas ego tersebut inilah yang biasa dikenal dengan ego kreatif (Alwisol,
2005). Pada konsep ini ego bukanlah budak tetapi justru tuan atau pengatur dari ide, super
ego dan dunia luar. Jadi ego di samping hasil proses faktor-faktor genetik, fisiologi,dan
anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna
digambarkan
4
3. Bagaimana kritik dan revisi teori perkembangan sosial dan kepribadian dari Erikson ?
4. Bagaimana penerapan teori perkembangan sosial dan kepribadian dari Erikson ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Setiap
organisme, baik manusia maupun hewan mengalami peristiwa perkembangan selam
hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian maupun yang bersifat abstrak. Jadi
arti peristiwa perkembangan tersebut khususnya perkembangan manusia tidak hanya
tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis, karena setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi maupun sosial, satu sama lain
saling mempengaruhi.
Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Ada tiga fondasi
yang digunakan Erikson dalam mengembangkan teori kepribadiannya. Khususnya terkait
delapan tahap perkembangannya yaitu:
a. Prinsip Epigenetik
Dari delapan tahap perkembangan manusia dari lahir hingga meninggal,
erikson menyimpulkan, urutan delapan tahap ini sudah ditentukan secara genetik
dan tidak bisa diubah-ubah. Urutan yang ditentukan secara genetik bagi
6
perkembangan kepribadian manusia ini disebutnya karena mengikuti prinsip
epigenik, istilah epigenik ini dipinjam oleh Erikson dari bidang biologi
b. Krisis
Setiap tahap perkembangan ini dicirikan oleh sebuah krisis. Kata krisis yang
digunakan erikson ini mirip dengan penggunaan oleh para dokter, yaitu
berkonotasi dengan suatu titik balik yang penting. Jadi krisis yang mencirikan
setiap tahap perkembangan ini akan memunculkan satu resolusi positif yang
memungkinkan, atau jika gagal diselesaikan, sebuah resolusi negatif. Resolusi
positif berkontribusi bagi penguatan ego dan karenanya memperbesar kemampuan
manusia beradaptasi
7
mengandung elemen positif sekaligus negatif. Jadi ketika rasio suatu resolusi lebih
besar positifnya barulah ia dikatakan positif, dan sebaliknya.
Berdasarkan prinsip epigenetik, setiap krisis selalu eksis dalam tiga fase yaitu:
3. Resolusi.
8
pengalaman internal maupun eksternal manusia mestinya sama, minimal
dibeberapa tarafnya, jika seseorang individu berkembang dengan berfungsi
normal di budayanya masing-masing
Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup manusia, setiap orang mengalami
tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut. Perkembangan sepanjang
hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan yang masing-masing mempunyai
nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau sebaliknya, berkembang sisi
kelemahan sehingga karakter negatif yang mendominasi pertumbuhan seseorang. Erikson
menyebut setiap tahapan tersebut sebagai krisis atau konflik yang mempunyai sifat sosial
dan psikologis yang sangat berarti bagi kelangsungan perkembangan di masa depan.
Delapan tahapan perkembangan tersebut sebagai berikut:
Pada masa bayi atau tahun pertama adalah titik awal pembentukan kepribadian
Bayi belajar mempercayai orang lain agar kebutuhan- kebutuhan dasarnya
terpenuhi. Peran ibu atau orang-orang terdekat seperti pengasuh yang mampu
menciptakan keakraban dan kepedulian dapat mengembangkan kepercayaan dasar.
Persepsi yang salah pada diri anak tentang lingkungannya karena penolakan dari
orangtua atau pengasuh mengakibatkan bertumbuhnya perasaan tidak percaya
sehingga anak memandang dunia sekelilingnya sebagai tempat yang jahat. Pada
tahap ini kekuatan yang perlu ditumbuhkan pada kepribadian anak ialah
"harapan".
9
menguji kemampuannya tanpa mengenal potensi yang ada pada dirinya. Konflik
yang terjadi adalah Inisiatif atau terbentuknya perasaan bersalah. Bila lingkungan
sosial kurang mendukung maka anak kurang memiliki inisiatif.
d. Tahap IV, usia 6-12 tahun
Konflik pada tahap ini ialah kerja aktif vs rendah diri, itu sebabnya kekuatan yang
perlu ditumbuhkan ialah "kompetensi atau terbentuknya berbagai keterampilan.
Membandingkan kemampuan diri sendiri dengan teman sebaya terjadi pada tahap
ini. Anak belajar mengenai ketrampilan sosial dan akademis melalui kompetisi
yang sehat dengan kelompoknya. Keberhasilan yang diraih anak memupuk rasa
percaya diri, sebaliknya apabila anak menemui kegagalan maka terbentuklah
inferioritas.
Pada tahap ini anak mulai memasuki usia remaja dimana identitas diri baik dalam
lingkup sosial maupun dunia kerja mulai ditemukan. Bisa dikatakan masa remaja
adalah awal usaha pencarian diri sehingga anak berada pada tahap persimpangan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Konflik utama yang terjadi ialah
Identitas vs Kekaburan Peran sehingga perlu komitmen yang jelas agar terbentuk
kepribadian yang mantap untuk dapat mengenali dirinya.
Pada tahap ini kekuatan dasar yang dibutuhkan ialah "kasih" karena kesendirian.
Agen sosial pada tahap ini ialah kekasih, suami atau istri termasuk juga sahabat
yang dapat membangun suatu bentuk persahabatan sehingga tercipta rasa cinta
dan kebersamaan. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka muncullah perasaan
kesepian kesendirian dan tidak berharga.
Seseorang telah menjadi dewasa pada tahap ini sehingga diperhadapkan kepada
tugas utama untuk menjadi produktif dalam bidang pekerjaannya serta tuntutan
untuk berhasil mendidik keluarga serta melatih generasi penerus. Konflik utama
pada tahap ini ialah generatifitas vs stagnasi, sehingga kekuatan dasar yang
penting untuk ditumbuhkan ialah "kepedulian". Kegagalan pada masa
menyebabkan stagnasi atau keterhambatan perkembangan.
10
h. Tahap VIII, usia 65 tahun-kematian ini
Pribadi yang sudah memasuki usia lanjut mulai mengalami penurunan fungsi-
fungsi kesehatan. Begitu juga pengalaman masa lalu baik keberhasilan atau
kegagalan menjadi perhatiannya sehingga kebutuhannya adalah untuk dihargai.
Konflik utama pada tahap ini ialah Integritas Ego vs Keputusasaan dengan
kekuatan utama yang perlu dibentuk ialah pemunculan "hikmat atau
kebijaksanaan". Fungsi pengalaman hidup terutama yang bersifat sosial, memberi
makna tentang kehidupan.
2.3. Kritik dan Revisi Teori Perkembangan Sosial dan Kepribadian dari Erikson
Sekarang karangnya ada lima kritikan yang dilontarkan pada teori kepribadian
Erikson yaitu:
Pertama, sulit untuk dites secara empiris. Erikson tidak begitu berminat untuk
mengetes sendiri teorinya secara empiris, dan tidak begitu peduli bahwa riset yang
dilaporkannya seperti risetnya tentang aktivitas-aktivitas bermain anak laki-laki dan
perempuan tidak punya analisis kuantifikasi dan statistik yang benar. Namun para
peneliti lain telah sukses memverifikasi sejumlah konsep Erikson tentang tahap-tahap
perkembangannya, khususnya terkait identitas.
11
Dengan kata lain. Erikson menegaskan ego yang sehat mensyaratkan dukungan
terhadap peran-peran yang mendapat sangsi budaya, dan penitik beratan ini dinilai
banyak pihak sebagai penguatan atas peran-peran itu. Bagi mereka yang melihat
ketidakadilan, nilai-nilai yang tidak manusiawi dan kebodohan-kebodohan
dibudayanya, tentulah sulit mengamini konsep bahwa kesehatan mental berarti
penyesuaian deiri dengan situasi yang abnormal ini,(Matthew H. Olson, Pengantar
Teori-Teori Kepribadian him, 315) .
Pada umumnya dalam proses pendidikan pada anak balita atau usia dini lebih
diutamakan pada metode bermain sambil belajar. Hal ini dilakukan karena metode ini
lebih sesuai dengan kondisi anak-anak yang cenderung lebih suka bermain. Maka para
pendidik memanfaatkan hal ini untuk mendidik mereka dengan cara bermain sambil
belajar yaitu di samping mereka bermain mereka sekaligus mengasah ketrampilan dan
kemampuan. Cara ini akan lebih berkesan dalam memori otak anak-anak untuk
12
perkembangan pengetahuannya karena pada usia dini adalah masa-masa perkembangan
memori otak sangat pesat.
Di seluruh dunia anak bermain. Bermain bagi anak bagaikan bekerja bagi manusia
dewasa. Ada anak-anak yang bermain dengan patut,namun ada juga yang bermain “cukup
berbahaya” mereka lakukan sebagai kanak-kanak.peran pendidikanlah untuk mengawal
bagaimana permainan dapat menumbuh kembangkan mereka secara patut dan utuh
sebagai anak manusia.
Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana
penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat
bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada
anak dilakukan melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi
pedagogis yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik
Oedipal sebagai prototipe “kekuatan seumur hidup akan keriangan manusia”. Dengan
kata lain, Oedipus conplex adalah drama yang dimainkan dalam imajinasi anak-anak
mencakup pengertian yang dimulai meningkat akan konsep dasar, seperti reprodusi,
pertumbuhan, Masa depan, dan kematian.
13
Tahap ini adalah tahap kelamin-Lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang
biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun (pra sekolah). Tugas yang harus diemban
seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak
terlalu melakukan kesalahan. Pada umumnya di tahap ini anak terlihat sangat aktif,
suka berlari, berkelahi, memanjat dan suka menantang lingkungannya. Dengan
menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan
harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan
menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati
apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif menjadi semakin kuat. Sebaliknya bila
orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap
bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak
tidak bermanfaat, maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk
mengambil inisiatif untuk mendekati apa yang diinginkannya.
Ada tiga jenis kegiatan bermain yang mendukung pembelajaran anak yaitu, bermain
fungsional atau sensor motor, bermain peran, dan bermain konstruktif.
14
Bermain peran disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi, atau
bermain drama. Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi,
sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Bermain peran dipandang
sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan
ingatan, kerja sama kelompok. penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan,
pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan kognisi. Bermain
peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan
kembali masa lalu. Kualitas pengalaman main peran tergantung pada beberapa faktor,
antara lain: (1) cukup waktu untuk bermain, (2) ruang yang cukup, dan (3) adanya
peralatan untuk mendukung bermacam-macam adegan permainan.
Menurut Erikson terdapat dua jenis bermain peran, yaitu bermain peran mikro dan
makro. Bermain peran mikro dimaksudkan bahwa anak memainkan peran dengan
menggunakan alat bermain berukuran kecil. misalnya orang-orangan kecil yang lagi
berjual beli. Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung bermain menjadi
tokoh untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema. Misalnya peran
sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga.
Dalam kegiatan bermain, dikenal adanya konsep intensitas dan dentitas. Konsep
intensitas menekankan pada jumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk berpindah
melalui tahap perkembangan kognisi, sosial, emosi, dan fisik yang dibutuhkan
Misalnya anak-anak harus memiliki pengalaman harian yang memungkinkan mereka
untuk berinteraksi dengan bahan yang bersifat cair, mendapatkan kesempatan untuk
menggambar, melukis, dan keterampilan awal menulis. Bahan-bahan seperti kertas
dengan tekstur, ukuran, dan warna yang berbeda, dengan spidol dan krayon, papan
lukis dengan kertas berbagai ukuran dan kuas akan membantu anak sepanjang waktu
15
untuk berkembang melalui tahap awal dari corat-coret menuju ke penciptaan sesuatu
yang bermakna dan menuju ke menulis kata dan kemudian kalimat.
Dengan menyediakan beraneka jenis mainan yang tepat bagi anak. peralatan, dan
tempat yang memadai, serta memberi kesempatan yang cukup kepada anak untuk
bermain, misalnya anak mendapat kesempatan memilih serangkaian kegiatan bermain
setiap hari untuk terlibat dalam bermain peran, bermain pembangunan, dan
sensorimotor, hal itu berarti memberi layanan pendidikan kepada anak TK secara
optimal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
16
mulai lahir hingga masa tua menjadi ciri khas tersendiri yang tidak didapatkan dari
teori Sigmun Freud
Teori Erikson dinilai lebih realistis dengan membawa aspek kehidupan sosial
dan fungsi budaya sebagai pengaruh kepribadian pembentuk suatu individu Erikson
berpendapat bahwa perkembangan manusia akan melalui delapan tahap yang
berdasarkan prinsip epigenetik. Jika pada satu tahap tidak dapat terselesaikan dengan
baik maka akan mempengaruhi dan menghambat tahap perkembangan selanjutnya.
Pada setiap tahapan mempunya tugas perkembangan yang berbeda dan bersifat
psikososial Identitas ego hadir sebagai sebuah potensi yang memiliki kualitas seperti
keyakinan, penghargaan diri kemauan tekad, ketekunan dan keterampilan, identitas,
kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas.
3 2 Saran
Penulisan makalah ini mungkin masih terdapat banyak kesalahan, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun. Harapan
penulis dengan adanya penulisan makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan
kita.
Daftar Pustaka
Atmaja, Anak Agung Gde Agung Angga, Made Nyandra, and Nyoman Trisna Aryanata.
"Kecemasan dan mekanisme pertahanan diri pada kaum Homoseksual." JURNAL
PSIKOLOGI MANDALA 2.1 (2018).
17
Sokol, Justin T. "Perkembangan identitas sepanjang hidup: Pemeriksaan teori
Eriksonian." Jurnal Pascasarjana Psikologi Konseling 1.2 (2009): 14.
18