Anda di halaman 1dari 28

TEORI PERKEMBANGAN PSIKOLOGI

ERIKSON DAN PERKEMBANGAN


MORAL KOLHBERG

DISUSUN
OLEH:

KELOMPOK :5

Nama : Eliza Rosadi (2006103010092)


Suci Fitria (2006103010100)
MK : Psikologi Pendidikan
Dosen : Dr. Ruslan, S.Pd, M.Ed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2022

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................. i
BAB I: PEMBAHASAN ............................................................................. 1
1.1 Teori Perkembangan Psikologi Erikson ..................................... 1
1.2 Teori Perkembangan Moral Kohlberg......................................... 10
BAB II: PENUTUP...................................................................................... 19
2.1 Kesimpulan ................................................................................. 19
2.2 Saran ........................................................................................... 19
RANGKUMAN............................................................................................. 20
SOAL HOTS................................................................................................. 22
KUNCI JAWABAN..................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26

i
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Teori Perkembangan Psikologi Erikson


Teori Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu
teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya
bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen
penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan
ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi
sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman
dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson
juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu
perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai
teori perkembangan psikososial.
Erik Erikson, seorang neo-psikoanalis, mengembangkan tahap psikososial
manusia yang menjadi acuan bagi perkembangan manusia. Salah satu tahapan
psikososial adalah masa dewasa awal yang memiliki tugas membentuk keintiman.
Erikson tidak menjelaskan transisi masa remaja ke masa dewasa muda yang penuh
dengan konflik antara ekspektasi diri dan tuntutan zaman. Teori Erikson
dikembangkan lagi oleh Arnett (2000) karena ada perubahan zaman yang
mengakibatkan tugas tuntutan di masa dewasa muda berubah. Arnett mengajukan
tahapan perkembangan baru yaitu emerging adulthood, fase transisi remaja yang
diperpanjang, berkisar antara usia 18-29 tahun. Teori Arnett diperluas lagi oleh
Robbins dan Wilner (2001) menemukan fenomena quarter life crisis, fenomena
kecemasan tentang masa depan oleh remaja berusia 20 tahun yang membentuk
kemandirian baik secara finansial maupun dalam hubungan romantis. Artikel ini
berisi menijau kembali pandangan masa dewasa yang muncul abad 20 serta
kehidupan krisis seperempat kehidupan yang sedang marak diperbincangkan. Metode
penelitian yang dilakukan menggunakan kajian literasi dengan mencari penelitian 10
tahun terakhir mengenai emerging adulthood. Hasil kajian literasi melaporkan

1
perubahan norma sosial dan kemajuan teknologi telah mengubah struktur masyarakat
sehingga menghasilkan satu tahapan baru yaitu emerging adulthood. Masa emerging
adulthood memiliki berbagai kondisi krisis terjadi ketika individu menyelesaikan
pendidikannya (Diana, 2021:1).
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara
proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut
pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada
dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson
membahas perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya
tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga meneliti
akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap masa-masa
berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki perubahan
kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehidupan
(Silvia, 2016:24).
Perkembangan anak adalah proses tumbuh kembang anak yang diisi dengan
pengalaman, di mana saat terlahir anak pada dasarnya tidak baik dan tidak buruk.
Perkembangan anak tergantung sepenuhnya bagaimana mereka dibesarkan.
Perkembangan anak bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, banyak aspek yang
terkait dengan perkembangan anak di antaranya aspek sosial. Beberapa psikolog
ternama menjelaskan tentang perkembangan sosial anak, di antaranya adalah teori
psikososial Erick H. Erikson. Psikososial merupakan pengembangan teori
sikoanalisis Sigmun Freud. Psikososial merupakan kajian yang menyatakan bahwa
perkembangan individu terjadi selama hidupnya dibentuk oleh pengaruh sosial di
antaranya interaksi sosial.
Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari cara manusia dalam berpikir,
saling mempengaruhi, dan berelasi satu dengan yang lainnya. Psikologi nsosial juga
mempelajari sikap-sikap dan keyakinan, konformitas dan independensi serta cinta
dan benci. Berdasarkan penjelasan teori psikososial, perkembangan seorang anak
tidak pernah lepas dari lingkungan sosial. Lingungan sosial anak yang dimaksud
adalah lingkungan sosial primer yaitu keluarga, dan lingkungan sosial sekunder yaitu

2
kelompok bermain, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang memiliki keterikatan aturan dan emosional di mana
individu di dalamnya memiliki peran masing-masing (Suprajitno, 2003). Keluarga
memiliki peran penting dalam perkembangan anak, beberapa di antaranya yaitu
mengajarkan anak bagaimana berinteraksi sosial dengan baik di masyarakat. Namun,
pada beberapa kasus jutru sebaliknya. Keluarga memberikan trauma dan
mengajarkan aspek negative kepada anak sehingga perkembangan psikososial anak
terhambat (Chandy, 2016:11).
Teori Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikoanalisis dari
Freud. Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun
menambahkan dasar dari orientasi teorinya mengenai tahapan psikososial, penekanan
pada identitas, dan perluasan metodologi.
1. Tahapan Perkembangan Psikososial
Erikson memperluas teori dari Freud dengan mencoba meletakkan hubungan
antara gejala psikis dan sisi edukatif, serta gejala masyarakat budaya di pihak lain.
Peran pengasuhan dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting dalam
mennetukan perkembangan hidup individu. Dalam pandanganya, Erikson
menyatakan bahwa masyarakat memainkan peran yang sangat penting dalam
perkembangan psikososial individu. Peranan ini dimulai dari aturan atau budaya
masyarakat sampai pola asuh orangtua. Berkenaan dengan tahapan perkembangan
psikososial pada individu, ada dua hal yang menjadi perhatian bersama dalam
mencermati perkembangan psikososial ini, yaitu:
a. Walaupun tiap individu melewati tahapan perkembangan sosial yang sama,
namun tiap budaya mempunyai cara sendiri untuk menguatkan dan
mengarahkan perilaku individu setiap tahapnya.
b. Budaya dapat berubah seiring dengan waktu, dengan adanya kemajuan
teknologi, pendidikan, urbanisasi, dan perkembangan lain yang membuat
budaya harus berubah dan beradaptasi sesuai dengan lingkungan masyarakat
dan kebutuhannya.
Secara umum, tahapan perkembangan psikososial ini menekankan perubahan
perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri

3
dari tugas yang khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau
krisis bilamana tidak dapat melampaui dengan baik. Semakin individu tersebut
mampu mengatasi krisis, maka akan semakin sehat. perkembangannya. Adapun
delapan tahapan perkembangan psikoseksual sepanjang siklus kehidupan manusia
dijelaskan secara rinci berikut ini:
1) Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (Basic Trust vs Mistrust)
a) Periode Perkembangan : 0-1 tahun
Karakteristiknya yaitu suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman
secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa
depan. Oleh karena itu, kepercayaan pada masa bayi menentukan tahap
bagi harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal
yang baik dan menyenangkan.
b) Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu (Autonomy vs Shame/Doubt)
Periode perkembangannya tahun ke 2. Karakteristiknya yaitu setelah
memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan
bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai
menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari
kemauan mereka. Bila bayi terlalu banyak dibatasi atau dihukum terlalu
keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
c) Inisiatif vs Rasa Bersalah (Initiative vs Guilt)
Periode Perkembangannya: 3-5 tahun. Karakteristiknya yaitu ketika
anak-anak prasekolah menghadapi suatu dunia sosial yang lebih luas,
mereka lebih tertantang daripada ketika mereka masih bayi. Perilaku
aktif dan bertujuan dituntut untuk menghadapi tantangan-tantangan ini.
Anak-anak diharapkan menerima tanggung jawab atas tubuh mereka,
perilaku mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan mereka.
Pengembangan rasa tanggung jawab meningkatkan prakarsa. Namun,
perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul, bila anak
tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas. Erikson
memiliki pandangan yang positif terhadap tahap ini. Ia yakin bahwa
kebanyakan rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa berhasil.

4
d) Tekun vs Rasa Rendah Diri (Industry Vs Inferiority)
Periode Perkembangan : 6 tahun-pubertas. Karakteristiknya yaitu
prakarsa anak-anak membawa mereka terlibat dalam kontak dengan
pengalaman-pengalaman baru yang kaya. Ketika mereka beralih ke
masa pertengahan dan akhir anak-anak, mereka mengarahkan energi
mereka menuju penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual.
Tidak ada saat lain yang lebih bersemangat atau antusiastis untuk belajar
daripada pada akhir periode pengembangan imajinasi pada masa awal
anak- anak. Bahaya pada tahun-tahun sekolah dasar ialah
perkembangan rasa rendah diri – perasaan tidak berkmpeten dan tidak
produktif. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus
bagi perkembangan ketekunan anak-anak. Guru seharusnya “secara
lembut tetapi tegas memaksa anak-anak ke dalam perkelanaan untuk
menemukan bahwa seseorang dapat belajar mencapai sesuatu yang
tidak pernah ia pikirkan sendiri”
e) Identitas dan Kebingungan Identitas (Identity vs Identity Confusion)
Periode Perkembangannya yaitu remaja/10-20 tahun. Karakteristiknya
yaitu pada masa ini individu dihadapkan dengan penemuan siapa
mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam
kehidupanya. Anak remaja dihadapkan dengan banyak peran baru dan
status orang dewasa, misalnya. Orang tua harus mengizinkan anak
remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu
peran khusus. Jika anak remaja menjajaki peran-peran semacam itu
dengan cara yang sehat dan tiba pada suatu jalan yang positif untuk
diikuti dalam kehidupan, maka identitas yang positif akan dicapai. Jika
suatu identitas pada anak remaja ditolakkan oleh orang tua, kalau anak
remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, dan jika jalan
masa depan yang positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas
akan meningkat.

5
f) Keakraban vs Keterkucilan (Intimacy vs Isolation)
Periode Perkembangannya 20-30 tahun. Karakteristiknya yaitu pada
masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan pembentkan relasi
intim dengan orang lain. Erikson menggambarkan keintiman sebagai
penemuan diri sendiri pada diri orang lain namun kehilangan diri
sendiri. Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi
akrab yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, kalau tidak,
isolasi akan terjadi.
g) Bangkit vs Tetap-mandeg (Generativity vs Stagnation)
Periode Perkembangan: 40-50 tahun. Karakteristiknya yaitu persoalan
utama ialah membantu generasi muda mengembangkan dan
mengarahkan kehidupan yang berguna inilah yang dimaksudkan Erikson
dengan generativity. Perasaan belum melakukan sesuatu untuk
menolong generasi berikutnya ialah stagnation.
h) Keutuhan dan Keputusasaan (Integrity vs Despair)
Periode Perkembangannya di atas usia 60 tahun. Karakteristiknya yaitu
pada tahun-tahun terakhir kehidupan, kita menoleh ke belakang dan
mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dengan kehidupan kita.
Melalui banyak rute yang berbeda, manusia lanjut usia barangkali telah
mengembangkan pandangan yang positif pada kebanyakan atau semua
tahap perkembangan sebelumnya. Jika demikian, pandangan
retrospektif (melihat kembali ke belakang)akan memperlihatkan gambar
suatu kehidupan yang telah di lalui dengan baik, dan orang itu akan
merasakan suatu rasa puas integritas akan tercapai. Jika manusia lanjut
usia menyelesaikan banyak tahap sebelumnya secara negatif, pandangan
retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau
kemuraman yang disebut Erikson sebagai despair (putus asa).
2. Penekanan pada Identitas
Erikson selalu menekankan bahwa individu selalu mencari identitas pada tiap
tahapan perkembangan. Identitas merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi
individu, sehingga secara sadar maupun tidak sadar individu tersebut selalu

6
mencari identitas dirinya. Identitas merupakan pengertian antara penerimaan dan
pengertian untuk diri individu maupun untuk masyarakat. Setiap tahapan, individu
akan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan atas ,” Siapakah aku?”. Bila
proses pencarian identitas diri berjalan baik, maka untuk tahapan perkembangan
selanjutnya akan semakin kuat, walaupun akan tetap mencapai puncak krisis pada
masa remaja.
3. Perluasan Metode Psikoanalisis
Menurut Erikson, dalam mempelajari individu ada tiga metode baru yang dapat
digunakan dalam mempelajari perkembangannya, yaitu; observasi langsung,
perbandingan cross-cultural, dan sejarah psikologis. Teori psikoanalitis Freud
menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal dan motivasi di
bawah sadar dalam mempengaruhi perilaku dalam perkembangan individu. Selain
itu, Erikson membagi perkembangan manusia menjadi delapan tahap dan
mengatakan bahwa individu memiliki tugas perkembangan psikososial yang perlu
dikuasai selama tiap tahap hidupnya sepanjang rentang kehidupannya.
Menurut pendapat Dudi Hartono (2016: 22-24) banyak para ahli yang
mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian, tetapi untuk memudahkan
pemahaman, hanya dipaparkan perkembangan kepribadian menurut Erikson yang
kecenderungannya bipolar, yaitu terjadi pada masa-masa tertentu sebagai berikut:
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust - mistrust. Perilaku
bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang
dianggap asing tidak akan dipercayainya. Oleh karena itu, kadang-kadang bayi
menangis bila dipangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak
percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga pada benda asing, tempat
asing, suara asing, perlakuan asing, dan sebagainya. Bayi seringkali menangis
jika menghadapi situasi-situasi tersebut.
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy, shame, dan doubt. Pada masa ini, sampai batas-batas tertentu, anak
sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, dan
minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain

7
dia juga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga
seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Masa prasekolah (preschool age) ditandai adanya kecenderungan initiative-
guilty. Pada masa ini, anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas, adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat. Masa
Sekolah (school age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak
lain, karena keterbatasanketerbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-
kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
4. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity-identity
confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan yang didukung pula oleh
kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya. Dia berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya.
Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini, pada para remaja
sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh
lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan
identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan
toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya,
mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh
terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
5. Masa Dewasa Awal (young adulthood), ditandai adanya kecenderungan
intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang
kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah
mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini, timbul

8
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu,
dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
6. Masa Dewasa (adulthood), ditandai adanya kecenderungan generativity-
stagnation. Sesuai dengan namanya-masa dewasa-pada tahap ini, individu telah
mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya
cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu
sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi
dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga
tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai
hal-hal tertentu Ia mengalami hambatan.
7. Masa hari tua (senescence), ditandai adanya kecenderungan ego integrity-
despair. Pada masa ini, individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi,
semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi
yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir.
Mungkin Ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan
dicapainya, tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk
dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus
berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali
mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acap kali menghantuinya.
Berdasarkan tahapan perkembangan Erikson, adanya kekuatan dan kelemahan
karakter yang dominan saling mempengaruhi dari tahap satu kepada tahap
berikutnya. Seseorang dapat menjadi dewasa melalui setiap proses perkembangan
apabila berhasil mengembangkan sisi positif dari setiap konflik melalui
kemampuannya untuk mengubah diri sendiri yang dipengaruhi oleh berbagai
perubahan intern maupun peran orang-orang bermakna. Dikaitkan dengan peran
pendidikan Islam dalam keluarga, di lingkungan rumah, maupun sekolah, ada banyak
manfaat yang dapat dikembangkan dari psikososial Erikson bagi pelayanan. Manfaat
bagi pendidikan yaitu orangtua khususnya ibu berperan penting dalam
menumbuhkan harapan agar anak percaya kepada Allah, orang lain dan
lingkungannya melalui kelekatan yang diupayakan dengan memotivasi para ibu
untuk meluangkan banyak waktu dan kasih sayang bersama anak. Orangtua dapat

9
mengkondisikan anak mengenal Allah melalui saat teduh pribadi, keluarga, atau
dalam berbakti. Anak rentan terhadap penyakit sehingga orangtua penting untuk
menjaga kesehatan anak karena perkembangan fisik mempengaruhi kemandirian
anak (Yeni, 2014:54).

1.2 Teori Perkembangan Moral Kohlberg


Sosok tokoh Kohlberg (1987) dikenal sebagai tokoh fonemenal yang
mengenalkan psikologi moral Kognitif. Menurut mereka pertimbangan moral adalah
aktivitas kognitif yang terjadi pada tahap mental. Pertimbangan moral Kohlberg
didasarkan pada konsep keadilan moral (justice) yang lebih terfokus pada aspek
makro-moralitas. Menurut Kohlberg, pertimbangan moral bersifat otonom yang
ditentukan oleh perkembangan kognitif individu. Kohlberg menjelaskan bahwa
pertimbangan terjadi dan dapat digunakan ketika individu membuat pertimbangan
moral. Ketika membuat pertimbangan moral, struktur pemikiran yang telah terbukti
berhasil membuat pertimbangan moral akan menggantikan atau menggabungkan
struktur-struktur sebelumnya agar berfungsi lebih efektif dalam pengambilan
keputusan (Safrilsyah, 2017:4).
Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral atas tiga tingkatan (level)
yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap (stage). Kohlberg sangat setuju
dengan pendapat Piaget yang menjelaskan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi
atau pelajaran yang diperoleh dari pengalaman. Tetapi tahaptahap perkembangan
moral terjadi dari aktivitas spontan dari anakanak. Anakanak memang berkembang
melalui interaksi sosial, namun interaksi ini memiliki corak khusus, di mana faktor
pribadi yaitu aktivitasaktivitas anak ikut berperan (Judrik, 2011: 199-200).
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg ialah orientasinya
untuk mengungkapkan moral hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan
moral seseorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung
jawab dari perbuatannya. Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi
rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti
yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar

10
psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi
hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema
moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa
yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang
semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang
melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini,
dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya
berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,
walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Tingkat dan Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
No. Tingkat Tahap
1 Prakonvensional moralitas. Orientasi kepatuhan dan hukum
Anak mengenal moralitas Pemahaman anak tentang baik dan buruk
berdasarkan dampak yang ditentukan oleh otoritas.
diimbulkan oleh suatu Orientasi hedonisik-instrumental. Suatu
perbuatan. perbuatan dinilai baik apabila berfungsi
sebagai instrumen untuk memenuhi
kebutuhan atau kepuasan diri.
2 Konvensional suatu perbuatan Orientasi anak yang baik. Suatu perbuatan
dinilai baik oleh anak apabila dinilai baik apabila menyenangkan orang
memenuhi harapan otoritas atau lain
kelompok sebaya. Orientasi keteraturan otoritas perilaku
yang dinilai baik ialah menunaikan
kewajiban, menghormai, otoritas, dan
memelihara keteliian sosial.
3 Pascakonvensional aturan dan Orientasi kontrol sosial-legalisik.
insitusi dari masyarakat idak Perbuatan dinilai baik apabila sesuai

11
dipandang sebagai tujuan akhir, dengan perundangundangan yang berlaku.
tetapi diperlukan sebagai Orientasi kata hati. Kebenaran ditentukan
subyak. Anak menaai aturan oleh kata hai, sesuai dengan prinsip-
untuk menghindari hukuman prinsip eika universal yang bersifat abstrak
kata hai. dan penghormatan terhadap martabat
manusia.

Sedangkan menurut Lawrence Kohlberg, tahapan perkembangan teori moral


adalah ukuran dari tinggi rendahnya teori moral individu berdasarkan perkembangan
penalaran teori moralnya. Teori perkembangan moral kohlberg yang dikemukakan
oleh Psikolog Kohlberg menunjukan bahwa perbuatan moral bukan hasil sosialisasi
atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal hal lain yang berhubungan
dengan norma kebudayaan (Sunarto, 2013:176).
Selain itu Psikolog Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang
mendasari perilaku moral (Moral Bahavior). Dalam perkembangannya Psikolog
Kohlberg juga menyatakan adanya tingkat tingkat yang berlangsung sama pada
setiap kebudayaan. Tingkat Teori perkembangan moral Kohlberg adalah ukuran dari
tinggi rendahnya moral individu dari segi proses penalaran yang mendasarinya bukan
dari perbuatan moral. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang
merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai stadium perkembangan dengan
tingkat yang teridentifikasi yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Masa Moral Pre konvesional
Pada masa pertama ini, individu sangat tanggap terhadap aturan aturan budaya,
misalnya aturan aturan baik atau buruk, salah atau benar, dan sebagainya. Individu
akan mengaitkan aturan aturan tersebut sesuai dengan akibat yang akan dihadapi
atas perbuatan yang dilakukan. Individu juga menilai aturan aturan tersebut
berdasarkan kekuatan fisik dari yang menerapkan aturan aturan tersebut. Pada
masa prekonvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu:

a. Masa Punishment and Obedience Orientation

12
Pada masa ini, secara umum individu menganggap bahwa konsekuensi yang
ditimbulkan dari suatu perbuatan sangat menentukan baik buruknya suatu
perbuatan yang dilakukan, tanpa melihat sisi individunya. Perbuatan perbuatan
yang tidak diikuti dengan konsekuensi dari perbuatan tersebut, tidak dianggap
sesuatu hal yang buruk.
b. Masa Instrumental Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation
Pada masa ini, suatu perbuatan dikatakan benar apabila perbuatan tersebut
mampu memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri maupun individu lain, serta
perbuatan tersebut tidak merugikan. Pada masa ini hubungan antar individu
digambarkan sebagaimana hubungan timbal balik dan perbuatan terus terang
yang menempati kedudukan yang cukup penting.

2. Masa Masa Konvensional


Pada masa perkembangan moral konvensional, memenuhi harapan keluarga,
kelompok, masyarakat, maupun bangsanya merupakan suatu perbuatan yang
terpuji. Perbuatan tersebut dilakukan tanpa harus mengaitkan dengan konsekuensi
yang muncul, tetapi dibutuhkan perbuatan dan loyalitas yang sesuai dengan
harapan harapan pribadi dan tertib sosial yang berlaku. Pada masa ini, usaha
individu untuk memperoleh, mendukung, dan mengakui keabsahan tertib sosial
sangat ditekankan, serta usaha aktif untuk menjalin hubungan baik antara diri
dengan individu lain maupun dengan kelompok di sekitarnya. Pada masa
konvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu:
a. Masa Interpersonal Concordance atau Good Boy/ Good Girl Orientation
Pandangan individu pada masa ini, perbuatan yang bermoral adalah perbuatan
yang menyenangkan, membantu, atau perbuatan yang diakui dan diterima oleh
individu lain. Jadi, setiap individu akan berusaha untuk dapat menyenangkan
individu lain untuk dapat dianggap bermoral.
b. Masa Law and Order Orientation
Pada masa ini, pandangan individu selalu mengarah pada otoritas, pemenuhan
aturan aturan, dan juga upaya untuk memelihara tertib sosial. Perbuatan
bermoral dianggap sebagai perbuatan yang mengarah pada pemenuhan

13
kewajiban, penghormatan terhadap suatu otoritas, dan pemeliharaan tertib
sosial yang diakui sebagai satu satunya tertib sosial yang ada.

3. Masa Masa Postkonvensional


Pada masa ketiga ini, terdapat usaha dalam diri individu untuk menentukan norma
norma dan prinsip prinsip moral yang memiliki validitas yang diwujudkan tanpa
harus mengaitkan dengan otoritas kelompok maupun individu dan terlepas dari
hubungan individu dengan kelompok. Pada masa ketiga ini, di dalamnya
mencakup dua masa perkembangan moral, yaitu:
a. Masa Social Contract, Legalistic Orientation
Masa ini merupakan masa kematangan moral yang cukup tinggi. Pada masa ini
perbuatan yang dianggap bermoral merupakan perbuatan perbuatan yang
mampu merefleksikan hak hak individu dan memenuhi ukuran ukuran yang
telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat luas. Individu
yang berada pada masa ini menyadari perbedaan individu dan pendapat. Oleh
karena itu, masa ini dianggap masa yang memungkinkan tercapainya
musyawarah mufakat. Masa ini sangat memungkinkan individu melihat benar
dan salah sebagai suatu hal yang berkaitan dengan norma norma dan pendapat
pribadi individu. Pada masa ini, hukum atau aturan juga dapat dirubah jika
dipandang hal tersebut lebih baik bagi masyarakat.
b. Masa Orientation of Universal Ethical Principles
Pada masa yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh
hukum atau aturan dari kelompok sosial atau masyarakat. Tetapi, hal tersebut
lebih dibatasi oleh kesadaran individu dengan dilandasi prinsip prinsip etis.
Prinsip prinsip tersebut dianggap jauh lebih baik, lebih luas dan abstrak dan
bisa mencakup prinsip prinsip umum seperti keadilan, persamaan HAM, dan
sebagainya.

4. Tidak ada Karakter Tradisional


Dalam teorinya, Psikolog Kohlberg menolak konsep pendidikan norma/ karakter
tradisional yang berdasarkan pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan
seperti kejujuran, kesabaran, dsb yang menjadi landasan perilaku moral. Konsep

14
tersebut dinorma tidak membimbing individu untuk memahami kebajikan mana
yang sungguh baik untuk diikuti. Oleh karena itu, Psikolog Kohlberg mengajukan
pendekatan pendidikan norma dengan menggunakan pendekatan klasifikasi norma
yang bertolak dari asumsi bahwa tidak ada satu satunya jawaban yang benar
terhadap suatu persoalan moral, tetapi di dalamnya ada norma yang penting
sebagai dasar berpikir dan bertindak.
Psikolog Kohlberg mengklaim bahwa teorinya (tentang perkembangan moral)
tidak hanya menjadi psikologi tetapi juga “filsafat moral”. Teorinya ini menyatakan
tidak hanya bertindak dalam fakta “melebihkan masa tertinggi dari pertimbangan
(moral) mereka secara keseluruhan”, tetapi juga bahwa masa ini adalah “secara
objektif dapat lebih baik atau lebih memadai” daripada masa sebelumnya “dengan
kriteria moral yang pasti”. Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil
memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral
anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap
Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas
dua “tahap”. Ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional, konvensional dan
pasca- konvensional. Anak dalam tahap prakonvensional sering kali berperilaku
“baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia
menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran, kebaikan) atau
dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label
tentang yang baik dan yang buruk.
Menurut Fatma (2013:281-282) menyatakan bahwa teori Kohlberg tentang
perkembangan moral merupakan pelumas, modifikasi, dan penyempurna atas teori
perkembangan kognitif Piaget. Perhatian tentang bagaimana anak-anak berpikir
tentang hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dirintis oleh Piaget pada
tahun 1932 melalui penelitian-penelitiannya yang luas dan mendalam dengan
menggunakan metode observasi dan wawancara pada anak-anak berusia 4-12 tahun.
Dalam penelitiannya, Piaget mengangkat persoalan-persoalan moral seperti mencuri,
berbohong, hukuman, dan keadilan. Dari hasil penelitiannya, Piaget membagi tahap-
tahap perkembangan moral berdasarkan cara penalarannya, yaitu:

15
1. Umur 4-7 tahun: tahap moralitas heteronom; pada tahap ini cara berpikir anak
tentang keadilan dan peraturan bersifat obyektif dan mutlak (dalam Monks,
Knoer, & Haditono, 2001), artinya tidak dapat diubah dan tidak dapat ditiadakan
oleh kekuasaan manusia.
2. Umur 7-10 tahun: tahap transisi; anak menunjukkan sebagian sifat dari tahap
moralitas heteronom, dan sebagian sifat lain dari tahap moralitas autonom.
3. Umur 10- dan seterusnya: tahap moralitas autonom; anak menunjukkan kesadaran
bahwa peraturan dan hukum diciptakan oleh manusia, oleh karenanya dalam
menilai suatu perbuatan, anak-anak selain mempertimbangkan akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh suatu perbuatan, juga sekaligus mempertimbangkan maksud dan
ikhtiar dari si pelaku. Secara esensial temuan Piaget tentang penilaian moral
dalam perkembangan kognitif memiliki kecocokan dengan teori dua tahap. Anak
yang lebih muda dari usia 10 atau 11 tahun memikirkan tentang dilemma moral
dengan satu cara, sedangkan anak yang usianya lebih tua akan berpikir dengan
beragam cara. Anak yang lebih muda memandang aturan sebagai sesuatu yang
absolute dan baku. Bagi mereka aturan adalah produk orang tua atau Tuhan yang
harus dipatuhi dan tak ada satupun yang bisa merubahnya. Namun pada anak yang
lebih tua, mereka memahami aturan boleh berubah asal disepakati semua pihak.
Aturan bukanlah hal yang bersifat sakral atau absolut tapi sebagai alat yang
digunakan manusia secara kooperatif.
Kira-kira pada usia 10-11 tahun pemikiran moral anak mulai mengalami
pergeseran. Anak yang lebih muda memandang bahwa penilaian moral lebih
bergantung pada konsekwensi-konskwensi sedang pada yang lebih tua memreka
memandang sebagai manifestasi dari niat. Maka piaget mencontohkan kasus yang
terjadi pada seorang anak kecil yang memecahkan 15 cangkir saat membantu ibunya
dan seorang anak kecil lain memecahkan 1 cangkir saat ia sedang berusaha mencuri
kue coklat, maka anak yang lebih muda akan berpikir bahwa anak kecil pertama
berbuat lebih buruk dari pada anak kecil yang kedua. Sebab anak yang lebih muda
akan lebih terfokus pada jumlah cangkir yang dipecahkan (konsekwensi, dampak),
sedangkan anak yang lebih tua lebih menilai kesalahan lebih besar pada nak kecil
yang kedua karena kelompok tersebut lebih fokus pada motif atau niatan dari

16
perbuatan tersebut. Teori perkembangan moral yang dirintis Piaget ini kemudian
dikembangkan oleh Kohlberg yang membagi tahap-tahap perkembangan moral dari
masa kanak-kanak sampai dewasa. Perkembangan moral terus berkembang samapai
usia 16 tahun. Karenanya maka orang berasumsi bahwa masalah moral akan terus
berkembang selama masa remaja. Maka Kohlberg terus melakukan wawancara pada
kelompok remaja sehingga dari hasil penelitiannya menyempurnakan pentahapan
yang diberikan oleh Piaget.
Masalah moral merupakan masalah yang sekarang ini sangat banyak meminta
perhatian, terutama bagi para pendidik, ulama, pemuka masyarakat dan para orang
tua. Tidak henti-hentinya kita mendengar berita tentang tindakan kriminalitas yang
dilakukan oleh anak-anak, seperti yang terjadi di beberapa daerah yang hampir setiap
minggu diberitakan di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Bagi
masyarakat kota bukan suatu hal yang aneh apabila mendengar atau melihat anak-
anak sekolah melakukan tawuran (perkelahian antar pelajar) yang tidak sedikit
menimbulkan sejumlah korban. Diperlukan waktu yang panjang dan upaya
pendidikan yang sungguh-sungguh untuk mengatasi kondisi ini. Pendidikan dalam
hal ini diartikan secara luas, yaitu sebagai upaya untuk mentransformasikan nilai-
nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari generasi sebelumnya kepada
generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat strategis untuk membentuk dan
mengembangkan nilai, sikap dan moral dari generasi sebelumnya kepada generasi
berikutnya (Suparno, 2020:59).
Adapun moral sama dengan etika, atau kesusilaan yang diciptakan oleh akal,
adat dan agama, yang memberikan norma tentang bagaimana kita harus hidup. Nilai
moral pada dasarnya adalah mengupayakan anak mempunyai kesadaran dan
berprilaku taat moral yang secara otonom berasal dari dalam diri sendiri. Dasar
otonomi nilai moral adalah identifikasi dan orientasi diri. Pola hidup keluarga (Ayah
dan Ibu) merupakan “Model Ideal” bagi peniruan dan pengindentifikasian perilaku
dirinya. Moral menurut para pakar mempunyai definisi yang berbeda-beda. Namun
dalam tulisan ini ingin lebih banyak konsep nilai moral dari Kohlberg beserta
perkembanganya yang akan di integrasikan dengan moral dalam pandangan Islam.

17
Otomisasi nilai moral dalam diri anak berlangsung dalam dua tahap, yaitu
pembiasaan diri dan identifikasian diri. Merujuk pada sistem moral Spranger, nilai-
nilai moral yang diupayakan bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar
disiplin diri mencakup lima nilai, yaitu: nilai-nilai ekonomis, sosial, politis, Ilmiah,
estetis dan agama dalam sistem nilai spranger, nilai etik tidak berdiri sendiri, tetapi
sebagai bagian integral dari nilai religi. Hubungan antara disiplin diri dengan nilai ini
merupakan konsep nilai moral yang memungkinkan orang tua untuk membantu anak
dalam memiliki dasar disiplin diri. Sebagaimana hasil riset dari Ibda yang
menjelaskan bahwa pentingnya pendidikan moral bagi seorang anak adalah untuk
menguatkan pengendalian diri individu ke arah yang lebih baik.

18
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Teori Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu
teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson
percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu
elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan
persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam
berinteraksi dengan orang lain.
2. Sosok tokoh Kohlberg (1987) dikenal sebagai tokoh fonemenal yang
mengenalkan psikologi moral Kognitif. Menurut mereka pertimbangan moral
adalah aktivitas kognitif yang terjadi pada tahap mental. Pertimbangan moral
Kohlberg didasarkan pada konsep keadilan moral (justice) yang lebih terfokus
pada aspek makro-moralitas. Menurut Kohlberg, pertimbangan moral bersifat
otonom yang ditentukan oleh perkembangan kognitif individu. Kohlberg
menjelaskan bahwa pertimbangan terjadi dan dapat digunakan ketika individu
membuat pertimbangan moral. Ketika membuat pertimbangan moral, struktur
pemikiran yang telah terbukti berhasil membuat pertimbangan moral akan
menggantikan atau menggabungkan struktur-struktur sebelumnya agar berfungsi
lebih efektif dalam pengambilan keputusan

3.2 Saran
Sebagai calon pendidik, kita haruslah mengetahui tahap perkembangan teori
Erikson dan teori Kohlberg. Oleh karena itu, dengan lebih mengetahui mengenai hal
ini, maka akan lebih mudah beradaptasi dengan siswa sehingga pendidik dan siswa
lebih mudah untuk berinteraksi.

19
RANGKUMAN

1. Teori Perkembangan Psikologi Erikson


Erikson yakni bahwa ego kita merupakan sebuah kekuatan positif yang
menciptakan identitas diri, sebuah pengertian tentang “aku”. Sebagai pusat
kepribadian, ego membantu kita beradaptasi dengan beragam konflik dan krisis
kehidupan dan menjaga kita dari kehilangan individualitas di hadapan daya-daya
sosial. Selama masa kanak-kanak, ego lemah, fleksibel, dan rapuh, tetapi pada masa
remaja dia harus mulai mengambil bentuk tertentu dan memperoleh kekuatannya. Di
seluruh fase hidup kita, ego menyatukan kepribadian dan menjaga kita dari
ketercabikan. Erikson melihat ego sebagai badan pengorganisasian yang sebagian
bekerja secara bawah sadar untuk mensintesiskan pengalaman-pengalaman kita di
masa kini dengan identitas diri di masa lalu dan gambaran diri ke depan. Erikson
mendefinisikan ego sebagai kemampuan pribadi untuk menyatukan pengalaman dan
tindakan dengan cara yang adaptif (Erikson, 1963).
Erikson (1968) mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling terkait: ego-
tubuh, ideal-ego, dan identitas-ego. Ego-tubuh (body ego) mengacu pada
pengalaman-pengalaman dengan tubuh kita, sebuah cara melihat diri fisik kita
sebagai hal yang berbeda dari milik orang lain. Kita mungkin dapat merasa puas atau
tidak dengan cara tubuh terlihat atau berfungsi namun, kita sadar kalau hanya tubuh
ini saja yang kita miliki. Ideal-ego (ego ideal) merepresentasikan imaji-imaji yang
kita miliki tentang diri kita sendiri jika dibandingkan dengan gambar ideal ego yang
lain. Ideal ego bertanggung jawab bagi rasa puas atau tidak, bukan hanya yang
berkaitan dengan diri fisik kita namun, juga dengan seluruh identitas personal kita.
Identitas-ego (ego identity) adalah imaji yang kita miliki tentang diri kita di beragam
peran sosial yang kita mainkan. Meskipun remaja biasanya merupakan masa saat
ketiga komponen ini berubah paling cepat, perubahan-perubahan di dalam ego-tubuh,
ideal-ego dan identitas-ego dapat dan selalu terjadi di setiap tahap kehidupan.

20
2. Teori Perkembangan Moral Kolhberg
Moral adalah sikap perilaku seseorang yang didasari oleh norma-norma hukum
yang berada dilingkungan tempat dia hidup. Jadi seseorang dapat dikatakan memiliki
moral adalah ketika seseorang sudah hidup dengan mentaati hukum-hukum yang
berlaku di tempat dia hidup. Sedangkan Menurut Lawrence Kohlberg. Tahapan
perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya.
Menurut Kohlberg ada 6 tahapan perkembangan moral yang dapat
teridentifikasi, hal ini didasarkan pada teorinya yang berpandangan bahwa penalaran
moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis. Ia mengikuti perkembangan dari
keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang
menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

21
SOAL HOTS

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (x) pada salah satu
jawaban a, b, c, d, dan e berikut ini!

1. Erikson percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat


membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori
Erikson disebut…
a. Teori perkembangan pribadi
b. Teori perkembangan psikologi
c. Teori perkembangan psikososial
d. Teori perkembangan anak
e. Teori perkembangan remaja

2. Teori Erikson dikembangkan lagi oleh…


a. Arnett (2000)
b. Sigmund Freud (2017)
c. Behavioral (1995)
d. Jean Piaget (2004)
e. John Bowlby (2006)

3. Periode perkembangan menurut teori Erikson adalah…


a. Umur 0-1 tahun
b. Umur 0-2 tahun
c. Umur 0-3 tahun
d. Umur 1-2 tahun
e. Umur 1-3 tahun

4. Menurut Erikson, dalam mempelajari individu ada tiga metode baru yang
dapat digunakan dalam mempelajari perkembangannya, yaitu…
a. Wawancara, dokumentasi dan perbandingan cross-cultural
b. Wawancara, dokumentasi dan sejarah psikologis.
c. Observasi, wawancara dan dokumentasi

22
d. Observasi, sejarah psikologi dan dokumentasi
e. Observasi langsung, perbandingan cross-cultural, dan sejarah psikologis.

5. Banyak para ahli yang mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian,


tetapi untuk memudahkan pemahaman, hanya dipaparkan perkembangan
kepribadian menurut Erikson yang kecenderungannya bipolar, yaitu terjadi
pada masa bayi (infancy) yang ditandai adanya….
a. Kecenderungan Early Childhood
b. Kecenderungan Preschool Age
c. Kecenderungan Adolescence)
d. Kecenderungan Young Adulthood
e. Kecenderungan Trust - Mistrust.

6. Berikut ini, masa prekonvensional menurut teori Kohlberg, kecuali…


a. Masa Punishment
b. Masa Interpersonal Concordance
c. Masa Obedience Orientation
d. Masa Instrumental Relativist Orientation
e. Masa Hedonistic Orientation

7. Anak menunjukkan kesadaran bahwa peraturan dan hukum diciptakan oleh


manusia, oleh karenanya dalam menilai suatu perbuatan, anak-anak selain
mempertimbangkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan,
juga sekaligus mempertimbangkan maksud dan ikhtiar dari si pelaku.
Pernyataan di atas termasuk ke dalam tahap…
a. Tahap transisi
b. Tahap moralitas heteronom
c. Tahap moralitas autonomy
d. Tahap absolut
e. Tahap konsekwensi

23
8. Teori perkembangan moral yang dirintis Piaget ini kemudian dikembangkan
oleh…
a. Erik Erikson
b. Lawrence Kohlberg
c. Sigmund Freud
d. Jean Piaget
e. John Bowlby

9. Hasil penelitian Piaget membagi tahap-tahap perkembangan moral


berdasarkan cara penalarannya, menjadi…
a. l Macam
b. 2 Macam
c. 3 Macam
d. 4 Macam
e. 5 Macam

10. Tahap moralitas heteronom, yaitu tahap dengan cara berpikir anak tentang
keadilan dan peraturan yang bersifat…
a. Obyektif dan mutlak
b. Netral dan objektif
c. Kreatif dan integritas
d. Integritas dan mutlak
e. Kritis dan netral

24
KUNCI JAWABAN

1 C 6 B

2 A 7 C

3 A 8 B

4 E 9 C

5 D 10 A

25
DAFTAR PUSTAKA

Chandy Febyanto. 2016. Analisis Pengaruh Kelompok Sosial dan Keluarga Terhadap
Perkembangan Psikososial Anak (Studi Kasus pada Siswa SDN Wonokerso
01 Kabupaten Malang). Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, Vol. 2, No. 1.

Diana Putri Arini. 2021. Emerging Adulthood: Pengembangan Teori Erikson


Mengenai Teori Psikososial pada Abad 21. Jurnal Ilmiah Psyche. Vol. 15,
No. 01, hlm 1.

Dudi Hartono. 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan Psikologi. Kementerian


Keseahatan Republik Indonesia: Pusat Pendidikan sumber Daya Manusia
Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

Fatma Laili Khoirun Nida. 2013. Intervensi Teori Perkembangan Morallawrence


Kohlberg dalam Dinamika Pendidikan Karakter. Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 8, No. 2, hlm. 281-282.

Silvia Arianti. 2016. Bahan Ajar Perkembangan Peserta Didik. Palangka Raya:
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pgri Palangka Raya.
Suparno. 2020. Konsep Penguatan Nilai Moral Anak Menurut Kohlberg. ZAHRA:
Research and Tought Elmentary School of Islam Journal. Vol. 1, No. 2, hlm.
58-67.

Sunarto Amus. 2013. Potret Pendidikan: Masyarakat Tradisional, Modern, dan Era
Globalisasi. Jurnal Aktual. Vol.1, No.1.

Safrilsyah, Mohd Zailani bin Mohd. Yusoff, dan Muhammad Khairi bin Othman.
2017. Moral dan Akhlaq dalam Psikologi Moral Islami. Psikoislamedia
Jurnal Psikologi. Vol. 2, No. 2, hlm. 4.

Yeni Krismawati. 2014. Teori Psikologi Perkembangan Erik H. Erikson dan


Manfaatnya. Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama, Vol. 2, No. 1, hlm 54.

Yudrik Jahja. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group.

26

Anda mungkin juga menyukai