Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL KEPRIBADIAN ERIKSON

DAN

TEORI PERKEMBANGAN MORALKOHLBERG DAN PENERAPANNYA

Dosen pengampu : Marazaenal adipta.M.pd

Kelompok 2:

1.Fitria Rahmawati

2.Puspita dewi

3.Liza indah safitri

4.Isni safira

5.Nurul Fitriani

6.Yesi rahman

7.Budimansyah

8 .Mustiadi

9.Aprian Gilang pirnandi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS QOMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU


TAHUN AJARAN 2022-2023

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT. Karena atas segala limpahan
rahmat, karunia, serta hidayah-Nya Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Semoga segala kebaikan dan rezeki tetap tercurah kepada nabi dan keluarga
karena mereka yang telah membantu menyampaikan risalah Allah SWT untuk membimbing
umat menjadi manusia yang berguna bagi Agama, nusa, dan bangsa. Makalah yang berjudul
“Teori Perkembangan sosial kepribadian Erik Erikson dan teori perkembangan moral
Kohlberg beserta penerapannya” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
pendidikan dari dosen Marazaenal Adipta M.PD. Tentunya tak lupa kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya tugas ini.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Allah SWT. Kami sangat menyadari
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, meskipun Kami telah sangat
berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan agar teliti dalam menyelesaikan tugas
makalah ini. Tetapi kami masih merasakan bahwa masih banyak kekurangan dalam
pengerjaan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi bisa menjadi lebih baik kedepannya dan dapat berintropeksi dimana kesalahan yang
kami buat. Semoga apa yang kami kerjakan tidak sia-sia dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, Terimakasih.

Bagu,4 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL/JUDUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat......................................................................................

BAB II PPEMBAHASAN.......................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................

A.Teori perkembangan sosial dan kepribadian dari Erikson...................

B. Tahap-tahap perkembangan kepribadian dari Erikson.......................

C. Teori perkembangan moral dari Kohlberg.............................

D. Tahap-tahap perkembangan moral dari Kohlberg.............................................................

E. Penerapan Teori Perkembangan Sosial kepribadian Erikson dan Teori Perkembangan


Moral Kohlberg……...........................................................................

III PENUTUP...........................................................................

A.Kesimpulan............................................................

B. Saran..............................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A.Lantar Belakang

Pada masa sekarang, peran psikologi sangat dibutuhkan di berbagai lapisan


masyarakat khususnya dalam dunia pendidikan. Berbagai masalah yang dihadapi siswa dapat
mengganggu proses belajarnya. Beberapa masalah berawal dari perkembangan siswa dalam
memperoleh pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga ke Perguruan Tinggi. Dalam hal
ini bidang Psikologi yang diperlukan adalah Psikologi Pendidikan.

Psikologi Pendidikan membahas berbagai hal yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Termasuk perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek. Tentunya setiap peserta didik
memiliki perbedaan baik dari aspek fisik, kognitif, moral, sosial dan emosional.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai Teori Perkembangan Emosi Sosial Erikson
dan Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg serta penerapannya. Dengan adanya Psikologi
Pendidikan diharapkan perkembangan emosi, sosial dan moral peserta didik dapat membawa
pengaruh positif dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
a.  Bagaimana Teori Perkembangan Sosial dan kepribadian menurut Erikson?
b. Bagaimana Tahap-tahap perkembangan kepribadian dari Erikson?
c. Bagaimana Teori Perkembangan Moral menurut Kohlberg?
d. Bagaimana Tahap-tahap perkembangan moral dari Kohlberg?
e. Bagaimana penerapan teori perkembangan kepribadian Erikson dan Kohlberg?
C.Tujuan dan Manfaat
a.       Menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Pendidikan
b.      Memenuhi nilai tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
c.       Mendapatkan informasi tentang teori perkembangan kepribadian Erikson dan tahapan
perkembangan moral Kohlberg
d.      Memperdalam pengetahuan tentang teori Erikson dan teori Kohlberg
e.       Mengetahui penerapan teori Erikson dan teori Kohlberg
BAB II

PEMBAHASAN

A.Teori Perkembangan Sosial Kepribadian Erikson

Menurut Erik Erikson (1902-1994) psikososial dalam kaitannya dengan


perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai
mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi  matang secara fisik dan psikologis.

  Dalam teori Erik Erikson terdapat delapan tahap perkembangan terbentang ketika kita
melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang
khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson,
krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan (kerentanan) dan
peningkatan potensi.

Menurut Erikson, perkembangan kepribadian seseorang berasal dari pengalaman

.sosial sepanjang hidupnya sehingga disebut sebagai perkembangan psikososial

.Perkembangan ini sangat besar mempengaruhi kualitas ego seseorang secara sadar

Identitas ego ini akan terus berubah karena pengalaman baru dan informasi yang

diperoleh dari interaksi sehari-hari dengan orang lain. Selain identitas ego, persaingan

akan memotivasi perkembangan perilaku dan tindakan. Secara sederhananya, apabila

seseorang ditangani dengan baik, maka ia akan memiliki kekuatan dan kualitas ego

yang baik pula. Namun, jika penanganan ini dikelola dengan buruk, maka yang akan

.muncul adalah perasaan tidak mampu

Erik Erikson memiliki keyakinan yang sama seperti Sigmund Freud. Ia percaya

bahwa perkembangan kepribadian seseorang terjadi dalam serangkaian tahapan. Teori

ini tidak seperti teori Freud tentang tahapan psikoseksual, teori perkembangan

.psikososial ini menggambarkan dampak dari pengalaman sosial di seluruh umur


Erikson tertarik pada bagaimana interaksi dan hubungan sosial berperan dalam

.pengembangan dan pertumbuhan manusia

Setiap tahapan dalam teori Erikson dibangun berdasarkan tahapan sebelumnya dan

,membuka jalan untuk periode pengembangan berikutnya. Dalam setiap tahap

Erikson percaya bahwa orang mengalami konflik yang berfungsi sebagai titik balik

dalam perkembangan. Dalam pandangan Erikson, konflik ini berpusat pada baik

perkembangan kualitas psikologis atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas

tersebut. Selama masa ini, individu memiliki potensi pertumbuhan pribadi yang

tinggi, tetapi juga memiliki potensi kegagalan. Jika individu yang bersangkutan

berhasil menangani konfliknya, maka muncul tahapan kekuatan psikologis yang akan

menolongnya sepanjang hidup. Jika ia gagal untuk berurusan secara efektif dengan

konflik ini, ia mungkin tidak mengembangkan keterampilan penting yang diperlukan

.untuk rasa diri yang kuat

.Erikson juga memercayai bahwa rasa mampu memotivasi perilaku dan tindakan

Setiap tahap dalam teori Erikson. Tiap tahap dalam teori Erikson prihatin/peduli

terhadap menjadi kompeten dalam kehidupan (being comptent). Apabila setiap tahap

perkembangan dapat dilalui dengan baik maka individu yang bersangkutan akan

memiliki perasaan mampu dimana perasaan ini didasarkan pada kekuatan atau

kualitas ego. Apabila tahapan ini dikelolah secara lemah, individu tersebut akan

.merasa ketidak seimbangkan dalam Aspek-aspek perkembangannya


B.Tahap-tahap Perkembangan Menurut Erikson

Teori Erik Erikson Dalam Pengembangan Psikososial Manusia

Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk
mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial,
yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Kedelapan tahap
perkembangan manusia dalam teori psikososial Erikson tersebut adalah sebagai berikut:

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku
bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis
bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya.

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1
½ tahun. Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan
kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan
mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa
(hope). Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan
mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang
hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil
keuntungan dari dirinya.

2. Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu)


Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy–shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa
berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri
tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa
malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau
persetujuan dari orang tuanya. Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (analmascular
stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18
bulan sampai 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas
tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk
mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang
kasar. Mereka melatih kehendak mereka, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak
bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan
pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang diharapkan.

3. Initiative versus Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)


Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-
locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode
tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 6 tahun, dan tugas yang harus diemban
seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak
terlalu melakukan kesalahan.Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk
menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua
dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan
dan ide-idenya.
Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut
mengambil inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak
memiliki rasa percaya diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan harapan-
harapan ketika ia dewasa. Bila anak berhasil melewati masa ini dengan baik, maka
keterampilan ego yang diperoleh adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.

4. Industry vs Inferiority (Kerajinan vs Inferioritas)


Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam
tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area
sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah,
sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong,
guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain
sebagainya.
Penyelesaian yang sukses pada tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat
memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang diperoleh. Ketrampilan ego
yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk
menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa yang diraih teman-teman
sebaya akan merasa inferior

5. Identity vs Role Confusion (Identitas vs Kekacauan Identitas)


Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity – Identity Confusion.
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti
orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak ia dianggap
dewasa tetapi di sisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa
stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan
kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai
menurun, adapun peran kelompok atau teman sebaya tinggi.
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting,
karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke tengah masyarakat.

6. Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Isolasi)


Masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal
(Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada
masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya,
namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai
selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang
sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim
dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang
lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan
adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah
pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang
lain. Tapi, jika pada tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi
dengan orang lain secara baik. Maka Erikson menyebut adanya kecenderungan
maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah
merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa
memperdulikan. Sementara dari segi lain atau malignansi Erikson menyebutnya
dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri
sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa
benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.

7. Generativity vs Stagnation (Generativitas vs Stagnasi)


Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa
dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga
perkembangan individu sangat pesat.
Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai balasan
dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat
memastikan kelangsungan generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk
memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak 5
berharga dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini
maka keterampilan ego yang dimiliki adalah perhatian.

8. Ego Integrity versus Despair (Integritas vs Keputusasaan)


Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki
oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah
memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya
telah menjadi milik pribadinya.
Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan
melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa
menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup
yang telah dikejar selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam melewati tahapan ini
akan menyebabkan munculnya rasa putus asa.

C.Perkembangan Moral menurut Lawrence Kohlberg

Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu

dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki

urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur

proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahapan perkembangan

moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan

penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini

berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,

mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti

perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti

Piaget,yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-

tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan

bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan

perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang

mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan cerita-

cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-

orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam

persoalan moral yang sama.

B.Tahap-tahap perkembangan Moral menurut Kohlberg

Menurut Kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat dikaitkan satu
sama lain dalam tiga tingkat (levels) demikian rupa sehingga setiap tingkat meliputi dua
tahap. Tiga tingkat itu berturut-turut adalah tingkat prakonvensional, tingkat konvensional,
dan tingkat pascakonvensional. Dalam penelitian Kohlberg subyek yang digunakan adalah
pada anak-anak yang berumur sekitar enam tahun.

Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh


proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu
diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget dan menjadikannya tiga “tingkat” yang
masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. ketiga “tingkat” itu adalah :

1.    Tahap prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label


budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya
(hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan
peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada
pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Pada tingkat prakonvensional kita menemukan :

Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak
dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau
nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini. Contohnya
yaitu : Ketika seorang siswa harus mematuhi perintah dari gurunya agar tidak mendapatkan
hukuman. Seorang siswa rajin belajar agar dia bisa menjadi seorang juara kelas. Seorang
siswa akan rajin belajar agar mendapat nilai bagus dan maksimal karena orang tua
menjanjikan sebuah hadiah ketika ia menjadi juara. Seorang anak tidak mau berkelahi dengan
temannya karena jika berkelahi akan diberi sanksi oleh ibunya. Agar tidak dihukum oleh
ayahnya, seseorang anak atau remaja menurut patuh terhadap perintah orang tuanya
walaupun ia tidak senang,contohnya tidak boleh pulang pulang terlalu larut.

Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara
instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang
lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-
unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu
ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk
punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa
terima kasih atau keadilan. Contohnya yaitu : Anak aktif sesuai anjuran guru agar dipuji.
Seorang siswa mempunyai sebuah pekerjaan rumah dari gurunya dia meminta kakaknya
untuk membantunya dan jika kakak membantunya dia akan membantu kakaknya
membersihkan pekerjaan rumah. Tetap melakukan keinginan yang ada pada dirinya walau
dilarang oleh orang tua karena itu merupakan potensinya namun tetap menghargai pendapat
orang tua contohnya seorang anak mengikuti kegiatan disanggar tari karena itu merupakan
potensinya namun karena dilarang oleh orang tua sebab sering pulang larut sehingga dia
mngikuti kegiatan tari tesebut namun dia tetap pulang lebih awal. Dalam melakukan atau
memberikan sesuatu kepada orang lain, bukan rasa terima kasih atau sebagai curahan kasih
sayang, tetapi bersifat pamrih, Contohnya kegiatan jual beli. Siswa akan membayar uang
sekolah dan mereka berhak menerima apa yang telah menjadi hak mereka.

2.Tingkat kedua atau tingkat konvensional 

juga dapat digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu
sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan
dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya,
tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.

Pada tingkat konvensional kita menemukan :

Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang
disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip
mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku
kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya
menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan
berperilaku ”baik”. Contohnya yaitu : Seorang anak ikut membantu kerja bakti didesanya
agar warga sekitar berpandangan baik padanya. Berperilaku sopan dan santun kepada yang
lebih tua. Seorang anak selalu mengutamakan rasa kebersamaan dengan sahabat baiknya jika
sahabatnya sedih maupun senang terkesan dengan sahabat sejati. Agar anak dikatakan
sebagai anak yang baik, maka anak mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang
tuanya. Seperti bangun lebih awal ketika hari libur untuk membantu pekerjaan rumah sang
ibu. Selalu ramah kepada para tetangga untuk lebih menjalin rasa persaudaraan seperti sering
mengantarkan makanan, mengunjungi rumahnya.dll

Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan
pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas,
memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu
demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut
kewajibannya. Contohnya yaitu : Dalam ketertiban lalu lintas dianjurkan menggunakan helm
SNI dan membawa SIM untuk ketertiban bersama. Seorang siswa harus mematuhi tata tertib
disekolah. Contoh : memakai seragam lengkap dalam upacara bendera. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban dilingkungan seorang yang berkunjung lebih dari 24 jam atau
menginap wajib untuk melapor pada RT atau RW setempat. Tertib dalam administrasi yang
menyangkut kepentingan bersama. Contohnya membayar pajak , lisrik dan tagihan lain tepat
waktu. Aparatur polisi menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan
ketertiban dalam masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang telah
dibuat dan disepakati bersama.

3.    Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke prinsip-prinsip


moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas
kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari
identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada
tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu.

Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat :

Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar
legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak
bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh
masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan
pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai
kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang
benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu
tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi
kemungkinan perubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan
sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada
gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur
pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan
mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang. Contohnya
yaitu : Seorang warga aktif dalam mengikuti kegiatan siskamling dengan harapan lingkungan
yang dia tinggali aman, nyaman dan tentram. Seorang mahasiswa mengerjakan tugas dari
dosen selain untuk memenuhi kewajibannya sebagai mahasiswa dia juga berharap untuk
dapat memperoleh hasil study yang bagus. Ikut bergotong royong dilingkungan desa
contohnya ketika seorang warga mempunyai hajat dia turut membantu dengan harapan jika
suatu saat dia membutuhkan maka warga yang lain akan turut membantu. Melaksanakan
kegiatan adat di desa masing – masing agar tidak dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi
sebuah kenyamanan bersama. Melakukan jumat bersih disekolah bagi semua warga sekolah
sehingga kondisi belajar mengajar jadi lebih nyaman.

Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-
prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh,
universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas,
kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan,
timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia
sebai person individual. Contohnya yaitu : Seorang suami yang tidak mempunyai uang boleh
jadi dia akan mencuri untuk membeli obat untuk keselamatan nyawa istrinya dengan
keyakinan menyelematkan kehidupan seseorang merupakan kewajiban moral yang lebih
tinggi dari pada mencuri. Dalam sebuah diskusi untuk mencapai musyawarah mufakat kita
senantiasa menghormati  pendapat orang lain walaupun bertentangan dengan hatinurani kita.
Seorang hakim harus yang memberikan vonis kepada suatu perkara sesuai ketentuan hukum
walaupun bertentangan dengan hati nuraninya. Melaksanakan keputusan hasil musyawarah
dengan baik dan benar walaupun tidak sesuai dengan hati kita namun karena karena telah
menjadi kepusan bersama tetap kita harus menjalankannya. Ketika mendapatkan tugas
mendadak diskusi dengan lawan jenis dan tugas itu harus dikumpulkan keesokan harinya, dan
kita mengerjakan bersama hingga larut malam niat kita baik untuk mengerjakan tugas namun
dimata masyarakat itu pasti dinilai kurang baik.

E.Penerapan Teori Perkembangan Sosial kepribadian Erikson dan Tahap


Perkembangan Moral Kohlberg 

a.  Penerapan Teori Erikson

Seorang anak memasuki sekolah dasar pada usia ±6 tahun. Menurut teori Erikson, usia ini
sudah memasuki fase ke-IV, yaitu industry vs inferiority . Siswa yang masuk ke dalam suatu
sekolah memiliki latar belakang akademik dan sosial yang berbeda-beda. Agar pembelajaran
menjadi lebih efisien dan efektif, Mendidik seorang guru harus mengenali karakteristik
peserta didiknya agar lebih mudah dalam mengembangkan model pembelajaran yang akan
digunakan dalam mengajar (Hanurawan, 2007).

Pada tahap ini, guru dapat memotivasi siswa agar dapat melalui fase ini
dengan baik, sehingga siswa tidak merasa diri akan kelurangan yang
membebani. Menurut teori Piaget, anak pada usia 7-11 tahun akan memasuki
tahap tahap operasional konkret , dimana anak menerapkan logika berpikir pada
barang-barang yang konkrit (Slavin, 2006). Pembelajaran karakter sangat tepat
pada usia anak ini, sebab anak pada usia ini cenderung menerapkan segala
perbuatan baik yang dilihat maupun yang didengarkan yang dilakukan oleh orang-
orang yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu, sikap yang baik terhadap guru
mampu memberikan contoh yang baik untuk anak usia ini dengan berperilaku dan
bertutur kata yang. Pembelajaran karakter ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi
siswa untuk dapat melewati fase-fase perkembangan psikososial selanjutnya
dengan baik.

b. Penerapan Teori Kohlberg

·         Tahap 1

Orientasi kepatuhan dan kepatuhan


1.      Ketika seorang siswa harus mematuhi perintah dari gurunya agar tidak mendapatkan
hukuman.

2.      Seorang siswa rajin belajar agar dia bisa menjadi seorang juara kelas.

3.      Seorang siswa akan rajin belajar agar mendapat nilai bagus dan maksimal karena orang tua
menjanjikan hadiah ketika ia menjadi juara.

4.      Seorang anak tidak mau berkelahi dengan temannya karena jika berkelahi akan diberi
sanksi oleh ibunya.

5.      Agar tidak dihukum oleh ayah, anak atau remaja, patuh terhadap perintah orang tuanya
walaupun ia tidak senang , contohnya tidak boleh pulang terlalu larut.

·          Tahap 2

Orientasi relativis-intrumental

1.      Anak aktif sesuai anjuran guru agar ditetapkan.

2.      Seorang siswa memiliki sebuah pekerjaan rumah dari gurunya dia meminta kakaknya untuk
membantunya dan jika kakak membantunya dia akan membantu kakaknya membersihkan
pekerjaan rumah.

3.      Tetap melakukan keinginan yang ada pada dirinya meski dilarang oleh orang tua karena itu
merupakan potensinya namun tetap menghargai pendapat orang tua contohnya seorang anak
mengikuti kegiatan disanggar tari karena itu merupakan potensinya namun karena dilarang
oleh orang tua sering pulang larut sehingga mngikuti kegiatan tari tesebut namun dia tetap
pulang lebih awal. 

4.      Dalam melakukan atau memberikan sesuatu kepada orang lain, bukan rasa terima kasih
atau sebagai curahan kasih sayang, tetapi bersifat pamrih. Contohnya kegiatan jual beli.

5.      Siswa akan membayar uang sekolah dan mereka berhak menerima apa yang telah menjadi
hak mereka seperti.

·          Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”

1.      Seorang anak ikut membantu kerja bakti didesanya agar warga sekitar berpandangan baik
padanya.

2.      Berperilaku sopan dan santun kepada yang lebih tua.

3.      Seorang anak selalu mengutamakan rasa kebersamaan dengan sahabat baiknya jika
sahabatnya sedih maupun senang terkesan dengan sahabat sejati

4.      Agar anak dikatakan sebagai anak yang baik, maka anak mengambil standar moral yang
diberlakukan oleh orang tuanya. Seperti bangun lebih awal ketika hari libur untuk membantu
pekerjaan rumah sang ibu.

5.      Selalu ramah kepada para tetangga untuk lebih menjalin rasa persaudaraan seperti sering
mengantarkan makanan, mengunjungi rumahnya.dll

·         Tahap 4

Orientasi hukum dan ketertiban

1.      Dalam ketertiban lalu lintas dianjurkan menggunakan helm SNI dan membawa SIM untuk
ketertiban bersama.

2.      Seorang siswa harus mematuhi tata tertib disekolah. Contoh : memakai seragam lengkap
dalam upacara bendera.

3.      Untuk menjaga keamanan dan ketertiban dilingkungan seorang yang berkunjung lebih dari
24 jam atau menginap wajib untuk melapor pada RT atau RW setempat.

4.      Tertib dalam administrasi yang menyangkut kepentingan bersama. Contohnya membayar


pajak , lisrik dan tagihan lain tepat waktu.

5.      Aparatur polisi menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban
dalam masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang telah dibuat dan
disepakati bersama.

·         Tahap 5

Orientasi kontrak sosial legalistis

1.      Seorang warga aktif dalam mengikuti kegiatan siskamling dengan harapan lingkungan yang
dia tinggali aman, nyaman dan tentram.
2.      Seorang mahasiswa mengerjakan tugas dari dosen selain untuk memenuhi kewajibannya
sebagai mahasiswa dia juga berharap untuk dapat memperoleh hasil study yang bagus.

3.      Ikut bergotong royong dilingkungan desa contohnya ketika seorang warga mempunyai
hajat dia turut membantu dengan harapan jika suatu saat dia membutuhkan maka warga yang
lain akan turut membantu.

4.      Melaksanakan kegiatan adat di desa masing – masing agar tidak dikucilkan oleh
masyarakat dan menjadi sebuah kenyamanan bersama.

5.      Melakukan jumat bersih disekolah bagi semua warga sekolah sehingga kondisi belajar
mengajar jadi lebih nyaman.

·         Tahap 6

Orientasi Prinsip Etika Universal

1.       Seorang suami yang tidak mempunyai uang boleh jadi dia akan mencuri untuk membeli
obat untuk keselamatan nyawa istrinya dengan keyakinan menyelematkan kehidupan
seseorang merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi dari pada mencuri.

2.      Dalam sebuah diskusi untuk mencapai musyawarah mufakat kita senantiasa menghormati
pendapat orang lain walaupun bertentangan dengan hatinurani kita.

3.      Seorang hakim harus yang memberikan vonis kepada suatu perkara sesuai ketentuan hukum
walaupun bertentangan dengan hati nuraninya.

4.      Melaksanakan keputusan hasil musyawarah dengan baik dan benar walaupun tidak sesuai
dengan hati kita namun karena karena telah menjadi kepusan bersama tetap kita harus
menjalankannya.

5.      Ketika mendapatkan tugas mendadak diskusi dengan lawan jenis dan tugas itu harus
dikumpulkan keesokan harinya, dan kita mengerjakan bersama hingga larut malam niat kita
baik untuk mengerjakan tugas namun dimata masyarakat itu pasti dinilai kurang baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam pembahasan tentang perkembangan manusia, terdapat banyak teori, antara lain teori
perkembangan psikososial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Menurut teori
perkembangan psikososial Erikson tahap-tahap kehidupan sesorang dari lahir sampai mati
dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Dalam teori perkembangan psikososial Erikson
terdapat delapan tahapan yaitu
1. Trust vs Mistrust ( Percaya & Tidak Percaya, 0-18 bulan)
2. Otonomi vs Malu dan Ragu – ragu (Autonomy vs Shame and Doubt, 18 bulan – 3
tahun)
3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah, 3 – 6 tahun)
4. Industry vs Inferiority ( Tekun vs Rasa Rendah Diri, 6-12 tahun)
5. Identity vs Role Confusion ( Identitas vs Kebingungan Peran, 12-18 tahun)
6. Intimacy vs Isolation ( Keintiman vs Isolasi, 18-35 tahun)
7. Generativity vs Stagnation ( Bangkit vs Stagnan, 35-64 tahun)
8. Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan, 65 tahun keatas)

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya.
Kohlberg mengemukakan bahwa ada 3 tingkat perkembangan moral yang masing-masing
ditandai oleh 2 tahap, yaitu:
A.     Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
-          Tahap I. Orientasi hukuman dan kepatuhan

-          Tahap II. Individualisme dan tujuan

B.       Tingkat Dua : Penalaran Konvensional

-          Tahap III. Norma-norma Interpersonal

-          Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial

C.        Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional

-      Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individu

-     Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal

B. SARAN

Dengan adanya pengetahuan mengenai psikologi perkembangan akan dapat menimbulkan


kesadaran terhadap diri kita sendiri. Dari kenyataan inilah maka seharusnya mulai dari
sekarang kita lebih bersungguh – sungguh dalam mempelajarinya, sehingga kita dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

-          Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & LaFave, Ann. 1997. Kritik & Kontroversi


Erikson . [Online: http://web.cortland.edu/andersmd/erik/crit.html ] diakses pada tanggal 18
September 2013.

-Erik          Erikson. [Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Erik_Erikson ] diakses pada tanggal 20


September 2013.

          -Hanurawan, Fattah . 2007. Karakteristik Psikologi Siswa dan Pengembagan Metode


Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Nilai , 14 (2): 92-100.

Krisnawati Yeni., 2014. Teori Psikologi Perkembagan Erik H. Erikson dan Manfaatnya Bagi
Tugas Pendidikan Kristen Dewasa Ini. Tersedia di :
https://sttpb.ac.id/e-journal/index.php/kurios/article/view/20/21 [Diakses pada 26 Oktober
2020 pada pukul 14.05]

Retno Devita., Teori Psikososial Erikson dan Perkembangannya. Tersedia di:


https://dosenpsikologi.com/teori-psikososial-erikson [Diakses 26 Oktober 2020 pada pukul
14.40]

Anda mungkin juga menyukai